basmalah Pictures, Images and Photos
06/27/25 - Our Islamic Story

Choose your Language

Sultan Abdul Hamid II: Membayar Utang Rakyat Palestina Oleh: Nasrulloh Baksolahar Pada akhir abad ke-19, saat Palestina masih be...

Sultan Abdul Hamid II: Membayar Utang Rakyat Palestina

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Pada akhir abad ke-19, saat Palestina masih berada di bawah kekuasaan Kekhilafahan Utsmani, rakyatnya dilanda krisis ekonomi. Gagal panen, pajak yang berat, serta ekspansi rentenir Yahudi yang disokong organisasi Zionis internasional membuat banyak petani terjerat utang.

Tanah-tanah warisan pun mulai jatuh ke tangan asing karena tak sanggup membayar. Kehormatan umat terancam.



Strategi Zionis: Menguasai Tanah Lewat Jerat Utang

Gerakan Zionis yang dipimpin Theodor Herzl berupaya membeli tanah-tanah strategis di Palestina. Namun mereka tidak hanya datang dengan uang. Mereka menggunakan strategi yang lebih licik: menciptakan krisis dan menjerat rakyat dengan utang, lalu menyita tanah mereka saat tak mampu membayar.

Rakyat Palestina yang miskin tak mampu menebus tanahnya sendiri. Banyak keluarga menghadapi ancaman kehilangan rumah dan kampung halaman mereka.



Utusan Palestina Menghadap Sultan

Melihat ancaman itu, para ulama, tokoh adat, dan petani Palestina mengutus seorang alim bernama Syaikh Yusuf Asy-Syaqiri, dari wilayah Al-Quds, untuk menghadap Sultan Abdul Hamid II di Istanbul.

Di hadapan Khalifah, Syaikh Yusuf mengadu:

“Wahai Khalifah, tanah Palestina sedang dikepung oleh utang dan tipu daya. Rakyatmu terancam kehilangan kehormatan dan rumah mereka.”


Sultan Abdul Hamid terdiam lama, lalu menjawab tegas:

“Jika mereka datang membawa air mata, maka aku akan menjawabnya dengan harta. Tidak akan aku biarkan tanah suci itu jatuh ke tangan musuh karena utang!”



Langkah Nyata Sang Sultan

Sultan Abdul Hamid segera memerintahkan:

Utang rakyat di Al-Quds, Nablus, dan Haifa agar dilunasi secara diam-diam dari kas kekhalifahan.

Register tanah wakaf dibentuk, agar tanah umat tidak bisa dijual seenaknya, terutama kepada Zionis.

Dana pribadi kesultanan digunakan untuk menebus kembali tanah-tanah strategis yang telah berpindah tangan.

Larangan hukum resmi dikeluarkan: tanah Palestina tak boleh dijual kepada orang asing, apalagi Zionis.


Ia juga mengirim surat kepada para gubernur di wilayah Syam:

“Jika rakyatku tidak mampu membayar utangnya kepada rentenir, maka bayarkan diam-diam dari dana kekhalifahan. Jangan biarkan mereka kehilangan tanah karena kemiskinan.”

Bagi sang Sultan, utang rakyat bukan sekadar masalah ekonomi, tapi persoalan kehormatan umat Islam.



Penolakan Terhadap Theodor Herzl

Pada 1901, Theodor Herzl secara langsung datang ke Istanbul dan menawarkan pelunasan seluruh utang negara Utsmani. Sebagai imbalan, ia meminta izin membeli tanah di Palestina dan membuka pintu migrasi Yahudi ke sana.

Sultan Abdul Hamid menjawab dengan sikap tegas dan bersejarah:

“Aku tidak akan menjual satu jengkal pun dari tanah Palestina. Tanah itu bukan milikku, tetapi milik umat. Jika kekhalifahan ini hancur sekalipun, biarlah ia hancur. Tapi tanah itu tetap tanah Islam.”



Perjuangan Diteruskan oleh Syaikh Izzudin Al-Qassam

Setelah Kekhilafahan Utsmani runtuh, dan Palestina jatuh ke tangan Inggris (1917–1948), penderitaan rakyat kian menjadi. Tapi perlawanan belum padam.

Muncullah Syaikh Izzudin Al-Qassam (1882–1935), ulama asal Suriah yang menetap di Haifa, Palestina. Ia menyaksikan sendiri akibat jeratan utang dan tipu daya kolonial Yahudi-Inggris terhadap rakyat Palestina.

Al-Qassam bangkit. Ia menyatukan rakyat miskin, buruh, dan petani, membentuk sel-sel perlawanan bersenjata. Ia bukan hanya dai, tapi juga mujahid.

Dalam khutbahnya, ia pernah berkata:

“Barang siapa menjual tanahnya kepada Yahudi, maka ia telah menjual agamanya dan kehormatannya.”

Syaikh Al-Qassam akhirnya gugur dalam pertempuran melawan Inggris, tetapi semangatnya terus hidup—menjadi inspirasi utama berdirinya Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas hari ini.

Tank Canggih Israel Dikejar Bocah Palestina: Lalu Siapa yang Sebenarnya Kuat? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Perang Iran-Israel hany...

Tank Canggih Israel Dikejar Bocah Palestina: Lalu Siapa yang Sebenarnya Kuat?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Perang Iran-Israel hanya 12 hari. Perang Hizbullah-Israel cuma dua bulan. Tapi Gaza? Sudah berbulan-bulan dibombardir, namun tak kunjung selesai. Kenapa?

Karena di Gaza, Israel tidak berhadapan dengan rudal canggih atau drone seribu unit. Tapi dengan jiwa tak gentar dan iman tak tergoyahkan. Di Gaza, bukan alat berat yang bicara—tapi keyakinan bahwa hidup mati ditentukan oleh Allah, bukan oleh tank Merkava buatan AS.

Ingat peristiwa yang terekam jelas di media penjajah sendiri:
Seorang pejuang Palestina berlari ke arah tank Israel dan meledakkannya dengan bom rakitan.
Tank yang katanya tak bisa dihancurkan, hancur berantakan.
Tujuh tentara di dalamnya mati.

Lalu di hari lain, seorang anak muda Palestina—hanya bersenjatakan senapan sederhana—mengejar tank Israel yang justru lari terbirit-birit.

Siapa sebenarnya yang harusnya takut?



Amerika Tak Butuh Gencatan Senjata, Mereka Butuh Israel Menang

Dalam perang Iran dan Hizbullah, ketika Israel mulai terdesak, Amerika langsung turun tangan. Pesawat, rudal, logistik dikirimkan. Dunia tahu siapa sebenarnya "sutradara" konflik ini.

Tapi kenapa di Gaza, gencatan senjata gagal terus?

Karena Amerika sedang menunggu dan mengulur waktu—mereka berharap Israel segera menang dan menghapus Gaza dari peta. Tapi yang terjadi sebaliknya: semakin lama perang, semakin hancur moral dan militer Israel.

Avi Ashkenazi, jurnalis senior Ma'ariv, terang-terangan mengatakan:
“Tentara Israel berada di ambang kehancuran. Ini perang tak masuk akal!”



Gaza: Bukan Sekadar Wilayah, Tapi Neraka Bagi Penjajah

Israel terus menggempur Gaza dengan jet tempur dan bom vakum. Tapi satu hal yang tidak bisa mereka bom adalah: semangat hidup orang-orang Gaza.

> Rumah mereka hancur. Anak mereka mati. Tapi tekad mereka justru bertambah kuat.
Satu anak syahid, sepuluh pemuda bangkit.
Satu masjid roboh, seribu suara takbir menggema.

Di Gaza, batu melawan tank, bom rakitan melawan pesawat F-35, doa melawan propaganda dunia.

Dan dunia menyaksikan, bagaimana sebuah bangsa kecil yang diblokade, dijajah, dan dikubur hidup-hidup justru mengguncang sendi-sendi moral penjajah.



 Israel Akan Kalah, Tapi Dunia Harus Tahu Bagaimana Mereka Jatuh

Perang Gaza belum berakhir karena kebenaran sedang berjalan perlahan namun pasti.

Israel akan kalah—tapi bukan karena kehabisan bom. Mereka akan kalah karena kehabisan harga diri, semangat, dan legitimasi moral.

Mereka kalah karena takut pada bocah Gaza yang siap mati demi kebebasan.
Mereka kalah karena dunia akhirnya sadar: yang dijajah bukan teroris, tapi manusia yang membela tanahnya.

Dan sampai tubuh raksasa Zionis itu tenggelam dalam lumpur yang mereka gali sendiri, Gaza akan terus bertahan.
Bukan karena senjata,
Tapi karena Tuhan mereka tidak tidur.

Mengapa Perang Gaza Tak Kunjung Berakhir? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Perang antara Iran dan Israel hanya berlangsung 12 hari—dar...

Mengapa Perang Gaza Tak Kunjung Berakhir?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Perang antara Iran dan Israel hanya berlangsung 12 hari—dari 13 hingga 25 Juni 2025. Perang antara Israel dan Hizbullah di Lebanon pun relatif singkat, dimulai pada 1 Oktober 2024 dan berakhir dengan gencatan senjata pada 27 November 2024. Tetapi sangat berbeda halnya dengan Gaza: perang di sana berlangsung terus tanpa ujung, walau berbagai upaya gencatan senjata terus digelar. Mengapa perang Gaza justru menjadi yang paling lama dan tak kunjung selesai?

Dalam perang melawan Iran, kita menyaksikan pertempuran antara dua kekuatan yang relatif seimbang secara militer: rudal melawan pesawat tempur. Dalam perang melawan Hizbullah, pasukan darat Israel menghadapi infrastruktur perlawanan yang solid, lengkap dengan rudal dan drone. Kedua pihak memiliki kekuatan tempur yang setara dalam aspek-aspek teknis.

Namun Gaza berbeda. Perang di sana sangat tidak berimbang. Pasukan penjajah Israel memiliki persenjataan tercanggih di dunia, sedangkan pejuang Palestina bersenjata sederhana dan terbatas. Tetapi justru karena ketimpangan inilah, wajah asli konflik Gaza terlihat jelas: ini bukan sekadar perang antar militer, melainkan ujian sejarah antara penjajahan dan perlawanan, antara imperialisme dan keberanian rakyat.

Dalam perang melawan Iran dan Hizbullah, Israel sempat terdesak. Dunia menyaksikan bagaimana Amerika Serikat langsung turun tangan untuk menyelamatkan sekutunya. Kedok perlindungan buta AS terhadap Israel pun semakin terbuka. Tetapi di Gaza, meskipun pasukan Israel menggempur habis-habisan, mereka belum juga mencapai kemenangan. Amerika pun memilih menunggu dan mengulur waktu, berharap perang segera dimenangkan oleh Israel—yang sampai hari ini belum terjadi.

Di tengah ketimpangan ini, Allah SWT menampakkan kebenaran firman-Nya. Karakter pengecut yang mendarah daging di dalam jiwa Yahudi ditampakkan di medan perang. Benteng pertahanan mereka tak menyelamatkan. Rumah-rumah yang mereka bangun hancur oleh tangan mereka sendiri.

Bagaimana mungkin satu orang pejuang Palestina bisa membunuh tujuh tentara Israel yang berlindung dalam tank tercanggih di dunia? Tapi ini benar-benar terjadi. Kita telah berkali-kali menyaksikan video seorang pejuang Palestina keluar dari persembunyiannya, mendekati tank, lalu meledakkannya dengan bom. Bahkan, ada adegan di mana seorang pejuang dengan senapan biasa mengejar tank Israel yang lari terbirit-birit.

