basmalah Pictures, Images and Photos
07/08/25 - Our Islamic Story

Choose your Language

Simfoni yang Retak: Strategi Hamas Meretas Struktur Tempur IDF Oleh: Nasrulloh Baksolahar  “Perang kota adalah simfoni mekanik d...

Simfoni yang Retak: Strategi Hamas Meretas Struktur Tempur IDF

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


“Perang kota adalah simfoni mekanik dan manusia—pasukan teknik membuka jalan, infanteri bergerak, tank memberi penekanan, penyelamat mengumpulkan yang terluka, dan helikopter menyelamatkan yang kritis. Semua harus selaras, atau semuanya bisa berantakan.”

Perang kota bukan hanya tentang peluru dan bangunan runtuh. Ia adalah ruang paling sunyi dari keputusan taktis yang berisiko tinggi, di mana satu kesalahan bisa merenggut nyawa sepasukan, dan satu koordinasi yang tepat bisa menyelamatkan seluruh front.

Gaza hari ini adalah cermin dari medan tempur paling kompleks di era modern. Tak ada garis depan yang jelas, tak ada punggung yang benar-benar aman, dan musuh bisa muncul dari bawah tanah, dari atas atap, atau dari balik dinding yang runtuh. Dalam kondisi seperti ini, militer tidak lagi hanya berbicara soal kekuatan api, tetapi juga presisi teknik, kecepatan evakuasi, dan akurasi koordinasi.

Tulisan ini menyajikan anatomi struktur pertempuran kota ala IDF—bukan untuk mengagumi kekuatan militer, tetapi untuk memahami bagaimana sebuah mesin perang bergerak dalam lanskap urban yang dipenuhi jebakan psikologis, teknis, dan moral. Dengan menyorot keterkaitan pasukan teknik, infanteri, tank, tim penyelamat, hingga helikopter medivac, kita bisa melihat bahwa di balik setiap langkah tentara, ada struktur yang rumit dan nyawa yang digadaikan.

Dan di balik struktur itu, selalu ada satu pertanyaan:
Sejauh mana kekuatan militer bisa mengatasi medan yang dibangun dengan kehendak bertahan hidup dan harga diri?


1. Pasukan Teknik (Combat Engineering Corps & Unit Yahalom)

Fungsi utama: membuka jalur aman; menjinakkan ranjau dan IED; menghancurkan terowongan; membersihkan reruntuhan.

Unit elit: Yahalom—ahli penghancuran presisi, CBRNE, dan operasi bawah tanah.

Mereka paling awal masuk ke jalur tembusan yang dibuat untuk infanteri dan kendaraan.



2. Pasukan Infanteri (Givati, Golani, Kfir, Paratroopers)

Tugas: masuk setelah jalan dibuka untuk mensterilisasi gedung, menetralkan sisa keberadaan musuh, dan mengamankan area.

Bekerja dalam formasi kecil, sering bergerak di lorong sempit, terowongan dan bangunan.



3. Pasukan Tank & APC (Merkava LIC, Namer CEV)

Peran: menyediakan dukungan tembakan dari jarak jauh, menjebol wilayah kuat, dan melindungi infanteri serta teknik.

Tank seperti Merkava LIC dirancang untuk operasi urban, lengkap dengan sistem pertahanan Trophy untuk menangkis roket dan RPG.



4. Pasukan Medis & Penyelamat (Unit 669 & Tankbulance)

Unit 669: tim SAR Lapis Baja yang memasuki zona lompat untuk evakuasi luka kritis.

Tankbulance: varian Merkava untuk evakuasi medis di jalur terowongan atau booby-trapped.



5. Helikopter Medivac (CH-53 Sparrow, Black Hawk)

Digunakan untuk evakuasi kasus kritis yang tidak bisa ditangani di darat.

Membawa luka berat langsung ke rumah sakit militer untuk penanganan lanjutan.



