basmalah Pictures, Images and Photos
06/20/25 - Our Islamic Story

Choose your Language

Sikap Terhadap Bani Israil, Dari Era Nabi Ya‘qub hingga Rasulullah ï·º Oleh: Nasrulloh Baksolahar Bagaimana para nabi dan rasul me...

Sikap Terhadap Bani Israil, Dari Era Nabi Ya‘qub hingga Rasulullah ï·º

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Bagaimana para nabi dan rasul menyikapi perilaku Bani Israil dalam sejarah? Jawabannya tidak tunggal, namun mengikuti dinamika moral dan spiritual mereka sendiri. Sikap para nabi terhadap Bani Israil bukanlah cerminan emosi pribadi, melainkan manifestasi dari panduan ilahi—mengandung kesabaran, koreksi, bahkan konfrontasi—tergantung pada tingkat kedurhakaan yang mereka tunjukkan.


1. Kesabaran dan Harapan di Era Nabi Ya‘qub

Kisah ini bermula ketika Nabi Ya‘qub ‘alaihis salam menghadapi makar anak-anaknya yang mencelakai Yusuf, dengan memasukkannya ke dalam sumur. Saat mereka berpura-pura menangis dan membawa baju Yusuf berlumuran darah palsu, Nabi Ya‘qub berkata:

"Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan itu. Maka kesabaran yang baik itulah (sikapku). Dan Allah-lah tempat memohon pertolongan terhadap apa yang kalian ceritakan." (QS. Yusuf: 18)

Meskipun menyimpan firasat kuat bahwa anak-anaknya berbohong, beliau memilih sikap á¹£abr jamÄ«l—sabar yang indah, tanpa keluh kesah kepada manusia.

Bahkan setelah bertahun-tahun kehilangan Yusuf, beliau tetap berkata:

“Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Yusuf: 86)

Inilah model spiritualitas ketika menghadapi makar dari dalam: tetap berprasangka baik, menjaga harapan, dan bertawakal.


2. Teguran dan Pemisahan di Era Nabi Musa dan Harun

Ketika Allah memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Tanah Suci dan berjihad melawan bangsa yang kuat, mereka justru menolak dan berkata:

“Wahai Musa, pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah. Kami akan duduk di sini.” (QS. Al-Ma’idah: 24)

Nabi Musa tidak melaknat, tetapi mengadu kepada Allah dan menyatakan pemisahan diri :

“Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku dan saudaraku, maka pisahkanlah antara kami dan orang-orang fasik itu.” (QS. Al-Ma’idah: 25)

Permintaan ini menunjukkan batas kesabaran seorang rasul, dan keinginan untuk tidak terlibat dalam konsekuensi dari kaum yang terus menerus membangkang.

Pertanyaannya hari ini: Mengapa justru banyak negara Muslim yang berlomba-lomba menormalisasi hubungan dengan penjajah Israel, padahal para nabi sendiri mengambil jarak dari kaum yang durhaka?


3. Kecaman dan Laknat di Era Nabi Dawud dan Isa

Ketika Bani Israil melampaui batas, tidak saling menasihati dalam kemungkaran, serta secara kolektif terjerumus dalam pelanggaran, maka sikap para nabi terhadap mereka menjadi lebih keras:

 “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Al-Ma’idah: 78)

Ini adalah sikap tegas terhadap sistem dan moralitas yang rusak total, bukan sekadar kesalahan individu.


4. Ketegasan Rasulullah ï·º di Madinah

Di masa Rasulullah ï·º, sebagian kelompok Yahudi di Madinah membangun benteng, menyusun makar, dan bahkan berusaha membunuh beliau serta bersekutu dengan musuh-musuh Islam. Maka sikap Rasulullah ï·º berubah menjadi konfrontatif:

1. Bani Qainuqa‘ diusir setelah melanggar perjanjian.
2. Bani Nadhir diusir setelah berusaha membunuh Rasulullah.
3. Bani Quraizhah dihukum karena berkhianat dalam Perang Khandaq.

Semuanya adalah langkah politik dan keamanan berdasarkan fakta makar dan pengkhianatan, bukan karena fanatisme rasial.


Refleksi untuk Hari Ini

Sikap kita terhadap Zionis Israel hari ini seharusnya mengikuti sikap para nabi terhadap perilaku Bani Israil, bukan berdasarkan tekanan politik global atau kompromi ekonomi.

Jika hari ini penjajah Israel:
1. Menindas dan membantai rakyat Palestina,
2. Melanggar perjanjian damai,
3. Menodai masjid suci dan membunuhi anak-anak,

maka sikap lunak atau normalisasi tidaklah sesuai dengan warisan kenabian.


Meneladani Sikap Kenabian

Para nabi tidak bersikap satu arah terhadap Bani Israil:

1. Ada yang bersabar (Ya‘qub),
2. Ada yang menarik diri (Musa),
3. Ada yang melaknat (Dawud dan Isa),
4. Ada yang menyatakan perang (Rasulullah ï·º).

Semua berdasarkan pada perilaku dan kedurhakaan mereka, bukan sekadar identitasnya. Maka, sikap kita hari ini pun harus adil, tegas, dan proporsional.

Bangsa yang Hidup dari Mengemis: Jejak Mentalitas Yahudi Sejak Kemunculannya  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Penjajahan Zionis atas ...

Bangsa yang Hidup dari Mengemis: Jejak Mentalitas Yahudi Sejak Kemunculannya 


Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Penjajahan Zionis atas tanah Palestina bukan bermula dari kekuatan, tetapi dari permintaan dan lobi-lobi penuh pengharapan. Mereka datang kepada Inggris—penguasa Mandat Palestina pasca-Perang Dunia I—dan meminta tanah yang bukan milik mereka. Maka lahirlah Deklarasi Balfour tahun 1917, janji sepihak kepada kaum Yahudi untuk mendirikan "tanah air nasional" di Palestina, tanpa memperdulikan hak rakyat Palestina sendiri.

Namun apakah permintaan itu berhenti di situ?

Setelah merampas rumah, kebun, dan tanah rakyat Palestina, Zionis Yahudi mengemis dana dan dukungan politik kepada Amerika Serikat. Presiden Harry Truman menjadi salah satu pemimpin Barat yang menyanggupi permintaan itu, menjadikan Israel sebagai proyek strategis dalam peta politik global pasca-Perang Dunia II.

Ketika Perang Enam Hari tahun 1967 dan Perang Yom Kippur 1973 meletus, Israel kembali memohon bantuan militer kepada Amerika dan Eropa, sementara Barat justru memblokade suplai senjata ke negara-negara Arab. Kemenangan militer Israel saat itu tidak berdiri di atas kemandirian, tapi di atas dukungan penuh blok Barat yang meminggirkan keadilan.

Ketika Israel memperkuat infrastruktur militernya hingga menjadi kekuatan dominan di Timur Tengah, mereka melakukannya dengan dukungan teknologi, intelijen, dan dana dari sekutu-sekutunya. Sementara itu, negara-negara Arab ditekan melalui diplomasi dan bantuan, agar menjadi sekutu diam-diam penjajah yang tak pernah terang-terangan bersuara.

Lalu ketika Israel mulai melakukan genosida sistematis terhadap rakyat Palestina, mengancam negara-negara sekitarnya, dan bahkan memprovokasi Iran, apa yang terjadi?

Mereka kembali mengemis dukungan. Kali ini dengan menjual narasi ketakutan: senjata nuklir Iran, terorisme, dan eksistensi negara Yahudi yang "terancam". Mereka ingin Amerika turun tangan lagi, berperang untuk mereka, mengorbankan prajurit dan anggaran demi kelangsungan kolonialisme mereka.

Apakah pola ini hanya terjadi di era modern?

Sejarah mencatat, tradisi meminta dan menggantungkan diri ini telah menjadi bagian dari sikap mental kolektif mereka sejak zaman dahulu:

Di era Nabi Ya'qub, mereka datang ke Mesir saat kelaparan, meminta bantuan pangan dari kerajaan asing.

Di era Nabi Musa, mereka meminta makanan, minuman, dan kenyamanan dari langit, sembari menolak perintah jihad dan memilih bertahan dalam zona nyaman.

Mereka bahkan meminta Nabi Musa dan Harun agar menjadi wakil mereka dalam menghadapi bangsa Kan’an—padahal tanah itu telah dijanjikan kepada mereka.

Di masa Thalut, mereka menuntut seorang raja kepada Nabi mereka agar memimpin perang melawan Jalut—tetapi mereka sendiri lari dari medan tempur.

Ketika mendengar kabar tentang kedatangan Nabi akhir zaman, mereka datang ke Madinah bukan untuk iman, tetapi untuk mengembalikan supremasi rasial yang telah lama hilang.


Bangsa ini hidup dari menggantungkan diri kepada yang lain. Jika tak ada pihak yang bisa dimintai, maka mereka kehilangan arah dan kekuatan. Inilah pola mental yang tetap bertahan bahkan hingga abad ke-21.

Lalu, mengapa Muslimin dan bangsa Arab hari ini justru tak percaya diri menghadapi mereka?
Padahal sejarah membuktikan: mereka hanya unggul jika dibantu. Tanpa sokongan, mereka bukan siapa-siapa. Maka, masalah bukan pada kekuatan mereka, tetapi pada keraguan kita terhadap kekuatan kita sendiri.

"Hamba-Hamba-Ku yang Kuat" dalam Terminologi Kehancuran Bani Israil? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Ayat Al-Qur'an yan...

"Hamba-Hamba-Ku yang Kuat" dalam Terminologi Kehancuran Bani Israil?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Ayat Al-Qur'an yang menjadi dalil tentang kehancuran Bani Israil setiap kali mereka berbuat kezaliman dan kerusakan terdapat dalam surah Al-Isra’:

> "Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.’ Maka apabila datang saat hukuman untuk (kezaliman) pertama dari keduanya, Kami kirimkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang sangat kuat, lalu mereka memasuki perkampungan-perkampungan kalian. Dan itu adalah janji yang pasti terlaksana.”
— (QS Al-Isra’: 4–5)


Dalam pandangan para mufassir klasik, "hamba-hamba-Ku yang kuat" dalam ayat ini merujuk pada dua kekuatan besar yang pernah menghancurkan kerajaan Yahudi setelah masa Nabi Sulaiman a.s.:

1. Serbuan Kerajaan Asyur (Assyria):
Kekaisaran ini menghancurkan Kerajaan Israel (utara), yang dihuni oleh sepuluh suku Bani Israil, sekitar tahun 722 SM. Kota Samaria, ibu kotanya, dijarah dan penduduknya diasingkan.


2. Serbuan Kerajaan Babilonia (Babylonia):
Di bawah kepemimpinan Nebukadnezar II, Babilonia menghancurkan Kerajaan Yehuda (selatan), menghancurkan Baitul Maqdis (Solomon’s Temple), dan menawan ribuan orang Yahudi ke Babilonia pada tahun 586 SM.


Secara militer, Kerajaan Asyur dan Babilonia jauh lebih kuat dibandingkan kerajaan-kerajaan Yahudi saat itu, baik dari segi jumlah pasukan, teknologi militer, maupun strategi perangnya. Maka hancurlah dua kerajaan Yahudi itu secara total. Namun, bagaimana dengan konteks saat ini?


Kekuatan di Era Modern: Siapa “Hamba-Hamba-Ku yang Kuat”?

Di era sekarang, penjajah Israel justru menjadi kekuatan militer terkuat di kawasan Timur Tengah, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat dan sekutu Eropa. Negara-negara Arab yang dulu menentangnya, kini satu per satu menjalin kompromi dan normalisasi:

1. Mesir dan Yordania sudah lama menjadi sekutu Israel secara diplomatik.

2. Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Oman telah melakukan normalisasi.

3. Arab Saudi berada di ambang normalisasi dengan bujukan Amerika.

4. Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman dilumpuhkan oleh konflik internal dan perang proksi.

Yang tersisa adalah Iran, satu-satunya kekuatan regional yang masih aktif menentang dominasi Israel. Namun, secara militer konvensional, Iran pun masih berada di bawah Israel dari sisi teknologi dan daya tempur terbuka.

Lalu, di manakah posisi “hamba-hamba-Ku yang kuat” sebagaimana yang Allah janjikan dalam surat Al-Isra’? Apakah konsepnya masih identik dengan kekuatan militer besar seperti Asyur dan Babilonia, atau sudah bergeser?


Dari Infrastruktur ke Ideologi

Sejarah mencatat bahwa kemenangan di masa lalu ditentukan oleh dominasi militer dan infrastruktur. Saat Romawi dan Persia berebut pengaruh di wilayah Syam (Palestina), kekuatan ditentukan oleh logistik, jumlah pasukan, dan teknologi tempur.

Namun, sejak kebangkitan Islam di Hijaz, peta kekuatan berubah total. Kaum Muslimin yang secara infrastruktur lemah justru mampu mengalahkan dua imperium besar: Romawi dan Persia. Di sini, kekuatan ideologis, spiritualitas, dan kesatuan visi menjadi faktor utama kemenangan.

Apakah ini berarti, di era modern pun, yang disebut “hamba-hamba-Ku yang kuat” tidak semata-mata diukur dari besar pasukan atau kecanggihan persenjataan?

Mungkin, kekuatan mereka lahir dari kesabaran di bawah tekanan, keberanian yang dibentuk oleh penderitaan, dan keyakinan yang tak goyah terhadap janji Allah. Seperti kekuatan Gaza hari ini, yang diblokade total tapi mampu mengguncang negeri yang dimanja dengan teknologi.



Penutup

Dalam logika ilahi, kekuatan tidak selalu lahir dari superioritas material. Kadang, justru muncul dari ruang-ruang keterbatasan yang diisi oleh iman, tekad, dan keberanian. Maka ketika Allah berfirman “hamba-hamba-Ku yang sangat kuat,” bisa jadi mereka tidak terdefinisi oleh radar militer dunia, tetapi dikenali langit sebagai ujung tombak keadilan-Nya di bumi.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (224) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (464) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (234) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (139) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)