basmalah Pictures, Images and Photos
05/24/25 - Our Islamic Story

Choose your Language

Dunia Cerminan Kehidupan Akhirat Oleh: Nasrulloh Baksolahar Manusia terdiri dari jasad dan jiwa. Saat ini kita hidup di dunia, k...


Dunia Cerminan Kehidupan Akhirat

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Manusia terdiri dari jasad dan jiwa. Saat ini kita hidup di dunia, kelak akan berada  akhirat. Di era sekarang, semua teknologi ditopang oleh hardware juga software. Keduanya beriringan dan terkoneksi, tidak berdiri sendiri dan mandiri. Lalu bagaimana perilaku manusia mencerminkan koneksi jasad dan jiwa?

Tindakan fisik yang kita lakukan dapat memengaruhi kebersihan dan kejernihan batin. Hardware yang tidak kompatibel akan mengganggu kinerja software. Apa yang dilakukan di dunia, mempengaruhi derajat di akhirat.  Sadarkah akan keterkaitan ini?

Jasad dan jiwa, hardware dan software, dunia dan akhirat merupakan satu paket yang tidak terpisahkan. Bila salah satunya baik, maka akan menciptakan kebaikan bagi yang lainnya. Jika kita menyadari keterkaitan ini, tindakan seperti apa yang semestinya kita ambil? 

Allah Swt. telah menegaskan dalam firman-Nya:
"Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya."
(Az-Zalzalah [99]:7)

Amal yang baik akan membersihkan hati. Amal yang buruk mengeraskan hingga membutakan hati. Kebaikan di dunia menghadirkan kebaikan di akhirat.

Sama seperti seseorang yang bekerja keras hari ini demi kesuksesan masa depan, maka amal di dunia menjadi bekal di akhirat. Meski berbeda ruang dan waktu, hari ini dan masa depan selalu terhubung. Keduanya saling terhubung dalam hubungan sebab dan akibat.

Sebagai contoh nyata dari hubungan amal dan balasan akhirat, dalam kitab Riyadhus Shalihin disebutkan, bahwa bila melangkahkan kaki ke masjid, maka setiap satu langkah adalah satu derajat kebaikan. Bila menanam satu pohon, lalu dimakan oleh manusia, binatang dan burung, maka menjadi shadaqah di hari Kiamat.

Mereka yang berwudhu, semua tetesan air dari anggota tubuh menjadi penghapusan dosa bagi anggota tubuh tersebut. Sholat dari waktu ke waktu, dari Jumat ke Jumat, dari Ramadhan ke Ramadhan, akan menghadirkan rahmat-Nya untuk melebur dosa di antara dua waktu tersebut.

Dengan demikian, kehidupan di dunia sejatinya adalah bayangan dari kehidupan akhirat yang akan datang. Sudahkah kita menyadari keterkaitan ini dalam kehidupan sehari-hari? 


Menghimpun Ragam Kekuatan Seperti Terong Oleh: Nasrulloh Baksolahar Karakter terong itu unik: kulitnya keras dan licin, namun ba...

Menghimpun Ragam Kekuatan Seperti Terong
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Karakter terong itu unik: kulitnya keras dan licin, namun bagian dalamnya lembut dan putih. Permukaan yang keras seolah menjadi pelindung bagi kelembutan di dalam—menunjukkan keseimbangan antara ketegasan dan kelembutan.

Inilah cerminan pribadi yang matang: tegas dalam prinsip, teguh dalam perjuangan, namun tetap lentur dalam strategi. Tidak mudah hanyut oleh arus, tetapi juga tidak kaku menghadapi perubahan.

Dari mana semua kekuatan itu berasal? Seperti daging terong yang lembut dan putih, semua bersumber dari kejernihan jiwa dan kelembutan hati. Keduanya adalah dasar dari keteguhan dan kelenturan.

Hati yang bening melahirkan kesadaran akan nilai dan moralitas. Kesadaran inilah yang menguatkan prinsip hidup, sekaligus membuka ruang untuk memaafkan dan menyayangi. Dari sinilah kelenturan dalam bersikap dan bertindak tumbuh.

Saat dimasak, terong menciptakan tekstur creamy yang mampu menyatu dan meresap ke seluruh masakan. Ia memenuhi setiap celah, tak menyisakan ruang kosong. Karakter ini melambangkan kemampuan untuk menghimpun dan menyatukan berbagai kekuatan di sekitarnya.

Kelembutan terong justru menjadikannya perekat. Banyak rasa dapat berhimpun karena kelembutan yang mempersatukan, bukan kekuatan yang mendominasi.

Inilah karakter seorang pemimpin sejati: mampu menjembatani perbedaan, menyatukan berbagai karakter, dan membangun kekuatan kolektif. Terong adalah perumpamaan sederhana dari kepemimpinan yang berakar pada keutuhan jiwa.




 
Tulisan "Menghimpun Ragam Kekuatan Seperti Terong" oleh Nasrulloh Baksolahar memuat nilai-nilai reflektif yang dikemas melalui perumpamaan sederhana namun bermakna. Berikut analisis isi dan gaya bahasanya:


1. Isi (Substansi)

Tulisan ini menyampaikan gagasan tentang kepemimpinan dan kematangan pribadi, dengan menjadikan terong sebagai simbol utama. Beberapa poin penting:

Fisik terong yang keras di luar namun lembut di dalam dianalogikan sebagai kombinasi karakter ideal: tegas namun lembut.

Keseimbangan antara prinsip dan kelenturan dijelaskan sebagai fondasi kepribadian matang.

Asal kekuatan sejati disebut berasal dari hati dan jiwa yang jernih, bukan dari kekerasan luar semata.

Kemampuan terong menyatu dalam masakan dijadikan simbol dari kemampuan seorang pemimpin untuk menghimpun, menyatukan, dan merekatkan berbagai potensi yang ada di sekitarnya.

Ditekankan bahwa kelembutan adalah kekuatan yang menyatukan, bukan dominasi yang memaksa.


Isi ini menunjukkan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang kuat secara nilai, namun tetap lembut dalam jiwa, dan mampu menghadirkan sinergi dalam keberagaman.


2. Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam tulisan ini dapat dikategorikan sebagai metaforis, kontemplatif, dan naratif reflektif. Berikut penjelasannya:

Metaforis: Terong digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan karakter, kepemimpinan, dan nilai-nilai batin. Misalnya:
"Karakter terong itu unik: kulitnya keras dan licin, namun bagian dalamnya lembut dan putih."

Reflektif dan kontemplatif: Tulisan mengajak pembaca merenung, bukan hanya memahami, tetapi juga merasakan maknanya secara mendalam. Contoh:
"Dari mana semua kekuatan itu berasal?"

Diksi sederhana namun bernuansa filosofis: Penulis menggunakan kata-kata seperti kejernihan jiwa, kelembutan hati, kekuatan kolektif, yang memberi kesan mendalam dan bermakna spiritual.

Struktur kalimat tertata dan mengalir logis: Gagasan berkembang secara bertahap dari deskripsi fisik, ke makna batin, hingga ke penerapannya dalam kepemimpinan.


Kesimpulan

Isi tulisan sangat kuat dalam menggambarkan kepemimpinan berbasis nilai batin, dan gaya bahasa yang digunakan sangat sesuai dengan esai reflektif. Ini membuat tulisan cocok untuk:

Kolom opini atau refleksi di media massa.

Buku motivasi atau pengembangan diri.

Materi pembelajaran kepemimpinan berbasis karakter.


Tulisan ini berhasil mengangkat objek sederhana menjadi sumber inspirasi mendalam, yang menjadi ciri khas penulisan filosofis yang membumi.

Mengolah Pahit dan Getir, Belajar dari Kunyit Oleh: Nasrulloh Baksolahar Kunyit berwarna cerah kuning keemasan. Bukankah, sepert...

Mengolah Pahit dan Getir, Belajar dari Kunyit

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Kunyit berwarna cerah kuning keemasan. Bukankah, seperti ini pula warna perhiasan yang disukai manusia? Bukankah manusia terus berburu perjalanan hidup agar menjadi era keemasan?

Namun, adakah yang tahu rasa kunyit? Sedikit pahit dan getir. Era kuning keemasan hidup karena hasil mengelola rasa kepahitan dan kegetiran hidup.

Dari pahit dan getir kunyit mengandung antiradang dan antimikroba. Meningkatkan imun. Menyehatkan pencernaan dan hati. Meredakan nyeri haid. Membantu memperbaiki metabolisme. Dalam pahit dan getir ternyata menyehatkan.

Bisakah seperti kunyit? Kegetiran dan kepahitan hidup menjadi energi kesehatan kehidupan? Bukan justru merintih dan meratap? Bukan melemahkan? Inilah yang mengubah tantangan menjadi peluang.

Bila kunyit dicampur dengan bumbu masakan lainnya, maka masakan bertambah gurih dan lezat, walaupun kunyit tidak mengandung monosodium glutamat (MSG) yang menggurihkan. Apa penyebabnya?