6. Alur Koordinasi dan Taktik Sinergi

1. Intel awal
Unit intelijen dan drone memetakan medan, mendeteksi ranjau dan terowongan jebakan.

2. Pembukaan jalur
Teknik dengan D9 bulldozer membuka pintu masuk, menyingkir reruntuhan.

3. Penjinakan dan clearing
Yahalom masuk untuk menjinakkan ranjau, memblokir tunnel, memastikan jalan aman.

4. Infanteri maju
Bergerak masuk ke area yang telah dibersihkan, membersihkan gedung dan sekitarnya.

5. Tank & APC mendukung
Memberi cover tembakan dan perlindungan jika terjadi penyergapan.

6. Evakuasi luka
Unit 669 dan tankbulance mengambil prajurit terluka dan memindahkannya via darat.

7. Evakuasi kritis lewat udara
Helikopter medis datang bila korban memerlukan perawatan intensif atau harus segera diselamatkan.



7. Peran Spesifik dan Tantangan di Gaza

Variabel terowongan: terowongan memaksa teknik dan intel bekerja sangat rapat; kesalahan satu detik bisa fatal.

Kepadatan bangunan: membuat tank sulit bermanuver; jelas butuh dukungan teknik untuk membuka jalan.

Ancaman Persembunyian: Hamas menanam ranjau dan jebakan di setiap sisi lorong—ini menjadikan keeratan koordinasi teknik dan infanteri sebagai kunci.



8. Pelajaran dari Pakar Militer

Pakar mengatakan kunci sukses pertempuran urban IDF adalah tempo gerak yang cepat, kelincahan unit teknik, dan koordinasi real-time dengan artileri/drone.

Double envelopment: pasukan teknik membuka dua jalur, infanteri menyisir, dan tank mengunci dari belakang.

Lapis ganda evakuasi: darat dan udara harus siap, agar luka tidak mengubah moral unit menjadi porak-poranda.


9. Strategi Perlawanan Hamas: Menyobek Simfoni IDF

Jika IDF bergerak dengan simfoni taktis dan struktur militer modern, maka Hamas melawannya dengan logika perang asimetris: membelokkan kekuatan lawan agar menjadi kelemahannya sendiri. Dalam lanskap perang kota Gaza, Hamas tidak hanya bertahan—mereka beradaptasi, menyerang titik-titik tumpu IDF, dan mengacaukan koordinasi antar unit.

1. Perang Terowongan: Menarik Infanteri ke Bawah Tanah
Terowongan—yang disebut “metro bawah Gaza”—menjadi arena perang yang dikuasai penuh oleh Hamas. Di sanalah pasukan teknik IDF harus masuk duluan, sebelum infanteri bisa maju. Tapi ini juga tempat paling berbahaya: sempit, gelap, dan penuh jebakan. Hamas menanam IED, ranjau kabel, dan bahkan melakukan serangan langsung dari celah-celah tak terduga.

2. Penjebakan Jalur Evakuasi dan Medis
Sadar bahwa evakuasi luka adalah bagian dari moral pasukan, Hamas sering menargetkan jalur evakuasi. Unit 669 dan Tankbulance pernah menjadi sasaran. Bahkan, dalam beberapa kasus, Hamas sengaja “membiarkan” serangan kecil untuk memancing penyelamatan, lalu menyerang tim medis atau helikopter yang datang.

3. Disorientasi Taktik dan Gangguan Psikologis
Dengan mengenakan pakaian sipil, berpindah lewat terowongan, atau menyerang dari balik reruntuhan, Hamas menciptakan suasana tempur yang tidak pasti bagi pasukan IDF. Ini menyebabkan tekanan mental tinggi, terutama bagi pasukan teknik dan infanteri yang harus masuk lebih dulu ke area rawan. Tidak sedikit kasus pasukan teknik mengalami trauma berat, karena kehilangan rekannya di ruang sempit dan gelap tanpa bisa berbuat banyak.

4. Targetkan Teknik, Lumpuhkan Struktur
Hamas menyadari bahwa pasukan teknik adalah kunci dari pergerakan seluruh struktur tempur IDF. Tanpa teknik, infanteri tidak bisa maju. Tanpa jalur bersih, tank tidak bisa bermanuver. Maka tak heran, data dari berbagai laporan menunjukkan bahwa proporsi korban tewas dari kalangan pasukan teknik IDF di Gaza tergolong tinggi. Serangan ke pasukan teknik adalah upaya melumpuhkan seluruh gerak IDF dari akarnya.

