Sikap Terhadap Bani Israil, Dari Era Nabi Ya‘qub hingga Rasulullah ï·º
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bagaimana para nabi dan rasul menyikapi perilaku Bani Israil dalam sejarah? Jawabannya tidak tunggal, namun mengikuti dinamika moral dan spiritual mereka sendiri. Sikap para nabi terhadap Bani Israil bukanlah cerminan emosi pribadi, melainkan manifestasi dari panduan ilahi—mengandung kesabaran, koreksi, bahkan konfrontasi—tergantung pada tingkat kedurhakaan yang mereka tunjukkan.
1. Kesabaran dan Harapan di Era Nabi Ya‘qub
Kisah ini bermula ketika Nabi Ya‘qub ‘alaihis salam menghadapi makar anak-anaknya yang mencelakai Yusuf, dengan memasukkannya ke dalam sumur. Saat mereka berpura-pura menangis dan membawa baju Yusuf berlumuran darah palsu, Nabi Ya‘qub berkata:
"Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan itu. Maka kesabaran yang baik itulah (sikapku). Dan Allah-lah tempat memohon pertolongan terhadap apa yang kalian ceritakan." (QS. Yusuf: 18)
Meskipun menyimpan firasat kuat bahwa anak-anaknya berbohong, beliau memilih sikap á¹£abr jamÄ«l—sabar yang indah, tanpa keluh kesah kepada manusia.
Bahkan setelah bertahun-tahun kehilangan Yusuf, beliau tetap berkata:
“Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Yusuf: 86)
Inilah model spiritualitas ketika menghadapi makar dari dalam: tetap berprasangka baik, menjaga harapan, dan bertawakal.
2. Teguran dan Pemisahan di Era Nabi Musa dan Harun
Ketika Allah memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Tanah Suci dan berjihad melawan bangsa yang kuat, mereka justru menolak dan berkata:
“Wahai Musa, pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah. Kami akan duduk di sini.” (QS. Al-Ma’idah: 24)
Nabi Musa tidak melaknat, tetapi mengadu kepada Allah dan menyatakan pemisahan diri :
“Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku dan saudaraku, maka pisahkanlah antara kami dan orang-orang fasik itu.” (QS. Al-Ma’idah: 25)
Permintaan ini menunjukkan batas kesabaran seorang rasul, dan keinginan untuk tidak terlibat dalam konsekuensi dari kaum yang terus menerus membangkang.
Pertanyaannya hari ini: Mengapa justru banyak negara Muslim yang berlomba-lomba menormalisasi hubungan dengan penjajah Israel, padahal para nabi sendiri mengambil jarak dari kaum yang durhaka?
3. Kecaman dan Laknat di Era Nabi Dawud dan Isa
Ketika Bani Israil melampaui batas, tidak saling menasihati dalam kemungkaran, serta secara kolektif terjerumus dalam pelanggaran, maka sikap para nabi terhadap mereka menjadi lebih keras:
“Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Al-Ma’idah: 78)
Ini adalah sikap tegas terhadap sistem dan moralitas yang rusak total, bukan sekadar kesalahan individu.
4. Ketegasan Rasulullah ï·º di Madinah
Di masa Rasulullah ï·º, sebagian kelompok Yahudi di Madinah membangun benteng, menyusun makar, dan bahkan berusaha membunuh beliau serta bersekutu dengan musuh-musuh Islam. Maka sikap Rasulullah ï·º berubah menjadi konfrontatif:
1. Bani Qainuqa‘ diusir setelah melanggar perjanjian.
2. Bani Nadhir diusir setelah berusaha membunuh Rasulullah.
3. Bani Quraizhah dihukum karena berkhianat dalam Perang Khandaq.
Semuanya adalah langkah politik dan keamanan berdasarkan fakta makar dan pengkhianatan, bukan karena fanatisme rasial.
Refleksi untuk Hari Ini
Sikap kita terhadap Zionis Israel hari ini seharusnya mengikuti sikap para nabi terhadap perilaku Bani Israil, bukan berdasarkan tekanan politik global atau kompromi ekonomi.
Jika hari ini penjajah Israel:
1. Menindas dan membantai rakyat Palestina,
2. Melanggar perjanjian damai,
3. Menodai masjid suci dan membunuhi anak-anak,
maka sikap lunak atau normalisasi tidaklah sesuai dengan warisan kenabian.
Meneladani Sikap Kenabian
Para nabi tidak bersikap satu arah terhadap Bani Israil:
1. Ada yang bersabar (Ya‘qub),
2. Ada yang menarik diri (Musa),
3. Ada yang melaknat (Dawud dan Isa),
4. Ada yang menyatakan perang (Rasulullah ï·º).
Semua berdasarkan pada perilaku dan kedurhakaan mereka, bukan sekadar identitasnya. Maka, sikap kita hari ini pun harus adil, tegas, dan proporsional.
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif