basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story: Sirah Nabawiyah

Choose your Language

Tampilkan postingan dengan label Sirah Nabawiyah. Tampilkan semua postingan

Membangun Legitimasi dalam Menghadapi Yahudi Madinah Oleh: Nasrulloh Baksolahar Bisakah persoalan dengan Yahudi Madinah diselesa...

Membangun Legitimasi dalam Menghadapi Yahudi Madinah

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Bisakah persoalan dengan Yahudi Madinah diselesaikan hanya melalui pendekatan politik? Apakah kekuatan militer semata cukup untuk menghadapi Yahudi yang saat itu telah bersekutu dengan kaum Musyrik Quraisy dan golongan Munafik di dalam kota?

Ketika Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, beliau tidak sekadar menemukan tempat perlindungan, melainkan menghadapi realitas baru: komunitas Yahudi yang telah lama mapan, memiliki kekuatan ekonomi, jaringan politik, dan militer yang solid. Sementara kaum Muslimin sendiri baru saja keluar dari fase penindasan di Mekkah, dan sedang dalam proses membangun kekuatan internal.

Menghadapi situasi ini, Rasulullah ﷺ tidak serta-merta mengandalkan kekuatan militer atau manuver politik. Beliau lebih dulu membangun legitimasi hukum dan moral—dasar yang mutlak diperlukan untuk menegakkan keadilan dan menjaga stabilitas sosial. Tanpa legitimasi, kekuatan politik dan militer akan kehilangan pijakan. Dukungan masyarakat tidak akan mengakar, dan kesadaran kolektif untuk bertindak tidak akan tumbuh.

Sebagai langkah strategis, Rasulullah ﷺ menggagas dan menyusun Piagam Madinah—sebuah dokumen sosial-politik yang kini dapat disebut sebagai "undang-undang dasar" negara kota Madinah. Piagam ini menyatukan berbagai suku, agama, dan kepentingan dalam satu kerangka kebangsaan yang baru, di bawah kepemimpinan Nabi ﷺ sebagai pemimpin tertinggi.

Dalam dokumen ini, semua komunitas di Madinah, termasuk Yahudi, diakui hak dan kewajibannya secara adil. Mereka mendapatkan jaminan kebebasan beragama, tetapi juga terikat pada prinsip keadilan bersama dan pembelaan kolektif terhadap Madinah jika diserang pihak luar.

Namun, ketika beberapa kelompok Yahudi melanggar kesepakatan tersebut—berkhianat, menjalin aliansi dengan musuh Islam, dan bahkan merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah ﷺ—maka tindakan tegas pun diambil. Bukan berdasarkan kebencian agama, tapi atas dasar pelanggaran terhadap perjanjian yang disepakati bersama.

Inilah kekuatan legitimasi yang dibangun oleh Rasulullah ﷺ: keputusan untuk menindak tegas dilandasi oleh kesepakatan hukum bersama, bukan oleh tekanan emosional atau sekadar kekuatan militer. Dengan ini, kebenaran ditegakkan bukan hanya dalam bingkai teologi, tetapi juga dalam kerangka sosial-politik yang rasional dan dapat diterima oleh semua pihak.

Rasulullah ﷺ tidak memilih jalan kekerasan saat ketegangan memuncak. Beliau memilih jalan hukum dan keadilan, karena beliau bukan sekadar pemimpin perang, tapi pembangun peradaban.

Menghalangi Kepergian ke Ka'bah Oleh: Nasrulloh Baksolahar Musyrikin Quraisy pernah menghalangi Rasulullah saw. dan para sah...

Menghalangi Kepergian ke Ka'bah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Musyrikin Quraisy pernah menghalangi Rasulullah saw. dan para sahabat yang hendak melaksanakan umrah dari Madinah ke Mekah. Meski beberapa utusan Quraisy memastikan bahwa perjalanan itu murni demi ibadah, mereka tetap bersikeras melarang kaum Muslimin memasuki Mekah. Dari ketegangan inilah lahir Perjanjian Hudaibiyah. Apakah sejarah semacam ini tidak terulang?

Pada tahun 1187, di masa Perang Salib, Raynald dari Chatillon berulang kali menyerang jamaah haji yang melintas di sekitar Yerusalem. Ia tidak hanya menjarah dan membunuh mereka, tetapi bahkan mengancam akan menyerang Ka'bah dan menghancurkan Tanah Suci Mekah.

Lima abad kemudian, pada tahun 1502, Raja Manuel I dari Portugis mengirim Vasco da Gama ke India dengan armada besar. Misinya bukan sekadar penjelajahan, tetapi juga untuk memperkuat dominasi Portugal dan menyingkirkan pedagang Muslim dari jalur perdagangan utama.

Dalam pelayarannya yang kedua, da Gama melakukan kekejaman brutal: menyerang kapal-kapal dagang Muslim, menghancurkan pelabuhan di sepanjang pantai timur Afrika, bahkan membakar sebuah kapal yang penuh dengan jamaah haji, menewaskan ratusan penumpang tak berdosa.

Tahun 1566, Sultan Alauddin dari Aceh menulis surat kepada Sultan Sulaiman dari Turki Utsmani, memohon bantuan atas gangguan Portugis yang semakin masif. Dalam suratnya, Sultan Alauddin mengadukan bahwa Portugis bukan hanya menghalangi jalur haji, tetapi juga menangkap dan memperbudak para jamaah, serta menenggelamkan kapal-kapal mereka.

"Demi Allah dan Nabi Muhammad, tolonglah kami dan jamaah haji dalam perjalanan ke Mekah sebelum kekuatan Portugis datang," tulisnya.

Kini, di era modern, sejarah itu tampaknya kembali terulang. Israel melancarkan serangan udara ke Yaman untuk menghancurkan pesawat yang akan digunakan para jamaah haji. Di Tepi Barat, sebuah bus rombongan haji dihancurkan dengan sengaja oleh kendaraan militer Israel, bahkan dua jamaah ditangkap.

Sejarah mencatat akibat dari kezaliman seperti itu. Musyrikin Quraisy dikalahkan dalam peristiwa Fathu Makkah. Tentara Salib tumbang dalam Perang Hittin. Portugal takluk oleh Inggris dalam pertempuran laut di Suvali, India, pada 29 November 1612.

Bagaimana dengan Israel? Kekalahan mereka pun hanya tinggal menunggu waktu. Sebab siapa pun yang menghalangi perjalanan ke Ka'bah, akan menanggung akibat yang sama seperti para pendahulunya.

Sebab Sakitnya Rasulullah saw Oleh: Nasrulloh Baksolahar Apa penyebab seseorang jatuh sakit? Apakah karena virus, bakteri, cuaca...

Sebab Sakitnya Rasulullah saw
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Apa penyebab seseorang jatuh sakit? Apakah karena virus, bakteri, cuaca, atau faktor eksternal lainnya? Secara medis, itu semua bisa jadi penyebab. Namun, jika ditilik secara spiritual, ternyata salah satu penyebab utama adalah kezaliman terhadap diri sendiri.

Apa yang dimaksud dengan zalim kepada diri? Yaitu hidup yang melampaui batas, baik batas bawah maupun batas atas. Saat seseorang tidak menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Allah dan teladan Rasulullah saw, ia telah keluar dari takaran ideal yang ditetapkan oleh Islam.

Contohnya adalah tidur terlalu larut atau justru terlalu banyak tidur; makan dan minum secara berlebihan atau malah tidak cukup; berolahraga secara ekstrem atau tidak berolahraga sama sekali; tidak pernah berpuasa atau justru berpuasa setiap hari tanpa panduan syariat. Semua itu bentuk kezaliman terhadap diri sendiri.

Untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani, umat Islam diajarkan untuk meneladani Rasulullah saw. Beliau hidup dalam keseimbangan yang sempurna. Namun, meskipun hidup dalam kesempurnaan syariat dan keseimbangan, Rasulullah saw juga pernah jatuh sakit. Lalu, apa penyebabnya?