5. Perang Moril: Simbol Ketahanan vs Mesin Militer
Di balik semua ini, Hamas memahami bahwa mereka tidak sedang melawan tank atau helikopter, melainkan moral dan opini publik. Setiap keberhasilan kecil melukai struktur IDF akan disorot sebagai bukti bahwa semangat bisa menyaingi teknologi. Dan itu menjadi bahan bakar moral perlawanan—bahwa yang tertindas pun bisa mengimbangi yang perkasa.



Penutup

Perang kota adalah tarian rumit yang memerlukan harmoni penuh:

Teknik membuka—infanteri maju—tank mengunci—penyelamat mengumpulkan—helikopter mengevakuasi.

Di Gaza, medan tak segan menyobek kesalahan: satu celah sensor, satu jebakan yang tak terdeteksi, bisa berarti tewasnya satu skuad—atau lebih.

Itulah kenapa struktur dan koordinasi yang solid antara unit-unit ini bukan sekadar doktrin—tetapi soal keselamatan dan efektivitas operasional.

Pasukan Teknik IDF di Gaza: Ujung Tombak yang Terluka Oleh: Nasrulloh Baksolahar Mereka yang Membuka Jalan, Tapi Juga Jadi Sasar...

Pasukan Teknik IDF di Gaza: Ujung Tombak yang Terluka

Oleh: Nasrulloh Baksolahar



Mereka yang Membuka Jalan, Tapi Juga Jadi Sasaran

Dalam setiap peperangan, ada pasukan yang diam-diam menjadi penentu arah, tapi jarang terlihat dalam sorotan. Di medan tempur Gaza yang padat, penuh reruntuhan, ranjau, dan terowongan, pasukan teknik (combat engineering corps) menjadi garda paling awal dan paling berisiko dari setiap operasi militer Israel.

Merekalah yang membuka jalan, menerobos bangunan, menjinakkan jebakan, menutup lubang terowongan, dan membersihkan medan sebelum infanteri bergerak masuk. Tapi justru karena itulah mereka menjadi sasaran utama serangan Hamas.



1. Fungsi Vital di Perang Kota: Kombinasi Teknik dan Taktik

Dalam konteks perang kota seperti di Gaza, fungsi pasukan teknik sangat krusial:

1. Membuka jalur aman bagi pasukan infanteri dengan membersihkan ranjau darat, IED (improvised explosive device), dan jebakan terowongan.

2. Menghancurkan bangunan yang dianggap menjadi pusat pertahanan musuh.

3. Menutup dan menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah milik Hamas, yang dikenal luas sebagai “metro Gaza”.

4. Memetakan struktur wilayah, mengidentifikasi titik serangan, dan menyediakan jalur evakuasi atau mobilisasi tank dan pasukan.


Kerja mereka tak pernah berdiri sendiri. Pasukan infanteri sangat bergantung pada jalur yang dibuka oleh tim teknik. Tanpa mereka, infanteri bisa masuk ke zona kematian.



2. Pelatihan dan Kemampuan: Di Antara Teknik, Taktik, dan Trauma

Pasukan teknik IDF menerima pelatihan multidisiplin:

1.Penjinakan ranjau dan bahan peledak (EOD),

2. Demolisi struktural dan pembongkaran darurat,

3. Navigasi bawah tanah dan tempur ruang sempit,

4. Operasi kendaraan berat dalam zona musuh,

5. Simulasi serangan terkoordinasi dengan infanteri dan lapis baja.


Unit elit dari pasukan ini adalah Yahalom, bagian dari Combat Engineering Corps, yang diberi tugas-tugas tersulit: menyusup ke sistem terowongan, menetralisir bahan peledak, dan mendukung unit-unit khusus dalam pertempuran taktis urban.



3. Kendaraan dan Peralatan: Besar, Berat, dan Tetap Rentan

Peralatan tempur mereka adalah mesin-mesin besar:

1. Bulldozer D9 lapis baja: digunakan untuk membuka jalan dan menghancurkan struktur.

2. Excavator tempur dan alat gali: digunakan untuk mendeteksi dan membongkar terowongan.

3. Robot penjinak bom dan sensor bawah tanah: untuk mendeteksi jebakan dan ranjau.

4. Drone pengintai kecil: dipakai dalam misi jarak dekat untuk menjelajah reruntuhan.


Namun, sekuat apapun mesin mereka, medan Gaza membuat mereka tetap rentan. Mesin-mesin itu lambat, besar, dan mudah menjadi target.



4. Perbedaan Gaza dan Medan Lain: Kompleksitas dan Ketidakterdugaan

Di Gaza, tidak ada medan terbuka atau bentang alam netral. Semuanya adalah jebakan.

Berbeda dengan medan di Lebanon atau padang terbuka di Suriah, di Gaza:

Setiap bangunan bisa dipasangi IED.

Setiap terowongan bisa jadi jalan masuk Hamas ke belakang garis musuh.

Setiap langkah bisa memicu ledakan atau ambush.


Inilah yang membedakan medan Gaza dengan konflik lain. Di sini, pasukan teknik bukan sekadar pendukung—mereka adalah penentu kelangsungan operasi.



5. Mengapa Hamas Fokus Menargetkan Pasukan Teknik?

Karena secara strategis, menghancurkan atau melumpuhkan pasukan teknik sama dengan mematikan mesin tempur IDF.

Jika pasukan teknik gagal membuka jalur, maka infanteri dan tank tertahan.

Jika pasukan teknik kehilangan kendali atas jalur atau terowongan, maka serangan Hamas bisa terjadi dari bawah tanah, sewaktu-waktu.

Jika pasukan teknik diserang lebih dahulu, moral pasukan lain ikut terguncang.


Efek psikologisnya besar: pasukan lain merasa jalan yang dilalui tidak aman. Kewaspadaan meningkat, kecepatan operasi menurun, dan keraguan muncul di tengah pasukan.



6. Strategi Hamas Melawan Pasukan Teknik: Diam-diam dan Mematikan

Hamas bukan hanya bergerilya. Mereka mempelajari pola, kebiasaan, dan rute kendaraan teknik:

1. Menanam IED di jalur yang biasa dilalui buldoser dan excavator.

2. Menyergap operator teknik dari balik reruntuhan.

3. Menyerang melalui terowongan saat pasukan teknik sedang sibuk membuka jalur.

4. Menggunakan ATGM (rudal anti-tank) untuk menghancurkan kendaraan besar.


Serangan yang dilakukan Hamas bukan hanya untuk menghentikan laju teknik, tapi untuk menghantam moral, meretakkan rasa aman, dan membuat IDF seperti terperangkap di labirin penuh jebakan.



7. Korban dan Tekanan Psikologis: Luka Fisik dan Luka Batin

Dalam invasi ke Gaza sejak Oktober 2023:

Total korban IDF dilaporkan lebih dari 430 tentara gugur.

Dari jumlah itu, sekitar 10–15% adalah pasukan teknik, baik dari unit reguler maupun Yahalom.


Selain korban jiwa, banyak yang mengalami luka berat, terutama akibat ledakan ranjau dan runtuhnya struktur saat menjalankan misi pembongkaran.

Namun yang paling mengerikan adalah kerusakan psikologis:

Banyak tentara teknik mengalami tekanan batin berat setelah menghancurkan rumah-rumah sipil yang tidak tahu-menahu.

Sebagian merasa menjadi “alat penghapus”, bukan lagi prajurit pelindung.

Dalam laporan internal IDF, lebih dari 30% pasukan teknik mengalami stres tingkat tinggi dan 15% menunjukkan gejala PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).



Mereka yang Membuka Jalan, Tapi Makin Banyak yang Tak Pulang

Pasukan teknik IDF di Gaza bukan sekadar pekerja keras militer. Mereka adalah penjaga rute, pemecah reruntuhan, dan pengambil risiko pertama. Namun dalam setiap pembukaan jalan, mereka juga membuka luka—di tubuh mereka sendiri, dan di hati mereka.

Hamas memahami pentingnya peran ini, dan menyerang mereka dengan cerdas.

Dan Gaza, kota yang runtuh oleh bom, diam-diam juga meruntuhkan kepercayaan diri para prajurit teknik yang dulu dilatih untuk membangun, tapi kini diperintah untuk menghancurkan.

Di medan Gaza, bukan hanya tembok yang roboh—tapi juga ketahanan batin mereka yang menggenggam palu perang.

Sejarah Kamp Konsentrasi: Penjajah Israel Ingin Membuatnya Lagi di Depan Kamera Dunia Oleh: Nasrulloh Baksolahar Ketika Menteri ...

Sejarah Kamp Konsentrasi: Penjajah Israel Ingin Membuatnya Lagi di Depan Kamera Dunia

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Ketika Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan rencana pembangunan "kota kemanusiaan" di Rafah—zona yang dipagari kawat berduri, dijaga militer, dan menampung lebih dari dua juta warga Palestina—banyak ahli hukum, sejarawan, dan pegiat kemanusiaan langsung mengenalinya dengan satu istilah yang telah lama dikutuk dunia: kamp konsentrasi.

Apakah Israel telah mewujudkannya? Secara formal, kamp itu belum berdiri secara utuh. Namun semua elemen dasarnya sudah ada:

1. Ratusan ribu warga Palestina telah dipaksa pindah dari utara ke selatan Gaza, ke daerah sempit seperti al-Mawasi dan Rafah;

2. Wilayah tersebut dikontrol ketat oleh militer, dengan pembatasan gerak dan perimeter bersenjata;

3. Distribusi bantuan dan pemantauan dikendalikan sepihak;

4. Dan yang paling berbahaya: munculnya narasi tentang "pemindahan sukarela ke luar negeri", eufemisme lama dari pembersihan etnis yang dibungkus janji kemanusiaan.

Dengan demikian, Israel sedang membangun kamp konsentrasi modern—bukan di gurun yang terpencil, tetapi di bawah sorotan kamera dunia, dengan jargon diplomasi dan klaim "hak membela diri."



Nazi, Libya, dan Aljazair: Tiga Cermin Luka

1. Nazi Jerman: Ketika Keteraturan Menjadi Mesin Kematian

Di bawah Adolf Hitler (1933–1945), kamp konsentrasi menjadi lambang genosida sistematis. Awalnya dibangun untuk menahan lawan politik, kamp-kamp itu berubah menjadi mesin pembunuh massal:

1. Orang Yahudi, Roma, komunis, hingga penyandang disabilitas ditahan, dipaksa bekerja, disiksa, lalu dibunuh.

2. Auschwitz-Birkenau menjadi ikon horor dunia: lebih dari 1 juta jiwa melayang di dalamnya.

3. Kamp seperti Dachau, Treblinka, dan Sobibor menunjukkan bahwa wajah keteraturan bisa menyembunyikan kekejaman yang rapi.

Kamp konsentrasi Nazi bukan hanya soal angka, tapi tentang bagaimana sebuah sistem politik membunuh dengan justifikasi hukum dan logistik.



2. Italia di Libya: Penjajahan yang Mengeringkan Kehidupan

Pada 1920-an dan 1930-an, fasis Italia di bawah Benito Mussolini membangun kamp konsentrasi di Cyrenaica untuk membungkam perlawanan rakyat Libya yang dipimpin Umar Mukhtar.

Lebih dari 100.000 warga sipil dikumpulkan ke kamp-kamp di gurun.

Mereka dijauhkan dari mata dunia, disiksa kelaparan, dan dibunuh secara perlahan.

Sekitar 50.000 jiwa—kebanyakan wanita dan anak-anak—tewas di dalamnya.

Tujuan utamanya jelas: mengosongkan tanah Libya dari rakyatnya, lalu menggantinya dengan pemukim Italia.



3. Prancis di Aljazair: Kamp Konsolidasi yang Merenggut Martabat

Selama Perang Kemerdekaan Aljazair (1954–1962), kolonial Prancis menggunakan taktik baru: kamp konsentrasi tanpa gas, tapi tetap mematikan.

Lebih dari 2,5 juta warga Aljazair dipaksa pindah ke camps de regroupement (kamp konsolidasi). Mereka diisolasi dari para pejuang, dipantau, dan dikontrol. Di balik dalih "pengamanan", kamp-kamp ini memutus nadi kehidupan sosial rakyat Aljazair.

Kamp ini tidak menggunakan kamar gas, tetapi tetap menyekap harapan dan martabat jutaan manusia.



Israel dan Pola Lama yang Diulang

Hari ini, taktik serupa sedang dijalankan dengan label yang lebih modern:

1. Pemindahan paksa disebut evakuasi;
2. Kamp pengurungan disebut zona kemanusiaan;
3. Penghapusan identitas dan hak bergerak disebut prosedur keamanan.

Yang berubah hanya istilah. Yang tetap sama adalah esensinya: penahanan massal, penghapusan ruang hidup, dan pembersihan politik.

Sejarah mengajarkan bahwa kamp konsentrasi tidak pernah dimulai dengan kamar gas. Ia selalu dimulai dengan:

1. Pembatasan gerak;
2. Pengumpulan paksa;
3. Deradikalisasi paksa;
4. Dan penghapusan bertahap terhadap eksistensi suatu kelompok.



Rafah: Kamp Konsentrasi yang Tidak Tersembunyi

Jika Nazi melakukannya dalam diam, Israel melakukannya dalam terang. Dunia tahu. Kamera menyala. Jurnalis mencatat. Akademisi mengkritik.
Tapi tindakan tegas tetap nihil.

Dunia kini menyaksikan kejahatan yang dulu dikutuk, diulang dengan narasi baru—dan diam yang memekakkan.



Saat Kata “Kemanusiaan” Dipakai untuk Menyembunyikan Kekejaman

Israel menyebutnya “zona kemanusiaan”. Tapi sejarah tahu, itu hanya topeng. Nama sejatinya tetap sama:
kamp konsentrasi.

Maka pertanyaan kita hari ini bukan sekadar:
“Apakah Israel telah membangun kamp konsentrasi di Gaza?”
Melainkan:
“Beranikah dunia menyebutnya apa adanya—dan menghentikannya sebelum terlambat?”

“Yang tidak belajar dari sejarah akan mengulanginya. Tapi yang mempelajari sejarah dan tetap diam—merekalah yang lebih bersalah.”

Studi Singkat: Konflik Internal Quraisy Menghadapi Kebenaran Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Sejarah bukan hanya catatan peristiwa, ...

Studi Singkat: Konflik Internal Quraisy Menghadapi Kebenaran

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


Sejarah bukan hanya catatan peristiwa, tapi juga cermin jiwa manusia saat dihadapkan pada kebenaran. Dalam perjalanan dakwah Rasulullah Muhammad saw, yang paling berat bukanlah perlawanan dari luar, melainkan perlawanan dari dalam: dari mereka yang hatinya tahu tapi enggan tunduk, dari mereka yang pikirannya paham tapi tertawan gengsi, dari mereka yang tahu itu cahaya tapi memilih tetap dalam gelap.

Inilah kisah tentang Quraisy—kaum yang menyaksikan langsung akhlak Nabi, mendengar sendiri ayat-ayat suci diturunkan, namun justru menjadi benteng pertama penolakan. Bukan karena mereka tak paham, tapi karena mereka takut: takut kehilangan kekuasaan, takut tergusur dari pusat kendali sosial dan ekonomi, dan takut rakyatnya berpaling kepada kebenaran yang menumbangkan berhala.

Namun sejarah membuktikan, bukan kebenaran yang kalah dalam makar, melainkan para pembuat makar yang kalah oleh kebenaran. Mereka membangun rencana dengan kecerdikan dunia, tapi dilumpuhkan oleh satu hal yang tak mereka miliki: keberanian untuk tunduk pada kebenaran.

Tulisan ini mencoba menelusuri  sejarah konflik internal Quraisy, yang mencerminkan betapa beratnya ego manusia saat berhadapan dengan cahaya Tuhan.



1. Ketika Kekuasaan Guncang oleh Cahaya Kebenaran

Saat risalah tauhid mulai bergema dari bibir Muhammad saw di Makkah, para pemuka Quraisy menghadapi badai dalam batin dan rapat-rapat mereka. Mereka tidak kompak. Mereka goyah. Mereka tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Abu Jahal, pemimpin faksi radikal, memilih represi dan penindasan. Baginya, Islam harus dibungkam dengan kekerasan.

