Langit Saat Sangkakala Ditiup
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Manusia beraktivitas dan beristirahat mengikuti siklus langit. Malam dan siang berjalan berdasarkan perputaran langit. Aktivitas manusia pun menyesuaikan dengan ritme tersebut.
Malam adalah pakaian. Tidur menjadi waktu untuk beristirahat. Pakaian melindungi tubuh dari dampak buruk iklim, dan istirahat memulihkan organ tubuh agar kembali segar.
Siang digunakan untuk mencari penghasilan. Mengelola kehidupan demi berbagi manfaat dari alam semesta.
Semuanya berada di bawah naungan langit yang kokoh dan indah. Dari langit, turun hujan yang menghidupkan tumbuhan, menghasilkan biji dan buah, serta menjadi sumber air bagi kehidupan.
Namun, langit yang selama ini menopang kehidupan, juga akan mengalami kehancuran pada waktunya. Yaitu, ketika sangkakala ditiup oleh Malaikat Israfil. Saat itu, langit akan terbuka dan digulung. Yang terlihat hanyalah pintu-pintu langit.
Seperti firman Allah Swt. berikut ini,
"(Ingatlah) hari ketika Kami menggulung langit seperti (halnya) gulungan lembaran-lembaran catatan. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Itu adalah) janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kami akan melaksanakannya."
(Al-Anbiyā' [21]:104)
"(yaitu) hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong. Langit pun dibuka. Maka, terdapatlah beberapa pintu."
(An-Naba' [78]:18-19)
Ditiupnya sangkakala adalah tanda hari Kiamat. Hari Kiamat hanya Allah Swt. yang mengetahuinya. Namun, Allah Swt. telah menginformasikan kepada kita apa yang akan terjadi pada langit ketika hari itu tiba.
Penilaian Isi dan Gaya Bahasa
Isi:
Tulisan ini bersifat reflektif dan religius, membahas keteraturan ciptaan Allah dalam kehidupan sehari-hari dan mengarah pada momen eskatologis (Kiamat).
Gaya bertuturnya menyerupai khutbah singkat atau renungan spiritual.
Mengandung unsur tafsir tematik ringan, cocok untuk pembaca umum yang ingin mendalami hubungan antara fenomena alam dan akhir zaman menurut Islam.
Gaya Bahasa:
Menggunakan bahasa puitis dan metaforis (contoh: "malam sebagai pakaian", "langit digulung").
Kalimat pendek, repetitif di awal (mirip gaya lisan atau retoris).
Ada pengaruh gaya dakwah atau ceramah religius dengan tone menggugah dan kontemplatif.
Struktur naratif sederhana, cocok untuk audiens awam.
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif