basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story: Al-Qur'an

Choose your Language

Tampilkan postingan dengan label Al-Qur'an. Tampilkan semua postingan

Al-Qur’an, Hukum Kepastian Oleh: Nasrulloh Baksolahar > “Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar suatu perkataan yang memisa...

Al-Qur’an, Hukum Kepastian

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

> “Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar suatu perkataan yang memisahkan (antara yang hak dan batil), dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.”
(QS. At-Thariq: 13–14)

Bukankah manusia ingin hidup yang pasti-pasti saja?


---

Hidup ini bukan teka-teki.
Ia bukan ruang gelap yang dipenuhi kebetulan. Segala sesuatu memiliki hukum, arah, dan akhir yang pasti. Allah tidak menciptakan semesta ini dengan sia-sia, dan tidak pula membiarkan manusia berjalan tanpa peta.

Maka ketika Al-Qur’an diturunkan, ia bukan hanya kitab bacaan—ia adalah qawl fasl, keputusan tegas dan final tentang segala perkara dalam hidup. Bukan opini, bukan narasi, dan bukan pula dongeng masa lalu. Ia adalah hukum dari langit. Ia adalah algoritma dari Sang Maha Mengetahui, yang telah menuliskannya jauh sebelum segalanya dimulai.


---

Rencana Allah Itu Teguh

Lihatlah sejarah. Semua bentuk kezaliman, sehebat apa pun tampaknya, selalu menuju kehancuran. Namrudz, Firaun, Qarun, para penentang nabi dan rasul—semuanya diberi waktu. Tapi waktu itu bukan untuk menang. Itu hanyalah masa tangguhan sebelum hukum Allah ditegakkan atas mereka.

> “Dan tidaklah Tuhanmu lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Hud: 123)



Mereka tidak lolos. Tidak pernah. Karena hukum Allah adalah hukum kepastian. Ia telah ditulis di Lauh Mahfuzh—tak dapat diganggu, ditawar, atau dibatalkan oleh siapa pun.


---

Al-Qur’an: Ringkasan Ketetapan Lauh Mahfuzh

Tahukah engkau, dari mana datangnya Al-Qur’an?

Dari Lauh Mahfuzh—papan catatan agung di mana seluruh takdir semesta telah tertulis. Maka Al-Qur’an bukan hanya petunjuk. Ia adalah penjabaran dari segala hukum yang telah Allah tetapkan. Ia adalah versi terbaca dari ketentuan abadi di sisi-Nya, untuk manusia pelajari dan ikuti.

> “Bahkan yang didustakan itu adalah Al-Qur’an yang mulia, (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.”
(QS. Al-Buruj: 21–22)



Di sana tertulis segala arah. Segala nasib. Segala hasil. Tapi manusia lebih sibuk mengikuti algoritma dunia maya—yang bisa diubah, dimanipulasi, dan dijual—daripada mengikuti algoritma kehidupan yang disusun langsung oleh Tuhan semesta alam.


---

Setiap Perjalanan Sudah Ditetapkan

Petani memahami tanah. Ia tahu kapan harus menanam, jenis bibit apa yang sesuai, kapan musim hujan akan datang. Bila ia menentang hukum alam, ia akan gagal panen.

Demikian pula kehidupan. Bila manusia berjalan di luar batas hukum Al-Qur’an, ia akan gagal. Bukan karena Allah murka seketika, tapi karena sistem kehidupan itu sendiri akan menghancurkan yang menentangnya. Sebab, semua telah dituliskan. Semua ada jalurnya.

> “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an) sebagai kebenaran dan keadilan. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya.”
(QS. Al-An'am: 115)



Maka jangan bertanya, “Mengapa orang baik menderita?”
Tunggulah ujung kisahnya.

Jangan pula berkata, “Mengapa orang zalim tampak bahagia?”
Tunggulah ketika hukum itu ditegakkan.

Kita hidup dalam sistem kepastian, bukan kebetulan. Kita hanya diminta untuk bersabar dan percaya.


---

Hijrah: Bukan Sekadar Pindah, tapi Masuk ke Dalam Hukum Allah

Sebelum Rasulullah ﷺ hijrah, Allah tidak membekalinya dengan tentara, senjata, atau dukungan dari kekuatan dunia. Yang Allah beri justru dua kisah:

1. Kisah Nabi Musa, dari kelahiran dalam ancaman hingga hijrah ke Madyan dan kembali sebagai pembebas.


2. Kisah Nabi Yusuf, dari pengkhianatan saudara hingga menjadi pemimpin negeri dan memeluk kembali keluarganya.



Mengapa hanya kisah?

Karena bagi Rasulullah ﷺ, kisah itu bukan dongeng. Ia adalah petunjuk atas jalan yang akan beliau tempuh. Dan beliau tahu, yang mengisahkan adalah Allah. Maka semua yang tertulis di dalamnya, akan menjadi kenyataan.

Hijrah itu berat. Harta ditinggal. Sahabat dibunuh. Dikejar, diburu, dan dicaci. Tapi Al-Qur’an tidak membiarkan perjuangan itu kosong. Ia sudah memberi sinyal dari awal: “Lihatlah kisah Yusuf. Lihatlah kisah Musa. Engkau akan melaluinya. Tapi engkau akan menang.”

Itulah hukum kepastian.
Bagi siapa pun yang istiqamah, janji Allah adalah jaminan. Dan kisah-kisah itu adalah template sejarah bagi umat Muhammad ﷺ.


---

Bagaimana Akhir dari Segala Hal?

Satu pertanyaan yang harus terus kita ajukan adalah:

> Bagaimana akhir dari sabar?

Bagaimana ujung dari tawakal?

Apa hasil dari menahan amarah, menolak suap, dan menjaga shalat?



Jawabannya telah ditulis. Tertata. Dijamin.

Sebagaimana akhir dari kekikiran, pengkhianatan, kerakusan, dan kezaliman juga telah tertulis. Semua akan sampai pada ujung yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an.

Maka jika engkau sedang dizalimi, bersabarlah. Bukan karena diam itu enak. Tapi karena engkau tahu siapa yang sedang menuliskan takdirmu.


---

Qalam: Pena Pertama dan Awal Segalanya

Apa yang pertama kali Allah ciptakan?

Qalam. Pena.

Untuk apa? Untuk menulis.

Sebelum segala yang terlihat, ada yang dituliskan. Sebelum “Jadilah!”, ada yang dirancang.

Allah menulis dahulu. Baru berkata: “Kun, fa yakun.” Maka jadilah.

> “Yang mengajar manusia dengan pena.”
(QS. Al-‘Alaq: 4)



Itulah sistem. Itulah desain besar. Dan Al-Qur’an adalah jendela kecil yang diberikan Allah kepada manusia untuk mengintip sebagian dari sistem-Nya.

Apakah setelah semua itu engkau masih merasa hidup ini tidak memiliki arah?


---

Al-Qur’an Tidak Membutuhkan Pembenaran Manusia

Ada orang yang bertanya: “Tapi mengapa hukum Allah terasa berat?”
Jawaban: Karena hawa nafsu sudah terbiasa dengan yang ringan dan sesat.

Ada yang bertanya: “Bagaimana bisa yakin, padahal belum melihat hasilnya?”
Jawaban: Karena iman bukan menunggu bukti, tapi yakin kepada Dzat yang memberi janji.

Al-Qur’an tidak menyesuaikan diri dengan dunia. Dunia inilah yang harus tunduk pada Al-Qur’an. Siapa yang menentangnya, pasti hancur.

Siapa yang mematuhinya, pasti menang.

> “Sesungguhnya hari keputusan (yaum al-fasl) itu adalah waktu yang telah ditetapkan.”
(QS. An-Naba': 17)



Hari itu akan datang. Tapi sebelum hari itu, hukum Allah telah berlaku dalam kehidupan sehari-hari.


---

Masihkah Engkau Ragu?

Coba renungkan…

Jika engkau masih ragu kepada janji Allah, lalu kepada siapa engkau akan percaya?

Kepada manusia yang diciptakan dari air yang hina? Kepada harta yang bisa hilang dalam semalam? Kepada kekuasaan yang bisa runtuh oleh satu penyakit?

Bukankah lebih layak engkau percaya pada Dzat yang menciptakan segalanya? Yang tidak pernah tidur, tidak pernah salah, dan tidak pernah lupa?

> “Inilah Kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 2)




---

Kesimpulan: Jalan Satu-Satunya

Hidup ini sangat terang. Terang oleh cahaya Al-Qur’an dan cahaya Nabi ﷺ. Jalan telah dibuka. Petunjuk telah diberikan. Tidak ada lagi alasan untuk bingung, khawatir, atau takut.

Satu-satunya jalan hidup yang benar dan penuh berkah adalah:

Mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan.

Menjauhi apa yang Allah dan Rasul-Nya larang.


Tidak lebih. Tidak kurang.

> “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.”
(QS. Al-Ahzab: 36)




---

Maka bila engkau pemimpin, bawa umatmu kepada hukum ini.
Bila engkau guru, ajarkan kurikulum langit ini.
Bila engkau ayah, bimbing keluargamu dengan cahaya ini.

Dan bila engkau sendiri, berjalanlah dengan Al-Qur’an sebagai teman. Karena di ujungnya, kemenangan telah dijanjikan.

Bukan karena kita kuat. Tapi karena hukum-Nya pasti.


---

Al-Qur’an, Kurikulum Kehidupan Para Pemimpin Oleh: Nasrulloh Baksolahar Apakah engkau pemimpin? Atau ingin menjadi pemimpin? Mak...