Walid bin Mughirah, tokoh tua yang bijak duniawi, mengusulkan kompromi: ditawarkanlah harta, kekuasaan, hingga pernikahan. Asal Muhammad saw berhenti mencela berhala mereka.

Utbah bin Rabi’ah, lebih halus, mencoba menjembatani—tapi tetap menolak kebenaran risalah yang dibawa.

Abu Thalib, pelindung Rasulullah saw dari Bani Hasyim, menjadi penghalang besar bagi semua makar mereka. Selama ia hidup, mereka tidak bisa menyentuh Nabi saw secara langsung.

Mereka berbeda dalam strategi, tetapi satu dalam ketakutan: jika Islam dibiarkan tumbuh, maka seluruh bangunan sosial, ekonomi, dan religius mereka akan runtuh.



2. Ketika Fitnah Dijadikan Alat Politik

Gagal membungkam Nabi saw, mereka beralih ke strategi delegitimasi. Dalam forum Darun Nadwah, muncul pertanyaan: "Apa yang harus kita katakan tentang Muhammad?"

Ada yang menyebut beliau penyair—tapi bait-bait Al-Qur’an bukan puisi biasa.

Ada yang menyebut beliau gila—tapi akhlak dan tutur katanya membantah semua tuduhan itu.

Ada yang menyebut beliau tukang sihir—karena ajarannya memecah belah keluarga.

Akhirnya, mereka sepakat: Muhammad adalah tukang sihir! Bukan karena mereka percaya, tapi karena itu tuduhan yang paling bisa diterima oleh publik.

"Sesungguhnya mereka bukan mendustakanmu (Muhammad), tetapi orang-orang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. Al-An’am: 33)



3. Ketika Makar Menjadi Musyawarah

Setelah Bai’at Aqabah Kedua dan sinyal kuat bahwa Madinah siap menjadi benteng Islam, Quraisy panik. Mereka tahu, jika Muhammad saw lolos ke Madinah, mereka akan kehilangan kendali selamanya.

Diadakanlah rapat darurat di Darun Nadwah.

Abu Jahal mengusulkan siasat jahat: setiap kabilah mengutus satu pemuda terbaik, lalu bersama-sama menikam Muhammad hingga mati. Dengan cara ini, darah akan ditanggung bersama, dan Bani Hasyim takkan bisa membalas.

Mereka sepakat. Tapi mereka lupa satu hal: Allah turut hadir dalam setiap makar itu.

Rasulullah saw hijrah, tepat sebelum para algojo Quraisy menerobos rumahnya. Rencana besar itu hancur oleh bisikan wahyu dan jejak hijrah yang sunyi.

"Dan mereka membuat makar, dan Allah pun membalas makar mereka. Dan Allah sebaik-baik pembalas makar." (QS. Al-Anfal: 30)



4. Ketika Ego Menyeret ke Medan Badar

Nabi saw tidak keluar untuk berperang. Tujuannya hanya mencegat kafilah dagang Quraisy yang membawa hasil rampasan dari Makkah.

Namun Quraisy melihatnya sebagai tantangan. Abu Sufyan, pemimpin kafilah, berhasil menghindar. Tapi ego kolektif Quraisy, terutama Abu Jahal, menolak mundur.

“Kita akan ke Badar. Kita minum khamar, menyembelih unta, didengar seluruh Arab!” seru Abu Jahal.

Beberapa, seperti Akhmas bin Syuraiq, ingin pulang. Tapi ditertawakan.

Akhirnya, Badar menjadi panggung kehancuran mereka: tiga puluh satu pemuka Quraisy tewas. Mereka tak hanya kalah di medan perang, tapi kehilangan para perancang makar di meja rapat.



5.  Ketika Balas Dendam Jadi Nafsu: Konflik Quraisy di Perang Uhud

Setelah kekalahan telak di Badar, luka batin Quraisy belum sembuh. Mereka dilanda krisis moral dan kehilangan banyak pemimpin utama. Maka Perang Uhud dirancang bukan semata strategi militer, tapi ritual balas dendam.

Namun dalam rapat strategi mereka, muncul dua arus:

Satu pihak menginginkan gencatan dan pemulihan ekonomi,

Faksi keras, seperti Hindun binti Utbah dan Abu Sufyan, mendorong balas dendam meski harus berdarah-darah.

