basmalah Pictures, Images and Photos
07/13/21 - Our Islamic Story

Choose your Language

Penerapan Syariat Islam di Ternate Zainal Abidin dan Kesultanan Ternate adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ya, karena Zain...

Penerapan Syariat Islam di Ternate


Zainal Abidin dan Kesultanan Ternate adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ya, karena Zainal Abidin adalah pemimpin pertama kesultanan ini. Dalam untaian sejarah nusantara, nama Sultan Zainal Abidin memang tidak setenar Sultan Baabullah, penguasa ke-24 Kesultanan Ternate yang berkuasa antara 1570-1583. Sultan Baabullah yang berhasil mengalahkan Portugis dan mengantarkan Ternate ke masa keemasan, kini diabadikan sebagai nama bandar udara Ternate, Maluku Utara.

Meski demikian, bukan berarti Sultan Zainal tak menorehkan pencapaian penting bagi Ternate. Memimpin Ternate pada rentang waktu 1486-1500, Sultan Zainal tercatat oleh sejarah sebagai peletak dasar sistem pemerintahan Islam pada abad ke-15. Zainal merupakan putra mahkota dari Raja Ternate ke-18, Kolano Marhoem, yang memerintah pada 1465-1486. Kolano adalah sebutan lain dari raja. Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, Kolano Marhoem diyakini sebagai raja pertama yang memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.

Untuk memperdalam pengetahuan terhadap Islam, sang raja kemudian meminta bantuan seorang ulama asal Jawa bernama Datu Maula Hussein untuk mengajarkan agama Islam. Dalam referensi lainnya dikatakan, ulama asal Jawa ini bernama Maulana Husayn. Keduanya diyakini adalah sosok yang sama. Selain memiliki pengetahuan keislaman yang luas, ulama dari Jawa ini juga mahir membuat kaligrafi Alquran dan membaca Alquran.

Dari Hussein inilah, Zainal muda mendapatkan pengetahuan dasar tentang Islam. Seiring perjalanan waktu, proses pembelajaran Islam pada diri Zainal muda ternyata tak hanya berhenti pada sosok Hussein. Sebab, Hussein kemudian menyarankan Zainal untuk mendalami Islam ke seberang lautan, yakni tanah Jawa.

Karenanya pada 1495, berangkatlah Zainal bersama sang guru ke tanah rantau untuk menimba ilmu. Seperti disebutkan dalam buku berjudul Kepulauan Rempah-Rempah yang ditulis M Adnan Amal, tempat yang dituju Zainal adalah Pesantren Giri di Jawa Timur. Di tempat ini, Zainal Abidin menimba ilmu Islam secara langsung dari Sunan Giri. Sunan Giri yang termasuk salah satu Walisongo adalah pendiri Kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur.

Dalam literatur yang sama, Adnan Amal menulis, Zainal hanya tiga bulan berada di Pesantren Giri. Diyakini, keberadaannya di sana bukan hanya untuk menimba ilmu agama, melainkan sebagai upaya strategis untuk mengeratkan hubungan dengan kerajaan Islam di Gresik ini.

Saat datang ke Jawa, Zainal Abidin ini dijuluki sebagai Raja Bulawa yang berarti raja cengkih. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia tertulis, cengkih yang dibawa Zainal dari Maluku digunakan untuk persembahan. Sebagai imbal jasa dari persembahan cengkih itu, Zainal kemudian membawa sejumlah ulama dari Pesantren Giri ke Ternate. Seorang di antaranya adalah Tuhubahalul.

Saat datang ke tanah Jawa, Zainal Abidin sebenarnya sudah menyandang status sebagai raja ke-19 Ternate. Dalam literatur tersebut dijelaskan, hubungan antara Ternate dan Giri sudah terjalin erat. Hubungan yang terjalin dalam bidang politik dan ekonomi itu berlangsung hingga abad ke-18.

Ubah konstelasi politik
Selepas berkelana singkat ke Giri, Zainal membuat perubahan besar dalam konstelasi politik Kerajaan Ternate. Gelar Kolano atau raja yang sempat disandang ia tanggalkan. Sebagai gantinya, ia menyematkan gelar sultan yang menjadi cerminan dari kerajaan bercorak Islam.

Pada masa itu juga, Sultan Zainal Abidin mendirikan sejumlah pesantren. Ini adalah kali pertama pesantren didirikan di Ternate. Para tenaga pengajarnya didatangkan langsung oleh Zainal dari Giri. Mereka itulah yang turut serta bersamanya ketika meninggalkan Pesantren Giri.

Hal penting lain yang dilakukan Sultan Zainal adalah membentuk lembaga Bobato. Lembaga ini merupakan salah satu perangkat agama yang mengatur sistem hukum Islam di dalam sistem kesultanan. Di bawah kepemimpinan Sultan Zainal inilah, Islam kemudian diakui sebagai agama resmi kerajaan. Di saat yang sama juga, syariat Islam diberlakukan.

Dengan dibentuknya Bobato, Sultan Zainal Abidin telah meletakkan dasar untuk menjadikan Ternate sebagai kekhalifahan Islam. Model semacam ini pula dilakukan Demak di Pulau Jawa. Sayangnya, sejarah gemilang yang telah ditorehkan Sultan Zainal rupanya kurang didukung oleh pencatatan sejarah yang apik. Akibatnya, tak begitu jelas kapan dia dilahirkan dan dalam usia berapa sang sultan tutup usia. 

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/qf093a430

Memutus Nusantara Dengan Makkah dan Kairo (Bagian-1) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Mengapa Portugis...


Memutus Nusantara Dengan Makkah dan Kairo
(Bagian-1)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Mengapa Portugis menguasai kota Malaka? Sekadar penguasaan jalur perdagangan rempah? Portugis berusaha menguasai Malaka sejak 1511. Saat sudah kuat, dikirimlah 18 kapal perang untuk menguasai Malaka.  Apa semangatnya?

Panglima perang Portugis berpidato sebelum penyerangan, "Adalah suatu pemujaan yang sangat suci dari kita untuk Tuhan dengan mengusir, mengikis orang Arab dari Malaka, dan memadamkan pelita pengikut Muhammad sehingga tidak ada lagi cahayanya di sini selama-lamanya."