Al-Qur’an, Kurikulum Kehidupan Para Pemimpin

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Apakah engkau pemimpin? Atau ingin menjadi pemimpin? Maka, bertanyalah: siapa gurumu? Dari mana engkau menimba ilham dan arah?

Karena sesungguhnya, pemimpin adalah orang pertama yang diuji dalam keyakinan. Ia berdiri paling depan, membawa visi saat orang lain masih tertunduk pada kenyataan. Ia harus melihat cahaya bahkan dalam malam pekat.

Dan Al-Qur’an… bukan sekadar bacaan. Ia adalah ujian. Ia bukan kitab hiburan, tapi panduan tempur jiwa. Ia tidak datang untuk menyenangkan, melainkan untuk menyaring: siapa yang benar-benar beriman, siapa yang hanya ikut angin. Ia datang sebagai furqan—pemisah—bukan kompromi.


---

Ujian Keyakinan

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti orang-orang sebelum kamu?” (Q.S. Al-Baqarah: 214)

Begitulah suara Al-Qur’an. Tegas. Tak meninabobokan. Al-Qur’an tidak mengajarkan cara menjadi penguasa, tetapi cara menjadi pemimpin—pemikul amanah, bukan pengejar tahta.

Ia menguji: mana yang lebih kau yakini—janji Allah atau janji manusia? Kekuasaan Allah atau dominasi para adidaya? Simpanan di sisi Tuhan atau harta yang dikulum para taipan?

Padahal, yang di sisi manusia fana. Mudah dirampas. Sebaliknya, yang di sisi Allah adalah kebenaran yang tak lapuk oleh waktu.

Kau bisa membaca surat-surat itu, tapi pertanyaannya bukan seberapa sering kau membacanya. Pertanyaannya adalah: apakah engkau percaya padanya?


---

Keyakinan yang Diuji dalam Titik Genting

Mari bayangkan…

Andai engkau berada dalam kobaran api seperti Ibrahim, masihkah yakin kepada Allah?

Andai kau dan keluargamu terjepit di tepi laut, dengan pasukan Firaun datang mengejar, masihkah yakin akan datang pertolongan?

Andai usia telah renta dan istri mandul seperti Nabi Zakaria, masihkah yakin akan datang karunia?

Andai engkau seperti pemuda Ashabul Kahfi, bersembunyi dalam gua, dikepung kekuasaan tirani, masihkah yakin bahwa Allah akan menutup pandangan musuh?

Titik-titik genting itulah tempat iman diuji. Dan di situlah pemimpin lahir—dari api, bukan dari kenyamanan.


---

Janji Siapa yang Lebih Engkau Percaya?

Seorang pemimpin tak hanya bicara strategi dan data. Ia bicara iman. Ia membaca tanda-tanda langit saat semua orang terpaku pada logika bumi.

Abu Bakar pernah diuji. Ketika Romawi dikalahkan Persia, kaum Quraisy menertawakan janji Al-Qur’an bahwa Romawi akan bangkit kembali. Tapi Abu Bakar tidak ragu. Ia bertaruh dengan hartanya, meyakini bahwa kemenangan akan datang sebagaimana yang dijanjikan.

Dan benar, beberapa tahun kemudian, Romawi menang. Bukan karena kekuatan militer semata, tetapi karena janji Tuhan tidak pernah palsu bagi yang yakin.

Inilah karakter pemimpin: ia percaya sebelum kemenangan datang. Ia yakin bukan karena melihat, tapi karena tahu apa yang dilihatnya berasal dari cahaya.


---

"Believing is Seeing"

Rhenald Kasali menyebutkan bahwa pemimpin perubahan tidak menunggu bukti untuk bergerak. Ia bergerak karena visi. Ia melihat yang belum ada. Ia meraba arah saat orang lain hanya memelototi peta.

Inilah yang juga diajarkan Al-Qur’an. Pemimpin sejati adalah mereka yang meyakini sesuatu yang belum tampak. Karena “percaya dulu, baru melihat”—itulah jalan orang-orang beriman.

Sedangkan dunia modern terbalik: ingin bukti dulu baru percaya. Ingin laba dulu baru memberi. Ingin kemenangan dulu baru melangkah.

Maka tak heran jika dunia kehilangan pemimpin sejati. Yang tersisa hanya para manajer ambisi dan peracik opini.


---

Al-Qur’an: Kurikulum Pemimpin, Bukan Budak

Al-Qur’an tidak turun untuk mencetak pengikut. Ia diturunkan untuk membentuk pemimpin. Jiwa-jiwa yang sanggup menyerap kesakitan, memikul tugas berat, dan tetap berjalan meski sendirian.

Bukankah yang menerima wahyu adalah para nabi dan rasul—pemimpin umat manusia?

Bukankah yang menghafal, mengajarkan, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai imam adalah para ulama dan pejuang peradaban?

Mereka bukan sekadar membaca. Mereka menafsirkan dengan darah, memaknainya dengan perjalanan, menjadikannya pelita di tengah gelapnya zaman.

Mereka tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai hiasan, tetapi sebagai senjata dan pelindung. Sebagai fondasi peradaban dan penunjuk arah. Sebagai kompas ketika dunia kehilangan utara.


---

Teknologi, Peradaban, dan Keajaiban dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an bukan kitab yang mengabaikan kemajuan. Ia justru mengisahkan tentang teknologi langit yang dicapai para hamba-Nya:

Perahu Nabi Nuh, cikal bakal rekayasa transportasi laut.

Kekuasaan Nabi Sulaiman dan Daud, yang memerintah manusia, jin, angin, dan hewan. Sebuah kepemimpinan ekologis yang menyatu dengan semesta.

Transportasi supercepat: pengiriman singgasana Ratu Saba dalam sekejap mata. Logistik dan kecepatan dalam satu genggaman.

Kaum Saba, yang membangun irigasi dan sistem pertanian yang lestari.

Tsamud dan Aad, yang menciptakan arsitektur besar dan pemukiman megah.


Semua itu ada dalam Al-Qur’an. Tapi bukan sekadar sejarah. Ia adalah pelajaran bagi pemimpin hari ini: bahwa kemajuan bukanlah musuh iman, melainkan buah dari iman yang benar.


---

Pemimpin yang Dipandu Langit

Maka, mari kita renungi: siapa yang menjadi pemandumu? Apakah dunia? Opini? Popularitas? Ataukah wahyu dari langit?

Imam Al-Ghazali telah lama mengingatkan:

> “Penguasa yang tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai imam, akan membawa rakyat kepada kegelapan, bukan cahaya. Sebab cahaya kepemimpinan bersumber dari wahyu, bukan dari hawa nafsu.”
— Ihya’ Ulumuddin



Hasan Al-Banna menegaskan:

> “Al-Qur’an adalah undang-undang yang sempurna. Ia adalah dasar peradaban, asas keadilan, dan rambu-rambu bagi pemimpin yang ingin membawa umat kepada kemuliaan.”
— Risalah Ta’alim



Dan Sayyid Quthb, yang menulis tafsir dari balik jeruji, berkata:

> “Pemimpin dalam Islam tidak berjalan di atas opini manusia, tetapi di atas petunjuk dari langit: Al-Qur’an. Itulah sumber kekuatan, arah, dan legitimasi.”
— Fi Zhilal al-Qur’an




---

Al-Qur’an dan Kamu: Sebuah Pertanyaan Pribadi

Maka kini, mari kembali ke awal:

Engkau membaca Al-Qur’an, tapi apakah engkau memimpinnya?

Engkau mendengar ayat-ayatnya, tapi apakah engkau menggenggamnya saat badai datang?

Engkau mungkin khatam berkali-kali, tapi apakah ia telah mengubah arah hidupmu?

Karena Al-Qur’an tidak bekerja di tangan yang ragu. Ia tidak menyalakan cahaya bagi hati yang belum siap percaya. Ia bukan kitab motivasi, tapi medan ujian.


---

Penutup: Waktu untuk Memilih

Sekaranglah waktunya memilih:
Apakah engkau ingin menjadi pemimpin yang ditulis langit?
Ataukah hanya bayangan yang mengandalkan statistik dan rating?

Karena dunia akan selalu berubah. Tapi Al-Qur’an tidak. Dan barangsiapa yang berpegang padanya, tak akan hanyut oleh arus zaman.

Wahai para pemimpin, atau calon pemimpin…

Jadikanlah Al-Qur’an sebagai kurikulummu.
Bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk membentuk jiwa.
Bukan hanya untuk dikaji, tapi untuk diteladani.
Agar engkau memimpin bukan dengan suara, tetapi dengan cahaya.


---

> "Cahaya tidak butuh suara untuk didengar. Ia hanya perlu menyala."





---

Mindset Mukmin di Tengah Badai Oleh: Nasrulloh Baksolahar  "Atau, seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit yang...

Mindset Mukmin di Tengah Badai


Oleh: Nasrulloh Baksolahar 

"Atau, seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit yang disertai berbagai kegelapan, petir, dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya (untuk menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir."
(Al-Baqarah : 19)

Sayid Qutb dalam tafsirnya Fizilalil Qur’an menjelaskan suasana kebatinan orang munafik dan kafir seperti ayat di atas: "Ini merupakan sebuah pemandangan indrawi yang melukiskan kondisi jiwa mereka  dan perasaan mereka. Dan ini merupakan salah satu cara Al-Qur’an yang mengagumkan dalam melukiskan kondisi kejiwaan manusia, Seakan-akan sebuah pemandangan yang dapat dilihat oleh panca indra."

Namun bagaimana suasana orang mukmin dalam menghadapi kondisi serupa?


---

Mengapa langit menurunkan hujan lebat? Mengapa petir menyambar dengan gelegar menggetarkan dada? Dan mengapa malam menutup segala arah dengan gelap yang pekat?
Apakah itu kutukan? Ataukah isyarat dari langit yang hanya bisa dipahami oleh hati yang bersih?

Mukmin tidak melihat langit seperti orang kafir melihatnya. Ketika hujan mengguyur tanpa ampun, ia tidak sekadar berteduh. Ia merenung. Ketika kilat membelah cakrawala dan guruh menggema di langit, mukmin tidak bersembunyi seperti anak kecil yang takut mati. Ia justru membuka hati: apa yang ingin langit ajarkan hari ini?


---

Petir Menyambar, Tapi Mukmin Menyerap

Al-Qur'an menggambarkan dengan gamblang: orang kafir ketika mendengar petir, mereka menutup telinga mereka dengan jari-jarinya karena takut mati. Mereka tidak tahan dengan suara kebenaran, tidak sanggup menerima cahaya yang menyambar sekejap. Mereka bingung, takut, dan berhenti—terhenti langkahnya karena gelap.

Tapi mukmin?

Mukmin justru berdiri tegak di tengah badai. Karena ia tahu, petir bukan hanya ancaman. Ia adalah pupuk langit. Kilat itu mengikat nitrogen. Ia menyuburkan tanah. Dan begitu pula hidup: cobaan yang mengguncang bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk menyiapkan ladang hati agar siap ditanami benih cahaya.

Ketika yang lain berlari karena takut disambar, mukmin menguatkan akarnya. Ia tidak terpesona oleh sinar sesaat, tidak silau oleh kenyamanan palsu. Ia tahu: kilat hanya menyinari sebentar. Tetapi dari sana, bumi menjadi hijau. Jiwa pun demikian: kilat dari ujian menyinari sesaat, lalu menyuburkan selama-lamanya.


---

Gelap yang Mendidik

Kegelapan selalu dicurigai. Kita diajari sejak kecil bahwa gelap itu menakutkan. Tapi alam tidak berpikir demikian. Tumbuhan tahu persis: tanpa gelap, ia tidak akan bisa tumbuh. Tidak ada waktu memperbaiki diri. Tidak ada keseimbangan.

Mukmin pun begitu. Ia tidak membenci gelap. Karena gelap itu rahim. Di sanalah benih ditanam. Di sanalah janin dibentuk. Di sanalah doa-doa menetas dalam kesunyian. Dalam gelap, Allah mendidik tanpa suara. Dalam diam, Allah menyembuhkan luka-luka jiwa.

Sedangkan orang munafik? Mereka panik dalam gelap. Mereka tidak punya arah karena mereka hanya terbiasa hidup di bawah sinar dunia. Sekali dunia padam, mereka terhenti. Bimbang. Takut. Gelap membuat mereka telanjang, karena mereka tidak pernah membangun cahaya dari dalam.


---

Hujan: Air yang Menyingkap Rahasia

Hujan adalah air langit. Tapi ia tidak turun dengan pelan. Kadang deras. Kadang mengguyur dengan kasar. Apakah itu tanda kemurkaan? Tidak bagi mukmin. Karena mukmin tahu: langit tidak sedang marah. Ia sedang menyirami.

Tumbuhan tidak menolak hujan, bahkan yang paling lebat sekalipun. Karena ia tahu, air itu akan menyelinap ke dalam akar, memberi kehidupan, menyembuhkan kekeringan yang tidak tampak dari luar.

Mukmin pun begitu. Ia menerima hujan ujian. Ia membiarkan derasnya air kehidupan membasahi luka-luka batin, membersihkan debu keangkuhan, dan menghidupkan rasa yang mulai mati. Hujan lebat tidak membuatnya murung. Ia justru bersujud lebih dalam.


---

Mukmin Tidak Lari dari Badai

Mukmin tidak berlari dari petir. Ia justru menatapnya. Mukmin tidak lari dari gelap. Ia menyelaminya. Mukmin tidak mengutuk hujan. Ia menghamparkan hati untuk menyerapnya.

Karena mukmin tahu: Allah menciptakan badai bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk membangunkan.

Dan inilah yang membedakan orang beriman dari mereka yang tenggelam dalam kemunafikan. Yang satu tumbuh dalam guncangan, yang lain lumpuh dalam keraguan. Yang satu menemukan cahaya di balik guruh, yang lain menyumbat telinga dari suara langit.


---

Jangan Takut Petir, Takutlah Mati dalam Kekeringan

Kita sering takut pada kilat, tapi tidak takut pada hati yang mati. Kita gentar saat malam datang, tapi tidak takut bila iman kita tidak tumbuh. Kita murung karena hujan tak kunjung berhenti, tapi tidak sedih bila air kehidupan tidak menyentuh jiwa kita.

Barangkali kita harus belajar lagi seperti tumbuhan:
Tumbuhlah dalam badai. Suburlah dalam kilat. Sembuhlah dalam gelap.
Karena hanya yang berakar dalam, yang tidak tumbang saat musim berubah.

Dan jika kau mukmin, maka satu hal harus kau camkan:
Langit tidak sedang marah padamu. Ia sedang menyiapkanmu untuk mekar.

“Dan bila kilat menyinari mereka, mereka berjalan. Namun bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Seandainya mereka tahu: gelap itu bukan akhir, tapi awal dari cahaya yang sesungguhnya.”

Ragam Titik Kritis Manusia dalam Kisah di Al-Qur’an Oleh: Nasrulloh Baksolahar “Di titik itulah manusia teruji: saat nikmat dige...

Ragam Titik Kritis Manusia dalam Kisah di Al-Qur’an

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


“Di titik itulah manusia teruji: saat nikmat digenggam, saat kebenaran datang, saat kuasa merasuk. Sebagian naik, sebagian tumbang. Dan Al-Qur’an mengabadikannya dalam kisah-kisah yang menyentak jiwa.”

Apa itu titik kritis dalam hidup manusia? Dalam psikologi eksistensial, momen itu disebut decisive point—persimpangan nasib di mana keputusan menentukan arah: taat atau durhaka, bangkit atau terjerembab, surga atau neraka. Viktor Frankl menyebutnya sebagai “momen makna”—saat hidup bertanya, dan jiwa harus menjawab.

Dalam logika Al-Qur’an, titik kritis bukanlah ketika seseorang baru memulai, melainkan ketika ia telah menggenggam. Bukan saat kekurangan, tetapi saat limpahan nikmat datang: panen tiba, harta menumpuk, kuasa memuncak, atau wahyu diturunkan.

Mari kita telaah bagaimana Al-Qur’an memotret titik-titik krusial itu.



1. Ketika Panen Tiba: Kisah Pemilik Kebun

Al-Qur’an menampilkan dua kisah pemilik kebun yang tampaknya biasa, namun menyimpan kedalaman spiritual yang mengguncang. Pertama, dalam Surah Al-Kahfi ayat 32–44, Allah mengisahkan dua sahabat. Salah satunya diberi dua kebun anggur, sungai mengalir, dan panen melimpah. Namun saat memanen, ia berkata pongah:

"Aku lebih banyak harta dan lebih kuat pengaruhnya." (QS. Al-Kahfi: 34)

Sayyid Qutb dalam Fi Zhilalil Qur’an menegaskan bahwa nikmat dunia yang dikira berkah bisa menjadi jebakan, saat hati mulai bergantung padanya dan lalai pada akhirat.

Kisah kedua terdapat dalam Surah Al-Qalam ayat 17–33, tentang pemilik kebun yang bersepakat tidak ingin memberi sedekah dari hasil panennya. Mereka berangkat pagi-pagi secara diam-diam, namun kebunnya sudah hangus dilalap api.

"Sesungguhnya Kami telah menguji mereka sebagaimana Kami menguji pemilik kebun." (QS. Al-Qalam: 17)

Mengapa saat panen menjadi titik kritis? Karena itulah saat manusia merasa berjasa. Psikolog dan motivator Barat seperti Tony Robbins mengatakan: “Krisis terbesar manusia terjadi bukan saat gagal, tapi saat berhasil. Di sanalah ego dan kesombongan mengintai.”



2. Qarun: Ketika Harta Menjadi Tuhan Baru

Al-Qur’an tidak mengisahkan Qarun saat ia miskin. Langsung dimunculkan sebagai tokoh superkaya.

"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, lalu ia berlaku zalim kepada mereka. Kami berikan kepadanya harta yang kunci-kuncinya berat dipikul oleh orang kuat." (QS. Al-Qashash: 76)

Puncak tragedinya adalah ketika ia berkata:

"Aku diberi semua ini karena ilmu yang ada padaku." (QS. Al-Qashash: 78)

Sayyid Qutb menafsirkan bahwa Qarun adalah lambang keangkuhan materialistik—orang yang menganggap kekayaan sebagai hasil usaha pribadi tanpa keterlibatan Tuhan. Maka Allah tenggelamkan dia beserta hartanya.

Motivator Barat, Stephen Covey, menyatakan: “Character is revealed in prosperity, not adversity.” Artinya, keberhasilan seringkali memperlihatkan sifat asli manusia. Inilah yang dialami Qarun. Kekayaan menjadi ujian yang menelanjangi jiwanya.



3. Fir’aun dan Namrud: Ketika Kekuasaan Menggoda Ketuhanan

Lihatlah bagaimana Al-Qur’an memotret penguasa durjana seperti Fir’aun dan Namrud. Tidak ada cerita tentang masa kecil mereka, proses politik, atau intrik istana. Al-Qur’an langsung menggambarkan mereka di puncak kekuasaan, saat mereka mulai menuhankan diri:

"Aku adalah tuhanmu yang paling tinggi." (QS. An-Nazi'at: 24)

"Siapakah Tuhanmu, wahai Musa?" (QS. Asy-Syu'ara: 23)

Menurut Sayyid Qutb, kekuasaan memiliki daya hipnosis spiritual—membuat manusia lupa bahwa dirinya hamba. Kuasa tanpa iman menjelma menjadi kezaliman yang meyakini dirinya sebagai pusat segalanya.