Konflik internal ini terselubung di balik gemerlap senjata.

Setelah kemenangan semu di Uhud, Quraisy justru terjebak dalam keangkuhan. Mereka gagal menghancurkan Islam, dan balas dendam mereka tak mampu meruntuhkan keimanan satu pun sahabat Nabi.



6. Ketika Ketakutan Jadi Benteng: Perang Khandaq dan Retaknya Barisan Quraisy

Saat pasukan koalisi Arab (Ahzab) berkumpul di luar Madinah, Quraisy tidak lagi sendiri. Tapi justru di sinilah perpecahan makin tampak.

Sebagian ingin menyerbu cepat,

Sebagian lainnya takut pada strategi parit yang tak mereka kenal.


Kondisi musim dingin, logistik minim, dan demoralisasi pasukan membuat mereka saling menyalahkan. Bahkan beberapa pimpinan Quraisy mulai meragukan kelayakan Abu Sufyan sebagai pemimpin koalisi.

Alih-alih menjadi pertempuran, Khandaq justru menjadi perang batin dan keraguan di tubuh pasukan musyrik.

Mereka datang dengan 10.000 pasukan, tapi pulang dengan hati yang lebih beku dari malam Madinah. Kemenangan kembali berpihak pada yang bersabar.



7. Ketika Ibadah Dianggap Ancaman: Hudaibiyah

Tahun ke-6 Hijriah, Rasulullah saw bersama 1.400 sahabat datang ke Makkah bukan untuk perang, tapi untuk umrah.

Quraisy gamang.

Jika mereka membiarkan Muhammad masuk, itu dianggap kekalahan simbolik.

Jika mereka melarang, dunia akan melihat mereka sebagai penjaga Ka’bah yang kejam.


Sebagian ingin mengusir dengan senjata. Sebagian sadar: menyerang jamaah yang tidak bersenjata akan mencoreng kehormatan Quraisy.

Akhirnya mereka memilih bernegosiasi. Lahirlah Perjanjian Hudaibiyah, yang tampaknya menguntungkan Quraisy—padahal dalam dua tahun, Makkah jatuh ke tangan Nabi saw tanpa perlawanan.



8. Ketika Kesombongan Runtuh Diam-diam: Fathu Makkah dan Menyerahnya Ego

Tahun ke-8 Hijriah. Islam telah menyebar ke seluruh jazirah. Perjanjian Hudaibiyah yang dahulu mereka rasa menguntungkan, justru menjadi jalan dakwah terbuka. Quraisy tak mampu lagi membendung laju kebenaran.

Setelah mereka melanggar perjanjian, Rasulullah saw bergerak menuju Makkah dengan 10.000 pasukan. Tanpa darah. Tanpa perlawanan. Tanpa pertempuran.

Tapi sebelum pasukan Islam masuk kota, konflik meletus lagi di kalangan Quraisy:

Sebagian mengusulkan menyerah diam-diam,

Sebagian ingin melawan habis-habisan untuk mempertahankan kehormatan.


Namun kehormatan tanpa iman tak bisa bertahan lama. Akhirnya, mayoritas Quraisy memilih tunduk.

Bahkan Abu Sufyan pun masuk Islam. Makkah jatuh bukan oleh pedang, tapi oleh keteguhan dan ampunan Rasulullah saw.



Kekalahannya dari Hati Mereka Sendiri

Konflik internal Quraisy sejak awal bukan sekadar tentang Muhammad saw, tapi tentang ketakutan menghadapi kebenaran. Tentang ego yang enggan tunduk pada wahyu. Tentang kekuasaan yang merasa terancam oleh keadilan.

Mereka berdiskusi, bermufakat, membuat makar. Tapi setiap kali, langit lebih dulu membatalkan skenario mereka.

Mereka gagal bukan karena taktik mereka buruk,
Tapi karena kebenaran tak bisa dikalahkan oleh musyawarah gelap.
Islam menang bukan karena kekuatan pasukan,
Tapi karena pasrah pada ketetapan Tuhan.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (230) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (491) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (235) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (150) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)