Lalu disambungnya, "Sebab, saya yakin kalau perniagaan di Malaka ini telah kita rampas dari tangan kaum muslimin, habislah riwayat Kairo dan Makkah, dan Venesia tidak dapat lagi berniaga rempah-rempah kalau tidak berhubungan dengan Portugis."

Misi utama penghancuran Malaka adalah memutuskan jalur Melayu dan Nusantara dari Makkah dan Kairo. Karena di dua kota inilah sumber keilmuan dan gelora jihad perlawanan terhadap Penjajahan. 

Penjajah Belanda merasakan hal ini. Pada tahun 1686 M, datang pula Raja Iskandar yang Dipertuan Minangkabau. Diadakan hubungan rahasia dengan sultan Aceh, Susuhunan Mataram, Raja Kalimantan dan Andalas Timur supaya berserikat melawan Belanda dan meninggikan bersama semarak Islam.

Rencana ini tercium oleh Belanda, salah satu sebab pergolakan perlawanan di Nusantara bukan dari Jawa dan Sumatera tetapi dari orang tua, Syekh Yusuf Al Makasari, yang diasingkan di pulau Langkapuri Srilangka. Orang tua yang hanya memegang tasbih dalam tangannya itu, tersimpan kekuatan yang lebih tajam dari pedang.

Nasihat, kitab dan tulisannya menyebar melalui jamaah haji Nusantara. Kemudian secara berantai menyebar ke murid-muridnya dan santri-santri yang ada di Nusantara. Gelora keilmuan dan perjuangan kemerdekaan yang ingin diputus dengan memutus mata rantai jaringan Nusantara dengan Makkah dan Kairo.

Sumber:
1. Dari Perbendaharaan Lama karya Buya Hamka, GIP 2017, hal 42
2. Dari Hati Ke Hati, Buya Hamka, GIP 2016, hal 106-107

Penerapan Syariat Islam di Gowa Penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja serta kemampuan adaptasi para mubaligh. Tak hanya ...

Penerapan Syariat Islam di Gowa


Penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja serta kemampuan adaptasi para mubaligh.

Tak hanya Gowa-Tallo, sejumlah kerajaan lain juga tumbuh di Sulawesi Selatan. Namun, Gowa-Tallo-lah yang paling berpengaruh di sana.

Maka, dengan Islamnya kerajaan tersebut, dakwah Islam pun kemudian menyebar dengan pesat. Jika Aceh merupakan "Serambi Makkah" Indonesia, Gowa-Tallo-lah "Serambi Madinah"-nya. Karena di Gowa-Tallo, syariat Islam diterapkan kemudian didakwahkan ke timur Indonesia.

Setelah Kerajaan Gowa-Tallo memeluk Islam, penyebaran Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil menorehkan tinta emas sejarah peletakan dasar dan penyebaran Islam di bagian timur negeri ini.

“Kerajaan ini juga menerapkan syariat Islam. Karena itu, wajar kalau Gowa ini dikenal sebagai Serambi Madinah," dikutip dari artikel Kerajaan Gowa-Tallo; Ekspedisi Islam Oleh ‘Serambi Madinah’ dari Timur di majalah al-Waie.
 
Prof DR Ahmad M Sewang MA dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII menuturkan, peristiwa masuk Islamnya Raja Gowa-Tallo merupakan tonggak sejarah dimulainya penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.

Pasalnya, terjadi konversi Islam secara besar-besaran pascaperistiwa tersebut. Penerimaan Islam dimulai dari sebuah dekrit yang dikeluarkan pemimpin Gowa-Tallo, Sultan Alauddin, pada 9 November 1607 M. Dekrit tersebut menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan dan agama masyarakat.

Saat dekrit dikeluarkan, dakwah Islam masih berlangsung dengan damai. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan Gowa-Tallo pra-Islam pun dengan sukarela menerima agama Allah ini. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.

Namun, hambatan dakwah mulai muncul ketika Raja Gowa-Tallo menyerukan Islam ke tiga kerajaan Bugis. Ketiga kerajaan yang tergabung dalam aliansi Tellunpoccoe menolak seruan tersebut. Maka, terjadilah perang antara Kerajaan Makassar yang terdiri atas Kerajaan Gowa dan Tallo dan Kerajaan Bugis yang terdiri atas Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo.

Menurut artikel Islam di Kerajaan Gowa-Tallo; Menelusuri Jejak-jekak Islam dalam Kaitannya dengan Penyebaran Islam di Sulawesi di laman Wacana Nusantara, kerajaan yang menolak dakwah Gowa-Tallo merupakan kerajaan Bugis dan Mandar yang secara pemerintahan telah kuat.

Mereka khawatir Gowa-Tallo akan menjajah mereka. Faktor penolakan lain juga karena mereka sukar meninggalkan kegemaran makan babi, minum tuak, sabung ayam dengan berjudi, dan kebiasaan negatif lain.

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/n1boft
 

Penerapan Syariat Islam Di Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta Pelaksanaan Syariat Islam di Nusantara pada masa lalu a...

Penerapan Syariat Islam Di Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta


Pelaksanaan Syariat Islam di Nusantara pada masa lalu adalah sebuah fakta sejarah. Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta awalnya telah menggunakan hukum Islam dalam pengadilan yang diselenggarakan.

Lembaga pengadilan ini secara resmi diberi nama Al-Mahkamah Al-Kabirah. Namun masyarakat Jawa pada masa itu lebih mengenalnya dengan sebutan Pengadilan Surambi sebab pelaksanaannya dilakukan di serambi Masjid Agung.

Pengadilan Surambi dilaksanakan berdasarkan syariat Islam dengan cakupan meliputi pengadilan untuk perkara hukum pidana, perkawinan, talak, dan warisan.

Hukum Pidana disini berkaitan dengan kejahatan seperti pencurian, pembunuhan, dan lain sebagainya. Sementara penanganan Pidana administrasi dan persoalan Agraria (pasiten) dilaksanakan oleh Pengadilan Bale Mangu. Di Yogyakarta, pengadilan Surambi dilaksanakan di serambi Masjid Ageng Ngayogyakarta.

Dalam pengadilan tersebut, Kedua keraton telah menggunakan kitab Undang-Undang yang disebut Kitab Angger-angger. Kitab ini sengaja disusun secara bersama oleh kedua kerajaan untuk memenuhi kebutuhan Keraton akan pelaksanaan hukum Islam di wilayahnya.

Kitab Angger-angger ini disusun dari sejumlah kitab antara lain kitab Moharrar (muharrar), kitab Mahalli, kitab Topah (Tuhfah), kitab Patakulmungin (Fathul Muin), dan kitab Patakulwahab (Fathulwahab).

Pengurus pengadilan ini terdiri 10 (sepuluh) orang antara lain Kyai Pengulu sebagai ketua, anggota Pathok Nagari yang terdiri 4 (empat) orang, seorang Pengulu Hakim, dan sisanya terdiri dari para Ketib (katib).

Pasca Perang Diponegoro, Pengadilan Surambi di Kasultanan Ngayogyakarta diberhentikan atas prakarsa penjajah Belanda dengan dikeluarkannya Resolusi No. 29 tertanggal 11 Juni 1831.

Sejak saat itu masalah pidana yang sebelumnya menjadi wewenang Pengadilan Surambi ditangani oleh Rechtsbank voor Criminele Zaken (Pengadilan Hukum Pidana).


Sumber:
https://beritalangitan.com/sejarah/syariah-islam-pernah-diterapkan-kesultanan-yogyakarta-dan-kasunanan-surakarta/

Kesultanan Nusantara, Bagian dari Kekhalifahan Islam? Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Interaksi antar...

Kesultanan Nusantara, Bagian dari Kekhalifahan Islam?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Interaksi antara kerajaan Nusantara dengan Kekhalifahan Islam di Timur Tengah dimulai dari surat menyurat antara Khalifah Muawiyah bin Abu Sofyan dan Umar bin Abdul Aziz pada era kerajaan Sriwijaya. Mereka saling bertukar hadiah dan keilmuan.

Setelah mundurnya Hindu dan Budha, bagaimana keterkaitan kerajaan di Nusantara dengan Kekhalifahan Islam? Apakah berdiri sendiri atau bagian Kekhalifahan Islam yang mendunia?

Dalam sejarah tercata beberapa pemberian gelar Kesultanan kepada raja-raja di Nusantara dari kekhalifahan yang ada di Arab dan misi khusus dari Khalifah Turki Utsmani  untuk Islamisasi Nusantara.

Kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kesultanan Samudera Pasai.  Aceh sangat terkenal di Makkah karena jaringan keilmuannya. Oleh karena itulah,
Syarif Makkah menganugerahkan gelar Sultan pada Merah Silu yang kemudian bergelar Al-Malikush Shaleh sebagai Sultan di Kesultanan Samudra Pasai. Gelar ini mirip dengan gelar yang digunakan Kekhalifahan Mamalik di Mesir.1)

Berdirinya Kesultanan Demak merupakan misi khusus dari Khalifah Muhammad 1 Turki Utsmani untuk percepatan Islamisasi di Nusantara, khususnya Jawa. Sang Khalifah mengirimkan tim khusus yang dikenal sebagai Walisanga.

Setelah Demak redup, penerusnya adalah Kesultanan Mataram. 
Pemimpin besarnya bergelar Senapati Ing Alogo Ngabdurrahman Pandito Corkrokusumo atau disebut juga Hanyokrokusumo. Dia mendapatkan pengakuan gelar Sultan dari Syarif Makkah. Sejak itulah sang Baginda dipanggil Sultan Agung.2)

Kesultanan Banten merupakan kerajaan Muslim paling penting di Jawa. Saat Syeikh Yusuf Al Makasari pertama kali tiba di Banten untuk belajar yang berkuasa saat itu Sultan Abu Mafakhir Abdullah Qadir. Yang memberikan gelar Sultan adalah Syarif Makkah.3)

Kesultanan Aceh di era Alauddin Ri'ayat Syah (1537-1568) disahkan bergelar Sultan oleh Khalifah Salim II Turki Utsmani. Sang Khalifah memberikan bantuan 40 perwira Turki yang mendidik tentara Aceh.4) 

Pengangkatan dan pemberian gelar Sultan dari Syarif Makkah dan Khalifah Turki Utsmani secara langsung menunjukkan Nusantara pun bagian Kekhalifahan yang saat itu ada.

Catatan:
1) Sejarah Umat Islam karya Buya Hamka, GIP 2016, hal 523
2) Dari Perbendaharaan Lama  karya Buya Hamka, GIP 2017, hal 16
3) Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 17-18 karya Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2004, hal 262
4) Sejarah Umat Islam karya Buya Hamka, GIP 2016, hal 582

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-1) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Ahmad Sarwat dalam bu...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-1)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Ahmad Sarwat dalam bukunya Kedudukan Qadhi dalam hukum Islam mengatakan, "Eksistensi tegaknya hukum syariah itu tergantung pada eksistensi qadhi. Dikatakan hukum itu berjalan, manakala dijamin qadhi lancar menjalankan tugasnya. Sebaliknya, dikatakan hukum itu runtuh ketika qadhi tidak menjalankan tugasnya."

Ahmad Sarwat melanjutkan, "Maka antara qadhi dan berjalannya hukum itu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Walaupun di tengah umat Islam sudah ada AlQuran dan Hadits sebagai pedoman, namun keberadaan qadhi menjadi syarat mutlak bagi umat Islam."

Keberadaan Qadhi menurut Ahmad Sarwat, " Hukum keberadaan qadhi ini menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam di suatu tempat, sedangkan bagi Sultan, hukumnya menjadi fardhu ‘ain untuk menunjuk atau mengangkat qadhi pada suatu
wilayah."

Jadi legalitas formal untuk melihat apakah di Nusantara telah menerapkan syariat Islam salah satunya dari hadirnya Qadhi yang memutuskan perkara pidana maupun perdata dalam sebuah kerajaan atau negara.

Bila menilik legalitas formalnya, ada beberapa kerajaan di Nusantara yang memenuhi syarat ini. Misalnya kesultanan Samudera Pasai. Ini terlihat dari catatan perjalanan Ibnu Batutah ke Pasai.

Ibnu Batutah tiba di Kesultanan Pasai di era Sultan Al-Malikush Zhahir II (1326-1348M). Dia menyaksikan bahwa sang Sultan sangat teguh memegang agama dan alim. Disisinya ada seorang Qadhi yang berasal dari Syiraz yang merupakan Zuriyah Rasulullah saw. 

Ibnu Batutah menceritakan kesederhanaan sang Sultan, "Sultan sering bertukar pikiran dengan ulama. Bila pergi ke shalat Jum'at, sang Sultan berjalan kaki. Sang Sultan gemar sekali mengembangkan agama ke negri-negri yang berdekatan, dan negri mana pun yang belum memeluk Islam." 1)

1) Sejarah Umat Islam, Buya Hamka, GIP 2016, hal 524

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-2) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Ibnu Qayim Al-Jauziya...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-2)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Ibnu Qayim Al-Jauziyah berkata, "Darul Islam adalah negara yang dikuasai oleh kaum muslimin dan di dalamnya diberlakukan hukum Islam. Jika di dalamnya tidak diberlakukan hukum Islam maka status bukan darul Islam.

Kesultanan Demak memenuhi kriteria tersebut. Hukum Islamnya sudah diserap ke dalam kitab Salokantoro dan Angger Surya Alam. Kitab ini menjadi undang-undang yang berlaku di Kesultanan Demak.  Cikal bakalnya tertuang pada Het Boek van Bonang dan Kropak Ferrara yang merupakan ajaran Wali Sanga.

Dalam teks dokumen  Kropak Ferrara disebutkan, "Jika ada orang yang terlibat dalam persoalan hukum dan tidak mau diajak menyelesaikannya menurut syariat Islam, tetapi malah ingin memakai hukum kafir, maka dia menjadi kafir." 

Dalam pemberlakuan hukum Islam di Kesultanan Demak, Raden Fattah dan para wali berperan sebagai penasihat dan penegak hukumnya. Kesultanan Demak merupakan obsesi pemimpin pertama Walisanga yaitu Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang pernah memberikan wejangan, "Melaksanakan hukum dan amaliah  agama secara terang-terangan."

Untuk menata pemerintahannya, Sultan Fattah mengangkat Sunan Kudus sebagai Qadhi, hakim agung. Sunan Giri sebagai Mufti. Sunan Kalijaga sebagai dewan penasihat. Sedangkan imam pertama Masjid Agung Demak adalah Sunan Bonang putra Sunan Ampel.

Kitab Angger Suryo Alam merupakan adopsi dari Syariat Islam seperti, Jual beli, penitipan, penggadaian, hukum potong tangan bagi pencuri, hukuman mati bagi pencuri yang sekaligus pembunuh dengan dipenggal, hukum bunuh bagi pezina berat, denda, penjara, dan hukuman mati bagi pencela dan penghina agama dan sebagainya yang telah diterima oleh masyarakat Islam demi tegaknya keadilan dan ketertiban umum.

Melihat hal ini maka Theodoor Gautier dan Thomas Pigeaud sampai menyatakan bahwa Kesultanan Demak didirikan di atas pondasi syariat Islam yang ketat.

(Diringkas dari Buku Sultan Fattah, Rachmad Abdullah, Al-Wafi 2015)

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-3) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Setelah wafatnya para...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-3)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Setelah wafatnya para Walisanga, munculnya ulama pembaharu di abad ke 17 di Nusantara. Mereka adalah Nur Al-Din Al-Raniri wafat 1658, Abd Al-Ra'uf Al-Sinkili (1615-1693 M) dan Muhammad Yusuf Al Makasari (1627-1699).

Menurut Prof Dr Azyumardi Azra, mereka menampilkan diri sebagai sufi-sufi teladan, yang memberikan perhatian bukan hanya kepada perjalanan spiritual mereka sendiri, melainkan juga kepada masalah dan tugas duniawi. Mereka memegang jabatan Mufti di Kesultanan masing-masing.1)

Ar-Raniri diangkat menjadi Syeikh Al Islam di Kesultanan Aceh 1637 M di era Iskandar Tsani. Posisi ini salah satu kedudukan tertinggi di Kesultanan yang di bawah langsung Sultan sendiri. Sedangkan Qadhinya saat itu adalah Qadhi Malik Al-Adil.

Menurut catatan Belanda, Ar Raniri bukan saja ahli dalam soal keagamaan tetapi juga persoalan ekonomi dan politik. Di era Sultanah  Shafiyah Al-Din, Ar Raniri membuat kebijakan perdagangan yang menguntungkan Gujarat dan merugikan Belanda.

Peranan Ar Raniri juga mengintensifkan proses Islamisasi dalam bidang politik. Sebagai Syeikh Al Islam Kesultanan Aceh,  tugasnya memberikan nasihat kepada Sultan Iskandar Tsani yang baru naik tahta. Dalam bukunya Bustan Al-Salatin, dia mengungkapkan bagaimana menasihati Sultan dalam fungsinya sebagai penguasa dan Khalifah Allah di bumi.

Dengan mengutip ayat Al-Qur'an, dia menjelaskan kepada Sultan tanggungjawab dan kewajibannya kepada rakyat yang lemah, dan mendatangkan kebaikan bagi rakyat akan membuatnya dilindungi dan dirahmati Allah. Dengan dialog ini, Sultan banyak menghapus hukuman yang tidak sesuai syariat Islam.

Menurut Ar Raniri, penerapan syariat Islam tidak dapat ditingkatkan tanpa pengetahuan lebih mendalam terhadap hadist Rasulullah saw. Oleh karena itulah dia membuat kitab yang isinya himpunan hadist yang diterjemahkan dari Bahasa Arab ke Melayu. 

(Diringkas dari buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 17-18, Azyumardi Azra, Kencana 2007)

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-4) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Setelah kepergian Ar ...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-4)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Setelah kepergian Ar Raniri. Kesultanan Aceh mengangkat Al-Sinkili sebagai Syeikh Islam Aceh. Beliau banyak menulis buku atas permintaan Sultanah Aceh yang bernama Shafiyyah Al-Din. Tulisannya bukan hanya ibadah tetapi seluruh aspek kehidupan.

Kitab fiqih Mir'at At Thullab ditulis untuk sang Sultanah, isinya tentang ibadah, muamalat, kehidupan politik, sosial, ekonomi dan keagamaan kaum muslimin. Di era Sinkili juga, Syarif Makkah memberikan gelar Sultan kepada   Sultanah kerajaan Aceh. Mengenai polemik penguasanya seorang perempuan, Sinkili cendrung diam. Ini indikasi toleransi pribadinya atas hal ini.

Menurut Buya Hamka, kerajaan Aceh berkembang maju dan kedudukan Sultan dalam susunan pemerintahnya tidak bisa memerintahkan dengan kemauannya sendiri. Kekuasaan dibagi menjadi eksekutif, legislatif dan Yudikatif.

Undang-undang di Kesultanan Aceh diberi nama Qanun Asyi Darussalam. Isinya menegaskan bahwa sumber hukum, adat, qanun dan resam adalah Al-Qur'an, Hadist, Ijma dan Qiyas, menurut madzah Ahlussunnah wal Jamaah, dan tidak boleh menyeleweng dari itu.

Di era Sinkili, perempuan diperbolehkan untuk aktif duduk di pemerintahan, legislatif, aktif  dalam memegang peranan di saat perang hingga menjadi Sultanah. Ini  merupakan sumbangsih pemikiran dalam kaitannya diperbolehkan perempuan menjadi hakim dan pemimpin.

Hingga akhirnya Mufti Kepala di Makkah mengirimkan fatwa bahwa perempuan menjadi Sultanah bertentangan dengan syariat Islam. Sejak itulah kesultanan Aceh dipimpin oleh laki-laki kembali.

Sumber:
1. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke 17-18, Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2007.
2. Sejarah Umat Islam,  Buya Hamka, GIP 2017.
3. Biografi Ulama Nusantara, Rizem Aizid, Diva Press 2016.

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-5) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Syeikh Yusuf Al Makas...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-5)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Syeikh Yusuf Al Makasari melakukan perjalanan keilmuan dari Makasar, Banten, Aceh, Timur Tengah hingga ke Turki. Di Banten, bersahabat dan belajar bersama dengan Pangeran Surya, yang kelak bergelar Sultan Ageng Tritayasa. Di Aceh, belajar dengan Syeikh Ar Raniri, Syeikh Islam Kesultanan Aceh.

Setelah belajar dari Timur Tengah, Dalam perjalanan pulang, Syeikh Yusuf Al Makasari mampir di Banten. Diangkatlah beliau sebagai Dewan penasihat Sultan (Mufti) yang paling berpengaruh. Peranannya sangat besar bukan saja dalam bidang keagamaan, tetapi juga politik dan pemerintahan.

Murid Ar Raniri di Nusantara yang paling terkemuka adalah Syeikh Yusuf Al Makasari. Melihat Ar Raniri  sangat mendalami sufi, teologi, fiqh yaitu penerapan praktis aturan yang paling mendasar dalam syariat Islam. Maka hal ini juga diterapkan oleh Syeikh Yusuf Al Makasari saat menjadi Mufti di Banten.

Di era Sultan Ageng Tritayasa, Banten menjalin hubungan politik dan diplomatik dengan penguasa Muslim terutama Syarif Makkah. Hubungan surat menyurat pun sangat erat hingga ke kerajaan Muslim yang ada di anak Benua India.

Sultan Ageng hampir sepanjang waktu ditemani para ulama. Banyak ulama dan penuntut ilmu dari berbagai bagian dunia Islam yang terus berdatangan ke Banten. Banten menjadi pusat pengetahuan dan keilmuan Islam yang penting di Nusantara.

Pengaruh Syeikh Yusuf Al Makasari tidak saja pada penerapan Syariat Islam di Banten tetapi juga pengaruh tasawuf. Beliau telah mendapatkan ijazah dari guru tasawufnya dari Thariqah al-Qariyah, Naqsyabandiyah, Ba'alawiyah, Syattariyah, dan Khalwatiyah. Hingga diberikan gelar Tajul Khalwati Hidayatullah.

Setelah kepergian Syeikh Yusuf Al Makasari karena diasingkan Belanda, gelar Kesultanan Banten dipengaruhi identitas ketasawufan seperti gelar Zainal Abidin, Zainal Arifin, Zainal Alimin dan Zainal Asyiqin.

Sebagai sebuah Kesultanan, Banten juga mendirikan sebuah institusi hukum, atau kantor Qadhi. Badan peradilan Islam ini berperan sebagai institusi yang menjaga hukum-hukum syariat berjalan dengan baik, seperti muamalah, jual beli, nikah cerai, hudud, dan semua amalan syariat Islam lainnya. Posisi Qadhi ini sangat penting di Kesultanan Banten, dan gelarnya kemudian hari di kenal dengan sebutan Kiyahi Pakih Najmuddin.3)

Dalam Sarasehan Sejarah yang diadakan Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten, pada 19 November 2015. Ayang Utriza, filolog dari UIN Syarif Hidayatullah, dan peneliti Bantenologi Mufti Ali,  menyuguhkan hasil penelitiannya tentang sejarah Banten.

Dengan melalui kajian filologi Undang-Undang Banten kajian sejarah dari tinjauan filologi abad ke 17-18. Ditemukan Catatan Pengadilan Fakih Najamudin. Penelusurannya ini ia pertahankan sebagai penelitian di Universitas Oxford.4)

 Sumber:
1. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke 17-18, Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2007.
2. Sejarah Umat Islam,  Buya Hamka, GIP 2017.
3.https://www.banteninfo.com/undang-undang-banten-konstitusi-kesultanan-banten/
4.https://www.radarbanten.co.id/masa-kesultanan-banten-punya-undang-undang-yang-mengagumkan/

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-6, habis ) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Menjelang das...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-6, habis )

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Menjelang dasawarsa abad ke 17, para penguasa baru yang masuk Islam melakukan usaha-usaha menerjemahkan beberapa ajaran Islam ke dalam organisasi sosio-politik dalam kerajaan. Jabatan seperti Imam, Khatib, dan Qadhi diciptakan, dan para pemegang jabatan tersebut dimasukkan ke dalam lingkungan keluarga bangsawan.

Penerapan syariat ada yang sampai taraf hukum kerajaan. Tetapi juga ada yang sampai taraf tertentu, menyangkut persoalan keluarga, yang disatukan ke dalam adat istiadat setempat.

Sistem pemerintahan di Minangkabau sendiri bukan sebuah pemerintahan yang terpusat dan otoriter. Mereka dibangun dengan sistem nagari-nagari yang egaliter dan terbuka. Walaupun seperti itu, melalui kesadaran dan pergolakan sejarah, masyarakatnya mampu menanamkan adat istiadat yang tertinggi tak lain adalah Islam.

Muncullah beberapa aturan seperti "Agamo Mangato, Adaik Mamakai" (agama menyatakan, adat menerapkan). Puncaknya disepakati sebagai hasil musyawarah adalah pernyataan budaya "Adaik Basandi Syara" (adat harus bersendi syariat). Ungkapan ini memperjelas jika "Adaik nan sabana adaik" (adat yang sebenarnya adat) dengan ajaran Islam adalah sejajar.

Masuknya Islam ke Banjarmasin Kalimantan Selatan pada masa jauh lebih belakang dibandingkan Sumatera Utara atau Aceh. Gelora keislamannya mulai tumbuh saat Kesultanan Demak datang untuk membantu Pangeran Samudera dalam persaingannya terhadap Kerajaan Daha.

Kehadiran Syeikh Muhammad Arsyad yang baru pulang dari pengembaraan ilmu keislamannya membuat Kesultanan Banjar semakin kokoh menerapkan Syariat Islam. Beliau diangkat menjadi Mufti yang bertanggungjawab mengeluarkan fatwa mengenai persoalan keagamaan dan sosial.

Syeikh Muhammad Arsyad juga menjadi syariat Islam sebagai acuan terpenting dalam pengadilan kriminal. Atas dukungan Sultan, didirikan pengadilan Islam terpisah untuk mengurus masalah hukum sipil murni. Dalam penerapan Syariat Islam, beliau sering berkonsultasi dengan gurunya yaitu Syeikh Sulayman Al Kudri di Timur Tengah.

Sumber:
1.https://www.republika.co.id/berita/no0x0830/adat-basandi-syara-syara-basandi-kitabullah
2. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke 17-18, Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2007.

 

"Jamuran" Permainan Anak Karya Sunan Giri Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Sejak kecil anak ...

"Jamuran" Permainan Anak Karya Sunan Giri

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Sejak kecil anak harus dididik. Cara mendidik yang terbaik dengan permainan. Pendidikan yang terbaik pada saat anak memasuki usia Golden Age. Untuk itulah Sunan Giri menciptakan beragam permainan anak. Salah satunya permainan Jamuran.

Jamuran bisa dimainkan anak-anak yang berjumlah 4-12. Jamuran biasanya diadakan di waktu sore dan malam saat Bulan Purnama.

Anak-anak yang ikut bermain umurnya diantaranya 6 sampai 13 tahun. Bermain jamuran bisa dimainkan oleh anak lelaki, anak perempuan atau campuran. Bermain jamuran hanya membutuhkan tanah lapang yang luas.

Contohnya yang bermain berjumlah 10 orang (A, B, C, D, E, F, G, H, I, J), lalu diundi dengan (bahasa Jawa: Pingsut), siapa yang kalah akan jadi. Contohnya yang jadi J, lalu A, B, C, D, E, F, G, H, I membentuk barisan yang berbentuk lingkaran, memutari J yang ada di tengah. Lalu A sampai I tadi berjalan berputar memutari J, sambil menyanyikan lagu jamuran.

Jamuran
Jamuran ya gégé thok
Jamur apa ya gégé thok
Jamur gajih mbejijih sa ara-ara
Sira mbadhé jamur
Sira badhe jamur opo?

Tiba pada kalimat ‘siro badhe jamur opo?’, si anak yang berada di tengah lingkaran lantas berteriak menyebut sebuah gerakan pura-pura yang wajib kami perbuat.
Anak-anak lain yang semula bergandengan tangan membentuk lingkaran, kontan berhamburan. Untuk menirukan seperti apa yang di ucapkan si anak yang kalah tadi. Misal seperti ini…
'Jamur motor!’

Ketika di ucapkan ‘jamur motor!’, anak-anak yang berhamburan untuk berubah menjadi berbagai kendaraan beroda. Ada yang menjadi mobil polisi. Ada yang menjadi dokar. Ada yang menjadi sepeda motor. Ada yang menjadi kereta. Masing-masing kami bergumam menirukan suara tiap-tiapnya sembari berjalan mondar-mandir. Hingga terdengar lagi sebuah suara. Ketika ada anak yang tidak bisa menirukannya, itu artinya ia yang JADI.

1. https://gpswisataindonesia.info/sejarah-permainan-tradisional-jamuran/

2. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Jamuran#:~:text=Jamuran%20adalah%20permainan%20yang%20berasal,diantaranya%206%20sampai%2013%20tahun.
3. Atlas Wali Sanga, Agus Sunyoto, IIMaN 2017

"Umpetan", Mainan Anak Karya Sunan Giri Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Masa kecil memang i...

"Umpetan", Mainan Anak Karya Sunan Giri

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Masa kecil memang indah. Salah satunya dengan banyak bermain. Salah satu yang digemari adalah permainan "tak umpet", umpetan atau jelungan.

Cara bermainnya, pemain pemenang bersembunyi, sementara pemain kalah atau ?dadi? berusaha mencari pemain lain tanpa harus meninggalkan terlalu jauh pangkalan sebagai tempat bermain.

Ada juga polanya, dari beberapa pemain diambil 1 orang yang jaga tempat. Yang jaga ditutup matanya sambil menghitung sampai angka yang ditentukan. Pemain yang lain, sembunyi di wilayah tempat yang sudah disepakati. Sampai hitungan selesai, si penjaga mencari temannya sampai semua ditemukan, yang akan jaga selanjutnya yaitu teman yang pertama kali ditemukan

Model permainan lainnya, 
salah satu diantara anak-anak yang bermain ada yang menjadi pemburu, dan yang lainnya menjadi obyek buruan. Mereka akan selamat dari kejaran pemburu bila telah berpegang pada batang pohon yang telah di tentukan lebih dulu. Inilah permainan yang disebut jelungan.

Tak disangka bahwa permainan ini diciptakan oleh Sunan Giri agar anak-anak dapat memahami tauhid dengan permainan. Belajar sambil mengokohkan keimanan. Apa makna permainan tersebut?

Arti permainan tersebut adalah seorang yang sedah berpegang teguh pada agama Islam Tauhid maka ia akan selamat dari ajakan setan atau iblis yang di lambangkan sebagai pemburu.

1.https://ctzahra.wordpress.com/2013/06/15/dolanan-permainan-jaman-masih-kecil/amp/
2.https://sen1budaya.blogspot.com/2014/03/jelungan.html?m=1
3.https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=203
4. Atlas Wali Sanga, Agus Sunyoto, Pustaka IIMaN 2017

Prabu Satmata, Raja Islam Pertama di Tanah Jawa Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Kesultanan Demak buka...

Prabu Satmata, Raja Islam Pertama di Tanah Jawa

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Kesultanan Demak bukan kerajaan Islam pertama di Jawa. Raden Fattah bukan pula Raja Islam pertama di Jawa. Sebelumnya sudah ada seorang raja Islam, yaitu  seorang Walisanga yang masih keturunan raja Majapahit Bhre Wirabhumi. Ibunya dari kerajaan Blambangan dan Bapaknya Maulana Ishak pelopor Walisanga pertama. Dialah Sunan Giri, Raden Paku atau Prabu Satmata.

Menurut Buya Hamka, sebelum Demak berdiri, Raden Paku sudah mendirikan kerajaan agama. Giri telah menjadi pusat keagamaan yang besar. Raja Majapahit pun tidak memiliki kesanggupan untuk menghapuskan kekuasaan agama.

Saat Kerajaan Majapahit beranjak redup dengan lepasnya satu per satu negeri taklukannya. Majapahit kemudian bahkan memberikan status otonom untuk daerah Giri. Situasi ini membuat Raden Paku alias Sunan Giri berpeluang mendirikan pemerintahan kecil di pesantrennya, atau yang nantinya dikenal dengan nama Giri Kedaton, Kedatuan Giri, atau Kerajaan Giri.

Dikutip dari buku Mengenal Sejarah dan Budaya Masyarakat Gresik (2005) karya Mustakim, Kedatuan Giri pada akhirnya memisahkan diri dari Majapahit yang pengaruhnya semakin melemah. Sunan Giri tampil sebagai penguasa Giri dengan gelar Prabu Satmata atau Sultan Abdul Faqih yang memimpin sejak tahun 1487 hingga 1506 Masehi.

Setelah Sunan Ampel wafat, kekuasaan Giri menjadi lebih besar karena wilayahnya meliputi Ampel, Gresik, Tuban, dan Jalaratan lama. Sebelum Demak berdiri, para bupati atau adipatinya kebanyakan telah Islam.

Sunan Giri oleh bangsa Barat disebut sebagai Paus dari Timur bahkan sering disebut sebagai guru suci atau pandhita ratu. Dengan kewibawaan inilah yang memberikan gelar sultan kepada raja-raja Demak dan Mataram harus dapat pengakuan dari Giri.

Giri bukanlah semata tempat tinggal dan pesantren yang didirikan oleh Sunan Giri, tetapi sebuah istana kerajaan. Susunan gedungnya terdiri dari Bangsal dan Puri.

Bangsal merupakan pusat kekuasaan raja. Yaitu, sebuah kompleks perkantoran tempat raja bekerja sebagai kepala negara, pemegang otoritas hukum dan keagamaan. Di sini pula, Raja menerima tamu, memimpin rapat para menteri, dan menetapkan hukum.

Sedangkan Puri, merupakan kediaman pribadi raja dan keluarga raja. Disini pula, raja menjalankan fungsinya sebagai pemimpin keluarga sekaligus pemimpin adat dan tradisi. Disamping sebagai Raja, Sunan Giri juga sebagai saudagar. Dengan perannya sebagai Raja, Pandhita Ratu dan Saudagar, maka kontribusinya sangat besar dalam menyebarkan Islam ke luar Jawa.

Sebelum Demak berperan di Nusantara, Sunan Giri dengan jaringan perdagangan sudah merintis Islamisasi di Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara. Kehadiran Demak hanya tinggal menyempurnakan apa yang telah dilakukan oleh Sunan Giri.

Sumber:
1. Atlas Wali Sanga, Agus Sunyoto, IIMaN 2017
2. Walisanga, Rachmad Abdullah, Wafi 2015
3. Sejarah Umat Islam,  Buya Hamka, GIP 2016 4.https://tirto.id/sejarah-giri-kedaton-kerajaan-ulama-merdeka-dari-majapahit-gclk

Efek Buruk Prokes tanpa Analisa  




Efek Buruk Prokes tanpa Analisa


 

Islam Dalam Bahaya, Semuanya Ngantri ke Istana (Bagian-2) (Diringkas dari Buku "Dari Hati Ke Hati" Buya Hamka, oleh Na...


Islam Dalam Bahaya, Semuanya Ngantri ke Istana
(Bagian-2)

(Diringkas dari Buku "Dari Hati Ke Hati" Buya Hamka, oleh Nasrulloh Baksolahar)

Di zaman sekarang, tuduhan Islam anti Pancasila, bukanlah sepi, bahkan tambah santer. Walaupun sudah dijelaskan bahwa mukadimah UUD 1945 dirancang oleh ulama dan pemimpin Islam, tetapi keterangan tersebut tetap tak dipedulikan.

Walaupun 1001 dijelaskan bahwa kelima sila Pancasila adalah bagian ajaran Islam, namun kebencian yang telah merasuk ke alam sadar, hasil indoktrinasi, tak mungkin dihilangkan.

Ada nasihat, supaya para ulama, mubaligh, khatib, dan ahli dakwah terlepas dari bahaya, urusi agama saja, jangan campur dengan politik dan hendaklah membantu pemerintah. Sediakan waktu untuk melancarkan program pemerintah.

Alangkah herannya, orang yang sudah terbentuk oleh Al-Qur'an harus memisahkan agama dan politik. Islam tak mengenal pembatasan tersebut. Alangkah bingungnya Muslim jika dilarang mengurus dunia dan hanya mengurus akhirat saja. Padahal nasib di akhirat ditentukan oleh amalnya di dunia.

Membantu pemerintah itu, "Membenarkan yang benar dan membatalkan mana yang salah." Bukankah manusia itu tidak terbebas dari khilaf dan lupa? Sedangkan hukum Allah mutlak kebenarannya.

Padahal, meskipun terlihat kekocar-kaciran umat Islam, orang tetap mengharapkan bantuannya. Jadi, tak ada satu pemerintah pun yang berani berdiri kalau di dalamnya tidak ada dari kalangan Islam.

(Bersambung)

Islam Dalam Bahaya, Semuanya Ngantri ke Istana (Bagian-3, habis) (Diringkas dari Buku "Dari Hati Ke Hati" Buya Hamka, ...


Islam Dalam Bahaya, Semuanya Ngantri ke Istana
(Bagian-3, habis)

(Diringkas dari Buku "Dari Hati Ke Hati" Buya Hamka, oleh Nasrulloh Baksolahar)

Bila membantu pemerintah bukan hal yang mudah, fitnah pun akan muncul. Difitnah, hendak menukar haluan negara dengan Islam. Bagi mereka Islam lebih besar dari segala bahaya. Bila diam saja, maka berdosa karena agama mengajarkan jihad.

Meninggalkan jihad, artinya vonis kematian bagi Islam.

Di era sekarang, kita wajib aktif menegakkan agama di negri ini. Tidak menganggu Pancasila, Pancasila tak perlu diganggu. Bila ini benar-benar diperjuangkan, tidak sedikit kemenangan Islam di negri ini.

Kita difitnah hendak merombak Pancasila, padahal yang memfitnah itu sendiri tidak berani menjalankan Pancasila dengan sungguh-sungguh.

Kita mempunyai tugas khusus dari Allah untuk bekerja keras, berjihad, beramal menegakkan Islam hingga di dalam negara kita. Ini merupakan pekerjaan berat dan banyak halangannya.

Imam Al-Ghazali berkata, "Apabila suatu tujuan teramat suci dan mulia, sukarlah jalan yang harus ditempuh, dan banyaklah penderitaan yang akan ditemui di tengah jalan."

Namun tetaplah berbesar hati sebab tempat bertanggungjawab bukan pada manusia, tetapi langsung kepada Allah. Asal sadar, tidak ada seorang manusia pun yang akan dapat memperalat kita, baik untuk kepentingan kedudukannya maupun kekuasaannya.

Islam Dalam Bahaya, Semuanya Ngantri ke Istana (Bagian-1) (Diringkas dari Buku "Dari Hati Ke Hati" Buya Hamka) Tekanan...

Islam Dalam Bahaya, Semuanya Ngantri ke Istana
(Bagian-1)

(Diringkas dari Buku "Dari Hati Ke Hati" Buya Hamka)

Tekanan jiwa belum pulih, indoktrinasi terus dipompakan dengan paksaan ke dalam jiwa dan mental dengan menghamburkan uang berjuta-juta (sekarang milyaran). Yang paling menderita adalah umat Islam.

Di tahun 1960, saya katakan  "Islam dalam Bahaya". Komunis kian hari kian diberi hati oleh Presiden. Kristenisasi berkali lipat daripada di masa Belanda. Ulama yang berani berterus terang menyatakan Islam dalam aqidah sejati kian dipersempit langkahnya.

Pondok pesantren terus ditinggalkan. Ulama berduyun mencari pangkat dan kebesaran ke kota. Organisasi Islam supaya tidak dibubarkan tidak segan menjual keyakinannya pada Istana atau pihak berkuasa. Kekuatan Islam telah habis, meskipun orang masih ramai shalat Jumat.

Antara satu golongan Islam dengan yang lainnya dipecah belah, dimunculkan fitnah. Ada yang dirangkul, ada yang disepak. Yang satu dipuji, yang lain dibenci. Akhirnya, semua berduyun-duyun mendekati Istana, takut ke Istana. Bila ketinggalan, nanti difitnah oleh kawannya sendiri.

Bila sekiranya mau mengatakan Islam bisa bekerjasama dengan komunis. Bila mau mengatakan Nasakom itu perasaan dari Pancasila. Bila menyitir ayat Al-Qur'an dan Hadist sesuai kemauan negara. Bila mau memuja perbuatan mungkar dengan ayat Al-Qur'an dan Hadist. Maka selamatlah jiwanya, tetapi mendustai diri sendiri.

Seorang pejuang penegak Al-Qur'an pada hakikatnya adalah seorang yang terpaksa berani karena dia penakut. Ia berani menempuh bahaya di dunia, karena takut bahaya di akhirat.

Saat Belanda menjajah negri ini sampai 350 tahun, yang diajarkan Islam itu bahaya. Islam itu pemberontak melawan kekuasaan. Setelah merdeka, ajaran membenci Islam lebih diaktifkan lagi. Ditekankan dalam doktrin komunis, Islam itu kontra revolusi, subversi, Islam itu anti Pancasila. Orang Islam hendak mendirikan negara Islam dengan kekerasan dan akan melakukan kudeta.

(Bersambung)

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (208) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (50) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (6) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (225) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (283) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (46) Nabi Daud (1) Nabi Ibrahim (2) Nabi Isa (2) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (2) Nabi Nuh (3) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (1) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (191) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (431) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (155) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (195) Sirah Sahabat (114) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (95) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)