basmalah Pictures, Images and Photos
Keteguhan Tepi Barat Menanam Zaitun - Our Islamic Story

Choose your Language

Keteguhan Tepi Barat Menanam Zaitun “Suatu hari, jika kau ingin tahu seberapa dalam cinta seorang manusia pada tanahnya, lihatla...

Keteguhan Tepi Barat Menanam Zaitun



Keteguhan Tepi Barat Menanam Zaitun


“Suatu hari, jika kau ingin tahu seberapa dalam cinta seorang manusia pada tanahnya, lihatlah bagaimana ia menanam pohon di tengah ancaman.”
— Catatan dari Bil’in, Tepi Barat



Pohon yang Menolak Mati

“Dengar,” kata seorang kakek di Al-Mughayyir kepada cucunya, “pohon zaitun ini lebih tua dari aku, dan mungkin akan hidup lebih lama darimu.”
Cucunya menatap batang tua yang retak, penuh luka bekas gergaji. Di sekelilingnya, tanah hangus, akar-akar mencuat seperti nadi yang disayat.

Beberapa hari sebelumnya, laporan Al Jazeera menyiarkan kabar itu ke dunia: militer Israel mencabut lebih dari 3.000 pohon zaitun di desa Al-Mughayyir, Ramallah. Operasi itu disebut sebagai bagian dari “keamanan nasional”.
Tetapi bagi warga desa, itu bukan operasi keamanan—melainkan operasi pencabutan kehidupan.

Sejak pendudukan 1967, ribuan kebun telah diratakan, ribuan batang tua ditebang. Bagi Israel, tanah adalah peta; bagi warga Palestina, tanah adalah ingatan.
Dan di antara keduanya, pohon zaitun menjadi saksi: teguh, diam, tapi berbicara dalam bahasa ketekunan.


---

Panen yang Menjadi Waktu Takut

Ketika musim gugur datang, daun zaitun biasanya bergetar lembut di bawah sinar matahari Tepi Barat. Di masa lalu, anak-anak berlari membawa keranjang, perempuan bernyanyi di antara barisan pohon, dan para lelaki memeras minyaknya dengan doa.

Kini, seperti dilaporkan Reuters, musim panen berubah menjadi musim ketakutan.
Seorang petani di Salfit menunjukkan batang pohon berusia lima abad. “Ia hidup lebih lama dari penjajahan mana pun,” katanya pelan, “tapi aku tak tahu apakah ia akan bertahan tahun depan.”

Pemukim bersenjata menunggu di bukit; pos militer berdiri di ladang. Setiap panen kini adalah pertaruhan hidup. Para petani harus mendapat izin untuk memetik buah dari pohon yang tumbuh di tanah mereka sendiri.

Dan izin itu, sering kali, tidak pernah datang.


---

Zaitun yang Didedikasikan untuk Perdamaian

Namun di tengah kegetiran, ada kisah lain yang lebih lembut.
Associated Press melaporkan bahwa di kota Tulkarem, Palestina menanam 250 pohon zaitun baru — bukan untuk panen, tapi sebagai penghormatan bagi Jimmy Carter, mantan Presiden AS yang dikenal kritis terhadap penjajahan Israel.

Di antara tanah retak dan kawat berduri, pohon-pohon muda itu berdiri, batangnya ramping, daunnya pucat.
“Satu hari nanti,” kata seorang perempuan tua sambil menimbun tanah di akarnya, “mereka akan tahu bahwa kita pernah menanam perdamaian, bahkan ketika dunia menanam diam.”

Begitulah Palestina hidup: dari tanah yang dikhianati, mereka terus menanam makna.


---

Ketika Dunia Melihat tapi Tidak Menyentuh

Menurut laporan The Guardian dan UN-OCHA, musim panen zaitun tahun 2025 diselimuti gelombang kekerasan baru.
Ratusan pohon dibakar dalam seminggu pertama panen. Para petani diserang ketika mencoba memasuki ladang mereka.

Dalam satu catatan OCHA disebut:

“Musim yang biasanya menjadi waktu sukacita dan doa, kini menjadi musim kehilangan dan ketakutan.”

Tapi barangkali inilah yang membuat Tepi Barat berbeda dari seluruh dunia: mereka tidak pernah berhenti datang ke ladang itu — bahkan ketika tahu pohonnya telah ditebang.
Mereka datang bukan hanya untuk memetik buah, tetapi untuk membuktikan keberadaan mereka di tanah sendiri.


---

Akar yang Menjadi Perlawanan

Dalam budaya Palestina, pohon zaitun bukan sekadar sumber minyak. Ia adalah simbol waktu dan warisan.
Banyak keluarga menanam pohon ini ketika anak lahir — tanda kehidupan yang tumbuh bersama usia manusia.
Ketika penjajah menebangnya, yang hilang bukan sekadar ekonomi, tapi silsilah spiritual.

Hampir sepertiga penduduk Tepi Barat menggantungkan hidup pada zaitun.
Namun setiap hektar ladang kini berada di bawah bayang-bayang pemukiman ilegal. Setiap jalur irigasi dapat ditutup kapan saja. Dan air — seperti yang dikuasai oleh perusahaan Israel Mekorot — kini menjadi barang mewah yang dijual kepada mereka yang sebelumnya pemilik sumbernya.

Dalam laporan UN-OCHA, satu kalimat mencolok:

“Menanam pohon di Area C hari ini adalah tindakan keberanian, bukan pertanian.”


---

Dalam Film dan Lensa Dunia

Beberapa seniman mencoba merekam keteguhan itu agar dunia tak lupa.

Dalam dokumenter The Color of Olives (2006), keluarga Amer di Tepi Barat hidup di kebun mereka yang terbelah oleh tembok pemisah. Mereka berjalan sejauh satu kilometer setiap hari untuk menyentuh pohon mereka.

Film 5 Broken Cameras (2011) merekam perjuangan desa Bil’in — kamera demi kamera rusak karena peluru, tapi petani terus menanam dan merekam lagi.
Where Olive Trees Weep (2024) menambahkan lapisan baru: trauma perempuan, kehilangan rumah, dan kekuatan akar budaya yang tak bisa dihapus oleh beton.

Ada pula Zeitounat (2002), karya dokumenter pendek yang memperlihatkan perempuan Palestina menanam kembali pohon yang dicabut, seolah sedang menanam kenangan ibunya sendiri.

Dalam semua karya itu, pohon zaitun bukan hanya tumbuhan — ia adalah karakter utama. Ia hidup, disakiti, dirindukan, dan disembah dengan air mata.


---

Zaitun dalam Puisi dan Doa

Mahmoud Darwish, penyair Palestina terbesar, pernah menulis:

“Kami adalah pohon zaitun yang dibakar, tapi masih berbuah di hati manusia.”

Banyak puisi Palestina modern menggambarkan zaitun sebagai ibu yang dipukul tapi tetap memberi susu.
Di situs-situs sastra Arab, bertebaran sajak seperti ini:

“Their spirits stamp loud footsteps on rot-brown grass,
a graveyard underneath the olive tree…”

Puisi-puisi itu bukan sekadar estetika; ia adalah surat panjang dari tanah kepada langit, agar dunia tahu bahwa penderitaan bukan sekadar statistik.


---

Dialog di Ladang yang Tersisa

Sore itu, di kaki bukit Salfit, dua generasi duduk di bawah pohon yang separuhnya gosong.
Anak muda itu bertanya, “Mengapa kakek terus menanam lagi, padahal mereka akan menebangnya?”
Sang kakek menjawab pelan, “Karena jika kita berhenti menanam, kita telah membantu mereka menebang.”

Dialog seperti ini terjadi di ratusan desa. Ia sederhana, tapi maknanya dalam:
menanam berarti menolak musnah.

Pohon zaitun tumbuh lambat — butuh puluhan tahun hingga berbuah. Tapi mungkin itulah sebabnya ia menjadi simbol Palestina: sabar, diam, dan abadi.


---

Ketika Dunia Diam, Akar Berbicara

Di ruang-ruang diplomasi, dunia masih bicara tentang “proses perdamaian” dan “solusi dua negara”.
Namun di ladang-ladang Tepi Barat, “proses” itu diterjemahkan dalam bunyi bulldozer dan api malam hari.

Pohon zaitun yang dicabut hari ini bukan sekadar kehilangan ekologis, melainkan penyiksaan spiritual terhadap bangsa.
Sebagaimana seseorang yang dicabut dari rumahnya, tanah pun kehilangan bahasa ketika akarnya hilang.

Namun ada sesuatu yang tidak bisa dicabut: memori.
Akar zaitun yang tertinggal di bawah tanah sering tumbuh lagi, menembus aspal dan pagar kawat.
Seperti doa yang tidak pernah berhenti dikirim.


---

Seni Bertahan di Tanah yang Disangkal

Pameran seni di Ramallah dan Jenin sering menampilkan patung, kanvas, dan instalasi bertema zaitun.
Dalam salah satu pameran di Birzeit, seorang seniman muda menggantungkan ranting-ranting kering di langit-langit ruangan, dengan tanah di bawahnya meneteskan air.
Judulnya: “We still water them.”

Ia berkata:

 “Ini bukan hanya tentang pohon. Ini tentang kami yang terus menyirami ingatan, bahkan ketika tanahnya tidak lagi milik kami.”

Seni, dalam konteks Palestina, bukan pelarian; ia adalah perlawanan spiritual yang tenang.


---

Sebuah Dunia dalam Setetes Minyak

Minyak zaitun Palestina terkenal di seluruh dunia karena warnanya yang keemasan dan rasa yang kuat.
Tapi bagi banyak keluarga, setetes minyak hari ini mewakili harga yang sangat mahal: perjalanan berjam-jam melewati pos pemeriksaan, izin yang bisa dibatalkan kapan saja, dan ketakutan bahwa panen tahun depan mungkin tak akan ada lagi.

Seorang petani di Jenin berkata kepada wartawan Reuters:

“Kami menekan buah zaitun dengan tangan yang gemetar, bukan karena lelah, tapi karena kami tidak tahu apakah kami akan bisa memetiknya lagi.”

Minyak itu, bagi mereka, adalah darah yang sah — hasil kerja keras yang lebih suci daripada emas.


---

Tanah sebagai Kitab yang Dibaca

Jika dunia modern menulis sejarah di atas kertas, Palestina menulisnya di atas tanah.
Setiap pohon yang ditanam adalah huruf, setiap akar adalah kata, dan setiap pembakaran adalah upaya menghapus kalimat kehidupan.

Namun sejarah yang tertulis di tanah tidak bisa dibakar. Ia akan muncul kembali di musim berikutnya, di batang-batang baru yang menembus reruntuhan.
Itulah sebabnya setiap penebangan selalu diikuti penanaman. Setiap kehancuran selalu disusul oleh benih baru.

Dan dari siklus itulah lahir istilah tak resmi di kalangan petani: “Intifadha Zaitun” — perlawanan dengan menanam.


---

Renungan di Bawah Cahaya Senja

Sore di Tepi Barat sering berwarna keemasan, mirip warna minyak zaitun.
Di desa Al-Khalil, seorang imam tua menulis di dinding masjid:

“Barangsiapa menanam zaitun dengan niat mempertahankan tanah, maka setiap buahnya adalah sedekah dan setiap akarnya adalah doa.”

Barangkali itulah bentuk ibadah paling senyap di dunia — menanam di tengah ancaman.
Ketika senjata diarahkan kepadamu, dan kau justru menunduk untuk menanam, itu artinya kau sedang menulis ayat keberanian.


---

Dunia yang Menonton

Sementara itu, di ruang-ruang konferensi internasional, para diplomat membahas laporan tahunan tentang “pelanggaran hak asasi manusia”.
Tapi di Ramallah, seorang ibu mencatat daftar anak-anak yang ditangkap.
Sejak dua tahun terakhir, lebih dari 20.000 warga Palestina ditahan — termasuk 1.600 anak-anak.

Mahkamah Internasional bisa menyebut “pendudukan ini ilegal”,
PBB bisa menyerukan “penghentian permukiman”,
namun di tanah yang retak oleh roda buldoser, hukum internasional tidak berwujud apa-apa.

Keadilan berhenti di atas kertas; keteguhan hidup di bawah akar.


---

Epilog: Akar yang Mengingat

Di desa Abu Falah, seorang anak menatap tanah kering tempat kakeknya dulu menanam zaitun.
Ia bertanya, “Kapan pohon kita tumbuh lagi, Kek?”
Sang kakek menjawab, “Saat dunia berhenti memanggil penjajahan ini dengan nama perdamaian.”

Itulah inti keteguhan Tepi Barat: mereka tidak menunggu keadilan datang, mereka menanamnya.
Setiap pohon adalah doa yang tumbuh perlahan,
setiap akar adalah ingatan yang menolak mati,
dan setiap buah adalah bukti bahwa kehidupan tak bisa sepenuhnya dijajah.

Israel mungkin berhasil mencabut pohon-pohon zaitun,
tapi tidak akan pernah bisa mencabut akar cinta dari tanah yang telah menyerap darah dan doa begitu lama.

Karena di Tepi Barat, bahkan tanah yang terbakar masih punya kehendak untuk menumbuhkan hijau.
Dan dari kehendak itulah lahir bangsa — bangsa yang menanam di bawah bayang-bayang senjata,
namun tetap memandang langit dengan tangan yang berlumur tanah, sambil berkata pelan:
“Kami masih di sini.”

0 komentar:

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (360) Al-Qur’an (4) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) cerpen Nabi (8) cerpen Nabi Musa (2) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) kecerdasan (1) Kecerdasan (263) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (577) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (29) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (15) Namrudz (2) Nasrulloh Baksolahar (1) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) nusantara (2) Nusantara (245) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (551) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (493) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (257) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (242) Sirah Sahabat (156) Sirah Tabiin (43) Sirah ulama (1) Sirah Ulama (157) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)