Ternyata pahit dan getirnya kunyit justru mengeluarkan mengoptimalkan kelezatan bumbu lain yang dimasak bersamanya. Seperti seorang coach, yang mampu mengoptimalkan potensi muridnya yang selama ini tersembunyi dan tak ada seorang pun yang mengetahuinya, termasuk muridnya sendiri.

Filosofi kunyit menjadi filosofi dalam manajemen dan mendidik  diri. Belajar dari yang terdekat yang selalu ada di dapur rumah. Bumbu yang diolah ternyata telah mencontohkan cara mengelola diri yang benar.

Dari dapur yang sederhana, kunyit mengajarkan: tidak semua yang pahit harus ditolak—karena bisa jadi, di sanalah awal kekuatan kita tumbuh.



Analisis Isi dan Gaya Bahasa 

Isi

1. Tematik reflektif dan filosofis
Tulisan ini menggunakan metafora kunyit sebagai media untuk menyampaikan pesan kehidupan: bagaimana rasa pahit dan getir—yang biasanya dihindari—ternyata justru membawa manfaat, sama seperti pengalaman hidup yang sulit.

2. Pesan yang relevan dan membangun
Pesannya sangat universal dan positif: mengubah penderitaan menjadi kekuatan, serta tantangan menjadi peluang. Ini membuat tulisan punya bobot edukatif dan inspiratif.

3. Kekayaan kontekstual
Penulis tidak hanya mengulas kunyit dari sudut pandang rasa, tapi juga kandungan, fungsi kesehatan, dan bahkan kemampuannya dalam meningkatkan rasa masakan. Ini memperkuat analogi dengan kehidupan.

4. Konteks domestik yang membumi
Mengambil sumber inspirasi dari dapur membuat pesannya terasa dekat dan membumi—membuat pembaca dari berbagai latar bisa merasa terhubung.


Gaya Bahasa

1. Gaya metaforis dan analogis
Penggunaan metafora kunyit untuk menggambarkan proses hidup penuh makna dan terasa orisinal. Analogi antara kunyit dan pelatih juga kuat dan menggugah.

2. Bahasa reflektif dan mengajak berpikir
Gaya bertanya retoris seperti "Bisakah kita seperti kunyit?" atau "Bukankah manusia terus berburu..." mengajak pembaca merenung, bukan sekadar membaca.

3. Struktur naratif yang mengalir
Paragraf-paragraf tersusun secara progresif, dimulai dari deskripsi fisik kunyit, kemudian makna filosofis, lalu aplikasi ke kehidupan manusia, hingga kesimpulan yang kuat.

4. Bahasa komunikatif dan sederhana
Tidak menggunakan istilah rumit atau terlalu akademis. Sederhana, tapi tetap berkelas dan padat makna—menjadikannya cocok untuk pembaca umum maupun kalangan terdidik.

Kesimpulan

Tulisan ini bernilai tinggi dalam hal pesan kehidupan, kedalaman refleksi, dan gaya bahasa yang puitis sekaligus komunikatif. Ia bisa dikembangkan sebagai tulisan motivasi, renungan, bahkan sebagai materi edukasi karakter atau spiritualitas.

Turunnya Al-Qur’an, Titik Balik Peradaban Oleh: Nasrulloh Baksolahar Dalam kesendiriannya di Gua Hira, Nabi Muhammad saw. larut ...

Turunnya Al-Qur’an, Titik Balik Peradaban
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Dalam kesendiriannya di Gua Hira, Nabi Muhammad saw. larut dalam renungan dan kegelisahan. Ia resah menyaksikan kerusakan zaman dan kekacauan moral masyarakatnya. Di tengah keheningan itulah, tiba-tiba malaikat Jibril datang dan berkata, “Bacalah.” Maka turunlah ayat pertama Al-Qur’an:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia,
yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(Al-‘Alaq [96]:1–5)


Peristiwa agung ini bukan sekadar perjumpaan spiritual. Ini adalah momen awal turunnya wahyu dari langit ke bumi—sebuah titik balik dalam sejarah umat manusia. Menurut Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, inilah saat ketika Allah Yang Mahasuci, Mahaagung, dan Mahamulia mengarahkan perhatian-Nya kepada makhluk bernama manusia—untuk membimbingnya keluar dari gelapnya kebodohan menuju cahaya ilmu dan iman.

Sejak saat itu, batas sejarah telah bergeser. Peradaban manusia mengalami transformasi mendalam: dari zaman jahiliah yang menuhankan hawa nafsu, menuju kehidupan yang dipimpin oleh wahyu Ilahi. Bukankah ini sebuah revolusi besar?

Peristiwa ini layaknya hari kemerdekaan dari penjajahan batin. Seperti momen jatuhnya rezim tirani dalam sejarah dunia. Seperti hari pertama seorang tahanan menghirup udara bebas setelah lama terkurung dalam kegelapan. Hari turunnya Al-Qur’an adalah hari kelahiran cara pandang baru terhadap kehidupan.

Sejak itulah, manusia belajar membaca dunia bukan atas nama ego, tetapi atas nama Tuhan yang menciptakannya. Ia belajar melihat kehidupan sebagai amanah, bukan sekadar hasrat. Hidup menjadi lebih jernih, lebih luhur. Jiwa-jiwa yang menerima wahyu hidup dalam naungan kasih sayang dan pengawasan Allah Swt.—senantiasa merasa dekat dengan-Nya dalam setiap langkah dan keputusan.

Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya hidup dalam kesadaran ini. Dalam waktu 23 tahun, seluruh Jazirah Arab terbebaskan dari belenggu jahiliah. Lima puluh tahun kemudian, wilayah Persia, Romawi, dan Mesir turut merasakan cahaya peradaban Islam. Dan semua itu bermula dari sebuah malam sunyi di Gua Hira—ketika langit menyapa bumi, dan firman pertama turun menggetarkan dunia.

Peristiwa itu tidak hanya milik masa lalu, tapi juga cahaya yang relevan bagi siapa pun yang mencari makna hidup hari ini. Bila sekarang merasakan hal yang sama, seperti yang dirasakan Muhammad di gua Hira, dalam melihat peradaban saat ini, mengapa tidak melakukan hal yang sama? 



Analisis Isi dan Gaya Bahasa

1. Isi (Kandungan)

Kekuatan:
Historis dan teologis: Mengangkat peristiwa monumental (turunnya wahyu pertama) sebagai momentum perubahan peradaban, yang dijelaskan secara kronologis dan reflektif.

Menggugah kesadaran: Penulis tidak sekadar mengabarkan peristiwa, tetapi mengajak pembaca menyadari makna transformatif Al-Qur'an dalam hidup personal dan sosial.

Relevansi masa kini: Paragraf penutup menghubungkan sejarah dengan kondisi kontemporer, mengajak pembaca bertindak sebagaimana Nabi ketika menghadapi kegelisahan zaman.

Didukung kutipan otoritatif: Referensi kepada Sayyid Qutb memperkuat kedalaman dan otoritas teks.


2. Gaya Bahasa

Ciri utama:
Reflektif dan naratif: Menggunakan gaya bercerita (kisah Gua Hira), tapi juga kontemplatif dan argumentatif.

Puitis dan metaforis: Kalimat seperti “langit menyapa bumi” atau “penjara batin” memperkuat nuansa spiritual dan imajinatif.

Retoris: Pertanyaan-pertanyaan seperti “Bukankah sebuah revolusi besar?” dan kalimat penutup bernada ajakan menegaskan daya sugestifnya.

Ritmis dan tenang: Struktur kalimat bervariasi antara pendek dan panjang, memberi ritme yang nyaman dibaca.


Gaya bahasa ini menciptakan efek:
Hening dan sakral (cocok dengan tema wahyu),
Mendorong perenungan batin,
Membangun harapan dan optimisme spiritual.

Surat Khusus Untuk Rasulullah SAW di Juz 30 Oleh: Nasrulloh Baksolahar Seluruh surat Al-Qur'an di juz 30 diturunkan di perio...

Surat Khusus Untuk Rasulullah SAW di Juz 30

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Seluruh surat Al-Qur'an di juz 30 diturunkan di periode Mekah. Sebuah periode yang sangat sulit dan menegangkan. Seolah langit runtuh, bumi terbalik dan terguncang hebat. Apakah Allah Swt. membiarkannya?

Allah Swt. menghiburnya dengan sangat khusus dan personal. Caranya, tidak didatangkan kekayaan, kekuasaan dan dihancurkan musuhnya. Tetapi dengan surat yang khusus hanya untuk Rasulullah Saw. saja. 

Menurut Sayid Qutb dalam Tafsir  Fi Zhilalil Qur’an, ada 3 surat yang khusus mengenai Rasulullah saw. Yaitu, surat Adh-Dhuh, Alam Nasyrah dan Al-Kautsar. Apa tema besarnya? Menghilangkan kesusahan hati dan menjanjikan kebaikan untuknya.