Fenomena ini memalukan bagi militer Israel, dan menjadi bahan kritik tajam di media penjajah. Beberapa komentator berdalih bahwa tank-tank tersebut tidak memenuhi standar militer karena tidak dilengkapi kamera 360 derajat. Namun, yang terlihat nyata justru keberanian pejuang Palestina dibanding ketakutan tentara penjajah.

Avi Ashkenazi, koresponden militer surat kabar Ma'ariv, mengakui bahwa tentara Israel kini berada di ambang kehancuran di Gaza. Ia menyebut bahwa kelanjutan perang ini tidak masuk akal lagi dan menyerukan untuk segera mengakhirinya sebelum Israel menanggung kerugian yang lebih besar.

Meski demikian, Israel tetap akan terus membumihanguskan Gaza. Tak ada yang benar-benar mampu menghentikannya—tidak PBB, tidak AS, tidak negara Arab sekalipun. Namun Allah SWT sedang bekerja membongkar kebusukan mereka dari dalam. Ketika sendi-sendi kekuatan itu runtuh, tubuh raksasa penjajah itu akan terseret ke dalam lumpur kehancuran yang mereka gali sendiri.

Inilah sebabnya mengapa perang Gaza tak pernah benar-benar berakhir.
Karena Gaza bukan sekadar wilayah—ia adalah medan ujian sejarah dan iman.

Kisah Imam Mazhab dalam Berinteraksi dengan Hutang Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar Narasi: ChatGPT  Berikut adalah kisah-kisah...

Kisah Imam Mazhab dalam Berinteraksi dengan Hutang

Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT 


Berikut adalah kisah-kisah para imam mazhab fiqih (Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi‘i, dan Ahmad) yang menunjukkan betapa besar perhatian mereka terhadap utang sebagai bagian dari akhlak Islam yang luhur:


1. Imam Abu Hanifah (w. 150 H): Tidak Pernah Lalai Melunasi Utang

Imam Abu Hanifah adalah seorang pedagang kain yang jujur dan sangat berhati-hati dalam muamalah.

Suatu ketika, ia membeli kain dari seorang mitra dagang, namun kain itu ada cacatnya. Ia sudah mengingatkan si penjual, dan berniat menjualnya dengan memberitahu kecacatannya. Tapi karena lupa memberi tahu pembeli berikutnya, ia merasa bertanggung jawab.

Maka Imam Abu Hanifah mengembalikan seluruh keuntungan dari kain tersebut dan bahkan mengganti kerugian pembeli dari hartanya sendiri, walau pembeli tak menuntut. Ia menganggap itu sebagai “utang moral” yang harus dibayar.

Pelajaran: Imam Abu Hanifah menganggap kesalahan yang tidak disengaja pun perlu ditebus, karena bisa menjadi tanggungan di akhirat.


2. Imam Malik bin Anas (w. 179 H): Tidak Ingin Wafat dalam Keadaan Berutang

Imam Malik sangat menjaga kehormatan dirinya. Dalam riwayat, ia sangat berhati-hati agar tidak berutang, dan bila terpaksa meminjam, ia segera melunasinya.

Suatu ketika menjelang wafat, ia memanggil kerabatnya dan berkata:

“Periksalah apakah aku punya utang kepada seseorang.”
Jika ada, ia meminta agar segera dibayar, karena ia tidak ingin meninggal dunia dengan membawa beban utang, walau hanya satu dinar.

Pelajaran: Imam Malik sadar bahwa utang bisa menahan ruh seseorang dari kenikmatan akhirat, dan ia ingin menghadap Allah dengan dada lapang dan bersih.


3. Imam Syafi‘i (w. 204 H): Sabar Melunasi Utang Meski dalam Ujian Berat

Dalam pengembaraannya mencari ilmu, Imam Syafi‘i pernah mengalami kesulitan ekonomi dan berutang kepada seorang temannya. Ia merasa sangat berat hingga berkata:

 “Aku tidak khawatir dengan kemiskinan, tapi aku takut utang yang membuatku tak tenang dalam beribadah.”

Setelah mendapatkan sedikit harta, hal pertama yang ia lakukan adalah melunasi utangnya, meskipun ia masih dalam keadaan sempit. Ia menolak membeli makanan lebih baik sebelum membayar utangnya.

Pelajaran: Imam Syafi‘i menunjukkan bahwa kemuliaan akhlak lebih penting daripada kenyamanan pribadi.


4. Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H): Memilih Hidup Sederhana Agar Tak Berutang

Imam Ahmad dikenal sangat zuhud dan tidak suka meminta, apalagi berutang.

Suatu hari anaknya berkata:

“Wahai Ayah, kita kekurangan makanan. Mengapa tidak berutang saja dahulu?”

Imam Ahmad menjawab:

“Aku lebih memilih kelaparan daripada berutang lalu tidak bisa melunasinya. Aku tidak ingin menghadap Allah dengan membawa beban orang lain.”

Namun jika benar-benar terpaksa berutang, ia langsung mencatat dan menjadikannya prioritas utama untuk dilunasi, walau harus mengorbankan kebutuhannya sendiri.

Pelajaran: Imam Ahmad mendidik keluarganya dengan akhlak qana‘ah dan tanggung jawab dalam utang.



Kesimpulan:

Keempat imam mazhab memiliki sikap yang sama dalam urusan utang:

Tidak menganggap enteng utang, walau sedikit

Berusaha keras melunasi dengan segera

Takut utang menjadi beban di akhirat

Menjaga nama baik dan tanggung jawab pribadi


 "Utang adalah janji dan amanah. Orang berilmu dan bertakwa tak akan main-main dengan janji, apalagi yang menyangkut hak orang lain." — (Hikmah dari para imam)

Kisah Tabiin Melunasi Hutang Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar Narasi: ChatGPT Berikut adalah kisah-kisah para tâbi‘in (gener...


Kisah Tabiin Melunasi Hutang

Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT

Berikut adalah kisah-kisah para tâbi‘in (generasi setelah sahabat) yang bersegera melunasi utang, menunjukkan warisan akhlak luhur dari para sahabat dan Rasulullah ï·º dalam hal amanah dan tanggung jawab keuangan:

1. Abu Hazim Salamah bin Dinar: Lebih Memilih Mati daripada Menunda Utang

Abu Hazim adalah seorang tâbi‘in dan ahli zuhud terkenal di Madinah. Ia dikenal sangat hati-hati dalam urusan utang.

Suatu ketika ada yang bertanya kepadanya:

"Wahai Abu Hazim, mengapa engkau tidak pernah berutang, padahal hidupmu sederhana dan penuh kebutuhan?"

Ia menjawab:

"Aku takut kepada firman Allah:
'Sesungguhnya utang itu akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban.'
Maka aku lebih memilih makan sedikit dan tidur di tanah, daripada kelak di akhirat aku datang dengan dosa utang yang belum terbayar."

Meski hidup miskin, Abu Hazim tidak pernah berutang kecuali sangat darurat, dan bila berutang, ia segera melunasinya.

> Pelajaran: Kesadaran spiritual tentang bahaya utang di akhirat membuat para tâbi‘in sangat berhati-hati dan cepat menyelesaikannya bila terpaksa berutang.

2. Muhammad bin Sirin: Melunasi Utang Besar dalam Keadaan Bangkrut

Muhammad bin Sirin adalah tâbi‘in besar dan ahli tafsir mimpi terkenal. Suatu masa, ia mengalami kebangkrutan dalam bisnis dan memiliki utang hingga 30.000 dirham, jumlah yang sangat besar kala itu.

Meskipun jatuh miskin, ia tidak kabur dari kewajiban. Ia tetap berada di kota dan berkata:

“Aku tidak akan meninggalkan kota ini sebelum aku melunasi seluruh utangku.”

Ia bekerja keras, meminta penangguhan yang baik, dan satu per satu ia lunasi semua utangnya sampai tuntas, tanpa menyisakan satu dirham pun.

Pelajaran: Muhammad bin Sirin menunjukkan tanggung jawab luar biasa walau dalam keadaan sulit, dan tetap menjaga nama baik serta kepercayaan orang lain.

3. Al-Hasan Al-Bashri: Tidak Tidur Nyenyak Bila Masih Berutang

Al-Hasan Al-Bashri, seorang tâbi‘in besar yang dihormati karena ilmunya dan kezuhudannya, dikenal tidak pernah membiarkan utang menumpuk.

Pernah suatu malam ia tampak gelisah dan tidak bisa tidur. Ketika ditanya, ia berkata:

“Aku belum membayar utang kepada fulan. Bagaimana aku bisa tidur tenang, sedangkan Rasulullah ï·º bersabda bahwa ruh seorang mukmin tergantung karena utangnya?”

Keesokan harinya, ia langsung melunasi utangnya dan baru tampak tenang.

> Pelajaran: Rasa takut kepada Allah dan sabda Nabi ï·º menjadikan hati mereka tidak tenang sebelum melunasi utang. Ini adalah tanda keimanan yang hidup.

4. Thawus bin Kaisan: Tidak Mau Salat Berjamaah Bila Punya Utang

Thawus bin Kaisan, tâbi‘in dari Yaman yang sangat mencintai ibadah, pernah tidak ikut salat berjamaah padahal sangat rajin melakukannya.

Ketika ditanya, ia berkata:

“Aku punya utang dan belum lunas. Aku khawatir ibadahku tidak diterima selagi aku menunda-nunda pembayaran utang padahal aku mampu.”

Ia segera melunasi utangnya, dan baru kembali ke masjid dengan wajah lega.

Pelajaran: Para tâbi‘in menganggap utang bukan hanya urusan ekonomi, tapi juga mempengaruhi kualitas ibadah mereka.

Penutup:

Para tâbi‘in mewarisi semangat para sahabat:

Tidak menunda utang walau dalam kesulitan

Menjadikan utang sebagai amanah akhirat

Menjaga kehormatan dan kepercayaan masyarakat

Takut jika ibadah mereka terhalang oleh beban utang

Kisah Sahabat yang Bersegera Melunasi Hutangnya Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar Narasi: ChatGPT  Berikut adalah beberapa kisah...

Kisah Sahabat yang Bersegera Melunasi Hutangnya

Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT 


Berikut adalah beberapa kisah sahabat Rasulullah ï·º yang segera melunasi utangnya, menunjukkan kesungguhan dan tanggung jawab mereka terhadap amanah keuangan:


1. Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu: Melunasi Utang Besar Secara Tuntas

Zubair bin Awwam adalah sahabat yang sangat berhati-hati terhadap utang. Sebelum wafat dalam Perang Jamal, ia berkata kepada putranya, Abdullah bin Zubair:

“Anakku, aku khawatir utangku akan membebani keluargaku. Aku ingin engkau melunasinya….”


Abdullah berkata, “Ayah, hartamu lebih dari cukup untuk melunasi utang.”

Zubair menjawab, “Jika kamu tidak mampu, mintalah pertolongan dari Tuhanku.”

Setelah wafat, ternyata utang Zubair mencapai dua juta dirham! Namun Abdullah bin Zubair dengan penuh amanah dan keyakinan berhasil melunasi seluruh utang ayahnya dengan harta warisan yang halal dan cermat dalam pengelolaannya.

Pelajaran: Zubair berwasiat tegas tentang utangnya, dan anaknya melaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Ini menunjukkan kesadaran spiritual dan akhlak amanah dalam keluarga sahabat.


2. Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu: Rela Membayar Utang Orang Lain agar Diampuni Dosanya

Suatu ketika seorang laki-laki meninggal dan masih memiliki utang dua dinar. Rasulullah ï·º enggan menyalatinya dan bersabda:

“Salatkanlah saudaramu ini, karena dia masih memiliki utang.”


Lalu Abu Qatadah berkata, “Wahai Rasulullah, saya yang akan menanggung utangnya.”

Maka Rasulullah ï·º pun menyalatinya. Beberapa hari kemudian, Rasulullah ï·º bertanya:

“Apa yang kamu lakukan terhadap dua dinar itu, wahai Abu Qatadah?”
Ia menjawab, “Sudah saya lunasi.”
Rasulullah ï·º bersabda: “Sekarang barulah kulitnya dingin dari api neraka.”
(HR. Ahmad)


Pelajaran: Bahkan ketika tidak berutang secara pribadi, sahabat tetap menunjukkan kepedulian luar biasa terhadap beban utang sesama Muslim.


3. Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu: Melunasi Utang Sebelum Hijrah Bebas

Salman awalnya adalah budak milik seorang Yahudi di Madinah. Ia ingin bebas untuk ikut berjihad dan berhijrah. Maka ia membuat perjanjian mukatabah (tebusan diri) kepada tuannya.

Tebusannya sangat besar: 300 pohon kurma dan 40 uqiyah emas.

Rasulullah ï·º membantu menggalang bantuan dari para sahabat. Mereka menyumbang bibit pohon kurma dan emas, dan Nabi sendiri ikut menanamnya. Setelah selesai dan tumbuh semua pohon, Salman bebas dan melunasi seluruh utangnya.

Pelajaran: Ini menunjukkan semangat sahabat melunasi utang untuk menunaikan cita-cita mulia, dan bagaimana komunitas sahabat saling tolong-menolong dalam urusan utang secara kolektif.


4. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu: Prioritaskan Utang dalam Wasiat

Umar bin Khattab ketika ditusuk menjelang wafat, berkata kepada putranya Abdullah:

 “Lihatlah berapa utangku, dan bayarlah dari harta keluargaku. Jika tidak cukup, mintalah bantuan dari Bani Adi. Jika masih tidak cukup, mintalah dari Quraisy, dan jangan sampai utangku tidak dibayar.”


Pelajaran: Bahkan saat menjelang ajal, Umar memikirkan utangnya dengan sangat serius. Ini menunjukkan sikap tanggung jawab yang luar biasa dari seorang pemimpin dan sahabat besar.


Kesimpulan:

Para sahabat Nabi ï·º memberikan teladan agung dalam menyegerakan pelunasan utang. Mereka:

Tidak menunda bila mampu

Membuat wasiat khusus untuk melunasi

Membantu orang lain melunasi

Melibatkan komunitas untuk membantu utang orang miskin




Sekelumit Nurani di Tengah Jahiliyah Protes Orang Quraisy terhadap Kekerasan Pemuka Quraisy terhadap Rasulullah ï·º Ide Tulisan: N...

Sekelumit Nurani di Tengah Jahiliyah

Protes Orang Quraisy terhadap Kekerasan Pemuka Quraisy terhadap Rasulullah ï·º


Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT


Masih Ada Nurani

Sejarah dakwah Rasulullah ï·º di Mekah kerap dipahami sebagai kisah tentang penolakan dan kekerasan. Dan memang benar, sebagian besar tokoh Quraisy saat itu sangat agresif menolak ajakan Nabi Muhammad ï·º, bahkan hingga menyiksa para sahabat, memboikot keluarganya, dan merancang pembunuhan.

Namun di balik tirai penindasan itu, sejarah mencatat dengan jelas: tidak semua orang Quraisy menyetujui cara-cara keji yang dilakukan para pemuka mereka. Ada suara-suara yang muncul—pelan tapi berani—yang mempertanyakan, menolak, bahkan memprotes perlakuan tidak manusiawi terhadap Nabi ï·º dan keluarganya.


1. Ketika Boikot Menjadi Titik Balik Nurani

Salah satu bentuk penindasan paling kejam terjadi pada tahun ke-7 kenabian, ketika para pemuka Quraisy memberlakukan boikot sosial, ekonomi, dan pernikahan terhadap Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib, dua kabilah yang menolak menyerahkan Nabi kepada Quraisy.