Dalam teori politik Barat, Lord Acton mengatakan: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.” Al-Qur’an tidak hanya menegaskan itu, tapi memperlihatkan betapa mutlaknya kehancuran saat kekuasaan mematikan kesadaran ilahiyah.



4. Saat Wahyu Diturunkan: Titik Kritis Sebuah Kaum

Salah satu titik kritis terbesar dalam sejarah umat manusia adalah saat diutusnya para nabi dan diturunkannya kitab suci. Al-Qur’an mencatat bahwa mayoritas kaum justru menolak di titik ini.

"Dan tidaklah datang kepada mereka seorang rasul melainkan mereka memperolok-olokkannya." (QS. Yasin: 30)

Kaum Yahudi dan Nasrani pun mengalami titik kritis ini ketika Rasulullah ﷺ diutus:

"Tatkala datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui (dalam Taurat), mereka mengingkarinya." (QS. Al-Baqarah: 89)

Mengapa momen datangnya wahyu menjadi titik kritis? Karena ia membawa cahaya yang memaksa jiwa untuk jujur: apakah ia akan tunduk atau melawan?

Sayyid Qutb menegaskan bahwa wahyu adalah pernyataan perang terhadap hawa nafsu. Ia mengganggu zona nyaman dan struktur kuasa lama. Maka responsnya adalah dua: iman atau permusuhan.



5. Titik Kritis: Ketika Manusia Diuji oleh Perasaan

Titik kritis bukan hanya soal harta, kuasa, dan wahyu. Kadang datang dalam bentuk emosi yang meletup: sombong, risau, takut, merasa tertindas, atau merasa aman berlebihan. Ketika Nabi Musa dihina kaumnya, ketika Nabi Yunus pergi dalam amarah, ketika para sahabat gentar di Uhud—semuanya ujian batin.

Jordan Peterson, psikolog klinis kontemporer, menyatakan bahwa “Crisis strips away illusion.” Krisis membuka tabir kepribadian. Di titik kritis, manusia berdiri sendiri di hadapan Tuhan dan dirinya sendiri.



Di Persimpangan Jalan Takdir

Titik kritis adalah persimpangan takdir. Di sanalah manusia membuat keputusan yang mengubah segalanya. Itulah saat yang tidak diceritakan panjang lebar, tapi justru menentukan nasib akhir.

"Dan adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, dia berkata: 'Tuhanku memuliakanku.' Tapi apabila Dia mengujinya dan membatasi rezekinya, dia berkata: 'Tuhanku menghinakanku.'" (QS. Al-Fajr: 15–16)

Titik kritis tak dapat dihindari. Tapi bisa disikapi. Siapa yang sadar dan kembali kepada Allah, akan bangkit. Siapa yang sombong dan tertipu oleh kejayaan dunia, akan tergelincir.

Dan pada akhirnya, bukan awal hidup yang menentukan, tapi sikap di titik-titik kritis itulah yang membentuk sejarah manusia.

Surat Khusus Untuk Rasulullah SAW di Juz 30 Oleh: Nasrulloh Baksolahar Seluruh surat Al-Qur'an di juz 30 diturunkan di perio...

Surat Khusus Untuk Rasulullah SAW di Juz 30

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Seluruh surat Al-Qur'an di juz 30 diturunkan di periode Mekah. Sebuah periode yang sangat sulit dan menegangkan. Seolah langit runtuh, bumi terbalik dan terguncang hebat. Apakah Allah Swt. membiarkannya?

Allah Swt. menghiburnya dengan sangat khusus dan personal. Caranya, tidak didatangkan kekayaan, kekuasaan dan dihancurkan musuhnya. Tetapi dengan surat yang khusus hanya untuk Rasulullah Saw. saja. 

Menurut Sayid Qutb dalam Tafsir  Fi Zhilalil Qur’an, ada 3 surat yang khusus mengenai Rasulullah saw. Yaitu, surat Adh-Dhuh, Alam Nasyrah dan Al-Kautsar. Apa tema besarnya? Menghilangkan kesusahan hati dan menjanjikan kebaikan untuknya.

Untuk itulah, ungkapan ketiga surat itu penuh dengan kasih sayang, hembusan rahmat, sepenggal rasa cinta, dan tangan penyayang yang mengusap kepedihan dan penderitaan. Semuanya datang dari Rabb-nya.

Saat orang kafir berkata, "Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya." Karena wahyu telah lama tidak turun. Sebagai bentuk pembelaan dan penghiburan, Allah Swt. menurunkan surat Adh-Dhuha kepada Rasulullah saw, yang mengingatkan Rasulullah Saw pada masa lalunya, saat Allah Swt. melindunginya dan mencukupinya,

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungi(-mu); mendapatimu sebagai seorang yang tidak tahu (tentang syariat), lalu Dia memberimu petunjuk (wahyu); dan mendapatimu sebagai seorang yang fakir, lalu Dia memberimu kecukupan?"
(Aḍ-Ḍuḥā [93]:6-8)

Lalu, turunlah surat Alam Nasrah untuk melengkapinya bahwa Allah Swt. akan selalu melimpahkan kelapangan dada, kemudahan dan dilepaskan kesulitan dan kesusahan,

"Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Nabi Muhammad), meringankan beban (tugas-tugas kenabian) darimu, yang memberatkan punggungmu, dan meninggikan (derajat)-mu (dengan selalu) menyebut-nyebut (nama)-mu?"
(Asy-Syarḥ [94]:1-4)

Di saat Rasulullah saw dicela oleh petinggi Quraisy karena seluruh anak laki-lakinya wafat dengan perkataan, "Biarkan saja Muhammad itu, nanti dia akan mati dengan tidak meninggalkan keturunan dan urusannya akan berakhir." Maka, Allah Swt. menurunkan surat Al-Kautsar,

"Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
(Al-Kauṡar [108]:3)

Secara keseluruhan, ketiga surat tersebut merespons liku-liku pribadi yang dihadapi Rasulullah saw, seolah-olah  berkata, "Tidak ada yang boleh menyakiti Rasulullah saw sedikit pun, Allah Swt. selalu membelanya." 



Analisis Isi dan Gaya Bahasa

1. Isi (Konten):

Tulisan ini mengangkat tema yang cukup dalam dan spiritual, yakni penghiburan Allah Swt. kepada Rasulullah SAW melalui tiga surat di Juz 30: Adh-Dhuha, Al-Insyirah (Alam Nasyrah), dan Al-Kautsar. Inti pesannya adalah bahwa dalam masa-masa paling sulit di awal dakwah Islam, Rasulullah SAW mendapatkan dukungan spiritual secara langsung dari Allah melalui wahyu. Penulis menyampaikan bahwa:

Ketiga surat itu turun dalam konteks penderitaan dan tekanan pribadi yang dialami Rasulullah SAW.

Masing-masing surat membawa pesan kasih sayang, perlindungan, dan pembelaan ilahiah kepada Nabi.

Tulisan ini memberi nuansa emosional dan spiritual tentang betapa Allah menjaga kehormatan dan keteguhan hati Rasul-Nya.


2. Gaya Bahasa:

Gaya bahasa dalam tulisan ini dapat dikategorikan sebagai naratif-reflektif dan emosional-religius. Berikut cirinya:

Bahasa puitis dan metaforis: Misalnya, “seolah langit runtuh, bumi terbalik dan terguncang hebat”, atau “hembusan rahmat, sepenggal rasa cinta, dan tangan penyayang yang mengusap kepedihan”.

Nada personal dan kontemplatif: Penulis tidak hanya menyampaikan informasi, tapi juga mengajak pembaca merasakan penderitaan dan hiburan yang dialami Rasulullah.

Penggunaan pertanyaan retoris: Misalnya, “Apakah Allah Swt. membiarkannya?”, yang membangun kedekatan emosional dan menggugah rasa ingin tahu.

Bahasa keagamaan yang lembut dan membangun empati: Hal ini tampak dari diksi seperti penghiburan, perlindungan, kecukupan, yang menciptakan suasana teduh dan menenangkan.


Kesimpulan:

Tulisan ini memiliki kekuatan pada kesederhanaan narasi, kedalaman spiritual, dan keterhubungan emosional dengan Rasulullah SAW. Gaya bahasa yang digunakan sangat cocok untuk pembaca muslim yang mencari renungan atau inspirasi keimanan, khususnya dalam konteks tadabbur atau refleksi Qur’ani.

Jika diinginkan untuk publikasi di media umum atau buletin dakwah, gaya ini sudah cukup efektif. Namun, jika ditujukan untuk media massa dengan gaya jurnalistik, gaya naratif ini bisa disesuaikan menjadi lebih informatif dan objektif. Saya bisa bantu ubah juga ke gaya tersebut bila Anda ingin.

Kegembiraan Dua Keluarga Oleh: Nasrulloh Baksolahar Allah swt berkisah tentang kegembiraan dua keluarga. Sebelum berkisah, Allah...

Kegembiraan Dua Keluarga

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Allah swt berkisah tentang kegembiraan dua keluarga. Sebelum berkisah, Allah swt mengkisahkan beragam fenomena Hari Kiamat. Hari Kiamat menjadi pengantar kisah dari kedua keluarga tersebut.

Kedua keluarga tersebut menghadapi liku-liku yang sama.  Menyaksikan langit terbelah. Bumi yang diratakan dan dikeluarkan isinya sehingga menjadi kosong. Langit dan bumi melakukan itu semuanya karena patuh kepada Allah swt.

Kedua keluarga tersebut menghadapi liku-liku kehidupan yang sama hingga bertemu dengan Tuhannya. Dititik inilah terjadi perbedaan yang menyolok.

Yang satu mendapatkan catatan amal dari arah kanan. Yang satu, dari belakangpunggungnya. Cara mendapatkan bukan menunjukkan bagaimana mendapatkan catatannya, tetapi menunjukkan perjalanan nasib di akhiratnya. 

Yang dari arah kanan, anggota keluarganya berkumpul kembali dalam suasana kegembiraan. Yang dari belakang punggungnya, kegembiraannya hanya saat di dunia saja. Namun, menderita dan celaka karena memasuki neraka.

Keluarga seperti apa yang diidamkan?

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


اِذَا السَّمَاۤءُ انْشَقَّتْۙ

Apabila langit terbelah
(Al-Insyiqāq [84]:1)

وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْۙ

serta patuh kepada Tuhannya dan sudah semestinya patuh.
(Al-Insyiqāq [84]:2)

وَاِذَا الْاَرْضُ مُدَّتْۙ

Apabila bumi diratakan,
(Al-Insyiqāq [84]:3)

وَاَلْقَتْ مَا فِيْهَا وَتَخَلَّتْۙ

memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong,
(Al-Insyiqāq [84]:4)

وَاَذِنَتْ لِرَبِّهَا وَحُقَّتْۗ

serta patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh.
(Al-Insyiqāq [84]:5)

يٰٓاَيُّهَا الْاِنْسَانُ اِنَّكَ كَادِحٌ اِلٰى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلٰقِيْهِۚ

Wahai manusia, sesungguhnya engkau telah bekerja keras menuju (pertemuan dengan) Tuhanmu. Maka, engkau pasti menemui-Nya.
(Al-Insyiqāq [84]:6)

فَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖۙ

Adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya,
(Al-Insyiqāq [84]:7)

فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَّسِيْرًاۙ

dia akan dihisab dengan pemeriksaan yang mudah
(Al-Insyiqāq [84]:8)

وَّيَنْقَلِبُ اِلٰٓى اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًاۗ

dan dia akan kembali kepada keluarganya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.
(Al-Insyiqāq [84]:9)

وَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ وَرَاۤءَ ظَهْرِهٖۙ

Adapun orang yang catatannya diberikan dari belakang punggungnya,
(Al-Insyiqāq [84]:10)

فَسَوْفَ يَدْعُوْا ثُبُوْرًاۙ

dia akan berteriak, “Celakalah aku!”
(Al-Insyiqāq [84]:11)

وَّيَصْلٰى سَعِيْرًاۗ

Dia akan memasuki (neraka) Sa‘ir (yang menyala-nyala).
(Al-Insyiqāq [84]:12)

اِنَّهٗ كَانَ فِيْٓ اَهْلِهٖ مَسْرُوْرًاۗ

Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan keluarganya (yang sama-sama kafir).
(Al-Insyiqāq [84]:13)

اِنَّهٗ ظَنَّ اَنْ لَّنْ يَّحُوْرَ ۛ

Sesungguhnya dia mengira bahwa dia tidak akan kembali (kepada Tuhannya).
(Al-Insyiqāq [84]:14)

بَلٰىۛ اِنَّ رَبَّهٗ كَانَ بِهٖ بَصِيْرًاۗ

Tidak demikian. Sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya.
(Al-Insyiqāq [84]:15)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Peradaban yang Berkelanjutan  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Di surat Al-Fajr, tidak saja berkisah tentang peradaban yang hancur, te...

Peradaban yang Berkelanjutan 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Di surat Al-Fajr, tidak saja berkisah tentang peradaban yang hancur, tetapi juga peradaban yang menentramkan. Peradaban yang menghadirkan surga di dunia, sebelum surga di akhirat.

Syarat peradaban itu dibangun dengan dua hal saja, ridha dengan peradaban yang dibangun sesuai bimbingan Allah swt. Peradaban yang mengokohkan seluruh manusia agar menjadi hamba Allah swt saja.

Berarti peradaban ini mengarahkan sains, teknologi, kekayaan dan kekuasaan untuk menggapai ridha Allah swt. Menjadi semuanya sebagai sarana mengokohkan deklarasi sebagai hamba-hamba-Nya.

Bila dasar, proses dan akhir peradaban adalah Allah swt, maka inilah peradaban yang abadi. Peradaban yang terus berkesinambungan hingga bertemu dengan Allah swt.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ

Wahai jiwa yang tenang,
(Al-Fajr [89]:27)


ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ

kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai.
(Al-Fajr [89]:28)

فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ

Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku
(Al-Fajr [89]:29)

وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ ࣖࣖ

dan masuklah ke dalam surga-Ku!
(Al-Fajr [89]:30)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Salah Mengelola Kekayaan Berarti Salah Mengelola Peradaban Oleh: Nasrulloh Baksolahar Salah satu tanda ketakwaan. Salah satu tan...

Salah Mengelola Kekayaan Berarti Salah Mengelola Peradaban

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Salah satu tanda ketakwaan. Salah satu tanda kebahagiaan dan keberuntungan di akhirat adalah benar dalam mengelola harta.

Surat Al-Fajr menjelaskan kesalahan pengelolaan harta setelah menjelaskan kesalahan kaum terdahulu dalam mengelola peradabannya. Jadi, salah mengelola kekayaan berarti salah pengelolaan peradabannya. 

Kesalahan mendasar dalam mengelola kekayaan adalah kesuksesan, kemuliaan, kesenangan dan kehinaan, diukur dari besarnya kekayaan yang dimiliki. Mindset yang benar, semuanya adalah ujian. 

Ujian melahirkan kewaspadaan dan kehati-hatian. Ujian mengharuskan kesinambungan pembelajaran. Ujian membimbing untuk selalu mencari dan menemukan bimbingan dan petunjuk yang benar.

Apa praktik yang salah dalam mengelola harta? Tidak memuliakan anak yatim, tidak memberi makan orang miskin, memakan warisan dengan mencampurbaurkan yang halal dan haram.

Keberlanjutan kekayaan tergantung dari distribusi kekayaan. Bila kelompok masyarakat ini menggeliat, maka akan menggeliat pula perekonomian sebuah peradaban.

Kesalahan terparah dalam pengelolaan kekayaan adalah mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. Efeknya, harta itu sendiri menjadi tak memiliki nilai guna dan kemanfaatan. Harta menjadi  menganggur, tidak tumbuh dan berkembang.

Dianggap kekayaan bertambah, padahal terus menyusut. Hingga akhirnya muncul rasa penyesalan,  “Oh, seandainya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini!”




Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


فَاَمَّا الْاِنْسَانُ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ رَبُّهٗ فَاَكْرَمَهٗ وَنَعَّمَهٗۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَكْرَمَنِۗ

Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kenikmatan, berkatalah dia, “Tuhanku telah memuliakanku.”
(Al-Fajr [89]:15)

وَاَمَّآ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهٗ ەۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَهَانَنِۚ

Sementara itu, apabila Dia mengujinya lalu membatasi rezekinya, berkatalah dia, “Tuhanku telah menghinaku.”
(Al-Fajr [89]:16)

كَلَّا بَلْ لَّا تُكْرِمُوْنَ الْيَتِيْمَۙ

Sekali-kali tidak! Sebaliknya, kamu tidak memuliakan anak yatim,
(Al-Fajr [89]:17)


وَلَا تَحٰۤضُّوْنَ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۙ

tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,
(Al-Fajr [89]:18)


وَتَأْكُلُوْنَ التُّرَاثَ اَكْلًا لَّمًّاۙ

memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram),
(Al-Fajr [89]:19)

وَّتُحِبُّوْنَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّاۗ

dan mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.
(Al-Fajr [89]:20)


كَلَّآ اِذَا دُكَّتِ الْاَرْضُ دَكًّا دَكًّاۙ

Jangan sekali-kali begitu! Apabila bumi diguncangkan berturut-turut (berbenturan),
(Al-Fajr [89]:21)


وَّجَاۤءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّاۚ

Tuhanmu datang, begitu pula para malaikat (yang datang) berbaris-baris,
(Al-Fajr [89]:22)


يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ قَدَّمْتُ لِحَيَاتِيْۚ

Dia berkata, “Oh, seandainya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini!”
(Al-Fajr [89]:24)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Umur Sebuah Peradaban  dalam Surat Al-Fajr  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Apakah sains dan teknologi bisa menjamin kesenangan, kesu...

Umur Sebuah Peradaban  dalam Surat Al-Fajr 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Apakah sains dan teknologi bisa menjamin kesenangan, kesuksesan dan kebahagiaan yang berkesinambungan? Apakah bila seluruh roda kehidupan dalam genggaman dan pengendalian total, bisa memastikan segala yang diraih akan abadi?

Dalam batasan tertentu, sains, teknologi, kekayaan, monopoli dan oligarki kekuasaan bisa meraih seluruh yang diinginkan. Seperti sebuah pohon, seberapa daya jangkau dahan, dan ranting  bisa memberikan keteduhan.

Bukankah tangan memiliki jangkauan tertentu? Bukankah mata dan telinga, memiliki jangkauan penglihatan dan pendengaran tertentu? Begitu pun sains, teknologi, harta dan kekuasaan, memiliki daya jangkauan tertentu pula.

Oleh karena, umur peradaban yang mengandalkan sains, teknologi, kekayaan dan kekuasaan, memiliki waktu yang terbatas. Seperti umur peradaban kaum Aad, Samud dan Firaun.

Umur peradaban kaum Aad sebatas usia bangunan tingginya. Umur peradaban kaum Samud, sebatas seberapa lama batu bisa menopang kehidupannya. Umur peradaban Firaun, sebatas umur kekuasaannya.

Bila dasar sebuah peradaban berasal dan diambil dari yang ada dibumi, maka sebatas itu pula umur peradabannya. Jadi, bagaimana melanggengkan peradaban?

Dasar peradaban yang abadi adalah pengawasan Allah swt. Semua proses dan karya berpondasi bahwa Allah swt yang mengawasinya. Peradaban dibangun untuk mentaati-Nya. 


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍۖ

Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad,
(Al-Fajr [89]:6)
اِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِۖ

(yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi
(Al-Fajr [89]:7)

الَّتِيْ لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِى الْبِلَادِۖ

yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)?
(Al-Fajr [89]:8)

وَثَمُوْدَ الَّذِيْنَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِۖ

(Tidakkah engkau perhatikan pula kaum) Samud yang memotong batu-batu besar di lembah.
(Al-Fajr [89]:9)

وَفِرْعَوْنَ ذِى الْاَوْتَادِۖ

dan Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar)
(Al-Fajr [89]:10)

الَّذِيْنَ طَغَوْا فِى الْبِلَادِۖ

yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,
(Al-Fajr [89]:11)

فَاَكْثَرُوْا فِيْهَا الْفَسَادَۖ

lalu banyak berbuat kerusakan di dalamnya (negeri itu),
(Al-Fajr [89]:12)

Dasar Sains dan Teknologi di Surat Al-Fajr Oleh: Nasrulloh Baksolahar Perhatikan, amati, dan pelajari semua peristiwa yang dilal...

Dasar Sains dan Teknologi di Surat Al-Fajr

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Perhatikan, amati, dan pelajari semua peristiwa yang dilalui, dialami, dan dirasakan. Yang dilihat dan didengar. Perhatikankanlah perjalanan waktu. Salah satunya, fajar dan malam. Perhatikan alam semesta. Perhatikan pengelolaan waktu. Inilah dasar sains dan teknologi yang pertama.

Setelah itu, pelajari sejarah perjalanan manusia. Apa titik tekan yang dipelajari? Karya peradabannya. Al-Qur'an memberikan beberapa karya peradaban dari umat terdahulu. Inilah dasar sains dan teknologi yang kedua.

Bukankah sains dan teknologi sebelumnya bisa mengihami era sekarang? Bukankah semua karya manusia tidak sempurna, sehingga membutuhkan generasi yang menyempurnakannya?

Penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. Yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)?

Kaum Samud yang memotong batu-batu besar di lembah menjadi ragam peralatan, sarana prasarana, dan bangunan tinggi.

Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak bangunan yang besar. Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,
lalu banyak berbuat kerusakan di  negerinya.

Lalu, untuk apa sains dan teknologi? Untuk apa membangun sebuah peradaban?  Bagaimana agar semuanya memberikan kemanfaatan? Bagaimana agar sebuah peradaban berkesinambungan ke generasi berikutnya? Bagaimana agar tidak terbawa pada jurang kehancuran?

Kuncinya, meyakini Allah swt mengawasi seluruh perjalanan manusia. 


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

وَالْفَجْرِۙ

Demi waktu fajar,
(Al-Fajr [89]:1)

وَلَيَالٍ عَشْرٍۙ

demi malam yang sepuluh,
(Al-Fajr [89]:2)

وَّالشَّفْعِ وَالْوَتْرِۙ

demi yang genap dan yang ganjil,
(Al-Fajr [89]:3)

وَالَّيْلِ اِذَا يَسْرِۚ

dan demi malam apabila berlalu.
(Al-Fajr [89]:4)

هَلْ فِيْ ذٰلِكَ قَسَمٌ لِّذِيْ حِجْرٍۗ

Apakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh (orang) yang berakal?
(Al-Fajr [89]:5)

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍۖ

Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad,
(Al-Fajr [89]:6)
اِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِۖ

(yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi
(Al-Fajr [89]:7)

الَّتِيْ لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِى الْبِلَادِۖ

yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)?
(Al-Fajr [89]:8)

وَثَمُوْدَ الَّذِيْنَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِۖ

(Tidakkah engkau perhatikan pula kaum) Samud yang memotong batu-batu besar di lembah.
(Al-Fajr [89]:9)

وَفِرْعَوْنَ ذِى الْاَوْتَادِۖ

dan Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar)
(Al-Fajr [89]:10)

الَّذِيْنَ طَغَوْا فِى الْبِلَادِۖ

yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,
(Al-Fajr [89]:11)

فَاَكْثَرُوْا فِيْهَا الْفَسَادَۖ

lalu banyak berbuat kerusakan di dalamnya (negeri itu),
(Al-Fajr [89]:12)

فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍۖ

maka Tuhanmu menimpakan cemeti azab (yang dahsyat) kepada mereka?
(Al-Fajr [89]:13)


اِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِۗ

Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.
(Al-Fajr [89]:14)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Cara Al-Qur'an Membawa Manusia Menginsafi Dirinya Sendiri  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Bukalah lembaran surat-surat dalam Al-...

Cara Al-Qur'an Membawa Manusia Menginsafi Dirinya Sendiri 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Bukalah lembaran surat-surat dalam Al-Qur'an di Juz 30. Perhatikan ayat-ayat awalnya. Cenderung memiliki pola yang sama di awal suratnya. Apa itu?

Diawali dengan memperhatikan alam semesta. Terutama apa yang ada di langit lalu menuju ke bumi. Puaskan memandang keindahannya. Munculkan rasa takjub padanya.

Mata akan terpuaskan dengan beragam pola bentuk dan warna yang tak terhingga. Telinga terpuaskan dengan suara-suara hingga tak bisa didefinisikan. Seluruh permukaan kulit dan rambut, merasakan sentuhan dan hempasan yang tak bisa diimajinasikan.

Allah swt telah menganugerahkan serpihan surga agar manusia rindu, terobsesi dan tak pernah mau terpisah dengan suasana ini. Allah swt telah hadir membersamai manusia. Hadirkah kesadaran ini?

Apakah muncul rasa ingin abadi menikmati suasana ini? Seperti keinginan keabadian Nabi Adam saat memakan buah khuldi?

Dalam suasana ini. Saat menikmati serpihan dan sentuhan surga ini, ayat-ayat surat-surat Al-Qur'an di juz 30 mengajak manusia untuk memperhatikan dirinya. Apa yang harus dilakukan agar semuanya abadi?

Barulah Al-Qur'an membawa manusia untuk memperhatikan dirinya, jiwanya, hatinya, akalnya, pengelolaan dirinya dan juga sejarah kemanusiaan.

Sangat lembut, ramah dan menyenangkan cara Al-Qur'an agar manusia memperhatikan dirinya agar senantiasa menginsafi akan keberadaannya di bumi.

Pemenuhan Kebutuhan Primer di Neraka? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Bila memaparkan neraka, Al-Qur'an lebih banyak menjelaskan ...

Pemenuhan Kebutuhan Primer di Neraka?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Bila memaparkan neraka, Al-Qur'an lebih banyak menjelaskan kebutuhan primer. Bila memaparkan surga, Al-Qur'an memaparkan ragam kesenangan dan keindahan yang jauh melampaui imajinasi manusia. Bukankah ini rentang yang sangat jauh?

Bila surga memaparkan kebutuhan primer pun, yang dijelaskan beragam fasilitas kemudahannya, bukan fisiknya. Namun di neraka, tetap terfokus dari fisiknya.

Minuman di neraka berasal dari sumber air yang panas. Bila sumber airnya saja sudah panas, suasananya dikepung oleh api yang panas, apakah akan ada kesejukan?

Bagaimana cara meminumnya? Apakah bisa menghilangkan dahaga?

Bagaimana dengan makanannya? Makan dari tumbuhan yang berduri. Daun berduri, batang yang berduri, pucuk yang berduri.

Bagaimana cara mengambilnya? Bagaimana mengigitnya? Bagaimana mengunyahnya? Bagaimana menelannya? Yang terjadi, bibir, mulut, lidah, tenggorokan, usus dan lambung, semuanya akan rusak.

Apakah makanan seperti ini mengemukakan? Apakah bisa menghilangkan rasa lapar?

Semua kebutuhan primer yang disediakan di surga tidak pernah mencapai apa yang diinginkan oleh manusia. Justru, menambah deritanya.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


هَلْ اَتٰىكَ حَدِيْثُ الْغَاشِيَةِۗ

Sudahkah sampai kepadamu berita tentang al-Gāsyiyah (hari Kiamat yang menutupi kesadaran manusia dengan kedahsyatannya)?
(Al-Gāsyiyah [88]:1)

وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ خَاشِعَةٌ  ۙ

Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk hina
(Al-Gāsyiyah [88]:2)

عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ  ۙ

(karena) berusaha keras (menghindari azab neraka) lagi kepayahan (karena dibelenggu).
(Al-Gāsyiyah [88]:3)

تَصْلٰى نَارًا حَامِيَةً  ۙ

Mereka memasuki api (neraka) yang sangat panas.
(Al-Gāsyiyah [88]:4)

تُسْقٰى مِنْ عَيْنٍ اٰنِيَةٍ ۗ

(Mereka) diberi minum dari sumber mata air yang sangat panas.
(Al-Gāsyiyah [88]:5)

لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ اِلَّا مِنْ ضَرِيْعٍۙ

Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri,
(Al-Gāsyiyah [88]:6)

لَّا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِيْ مِنْ جُوْعٍۗ

yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
(Al-Gāsyiyah [88]:7)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Pandangi Langit, Bangunlah Kesadaran seperti di Surat At-Thariq Oleh: Nasrulloh Baksolahar Dalam kegelapan malam, langit tetap i...

Pandangi Langit, Bangunlah Kesadaran seperti di Surat At-Thariq

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Dalam kegelapan malam, langit tetap indah, menawan dan mempesona. Salah satu penyebabnya, terlihat bintang yang bersinar tajam. Di siang hari, bintang seperti bersembunyi. Seakan menunggu waktu yang tepat untuk memperlihatkan keindahannya.

Di saat asyik menikmati keindahan bintang. Di saat malam semakin kelam dan dingin. Di saat manusia yang paling kuat dan hebat pun terbaring lemah karena mengantuk. Siapakah yang akan melindunginya di saat tidur?

Al-Qur'an mencoba mengetuk kesadaran manusia. Bahwa, setiap manusia ada penjaganya. Allah swt yang menjaga. Malaikat yang menjaga dari depan, belakang, dan samping. Dijaga dari bisikan hawa nafsu, syetan, dan segala yang membahayakan. 

Dalam kesadaran kelemahan fi saat tidur, Al-Qur'an menajamkan rasa kelemahan dan kuatnya penjagaan Allah, dengan memaparkan proses penciptaannya yang berasal dari air mani yang ditaruh di antara dua tulang. Ini bukti nyata yang telah Allah swt perbuatan kepada manusia.

Setelah berkisah tentang masa lalu yang lemah, namun tetap dilindungi Allah swt. Al-Qur'an menghentakan dengan sangat keras akan kesadaran kelemahan dan kebutuhan perlindunganmasa depannya. Yaitu, negri akhirat.

Saat manusia tak berdaya saat segala rahasia hidupnya dipaparkan. Seluruh anggota tubuh tak bisa membantahnya. Seluruh yang dimiliki dan kerabat tak bisa menolongnya. Di saat itu sangat dibutuh pertolongan juga. Hanya saja, bagaimana cara menggapai pertolongan-Nya?

Saat keresahan membahana. Allah swt mengajak manusia memperhatikan langit kembali. Tanah yang kering kerontang dan tandus. Siapakah yang bisa menyuburkan tanah kembali? Cukup menurunkan hujan dari langit. Semudah itu menolong manusia di muka bumi.

Jiwa yang kering kerontang, gersang, gelisah dan tak tahu arah, butuh siraman wahyu ilahi, yaitu Al-Qur'an. Yang memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Yang menunjukkan pada jalan yang lurus.

Al-Qur'an itu kepastian, hukum pasti, bukan senda gurau. Setiap mengikuti firman-Nya pasti sukses. Yang mendurhakai, pasti celaka.

Manusia lemah terhadap rencana jahat orang kafir yang memiliki seluruh kekuatan di muka bumi. Namun, tak perlu khawatir, sebab Allah swt yang akan membalas rencana jahat mereka.

Bila mereka masih bebas berkeliaran, karena Allah swt masih memberikan kesempatan, apakah mereka mau sadar?

Pandanglah langit. Bangunlah kesadaran yang telah dibimbing Allah swt seperti di surat At-Thariq.



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


وَالسَّمَاۤءِ وَالطَّارِقِۙ

Demi langit dan yang datang pada malam hari.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:1)

وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا الطَّارِقُۙ

Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?
(Aṭ-Ṭāriq [86]:2)

النَّجْمُ الثَّاقِبُۙ

(Itulah) bintang yang bersinar tajam.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:3)

اِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَّمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌۗ

Setiap orang pasti ada penjaganya.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:4)

فَلْيَنْظُرِ الْاِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ

Hendaklah manusia memperhatikan dari apa dia diciptakan.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:5)

خُلِقَ مِنْ مَّاۤءٍ دَافِقٍۙ

Dia diciptakan dari air (mani) yang memancar,
(Aṭ-Ṭāriq [86]:6)

يَّخْرُجُ مِنْۢ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَاۤىِٕبِۗ

yang keluar dari antara tulang sulbi (punggung) dan tulang dada.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:7)

اِنَّهٗ عَلٰى رَجْعِهٖ لَقَادِرٌۗ

Sesungguhnya Dia (Allah) benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup setelah mati)
(Aṭ-Ṭāriq [86]:8)

يَوْمَ تُبْلَى السَّرَاۤىِٕرُۙ

pada hari ditampakkan segala rahasia.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:9)

فَمَا لَهٗ مِنْ قُوَّةٍ وَّلَا نَاصِرٍۗ

Maka, baginya (manusia) tidak ada lagi kekuatan dan tidak (pula) ada penolong.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:10)

وَالسَّمَاۤءِ ذَاتِ الرَّجْعِۙ

Demi langit yang mengandung hujan
(Aṭ-Ṭāriq [86]:11)

وَالْاَرْضِ ذَاتِ الصَّدْعِۙ

dan bumi yang memiliki rekahan (tempat tumbuhnya pepohonan),
(Aṭ-Ṭāriq [86]:12)

اِنَّهٗ لَقَوْلٌ فَصْلٌۙ

sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar firman pemisah (antara yang hak dan yang batil)
(Aṭ-Ṭāriq [86]:13)

وَّمَا هُوَ بِالْهَزْلِۗ

dan ia (Al-Qur’an) sama sekali bukan perkataan senda gurau.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:14)

اِنَّهُمْ يَكِيْدُوْنَ كَيْدًاۙ

Sesungguhnya mereka (orang kafir) melakukan tipu daya.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:15)

وَّاَكِيْدُ كَيْدًاۖ

Aku pun membalasnya dengan tipu daya.
(Aṭ-Ṭāriq [86]:16)


فَمَهِّلِ الْكٰفِرِيْنَ اَمْهِلْهُمْ رُوَيْدًا ࣖ

Maka, tangguhkanlah orang-orang kafir itu. Biarkanlah mereka sejenak (bersenang-senang).
(Aṭ-Ṭāriq [86]:17)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Bersiaplah Menyaksikan Kebesaran dan Kekuasaan Allah swt Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Awal surat Al-Imran, Allah swt menjelaskan ...

Bersiaplah Menyaksikan Kebesaran dan Kekuasaan Allah swt

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 

Awal surat Al-Imran, Allah swt menjelaskan sifat-sifat-Nya. Seolah-olah tengah menyiapkan ragam paparan fakta sejarah yang ada di surat ini.

Istrinya Imran berharap anak yang lahir adalah lelaki, namun justru Allah swt menganugerahkannya perempuan. Maryam mendapatkan makanan langsung dari langit. Pasangan tua renta dan mandul ternyata masih bisa memiliki anak.

Maryam yang suci melahirkan putranya yang langsung bisa berbicara. Nabi Isa dianugerahkan beragam mukjizat yang tak biasa.

Di perang Uhud, bagaimana kemenangan berbalik menjadi kocar-kacir? Bagaimana kocar-kacir berubah menjadi kemenangan yang membuat Musyrikin Mekah tak berdaya?

Bila beriman kepada Allah swt. Bila meyakini Allah swt. Bila menazarkan hidup untuk Allah swt. Bila mentaati-Nya. Maka ragam keajaiban hidup akan siap untuk dijalani dan disaksikan. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 
الۤمّۤ

Alif Lām Mīm.
(Āli ‘Imrān [3]:1)


اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُۗ

Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurus (makhluk-Nya) secara terus-menerus.
(Āli ‘Imrān [3]:2)


نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَاَنْزَلَ التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَۙ

Dia menurunkan kepadamu (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) dengan hak, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, serta telah menurunkan Taurat dan Injil
(Āli ‘Imrān [3]:3)


مِنْ قَبْلُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَاَنْزَلَ الْفُرْقَانَ ەۗ اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ ذُو انْتِقَامٍۗ

sebelum (turunnya Al-Qur’an) sebagai petunjuk bagi manusia, dan menurunkan Al-Furqān (pembeda yang hak dan yang batil). Sesungguhnya orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, bagi mereka azab yang sangat keras. Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).
(Āli ‘Imrān [3]:4)


اِنَّ اللّٰهَ لَا يَخْفٰى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاۤءِ

Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan tidak pula di langit.
(Āli ‘Imrān [3]:5)


هُوَ الَّذِيْ يُصَوِّرُكُمْ فِى الْاَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاۤءُ ۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Dialah (Allah) yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(Āli ‘Imrān [3]:6)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Meraih Kepuasan Sempurna  Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:  الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهٗ يَتَزَكّٰىۚ yang menginfakkan hart...

Meraih Kepuasan Sempurna 



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


الَّذِيْ يُؤْتِيْ مَالَهٗ يَتَزَكّٰىۚ

yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (diri dari sifat kikir dan tamak).
(Al-Lail [92]:18)


وَمَا لِاَحَدٍ عِنْدَهٗ مِنْ نِّعْمَةٍ تُجْزٰىٓۙ

Tidak ada suatu nikmat pun yang diberikan seseorang kepadanya yang harus dibalas,
(Al-Lail [92]:19)


اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ رَبِّهِ الْاَعْلٰىۚ

kecuali (dia memberikannya semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.
(Al-Lail [92]:20)


وَلَسَوْفَ يَرْضٰى ࣖ

Sungguh, kelak dia akan mendapatkan kepuasan (menerima balasan amalnya).
(Al-Lail [92]:21)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Sebab Jalan Bisnis Sulit  Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:  وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ Adapun orang yang kikir ...

Sebab Jalan Bisnis Sulit 


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ

Adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah)
(Al-Lail [92]:8)


وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰىۙ

serta mendustakan (balasan) yang terbaik,
(Al-Lail [92]:9)


فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰىۗ

Kami akan memudahkannya menuju jalan kesengsaraan.
(Al-Lail [92]:10)


اِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدٰىۖ

Sesungguhnya Kamilah yang (berhak) memberi petunjuk.
(Al-Lail [92]:12)


وَاِنَّ لَنَا لَلْاٰخِرَةَ وَالْاُوْلٰىۗ

Sesungguhnya milik Kamilah akhirat dan dunia.
(Al-Lail [92]:13)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Agar Bisnis Dimudahkan Jalannya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:  اِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتّٰىۗ sesungguhnya usahamu benar-...

Agar Bisnis Dimudahkan Jalannya


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


اِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتّٰىۗ

sesungguhnya usahamu benar-benar beraneka ragam.
(Al-Lail [92]:4)


فَاَمَّا مَنْ اَعْطٰى وَاتَّقٰىۙ

Siapa yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa
(Al-Lail [92]:5)


وَصَدَّقَ بِالْحُسْنٰىۙ

serta membenarkan adanya (balasan) yang terbaik (surga),
(Al-Lail [92]:6)


فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰىۗ

Kami akan melapangkan baginya jalan kemudahan (kebahagiaan).
(Al-Lail [92]:7)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Tak Perlu Menghadirkan Para Nabi untuk Menyaksikan Kemukjizatan Materi  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Allah swt Maha Kuasa atas seg...

Tak Perlu Menghadirkan Para Nabi untuk Menyaksikan Kemukjizatan Materi 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Allah swt Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah swt Maha Berkehendak atas segala sesuatu. Maka sangat mudah untuk menghadirkan Hari Kebangkitan.

Allah swt menampilkan Maha Kekuasaan-Nya di muka bumi. Apa yang paling mudah untuk dilihat dan dipikirkan? Apa yang paling keras menghadirkan kesadaran?

Alam Semesta adalah ayat-ayat kebesaran-Nya yang menakjubkan dan diliputi kemukjizatan. Tak perlu menghadirkan tongkat Nabi Musa.

Tak perlu menghadirkan para nabi dan rasul untuk melihat nyata kemukjizatan. Alam semesta adalah kemukijzatan materi yang mengepung manusia. 

Banyak yang ragu saat para nabi dan rasul membuktikan kenabiannya dengan bukti kemukjizatannya. Sekarang pun sama, tetap banyak yang ragu saat kemukjizatan fisik alam semesta mengepungnya.

Bukankah alam semesta tidak hanya dilihat? Tetapi dirasakan dan dinikmati kemanfaatannya? Bukankah seluruh panca indra dan komponen fisik manusia telah merasakan pelayanannya? Namun, kedustaan tetap hadir di setiap zaman dan generasi.

Bila meragukan hari kebangkitan, perhatikan kekuasaan Allah swt di bumi. Allah swt mengajak titik penting agar manusia tersadarkan. Titik-titik penting itu dihadirkan dalam awal Surat An-Naba.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

عَمَّ يَتَسَاۤءَلُوْنَۚ

Tentang apakah mereka saling bertanya?
(An-Naba' [78]:1)


عَنِ النَّبَاِ الْعَظِيْمِۙ

Tentang berita yang besar (hari Kebangkitan)
(An-Naba' [78]:2)


الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ مُخْتَلِفُوْنَۗ

yang dalam hal itu mereka berselisih.
(An-Naba' [78]:3)


كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَۙ

Sekali-kali tidak! Kelak mereka akan mengetahui.
(An-Naba' [78]:4)


ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُوْنَ

Sekali lagi, tidak! Kelak mereka akan mengetahui.
(An-Naba' [78]:5)


اَلَمْ نَجْعَلِ الْاَرْضَ مِهٰدًاۙ

Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan
(An-Naba' [78]:6)


وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ

dan gunung-gunung sebagai pasak?
(An-Naba' [78]:7)


وَّخَلَقْنٰكُمْ اَزْوَاجًاۙ

Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan.
(An-Naba' [78]:8)


وَّجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًاۙ

Kami menjadikan tidurmu untuk beristirahat.
(An-Naba' [78]:9)


وَّجَعَلْنَا الَّيْلَ لِبَاسًاۙ

Kami menjadikan malam sebagai pakaian.
(An-Naba' [78]:10)


وَّجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًاۚ

Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan.
(An-Naba' [78]:11)


وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًاۙ

Kami membangun tujuh (langit) yang kukuh di atasmu.
(An-Naba' [78]:12)


وَّجَعَلْنَا سِرَاجًا وَّهَّاجًاۖ

Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari).
(An-Naba' [78]:13)


وَّاَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرٰتِ مَاۤءً ثَجَّاجًاۙ

Kami menurunkan dari awan air hujan yang tercurah dengan deras
(An-Naba' [78]:14)


لِّنُخْرِجَ بِهٖ حَبًّا وَّنَبَاتًاۙ

agar Kami menumbuhkan dengannya biji-bijian, tanam-tanaman,
(An-Naba' [78]:15)


وَّجَنّٰتٍ اَلْفَافًاۗ

dan kebun-kebun yang rindang.
(An-Naba' [78]:16)

Keluarga dalam Surat Al-Baqarah Surat Al-Baqarah memaparkan aturan dalam berkeluarga, dari pernikahan, perceraian, penyusunan da...

Keluarga dalam Surat Al-Baqarah

Surat Al-Baqarah memaparkan aturan dalam berkeluarga, dari pernikahan, perceraian, penyusunan dan peminangan.  Mungkin ada yang bertanya, mengapa aturan berkeluarga disebutkan di akhir? Tidak di awal?

Membangun keluarga merupakan pekerjaan yang sangat berat sehingga butuh persiapan. Untuk itu ketaatan kepada Allah swt, takwa, shalat, shaum, dan haji adalah bentuk persiapan tersebut.

Berjuta aturan tidak akan sanggup meluruskan jiwa-jiwa yang cenderung menyimpang. Oleh karena itu, kebanyakan ayat yang berkaitan dengan keluarga diakhiri dengan takwa kepada Allah swt, mengingatkan tentang Ilmu Allah swt dan pengawasan-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ سَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍۗ وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوْا ۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ وَلَا تَتَّخِذُوْٓا اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا وَّاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمَآ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗوَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ

Apabila kamu menceraikan istri(-mu), hingga (hampir) berakhir masa idahnya,69) tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas. Siapa yang melakukan demikian, dia sungguh telah menzalimi dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan ayat-ayat (hukum-hukum) Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepadamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
(Al-Baqarah [2]:231)

وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ اَنْ يَّنْكِحْنَ اَزْوَاجَهُنَّ اِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ ۗ ذٰلِكَ يُوْعَظُ بِهٖ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ ذٰلِكُمْ اَزْكٰى لَكُمْ وَاَطْهَرُ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

Apabila kamu (sudah) menceraikan istri(-mu) lalu telah sampai (habis) masa idahnya, janganlah kamu menghalangi mereka untuk menikah dengan (calon) suaminya70) apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang patut. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Hal itu lebih bersih bagi (jiwa)-mu dan lebih suci (bagi kehormatanmu). Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.
(Al-Baqarah [2]:232)


۞ وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ  لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(Al-Baqarah [2]:233)

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka71) menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Baqarah [2]:234)

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka71) menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Baqarah [2]:234)

وَاِنْ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلَّآ اَنْ يَّعْفُوْنَ اَوْ يَعْفُوَا الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۗ وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah menentukan maharnya, maka (bayarlah) separuh dari apa yang telah kamu tentukan, kecuali jika mereka atau pihak yang memiliki kewenangan nikah (suami atau wali) membebaskannya.74) Pembebasanmu itu lebih dekat pada ketakwaan. Janganlah melupakan kebaikan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(Al-Baqarah [2]:237)


وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ

Bagi istri-istri yang diceraikan terdapat hak mut‘ah dengan cara yang patut. Demikian ini adalah ketentuan bagi orang-orang yang bertakwa.
(Al-Baqarah [2]:241)


Pembingkaian aturan keluarga dengan ketakwaan mengajarkan kepada kita bahwa aturan akhlak dan aturan aktivitas dalam Islam selalu berkaitan.


Surat Al-Baqarah Sebagai Isyarat Kepemimpinan Surat Al-Baqarah merupakan surat yang komprehensif, mencakup hukum dan aturan Isla...

Surat Al-Baqarah Sebagai Isyarat Kepemimpinan


Surat Al-Baqarah merupakan surat yang komprehensif, mencakup hukum dan aturan Islam, maka dapat dipahami mengapa Rasulullah saw mengangkat seseorang yang hafal surat Al-Baqarah untuk menjadi pemimpin sebuah kaum.

Diharapkan dengan hafalannya, dia telah menguasai rambu-rambu manhaj yang komprehensif, menpresentasikan shirath mustaqim dalam Surat Al-Fatihah.

Manhaj aqidah terdapat dalam ayat Kursi, manhaj ibadah terdapat dalam ayat-ayat tentang shalat, shaum, dan haji.

Sedangkan manhaj muamalah (transaksi sesama manusia) terdapat dalam ayat-ayat infaq, dokumentasi hutang piutang, pengharaman riba, dan aturan perang, juga perkawinan.

Semuanya dibingkai dengan tiga pokok utama, yaitu ketaatan, kemandirian yang moderat dan ketakwaan. 


Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (360) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) cerpen Nabi (8) cerpen Nabi Musa (2) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (576) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (29) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (15) Namrudz (2) Nasrulloh Baksolahar (1) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (243) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (507) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (493) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (256) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (238) Sirah Sahabat (155) Sirah Tabiin (43) Sirah Ulama (156) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)