Untuk itulah, ungkapan ketiga surat itu penuh dengan kasih sayang, hembusan rahmat, sepenggal rasa cinta, dan tangan penyayang yang mengusap kepedihan dan penderitaan. Semuanya datang dari Rabb-nya.

Saat orang kafir berkata, "Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya." Karena wahyu telah lama tidak turun. Sebagai bentuk pembelaan dan penghiburan, Allah Swt. menurunkan surat Adh-Dhuha kepada Rasulullah saw, yang mengingatkan Rasulullah Saw pada masa lalunya, saat Allah Swt. melindunginya dan mencukupinya,

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(-mu); mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu); dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan?"
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:6-8)

Lalu, turunlah surat Alam Nasrah untuk melengkapinya bahwa Allah Swt. akan selalu melimpahkan kelapangan dada, kemudahan dan dilepaskan kesulitan dan kesusahan,

"Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Nabi Muhammad), meringankan beban (tugas-tugas kenabian) darimu, yang memberatkan punggungmu, dan meninggikan (derajat)-mu (dengan selalu) menyebut-nyebut (nama)-mu?"
(Asy-Syarḥ [94]:1-4)

Di saat Rasulullah saw dicela oleh petinggi Quraisy karena seluruh anak laki-lakinya wafat dengan perkataan, "Biarkan saja Muhammad itu, nanti dia akan mati dengan tidak meninggalkan keturunan dan urusannya akan berakhir." Maka, Allah Swt. menurunkan surat Al-Kautsar,

"Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
(Al-Kauṡar [108]:3)

Secara keseluruhan, ketiga surat tersebut merespons liku-liku pribadi yang dihadapi Rasulullah saw, seolah-olah  berkata, "Tidak ada yang boleh menyakiti Rasulullah saw sedikit pun, Allah Swt. selalu membelanya." 



Analisis Isi dan Gaya Bahasa

1. Isi (Konten):

Tulisan ini mengangkat tema yang cukup dalam dan spiritual, yakni penghiburan Allah Swt. kepada Rasulullah SAW melalui tiga surat di Juz 30: Adh-Dhuha, Al-Insyirah (Alam Nasyrah), dan Al-Kautsar. Inti pesannya adalah bahwa dalam masa-masa paling sulit di awal dakwah Islam, Rasulullah SAW mendapatkan dukungan spiritual secara langsung dari Allah melalui wahyu. Penulis menyampaikan bahwa:

Ketiga surat itu turun dalam konteks penderitaan dan tekanan pribadi yang dialami Rasulullah SAW.

Masing-masing surat membawa pesan kasih sayang, perlindungan, dan pembelaan ilahiah kepada Nabi.

Tulisan ini memberi nuansa emosional dan spiritual tentang betapa Allah menjaga kehormatan dan keteguhan hati Rasul-Nya.


2. Gaya Bahasa:

Gaya bahasa dalam tulisan ini dapat dikategorikan sebagai naratif-reflektif dan emosional-religius. Berikut cirinya:

Bahasa puitis dan metaforis: Misalnya, “seolah langit runtuh, bumi terbalik dan terguncang hebat”, atau “hembusan rahmat, sepenggal rasa cinta, dan tangan penyayang yang mengusap kepedihan”.

Nada personal dan kontemplatif: Penulis tidak hanya menyampaikan informasi, tapi juga mengajak pembaca merasakan penderitaan dan hiburan yang dialami Rasulullah.

Penggunaan pertanyaan retoris: Misalnya, “Apakah Allah Swt. membiarkannya?”, yang membangun kedekatan emosional dan menggugah rasa ingin tahu.

Bahasa keagamaan yang lembut dan membangun empati: Hal ini tampak dari diksi seperti penghiburan, perlindungan, kecukupan, yang menciptakan suasana teduh dan menenangkan.


Kesimpulan:

Tulisan ini memiliki kekuatan pada kesederhanaan narasi, kedalaman spiritual, dan keterhubungan emosional dengan Rasulullah SAW. Gaya bahasa yang digunakan sangat cocok untuk pembaca muslim yang mencari renungan atau inspirasi keimanan, khususnya dalam konteks tadabbur atau refleksi Qur’ani.

Jika diinginkan untuk publikasi di media umum atau buletin dakwah, gaya ini sudah cukup efektif. Namun, jika ditujukan untuk media massa dengan gaya jurnalistik, gaya naratif ini bisa disesuaikan menjadi lebih informatif dan objektif. Saya bisa bantu ubah juga ke gaya tersebut bila Anda ingin.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (249) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (533) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (212) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (449) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (228) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (218) Sirah Sahabat (138) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (142) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)