Selama hampir tiga tahun, mereka diasingkan di lembah sempit (Syi‘ib Abi Thalib), hidup dalam kelaparan, keterasingan, dan kekurangan.

Namun tekanan ini tidak membuat semua Quraisy diam. Tokoh-tokoh seperti Hisham bin ‘Amr, Zuhair bin Abi Umayyah, Mut‘im bin ‘Adi, dan Abu al-Bukhturi mulai menyusun gerakan diam-diam untuk menghentikan boikot.

> "Apakah kita membiarkan keluarga kita mati kelaparan hanya karena mereka membela darah daging mereka sendiri?"
—Zuhair bin Abi Umayyah, dalam rapat rahasia anti-boikot

Mereka akhirnya membongkar perjanjian boikot yang disimpan di dalam Ka‘bah. Ditemukan bahwa dokumen tersebut telah dimakan rayap, meninggalkan hanya nama Allah. Peristiwa ini menjadi momen dramatis yang membuka mata banyak pihak dan mencabut boikot secara resmi.


2. Mut‘im bin ‘Adi: Pelindung Rasul dari Kaum Sendiri

Salah satu tokoh Quraisy yang mencolok dalam pembelaan moral terhadap Nabi adalah Mut‘im bin ‘Adi. Ia memang tidak masuk Islam, tapi menunjukkan keberanian luar biasa saat Rasulullah ï·º kembali dari Thaif dalam keadaan terluka dan diusir.

Mengetahui bahwa Nabi hendak masuk ke Mekah tanpa perlindungan, Mut‘im berdiri bersama anak-anaknya, menghunus pedang di pintu Ka‘bah, dan menyatakan bahwa Muhammad masuk kota di bawah jaminan dan perlindungannya.

Ini adalah bentuk protes sosial diam-diam kepada Quraisy: bahwa perbedaan keyakinan tidak boleh menjadi alasan untuk menghancurkan nilai-nilai kehormatan dan perlindungan sesama warga kota.


3. Abu Thalib: Protes Melalui Keteguhan

Tak ada tokoh Quraisy yang lebih konsisten melindungi Nabi ï·º selain Abu Thalib, pamannya sendiri. Meskipun tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat, Abu Thalib menolak tunduk pada tekanan kolektif untuk menyerahkan keponakannya.

Ia bahkan dengan tegas berkata dalam bait syair:

“Demi Allah, mereka tidak akan bisa menyentuhnya,
sampai aku dibaringkan mati dan dikuburkan.”


Abu Thalib bukan hanya pembela dalam darah, tapi simbol protes sosial terhadap tindakan barbar yang melampaui nilai-nilai kesukuan dan kehormatan bangsa Arab.


4. Tak Semua Menolak Karena Benci, Sebagian Karena Malu

Menariknya, protes sebagian Quraisy tidak selalu didorong oleh iman, tapi oleh rasa malu, harga diri, dan akal sehat sosial. Mereka menyadari bahwa menyiksa sesama, menindas keluarga sendiri, dan mempermalukan bangsawan Quraisy adalah aib yang mencederai tradisi dan kehormatan Arab.

Sebagian tokoh seperti al-Walid bin al-Mughirah bahkan mengakui keindahan bacaan Al-Qur’an, meskipun kemudian memilih untuk menolaknya karena tekanan politik dan gengsi sosial.



Celah Moral di Tengah Gelapnya Jahiliyah

Perjalanan dakwah Rasulullah ï·º menunjukkan bahwa kebenaran selalu menemukan sekutu, meski kadang datang dari tempat yang tak terduga. Di tengah kekerasan, boikot, dan penindasan, masih ada suara hati yang memilih membela yang benar meskipun tidak seiman.

Sejarah ini mengajarkan kita: dalam masyarakat sejahat apa pun, selalu ada nurani yang belum mati. Tugas umat Islam hari ini adalah membaca celah moral itu, merawatnya, dan menyinari jalan dengan hikmah—sebagaimana dilakukan Rasulullah ï·º.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (224) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (464) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (234) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (139) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)