Sakitnya Rasulullah saw bukan karena kezaliman terhadap diri sendiri, melainkan karena kejahatan dari luar dirinya. Beliau pernah disihir oleh seorang Yahudi, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits yang dicatat oleh Imam Ahmad. Zaid bin Arqam meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah merasa sakit selama beberapa hari. Kemudian malaikat Jibril datang dan menyampaikan bahwa seorang lelaki Yahudi telah menyihir beliau dengan membuat buhul di sebuah sumur. Nabi pun mengutus seseorang untuk mengambil buhul itu, dan setelah diurai, beliau pulih kembali. Meski demikian, Nabi tidak membalas atau menunjukkan permusuhan terhadap pelaku sampai wafatnya.

Selain itu, dalam Perang Khaibar, Zainab binti al-Harits, seorang wanita Yahudi, mencoba membalas dendam kekalahan kaumnya dengan meracuni makanan yang disajikan kepada Rasulullah saw. Efek dari racun itu tidak langsung mematikan, tetapi perlahan-lahan melemahkan kondisi fisik Nabi. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari, Nabi bersabda di masa sakitnya, “Sekarang saatnya aku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun tersebut.”

Dengan demikian, jelas bahwa sakitnya Rasulullah saw bukanlah akibat dari kelalaian dalam menjaga keseimbangan hidup, melainkan karena serangan dan kejahatan eksternal yang ditujukan kepadanya. Berbeda dengan kebanyakan manusia yang jatuh sakit karena abai terhadap tubuh dan jiwa mereka sendiri—karena mereka telah menzalimi dirinya sendiri.

Turunnya Al-Qur’an, Titik Balik Peradaban Oleh: Nasrulloh Baksolahar Dalam kesendiriannya di Gua Hira, Nabi Muhammad saw. larut ...

Turunnya Al-Qur’an, Titik Balik Peradaban
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Dalam kesendiriannya di Gua Hira, Nabi Muhammad saw. larut dalam renungan dan kegelisahan. Ia resah menyaksikan kerusakan zaman dan kekacauan moral masyarakatnya. Di tengah keheningan itulah, tiba-tiba malaikat Jibril datang dan berkata, “Bacalah.” Maka turunlah ayat pertama Al-Qur’an:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia,
yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(Al-‘Alaq [96]:1–5)


Peristiwa agung ini bukan sekadar perjumpaan spiritual. Ini adalah momen awal turunnya wahyu dari langit ke bumi—sebuah titik balik dalam sejarah umat manusia. Menurut Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, inilah saat ketika Allah Yang Mahasuci, Mahaagung, dan Mahamulia mengarahkan perhatian-Nya kepada makhluk bernama manusia—untuk membimbingnya keluar dari gelapnya kebodohan menuju cahaya ilmu dan iman.

Sejak saat itu, batas sejarah telah bergeser. Peradaban manusia mengalami transformasi mendalam: dari zaman jahiliah yang menuhankan hawa nafsu, menuju kehidupan yang dipimpin oleh wahyu Ilahi. Bukankah ini sebuah revolusi besar?

Peristiwa ini layaknya hari kemerdekaan dari penjajahan batin. Seperti momen jatuhnya rezim tirani dalam sejarah dunia. Seperti hari pertama seorang tahanan menghirup udara bebas setelah lama terkurung dalam kegelapan. Hari turunnya Al-Qur’an adalah hari kelahiran cara pandang baru terhadap kehidupan.

Sejak itulah, manusia belajar membaca dunia bukan atas nama ego, tetapi atas nama Tuhan yang menciptakannya. Ia belajar melihat kehidupan sebagai amanah, bukan sekadar hasrat. Hidup menjadi lebih jernih, lebih luhur. Jiwa-jiwa yang menerima wahyu hidup dalam naungan kasih sayang dan pengawasan Allah Swt.—senantiasa merasa dekat dengan-Nya dalam setiap langkah dan keputusan.

Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya hidup dalam kesadaran ini. Dalam waktu 23 tahun, seluruh Jazirah Arab terbebaskan dari belenggu jahiliah. Lima puluh tahun kemudian, wilayah Persia, Romawi, dan Mesir turut merasakan cahaya peradaban Islam. Dan semua itu bermula dari sebuah malam sunyi di Gua Hira—ketika langit menyapa bumi, dan firman pertama turun menggetarkan dunia.

Peristiwa itu tidak hanya milik masa lalu, tapi juga cahaya yang relevan bagi siapa pun yang mencari makna hidup hari ini. Bila sekarang merasakan hal yang sama, seperti yang dirasakan Muhammad di gua Hira, dalam melihat peradaban saat ini, mengapa tidak melakukan hal yang sama? 



Analisis Isi dan Gaya Bahasa

1. Isi (Kandungan)

Kekuatan:
Historis dan teologis: Mengangkat peristiwa monumental (turunnya wahyu pertama) sebagai momentum perubahan peradaban, yang dijelaskan secara kronologis dan reflektif.

Menggugah kesadaran: Penulis tidak sekadar mengabarkan peristiwa, tetapi mengajak pembaca menyadari makna transformatif Al-Qur'an dalam hidup personal dan sosial.

Relevansi masa kini: Paragraf penutup menghubungkan sejarah dengan kondisi kontemporer, mengajak pembaca bertindak sebagaimana Nabi ketika menghadapi kegelisahan zaman.

Didukung kutipan otoritatif: Referensi kepada Sayyid Qutb memperkuat kedalaman dan otoritas teks.


2. Gaya Bahasa

Ciri utama:
Reflektif dan naratif: Menggunakan gaya bercerita (kisah Gua Hira), tapi juga kontemplatif dan argumentatif.

Puitis dan metaforis: Kalimat seperti “langit menyapa bumi” atau “penjara batin” memperkuat nuansa spiritual dan imajinatif.

Retoris: Pertanyaan-pertanyaan seperti “Bukankah sebuah revolusi besar?” dan kalimat penutup bernada ajakan menegaskan daya sugestifnya.

Ritmis dan tenang: Struktur kalimat bervariasi antara pendek dan panjang, memberi ritme yang nyaman dibaca.


Gaya bahasa ini menciptakan efek:
Hening dan sakral (cocok dengan tema wahyu),
Mendorong perenungan batin,
Membangun harapan dan optimisme spiritual.

Allah Swt. Percaya pada Manusia, Mengapa Manusia Tidak Percaya Diri? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Allah Swt. memompa kepercayaan d...

Allah Swt. Percaya pada Manusia, Mengapa Manusia Tidak Percaya Diri?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Allah Swt. memompa kepercayaan diri manusia. Allah Swt. menumpahkan kepercayaan yang seolah-olah jiwa tak sanggup menerimanya, dengan berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
(Muhammad [47]:7)

Buya Hamka dalam bukunya Kesepaduan Iman dan Amal Saleh mengatakan:

“Bila dicari hakikat yang mendalam, bagaimana kita dapat menolong Allah Swt.? Padahal Allah Swt. Mahakuat dan kita mahale­mah. Kita insaf akan kelemahan kita! Allah Swt. pun tahu kita lemah! Namun, dengan ayat ini, Allah Swt. menyuruh kita bangkit. Allah Swt. menyuruh kita menggunakan kekuatan anugerah Ilahi yang tersimpan dalam jiwa kita. Supaya kita bangun! Supaya kita bekerja, berusaha, dan beramal.”

Menolong agama Allah berarti mengambil peran dan tanggung jawab—dari mengambil duri di jalan hingga menegakkan tauhid; dari sedekah senyuman hingga berwakaf sumur seperti Utsman di Madinah.

Dari membangun pasar di Madinah hingga menjadi ketua pemilihan khalifah seperti Abdurrahman bin Auf setelah Umar bin Khattab wafat. Dari menggantikan tidur Rasulullah Saw. saat hijrah hingga menjadi panglima dan khalifah seperti Ali bin Abi Thalib.

Dari menyediakan air untuk wudu Rasulullah Saw. hingga menjadi ulama besar seperti Ibnu Abbas. Dari muazin hingga menjadi wali kota seperti Bilal bin Rabah.

Itulah lapangan perjuangan menolong agama Allah. Maka, Allah akan menolong dan meneguhkan peran tersebut menjadi sebuah peradaban.

Jika Allah Swt. begitu “meyakini” kemampuan manusia, mengapa manusia justru tidak percaya diri terhadap kekuatan yang terpendam dalam dirinya?


Analisis Isi dan Gaya Bahasa Tulisan
Isi:
Tulisan ini mengangkat tema teologis yang kuat dan menggugah: bahwa Allah Swt. memberikan kepercayaan besar kepada manusia, bahkan memanggilnya untuk berperan aktif menolong agama-Nya. Penulis menegaskan bahwa ajakan untuk “menolong agama Allah” adalah bentuk kepercayaan Ilahi pada kemampuan manusia, meskipun manusia lemah. Ini ditunjukkan melalui kutipan Al-Qur’an dan didukung dengan pandangan Buya Hamka serta contoh-contoh konkret dari sejarah Islam.

Isi tulisan bersifat reflektif, inspiratif, dan motivasional—mengajak pembaca untuk bangkit, percaya diri, dan berkontribusi dalam perjuangan menegakkan nilai-nilai agama. Pesan akhirnya bersifat retoris namun kuat: jika Allah percaya pada manusia, mengapa manusia justru meragukan dirinya sendiri?

Gaya Bahasa:
Gaya bahasa yang digunakan bersifat persuasif, religius, dan naratif. Ciri-cirinya antara lain:

1. Retoris: Banyak menggunakan pertanyaan yang menggugah pembaca, misalnya pada kalimat penutup.

2. Bahasa Agamis: Diperkaya dengan kutipan ayat Al-Qur’an, tafsir tokoh ulama (Buya Hamka), serta contoh sahabat Nabi.

3. Figuratif dan Emosional: Kalimat seperti “memompa kepercayaan diri manusia” dan “menumpahkan kepercayaan yang seolah-olah jiwa tak sanggup menerimanya” memuat majas hiperbola dan metafora.

4. Struktur Argumentatif: Tulisan tersusun secara runtut: dimulai dari dasar argumen (ayat), peneguhan tafsir, ilustrasi sejarah, hingga ajakan dan kesimpulan.

Kesimpulan:
Tulisan ini berhasil menyampaikan pesan religius yang kuat dengan gaya yang menggugah dan membangun semangat. Cocok dijadikan bahan refleksi spiritual, artikel motivasi Islami, atau konten dakwah populer. Jika ingin diterbitkan dalam buku, tulisan seperti ini cocok dalam kumpulan esai-esai tematik bertema iman dan perjuangan.

Kompromi Politik, Sebelum Solusi Militer Oleh: Nasrulloh Baksolahar Saat tiba di Madinah, yang ditawarkan Rasulullah saw. kepada...

Kompromi Politik, Sebelum Solusi Militer

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Saat tiba di Madinah, yang ditawarkan Rasulullah saw. kepada seluruh masyarakat Madinah adalah kompromi politik dalam wujud Piagam Madinah, bukan pengumuman perang kepada pihak yang tidak setuju dengan kepemimpinannya.

Ketika kaum Yahudi dengan terang-terangan melakukan usaha pembunuhan yang terorganisasi dan sistematis, hingga menantang perang dan membawa pasukan besar untuk mengepung Madinah, barulah Rasulullah saw. menyatakan perang terhadap mereka.

Sedangkan kaum munafik, yang berusaha melakukan “kudeta” secara tersembunyi, Rasulullah saw. tidak menyatakan perang dan tidak pula membunuh mereka—meskipun para sahabatnya mendesak untuk membunuh tokoh utamanya.

Dalam Perang Khaibar, Rasulullah saw. menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai panglima. Beliau lalu memberinya bendera. Ali berkata,
“Wahai Rasulullah! Apakah aku harus memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita (masuk Islam)?”

Ternyata Rasulullah saw. terlebih dahulu memberikan kompromi politik dengan bersabda:
“Berangkatlah kamu dengan langkah yang tenang (tidak tergesa-gesa), hingga kamu memasuki wilayah mereka. Kemudian serulah mereka kepada Islam, dan beritahukanlah kepada mereka tentang apa yang menjadi kewajiban mereka kepada Allah Swt. Demi Allah! Jika Allah memberi hidayah kepada satu orang, maka hal itu lebih baik bagimu daripada kamu memiliki unta merah (seluruh kemewahan dunia).”

Sebelum Futuh Makkah, Rasulullah saw. lebih dahulu mengedepankan kompromi politik melalui Perjanjian Hudaibiyah—meskipun Umar bin Khattab ngotot untuk berperang, dan sebagian sahabat pun nyaris tidak mau menaati keputusan itu.

Saat Futuh Makkah pun, Rasulullah saw. menawarkan kompromi politik dengan memberikan jaminan keamanan kepada siapa pun yang tetap berada di rumahnya. Hanya sekitar sepuluh orang yang dijatuhi hukuman. Itupun akhirnya dibebaskan setelah mereka bertaubat.

Fakta sejarah membuktikan bahwa kompromi politik lebih komprehensif dalam menciptakan kedamaian, sebagaimana terjadi dalam konflik Irlandia–Inggris, isu-isu separatisme di Nusantara (Aceh, Maluku, dan Papua), bahkan Perang Sipil di Amerika pun dapat diselesaikan melalui jalur kompromi politik. Namun, mengapa penjajah Israel lebih memilih solusi militer? Inilah kebodohan.

Mengkhianati Gencatan Senjata di Gaza Oleh: Nasrulloh Baksolahar Pada 15 Januari 2025, gencatan senjata tahap pertama antara Ham...


Mengkhianati Gencatan Senjata di Gaza

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Pada 15 Januari 2025, gencatan senjata tahap pertama antara Hamas dan penjajah Israel yang dimediasi oleh Amerika, Qatar, dan Mesir ditandatangani. Gencatan senjata ini direncanakan berlangsung dalam tiga tahap. Namun yang terjadi, penjajah justru melakukan blokade total, membunuh dengan semakin brutal, dan terus mengusir rakyat Gaza.

Tak hanya penjajah, Amerika pun melakukan hal yang sama. Setelah seorang sandera dibebaskan dengan janji imbalan berupa penghentian blokade dan tekanan kepada penjajah untuk mengakhiri perang, Amerika tampak belum melakukan apa pun. Apakah ini sebuah kerugian dan kekalahan bagi Hamas?

Memenuhi janji adalah kemenangan. Mengkhianati janji adalah kekalahan—apa pun hasil akhirnya, meskipun yang mengkhianati janji tampak meraih kemenangan pada awalnya.

Perhatikan perang Khandak. Bagaimana pengkhianatan Bani Quraizah dan kaum munafik berhasil mengajak banyak kabilah Arab untuk mengepung Madinah dengan 10.000 pasukan? Bukankah saat itu Madinah berada di ambang kehancuran?

Perhatikan pula Perjanjian Hudaibiyah. Dalam perjanjian tersebut, kaum kafir Quraisy melakukan pelanggaran. Mereka justru memberikan bantuan kepada Bani Bakr untuk menyerang Bani Khuza'ah. Bani Bakr adalah sekutu kaum kafir Quraisy, sedangkan Bani Khuza'ah adalah sekutu umat Islam.

Apa yang terjadi akibat pengkhianatan ini? Kongsi antara Yahudi, kaum munafik, dan Quraisy hancur di Madinah. Rasulullah saw. berhasil membebaskan Mekah (Futuh Mekah).

Apa pengaruh kejiwaan bagi para pengkhianat? Tumbuh perasaan bersalah. Mungkinkah suasana batin semacam ini membentuk mental yang kuat? Apakah mereka tetap mendapat dukungan publik?

Perhatikan nasib penjajah. Bukankah semangat tempur mereka berada pada titik terendah? Bukankah rakyat mereka sendiri banyak yang menolak perang? Sebab tak ada lagi harga diri dalam peperangan.

Apakah sesama pengkhianat bisa bersatu padu? Kelak mereka akan berjuang sendirian, seperti Yahudi Khaibar yang akhirnya tidak mendapat bantuan dari suku Ghathafan, meskipun sebelumnya dijanjikan setengah hasil panen Khaibar. Bukankah ini mulai dirasakan penjajah lewat isolasi internasional?

Dalam sejarah, para pengkhianat tidak pernah benar-benar mampu mewujudkan tujuan pengkhianatannya, meski pada awalnya terlihat berhasil dan berjalan mulus. Itulah takdir semua pengkhianat, baik di tingkat personal maupun negara.

Quraisy dan Yahudi di Era Penantian Nabi Terakhir Oleh: Nasrulloh Baksolahar Kabilah Quraisy bangsa asli di Mekah. Sedangkan Yah...

Quraisy dan Yahudi di Era Penantian Nabi Terakhir

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Kabilah Quraisy bangsa asli di Mekah. Sedangkan Yahudi berimigrasi ke Madinah. Lalu menetap di Madinah. Itulah era sebelum kedatangan Nabi Terakhir. Bagaimana karakter mereka?

Di era kejahiliyahan, Allah swt masih memuji suku Quraisy dalam Al-Qur'an. Allah swt berfirman dalam surat Quraisy ayat 1-4,

"Disebabkan oleh kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas (sehingga mendapatkan banyak keuntungan), maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut."

Di era kejahiliyahan Quraisy, para ahli sirah nabawiyah mencatat, beberapa karakter suku Quraisy yang merupakan bagian akhlak mulia seorang mukmin. Seperti, akhlak kepada tamu dan memberikan perlindungan kepada seseorang.

Beberapa sabda Rasûlullâh saw pun, dalam mengomentari keputusan suku Quraisy di era kejahiliyahan, menunjukkan dukungannya. Terutama tentang tidak adanya praktik kezaliman terhadap orang lain di sekitar Mekah. Seperti perjanjian Hilful Fudhul.

Bagaimana dengan Yahudi? Banyak celaan Allah swt terhadap mereka. Di saat Nabi Musa dan Isa masih hidup saja, banyak celaan Allah swt kepadanya, apalagi setelah kepergiannya?

Moenawar Chalil, dalam Kelengkapan Tarik Nabi Muhammad SAW, menjelaskan kelicikan kaum Yahudi dalam mengadu domba suku asli Madinah, Aus dan Khazraj. Kedua suku ini berperang dengan tidak ada hentinya karena politik "adu domba" kaum Yahudi.

Jadi dalam kejahiliyahan Quraisy, mereka masih dikategorikan bangsa yang bodoh. Juga, masih ada yang selaras dengan Islam. Namun, dalam naungan Taurat, bangsa Yahudi dikategorikan sebagai kaum yang dimurkai. Itulah kondisi keduanya di era penantian diurusnya Nabi Terakhir.

Saat Yahudi Menanti Kedatangan Nabi Terakhir di Madinah Oleh: Nasrulloh Baksolahar Yahudi tiba di Madinah untuk tujuan suci. Yai...

Saat Yahudi Menanti Kedatangan Nabi Terakhir di Madinah

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Yahudi tiba di Madinah untuk tujuan suci. Yaitu, menanti kehadiran Nabi Terakhir. Bila Nabi Terakhir ini diutus, mereka akan mengimani, mentaati dan menjadi pembela utamanya. Buahnya, akan memimpin peradaban dunia.

Keyakinan ini menjadi doktrin utama yang merata di kalangan Yahudi. Hal ini terlihat dari banyak suku-suku Yahudi yang berdiam di Madinah dan sekitarnya. Mereka rela berimigrasi ke Madinah dari beragam wilayah.

Kedatangan Nabi Terakhir tak diketahui waktunya. Mereka tiba di Madinah sejak abad 6 SM. Padahal Nabi Terakhir diutus pada abad 6 M. Bagaimana cara bertahannya? Mereka membangun benteng-benteng, mempercanggih infrastruktur militer dan menguasai wilayah subur.

Mereka juga memperhatikan semua isyarat yang ada di kitab-kitab terdahulu tentang kehadiran Nabi Terakhir. Dari tanda-tanda alam, leluhurnya, pengikutnya hingga tanda-tanda fisik dan akhlaknya. Mereka juga memahami wawasan keilmuan yang dimiliki Nabi Terakhir.

Tujuan kedatangan sangat mulia, namun mengapa perilaku mereka terhadap penduduk asli Madinah justru menzalimi dan merusak? Bukankah perilaku ini sama dengan kedatangan Yahudi Zionis Israel di Palestina, yang datang lalu menggenosida dan menjajah rakyatnya? 

Suku asli Madinah diadudomba dan dipecahbelah, sehingga di antara pendudukan Madinah selalu berselisih dan berperang. Sehingga, selalu terjadi perebutan kekuasaan diantara suku asli Madinah.

Untuk menguasai sektor keuangan, penduduk asli Madinah dipinjami uang dengan bunga yang sangat tinggi untuk membiayai perang di antara mereka yang diciptakan oleh Yahudi sendiri.

Bila tidak bisa membayarnya, mereka mengambil aset-aset berharganya. Oleh sebab itu, mengapa wilayah dan sektor strategis serta subur dikuasai Yahudi.

Pantaskah bangsa yang menunggu dan mengimani kedatangan Nabi Terakhir yang mulia memiliki karakter seperti ini? Bukankah ini sama dengan Yahudi Zionis Israel di Palestina?  Seperti itulah karakter Yahudi dimanapun dan kapanpun.

Ragam Pelanggaran Perjanjian oleh Yahudi di Madinah  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Setibanya di Madinah, Rasulullah saw membuat per...

Ragam Pelanggaran Perjanjian oleh Yahudi di Madinah 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Setibanya di Madinah, Rasulullah saw membuat perjanjian dengan  seluruh komponen masyarakat. Salah satunya dengan Yahudi. Namun, Yahudilah yang selalu melanggar perjanjian. Apa bentuk pelanggarannya?


Point Perjanjian pertama:

Kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi sama-sama berusaha menciptakan suasana damai di kota Medinah. Masing-masing dari mereka dibebaskan memeluk agama yang mereka yakini.

Pelanggaran perjanjian

a. Tragedi Pasar Bani Qainuq Kumpulan orang-orang Yahudi mengganggu wanita-wanita muslimah yang datang ke pasar, mengolok, menghina sampai kepada tindakan yang amoral yaitu menarik paksa jilbab wanita muslimah tersebut sampai lepas dan tersingkaplah uaratnya.

Merasa harga dirinya diinjak-injak, wanita muslimat tersebut berontak sambil teriak meminta pertolongan dan perlindungan. Didengarlah oleh seorang laki-laki muslim dan segera datang memberikan pertolongan lalu terjadi perkelahian akhirnya laki-laki yang membela perempuan muslimah tadi terbunuh (syahid).

b. Ka’ab bin Asyraf merupakan seorang pemuda Yahudi dari ayah yang berasal dari suku Thayy. Sementara itu, ibunya berasal dari Bani Nadhir Yahudi. Dia dikenal sebagai pemuda tampan yang kaya raya. Ia juga populer sebagai penyair yang suka merendahkan dan mengejek Nabi. Juga, merangkum bait-bait syair yang menjelek-jelekkan istri para sahabat dengan ketajaman lidahnya.


Point Perjanjian kedua:

Kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi wajib saling menolong dan memerangi setiap orang atau kabilah lain yang hendak menyerang kota Medinah.

Pelanggaran Perjanjian

Sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il seperti Sallam bin abil Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan Abu Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Mekah untuk mengajak kaum musyrikin Quraisy memerangi Rasûlullâh saw. Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian berperang sampai berhasil menghancurkan kaum Muslimin.” Dari persengkongkolan ini kaum seluruh kabilah Arab mengepung Madinah dalam perang Khandak.


Point Perjanjian ketiga:

Barang siapa di antara masing-masing mereka bertempat tinggal di dalam atau di luar kota Medinah, wajib dipelihara keamanan dan hartanya.

Pelanggaran perjanjian

a. Upaya Pembunuhan Rasulullah saw di Bani Nadhir. Suatu hari, Rasulullah saw mendatangi Bani Nadhir karena suatu urusan, kedatangan Nabi pun disambut dengan baik. Nabi dipersilakan duduk di sisi dinding rumah. 

Tapi, mereka bersekongkol untuk membunuh Nabi. Mereka memilih cara menjatuhkan sebongkah batu dari loteng ke arah Nabi yang tengah duduk. 'Amr ibn Al Jihasy mengajukan diri sebagai eksekutor.

b. Menebarkan suasana permusuhan

Zaid bin Aslam menuturkan kepada Ibnu Jurir bagaimana fitnah disebarluaskan Syasy bin Qais, Yahudi. pada waktu itu. Suatu ketika, Ibnu Qais melewati beberapa sahabat Nabi SAW dari kalangan Aus dan Khazraj. Mereka tampak sedang mengobrol dan bercengkerama sewajarnya. Melihat mereka tampak akrab dan rukun, Ibnu Qais dongkol bukan main.

Dengan penuh kebencian, ia lantas berbisik kepada pemuda Yahudi di sebelahnya, "Lihatlah orang-orang bani Aus dan Khazraj itu! Mereka kini telah bersatu di kota ini. Demi Allah, saya tidak akan pernah bersama mereka meskipun mereka bersatu!"

Syasy bin Qais merasa bahwa inilah kesempatan baginya untuk memengaruhi mereka. Ia dan kawannya lantas menghampiri mereka. Saat obrolan sedang mengalir, Ibnu Qais menyebut tentang kehebatan Khazraj atas Aus dalam Perang Bu'ats. Ia terus mengungkit-ungkit kembali hari kemenangan Suku Khazraj dan betapa kekalahan telah memalukan Aus dalam peristiwa pada tahun-tahun belakangan itu. Bahkan, pemuda yang mendampingi Syasy menyanyikan lagu-lagu permusuhan yang sudah biasa dilantunkan prajurit Khazraj saat memerangi Aus.


Point Perjanjian keempat:

Seandainya terjadi perselisihan atau pertentangan antara kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi, yang tidak dapat diselesaikan, maka urusannya diserahkan kepada Nabi Muhammad.

Pelanggaran Perjanjian

Yahudi Mengenakan Harga Tinggi untuk Air Minum. Kota Madinah pernah mengalami paceklik hingga kesulitan air bersih. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, yaitu Sumur Raumah. Rasa airnya mirip dengan sumur zam-zam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah kemudian bersabda, “Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala,” demikian hadis riwayat (HR. Muslim).

Mendengar hal itu, Utsman bin Affan yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan Sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi.

Perjanjian dengan Yahudi, Bolehkah? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Rasulullah saw beberapa kali melakukan perjanjian dengan  Yahudi ...

Perjanjian dengan Yahudi, Bolehkah?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Rasulullah saw beberapa kali melakukan perjanjian dengan  Yahudi di Madinah, maupun di luar Madinah. Yaitu, saat memasuki Madinah dan setiap Rasulullah saw memenangkan pertempuran dengan Yahudi.

Ada dua perjanjian yang memberikan kebaikan bagi kaum Muslimin dan Yahudi yang sangat signifikan bagi keduanya, yaitu:


1. Perjanjian Madinah

Sejak sebelum kelahiran Nabi Isa, orang-orang Yahudi telah mendiami kota Medinah. Mereka terdiri atas tiga suku, yaitu suku Bani Qainuqa’, Bani Naḍīr, dan Bani Quraiẓah. Setelah Nabi Muhammad hijrah ke Medinah, beliau mengadakan perjanjian damai dengan ketiga suku itu. Dengan perjanjian ini tercipta kesetaraan, kedamaian, kerukunan dan kegotong-royongan.

Di antara isi perjanjian damai itu ialah:

a. Kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi sama-sama berusaha menciptakan suasana damai di kota Medinah. Masing-masing dari mereka dibebaskan memeluk agama yang mereka yakini.

b. Kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi wajib saling menolong dan memerangi setiap orang atau kabilah lain yang hendak menyerang kota Medinah.

c. Barang siapa di antara masing-masing mereka bertempat tinggal di dalam atau di luar kota Medinah, wajib dipelihara keamanan dan hartanya.

d. Seandainya terjadi perselisihan atau pertentangan antara kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi, yang tidak dapat diselesaikan, maka urusannya diserahkan kepada Nabi Muhammad.


2. Perjanjian Khaibar

Menurut sejarah Perang Khibar, disebutkan bahwa pertempuran ini dimenangkan oleh kaum Muslimin. Sebagai gantinya, ada beberapa kesepakatan yang terjadi sebagai penyelesaian dari Perang Khaibar.

Disebutkan bahwa kaum Yahudi di Khaibar menawarkan kerjasama terkait pengolahan lahan. Dengan perjanjian ini tercipta kemakmuran bersama. Dari pertempuran menjadi mitra strategis ekonomi.

Dalam perjanjian tersebut, akhirnya disepakati bahwa:

a. Rasulullah saw secara khusus  menyerahkan pengelolaan lahan kepada Kaum Yahudi

b. Keuntungan hasil lahan dibagi sebagian untuk Kaum Muslimin dan sebagian untuk Kaum Yahudi

c. Kaum Yahudi wajib menggunakan harta benda mereka dalam pengelolaan dan perawatan lahan

d. Keberadaan Kaum Yahudi tergantung keinginan dari Kaum Muslimin.

e. Kepemilikan barang berharga tidak bisa dipindah tangankan

f. Rasulullah SAW berhak mendapatkan sejumlah harta benda seperti emas, perak, senjata hingga baju besi

g. Kaum Yahudi di Khaibar juga berhak atas kendaraan
Kaum Yahudi di Khaibar tidak boleh menyembunyikan segala sesuatu yang membahayakan 

h. Apabila terbukti Kaum Yahudi menyembunyIkan sesuatu, maka tidak akan lagi ada jaminan keamanan

Jadi, perjanjian dengan Yahudi dicontohkan, selama tidak ada pihak yang dizalimi dan menzalimi. Kaum Muslimin juga mencontohkan komitmennya terhadap setiap butir perjanjian yang disepakati.

Ayat Al-Qur'an yang Berkaitan dengan Pertempuran Melawan Yahudi  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Tidak semua pertempuran dengan M...

Ayat Al-Qur'an yang Berkaitan dengan Pertempuran Melawan Yahudi 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Tidak semua pertempuran dengan Musyrikin Arab dijelaskan dalam Al-Qur'an. Namun, seluruh pertempuran dengan Yahudi dijelaskan dalam Al-Qur'an. 

1. Sebelum Perang Bani Qainuqa
 
Kaum Yahudi tak percaya kaum Muslimin menang terhadap Musyrikin Quraisy di Perang Badar.

Mereka pun berkata, "Wahai Muhammad, jangan sombong dengan keberhasilanmu membunuh beberapa orang Quraisy yang tidak mengerti peperangan. Jika engkau (berani) memerangi kami, maka di saat itu engkau akan mengetahui bahwa kami benar-benar manusia dan kamu tidak akan menjumpai orang seperti kami.” 

Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya, "Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: “Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat.” (Ali Imrân/3:12)

Menurut Tafsir Tahlili yang dikeluarkan oleh Kemenag. Pada ayat ini Allah dengan tegas memperingatkan mereka; bahwa mereka pasti akan binasa di dunia ini, sebelum di akhirat nanti.

Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa mereka akan dikalahkan di dunia ini. Tuhan akan menepati janji-Nya, dan di akhirat mereka akan ditempatkan di Neraka Jahanam. 


2. Jalannya Perang Bani Nadhir

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Surah al-Anfaal turun berkenaan dengan Perang Badar sedangkan surah al-Hasyr turun berkenaan dengan Bani Nadhir.”

Dialah yang mengeluarkan orang-orang yang kufur di antara Ahlulkitab (Yahudi Bani Nadir) dari kampung halaman mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar. Mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat menjaganya dari (azab) Allah. Maka, (azab) Allah datang kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka. Dia menanamkan rasa takut di dalam hati mereka sehingga mereka menghancurkan rumah-rumahnya dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka, ambillah pelajaran (dari kejadian itu), wahai orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati). (Al-Ḥasyr [59]:2)


Menurut Tafsir Tahlili yang diterbitkan oleh Kemenag,
dalam ayat ini diterangkan bahwa di antara bukti keperkasaan dan kebijaksanaan Allah ialah menjadikan orang Yahudi terusir dari kota Medinah. Atas pertolongan-Nya, kaum Muslimin dapat mengusir mereka dari tempat kediaman mereka, padahal mereka sebelumnya adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan menguasai suku Aus dan Khazraj dalam berbagai bidang kehidupan.

Orang-orang yang beriman tidak mengira bahwa orang-orang Yahudi dapat terusir dari kota Medinah, mengingat keadaan, kekuatan, kekayaan, pengetahuan, dan perlengkapan mereka. Orang-orang Yahudi yang tinggal di Medinah pada waktu itu lebih baik keadaannya dibandingkan dengan kaum Muhajirin dan kaum Ansar. 

Mereka banyak yang pandai tulis baca, banyak yang berilmu, dan sebagainya, di samping kelihaian mereka dalam berusaha, berdagang dan mengurus sesuatu. Kenyataan menunjukkan bahwa pengusiran itu terlaksana. Hal ini dapat memperkuat iman kaum Muslimin dan kepercayaan mereka akan adanya pertolongan Allah.

Bani Naḍīr semula mengira bahwa benteng-benteng yang kokoh yang telah mereka buat dapat menyelamatkan mereka dari serangan musuh-musuh. Mereka percaya benar akan kekuatannya, sehingga mereka semakin berani mengadu domba dan memfitnah kaum Muslimin, sehingga orang-orang musyrik Mekah bertambah kuat rasa permusuhannya. Lalu orang Yahudi merencanakan persekutuan dengan orang-orang musyrik dan orang-orang munafik untuk memerangi kaum Muslimin.

Dalam keadaan yang demikian itu, tiba-tiba Bani Naḍīr dikalahkan oleh kaum Muslimin yang mereka anggap enteng selama ini. Bahkan mereka diusir dari Medinah. Mereka hanya diperkenankan membawa barang-barang mereka sekadar yang dapat dibawa unta-unta mereka. Sebagian Bani Naḍīr pergi ke Ażriat (Syam) dan sebahagian lagi ke Khaibar.

Allah menerangkan keadaan orang-orang Yahudi Bani Naḍīr di waktu mereka akan meninggalkan Medinah dalam keadaan terusir. Mereka meruntuhkan rumah-rumah mereka, dan menutup jalan-jalan yang ada dalam perkampungan mereka, dengan maksud agar rumah itu tidak dapat dipakai kaum Muslimin dan agar mereka dapat membawa peralatannya sebanyak mungkin.


3. Perang Bani Quraizhah 

Dia menurunkan orang-orang Ahlulkitab (Bani Quraizah) yang membantu mereka (golongan-golongan yang bersekutu) dari benteng-benteng mereka. Dia memasukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebagian mereka kamu bunuh dan sebagian yang lain kamu tawan. (Al-Ahzab [33]: 26)

Dalam Tafsir Tahlili yang dikeluarkan oleh Kemenag, Ayat ini menerangkan perang menghadapi Bani Quraiẓah, salah satu dari suku-suku Yahudi Medinah yang telah membuat perjanjian damai dengan Nabi. Penyebabnya, ketika kaum Muslimin dalam keadaan kritis menghadapi tentara yang bersekutu di Perang Ahzab, orang-orang Yahudi Bani Quraiẓah yang menjadi warga kota Medinah mengkhianati kaum Muslimin dari dalam. 

Setelah Allah menghalau pasukan sekutu, maka Dia mewahyukan kepada Nabi Muhammad, agar kaum Muslimin segera menumpas Bani Quraiẓah yang telah berkhianat. Oleh karena itu, Nabi dan kaum Muslimin segera membuat perhitungan dengan para pengkhianat itu. Nabi dan kaum Muslimin segera mendatangi kampung mereka untuk mengepungnya. Setelah mendengar kedatangan Nabi dan Kaum Muslimin, mereka segera memasuki benteng-benteng untuk mempertahankan diri.

Tentara kaum Muslimin waktu itu dipimpin oleh Ali bin Abi Ṭalib. Setelah dua puluh lima hari lamanya mereka dikepung dalam benteng-benteng itu dengan penuh ketakutan, maka mereka mau menyerah kepada Nabi dengan syarat bahwa yang akan menjadi hakim atas perbuatan mereka ialah Sa’ad bin Mu’āż, kepala suku Aus. 

4. Perang Khaibar 

Peristiwa peperangan ini terekam dalam Al-Qur’an surat al-Fath ayat 20 sebagai janji Allah kepada kaum Muslimin yang ikut dalam Perjanjian Hudaibiyah, bahwa mereka akan mendapatkan harta rampasan yang banyak.

Allah telah menjanjikan kepadamu rampasan perang yang banyak yang (nanti) dapat kamu ambil, maka Dia menyegerakan (harta rampasan perang) ini untukmu. Dia menahan tangan (mencegah) manusia dari (upaya menganiaya)-mu (agar kamu mensyukuri-Nya), agar menjadi bukti bagi orang-orang mukmin, dan agar Dia menunjukkan kamu ke jalan yang lurus. (Al-Fath [48]:20)

Dalam Tafsir Tahlili yang diterbitkan Kemenag,
Allah menjanjikan kemenangan dan harta rampasan yang banyak bagi kaum Muslimin dari orang-orang kafir secara berangsur-angsur pada masa yang akan datang. Allah akan segera memberikan kemenangan dan harta rampasan pada Perang Khaibar. 

Allah juga menjamin dan menghentikan orang-orang Yahudi yang ada di Medinah untuk mengganggu dan merusak harta kaum Muslimin sewaktu mereka pergi ke Mekah dan ke Khaibar. 

Allah membantu dan menolong kaum Muslimin dari ancaman dan serangan musuh-musuh, baik diketahui kedatangannya maupun yang tidak, dalam jumlah besar ataupun kecil. Allah membimbing kaum Muslimin menempuh jalan yang lurus dan diridai-Nya.

Menurut Ibnu Jarīr, yang dimaksud dengan perkataan, “Allah menahan tangan manusia yang akan membinasakan Rasulullah dan kaum Muslimin” ialah keinginan dan usaha penduduk Khaibar dan kabilah-kabilah lain yang bersekutu dengan mereka, karena dalam hati mereka masih terdapat rasa dengki dan sakit hati. Kabilah yang bersekutu dengan penduduk Khaibar itu ialah kabilah Asad dan Gaṭafān.

Serangan Kilat, Terusirnya Yahudi dari Kota Madinah  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Persekutuan Yahudi, Munafikin dan Musyrikin Arab...

Serangan Kilat, Terusirnya Yahudi dari Kota Madinah 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Persekutuan Yahudi, Munafikin dan Musyrikin Arab hancur pasca perang Khandak. Pasalnya, para pihak merasa saling dikhianati oleh mereka sendiri.Terutama, antara Yahudi Bani Quraizah dengan Musyrikin Quraisy.

Dalam suasana seperti ini, apa yang dilakukan? Malaikat Jibril memerintahkan Rasulullah saw untuk segera menyerang Yahudi Bani Quraizah di saat Rasulullah saw akan menggantungkan pedangnya dan mandi.

"Kalian sudah meletakkan senjata kalian ? Demi Allâh, kami belum meletakkannya, keluarlah menuju mereka ! Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Kemana ?’ Jibril Alaihissallam menjawab, ‘Kearah sini.’ Jibril Alaihisallam  menunjukkan arah Bani Quraizhah."

Rasulullah saw pun bersigap, memerintahkan para Sahabat berkumpul untuk berperang, padahal baru saja kembali dari perang Khandak.

Perang ini aksi serangan kilat yang mendadak sehingga tidak terendus sedikit pun oleh Yahudi. Bukankah Madinah baru saja terkepung dan diserang?

Mengapa Yahudi Bani Quraizah harus segera diperangi? Tidak memberikan sedikit pun waktu untuk melakukan konsolidasi kekuatan. Selama ini, Munafikin kota Madinah sering memberikan informasi intelijen, diplomatik dan pasukan untuk membantu Yahudi.

Mereka juga yang merancang perang Khandak, padahal menandatangani Perjanjian Madinah. Mengumpulkan kabilah Arab dan munafikin untuk menyerang Madinah. Bersiap menyerang dari dalam kota Madinah, saat Rasulullah saw sibuk menghadapi Musyrikin Arab di garis depan.

Perintah serangan yang cepat dan mendadak ini tercermin dari sabda Rasûlullâh saw, "Janganlah ada satupun yang shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah."
Tujuannya, agar para Sahabat termotivasi untuk bergegas dan berjalan dengan cepat menuju Bani Quraizhah.

Rasûlullâh saw berangkat menuju Bani Quraizhah bersama tiga ribu pasukan. Setibanya di Bani Quraizhah, pasukan kaum Muslimin melakukan pengepungan dan blokade selama dua puluh lima hari. Mereka pun terkalahkan.

Akhirnya, Madinah bersih dari Yahudi yang sering berkhianat. Bukankah keberhasilan Badai Al-Aqsa dan kekalahan penjajah di Gaza karena serangan kilat dan penyergapan yang tak terduga?

Perang Khandak dan Badai Al-Aqsa, Pecah Kongsinya Yahudi Oleh: Nasrulloh Baksolahar Perang Khandak, sebuah pertempuran aliansi b...

Perang Khandak dan Badai Al-Aqsa, Pecah Kongsinya Yahudi

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Perang Khandak, sebuah pertempuran aliansi besar Musyrikin dari beragam kabilah Arab, munafikin dan Yahudi Madinah untuk menghancurkan Madinah. Mereka mengerahkan 10.000 pasukan untuk mengepungnya.

Muslimin menghadapinya dengan cara yang sangat sederhana, hanya dengan menggali parit. Apa hasil terbesar yang sangat staregis dari perang ini? Hancurnya kongsi Yahudi dengan Musyrikin Quraisy. Setelah itu, tidak terdengar lagi persekutuan Quraisy dan Yahudi.

Di perang ini, Rasulullah saw mengirimkan utusan rahasia ke Yahudi Bani Quraizah dan Pembesar Quraisy. Sang utusan menginformasikan bahwa diantara Quraisy dan Yahudi saling membokong dari belakang di antara mereka.

Buktinya, Yahudi tidak muncul saat perang untuk membantu Quraisy dengan menghancurkan Muslimin dari dalam kota Madinah. Sedangkan Yahudi merasa mereka ditinggalkan begitu saja. Karena Quraisy meninggalkan Madinah tanpa menginformasikan ke Yahudi terlebih dahulu.

Di Badai Al-Aqsa, apa prestasi strategis yang terbesar? Bukan mengalahkan tentara IDF, sebab pada perang Gaza sebelumnya pun, tentara IDF berguguran. Tetapi, hancurnya dukungan internasional terhadap penjajah Israel.

Baru kali ini, masyarakat internasional dari semua kalangan tidak mendukung penjajah Israel. Padahal sebelumnya, apapun tindakan penjajah dianggap cara untuk mempertahankan diri. Yang paling nyata, penjajah dimasukkan sebagai penjahat perang.

Dukungan Uni Eropa, mulai merosot. Negara Eropa yang mengakui kemerdekaan Palestina semakin banyak. Terakhir Spanyol. Perancis berjanji berikutnya.

Puncaknya, dikabarkan hubungan penjajah dengan Amerika dalam kondisi yang paling rendah. Amerika melakukan negosiasi dengan Iran dan Houti tanpa konfirmasi ke penjajah. Amerika menjalin kerjasama nuklir sipil dengan Saudi tanpa ada syarat normalisasi hubungan dengan penjajah. Mengapa terjadi perubahan besar seperti ini?

Penjajah selalu memanipulasi Amerika untuk kepentingannya sendiri. Apakah ini siasat saja agar Amerika memiliki pengaruh yang kuat kembali di Timur Tengah? Setidaknya, penjajah Israel telah menjadi beban bagi Amerika untuk kepentingan politik dan ekonominya di Timur Tengah. Itulah pasca Badai Al-Aqsa.

Jasad Kafir Quraisy di Perang Badar, Seperti itukah Jasad Tentara IDF di Gaza? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Demi (malaikat) yang m...

Jasad Kafir Quraisy di Perang Badar, Seperti itukah Jasad Tentara IDF di Gaza?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa orang kafir) dengan keras,
(An-Nāzi‘āt [79]:1)

Dalam kitab at-Tadzkirah karya Imam Qurthubi yang menukil hadits nabi Muhammad SAW riwayat Muslim dari Ibnu Abbas yang secara ringkas memberikan keterangan bahwa ketika perang Badar sahabat mendengar bunyi suara cemeti di atas kepala orang-orang kafir Quraisy.

Umumnya, orang kafir itu pun mati terkapar dengan hidung bengkak dan muka ada bekas pukulan cambuk serta tubuh yang menghijau.

Lain halnya dengan jasad Abu Jahal yang tewas oleh tiga orang pemuda. Mu`adz bin `Amru bin Al-Jamuh, salah satu pemuda, dengan keberaniannya menerobos pengawalan ketat pengawal Abu Jahal. Ketika berhasil mendekati Abu Jahal, ia langsung menebaskan pedang ke betis Abu Jahal hingga buntung.

Abu Jahal pun kehilangan kontrol lantas jatuh terhuyung. Lalu, pemuda lain yang bernama Mu`awwidz bin `Afra` dengan lekas menebaskan pedang ke tubuh Abu Jahal. Abu Jahal pun sekarat hingga mengeluarkan busa. Lalu, Ibnu Mas`ud menebas kepala Abu Jahal.

Bagaimana kematian tentara penjajah Israel? Salah satu berita viral beberapa hari belakangan ini adalah serangan ikan hiu terhadap warga Zionis-Israel di pantai Beit Yanai. Hiu itu menyerang seorang laki-laki dewasa warga Israel sampai mati.

Yang aneh, sebelumnya hiu malah tampak berada sangat dekat dengan anak-anak, berjarak tidak sampai satu meter, namun tidak melakukan penyerangan terhadap mereka.

Setelah diidentifikasikan, warga Israel yang dimakan hiu diidentifikasi sebagai Barak Tzach, seorang prajurit sejak 1999 di batalion 8207, yang saat ini beroperasi di Gaza.

Di awal perang BadaiAl-Aqsa, beredar pula sebuah video, dimana petugas pemakaman para tentara penjajah Israel menyaksikan jasad-jasad tentara zionis yang tewas itu memunculkan bau yang sangat busuk. 

Data resmi penjajah, hanya 800-an yang dilaporkan tewas. Berdasarkan data keluarga yang kehilangan anggotanya, berjumlah 6.000 orang. Berarti, berapa banyak yang menyaksikan mayat-mayat tentara penjajah yang dicabut nyawa dengan keras oleh malaikat?

Bila kafir Quraisy di Perang Badar yang tidak melakukan genosida saja, jasadnya sangat mengenaskan, apalagi tentara penjajah yang melakukan genosida dan menyatakan permusuhan dengan malaikat Jibril? Lihat mayat tentara penjajah yang dicabik-cabik Hiu di laut, apalagi yang tewas di medan pertempuran. 

Maka wajar saja, bila banyak tentara cadangan penjajah yang mengalami trauma yang salah satu sebabnya melihat jasad kawan-kawanya yang nyawanya diambil paksa oleh malaikat.

Perang Sebuah Alternatif Terakhir Oleh: Nasrulloh Baksolahar Umar bin Abdul Aziz mengembalikan pasukannya di Samarkand. Penyebab...

Perang Sebuah Alternatif Terakhir

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Umar bin Abdul Aziz mengembalikan pasukannya di Samarkand. Penyebabnya, ada tuntutan dari tokoh mereka, bahwa saat Samarkand dibebaskan, panglima muslim tidak memberikan pilihan, masuk Islam, membayar jizyah terlebih dahulu sebelum perang. 

Pesan Rasulullah saw dan para khalifah kepada panglima perang dan pasukannya, harus menyodorkan pilihan menjadi muslim, dan membayar jizyah terlebih dahulu. Bila menolak, barulah menyerang musuh.

Sebelum perintah perang difirmankan dalam Al-Qur'an, Rasulullah saw hanya berpesan Muslimin untuk bersabar dan yakin akan janji Allah swt. Apapun siksaan dan penderitaannya, kesabaran dan keyakinan kepada pertolongan Allah swt harus didahulukan.

Periode Mekah, merupakan latihan kesabaran. Latihan menahan perlawanan. Latihan tidak mengangkat senjata. Dalam penderitaan dan siksaan, dakwah tetap disebarkan.

Setelah pelatihan ini sempurna di Mekah, barulah Allah swt memerintahkan berperang di Madinah.

Menghadapi Yahudi di Madinah pun dimulai dari perjanjian Madinah. Menentukan hak dan kewajiban kaum Muslimin dan Yahudi. Yang dilarang dan diperbolehkan.

Namun, Yahudi selalu melanggar dan menganggu Muslimin. Hingga, berusaha membunuh Rasulullah saw. Juga, bekerjasama dengan Munafikin dan Musyrikin untuk menghancurkan Madinah. Maka Rasulullah saw mendeklarasikan  perang terhadap Yahudi.

Bukankah, tahapan ini sudah dilalui oleh rakyat Palestina? Maka, berperang menjadi wajib bukan lagi pilihan perjuangan dan masalah khilafiyah lagi.

Sebab dari media Ynetnews.com menginformasikan bahwa 
sejak awal konflik, IDF telah melancarkan sekitar 80.000 serangan di Gaza. Maka fatwa jihad sudah menjadi wajib diputuskan para ulama.

Kesabaran Rasulullah saw Pada Perang Uhud, Rasulullah saw menjadi sasaran anak panah hingga retak tulang hidung dan tanggal gigi...

Kesabaran Rasulullah saw


Pada Perang Uhud, Rasulullah saw menjadi sasaran anak panah hingga retak tulang hidung dan tanggal gigi gerahamnya. Wajahnya yang mulia itu terluka, mencucurkan darah. Hingga, tersebarlah berita  bahwa Rasulullah saw wafat.

Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri Sahabat. Sebagian kembali ke Madinah, yang lain ke atas gunung. Meski demikian, Rasulullah saw tetap bersabar, tak bergeming dalam memimpin peperangan hingga akhir.

Ketika anaknya, Ibrahim, wafat di sisinya. Kedua kelopak matanya bercucuran air mata, seraya berkata,

"Mata meleleh, hati berduka. Namun, kita tak bisa berkata apa pun kecuali apa yang diridai Allah swt."

Rasulullah saw bersabar menahan lapar, hingga diselipkannya batu pada perutnya. Beliau pun pernah shalat sambil duduk karena lapar. 

Dalam dakwah, Rasulullah saw menghadapi cercaan dan hinaan, tuduhan bohong seperti gila dan tukang sihir.

Beliau diusir dari Thaif, dikeroyok, dilempari batu dari satu tempat ke tempat lain, hingga terluka telapak kakinya. Wajahnya diludahi, namun beliau hanya mengusapnya.

Ini semuanya hanya untuk mencari ridha Allah swt semata dan Allah swt yang menyuruhnya bersabar.

Bersabarlah (Nabi Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan (pertolongan) Allah, janganlah bersedih terhadap (kekufuran) mereka, dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan.
(An-Naḥl [16]:127)

Sumber:
Abdul Hamid Jasmin Al-Bilaly, Rambu-Rambu Tarbiyah, Era Intermedia 

Meraih Kembali Kemenangan di Perang Uhud dan Hunain Sejarah mencatat bahwa ketika Muslimin menghadapi musuh, sementara hatinya d...

Meraih Kembali Kemenangan di Perang Uhud dan Hunain


Sejarah mencatat bahwa ketika Muslimin menghadapi musuh, sementara hatinya dipenuhi dengan dunia, maka ketahuilah semua itu sedang menuju kekalahan.

Sebaliknya, tidaklah Muslimin menghadapi musuh, sedangkan yang terpelihara di hati adalah keinginan kuat meraih akhirat dan zuhud terhadap dunia, maka Allah swt akan memberikan kemenangan di akhirnya.

Di perang Uhud, ketika Rasulullah saw mengutus pasukan pemanah yang berjumlah 50 orang yang dipimpin oleh Abdullah bin Jabir. Mereka ditempatkan pada sebuah bukit. Rasulullah saw berpesan,

"Jika kalian melihat kami dicincang musuh, janganlah pergi dari dari sini, hingga mengutus seseorang pada kalian."

"Dan, jika kalian menyaksikan kami mengalahkan dan menundukkan musuh, janganlah pergi hingga kami mengutus orang kepada kalian."

Akhirnya, pasukan bisa mengalahkan musuh. Ghanimah peperangan berserakan di medan pertempuran. Pasukan pemanah berkata kepada Abdullah, "Ghanimahkah itu?, Saudara-saudara kalian telah memperoleh kemenangan, maka apa lagi yang ditunggu?"

Abdullah bin Jabir berkata, "Apakah kalian melupakan pesan Rasulullah saw?"

"Demi Allah swt, kami akan mendatangi mereka dan mengambil bagian ghanimah." Kata anggotacpasukan pemanah.

Mereka memaksa pergi. Mereka palingkan diri dari menghadapi musuh, maka korban di pihak Muslimin bergelimpangan karena serangan balik kafir Quraisy.

Padahal kasus ini terjadi pada sebaik-baiknya generasi dan di antara mereka terdapat sebaik-baiknya manusia seperti  Rasulullah saw dan Abu Bakar. Namun, hampir terkalahkan juga. Lalu, bagaimana dengan generasi saat ini?

Di perang Hunain pun hampir menelan kekalahan, tatkala Muslimin mulai condong kepada dunia dan kagum terhadap banyaknya tentara, sehingga lupa akan pertolongan Allah swt.  Bahkan sudah mendefinisikan bahwa kemenangan itu karena jumlah dan perlengkapan.

Barulah kemenangan diraih kembali saat Muslimin telah kembali kepada prinsip zuhud dari gemerlapnya dunia dan memenuhi panggilan Nabi saw. Allah swt memberikan kemenangan setelah menderita kehancuran.

Sumber:
Abdul Hamid Jasmin Al-Bilaly, Rambu-Rambu Tarbiyah, Era Intermedia

Udzurnya Para Munafikin Sebelum bergerak ke Tabuk, Rasulullah saw menemui Jad bin Qais,  dari Bani Salamah. Beliau bersabda, ...

Udzurnya Para Munafikin


Sebelum bergerak ke Tabuk, Rasulullah saw menemui Jad bin Qais,  dari Bani Salamah.

Beliau bersabda, "Hai Jad, bisakah kau selama setahun berada di kabilah Jallad bin Asfar?"

"Ya Rasulullah saw, izinkan aku dan janganlah memfitnahku. Demi Allah swt, kaumku pun tahu bahwa tidak seorang pun yang lebih berat kekagumannya terhadap wanita melebihi diriku."

"Aku khawatir ketika melihat wanita Bani Ashfar, tidak bisa menahan diri demi melihat mereka."

Rasulullah saw langsung berpaling darinya, "Aku izinkan kau." 

Maka turunlah ayat,

Di antara mereka ada orang yang berkata, “Berilah aku izin (tidak pergi berperang) dan janganlah engkau (Nabi Muhammad) menjerumuskan aku ke dalam fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka (dengan keengganannya pergi berjihad) telah terjerumus ke dalam fitnah. Sesungguhnya (neraka) Jahanam benar-benar meliputi orang-orang kafir.
(At-Taubah [9]:49)


Ada alasan yang disibukan oleh harta,

Orang-orang Arab Badui yang ditinggalkan (karena tidak mau ikut ke Hudaibiah) akan berkata kepadamu, “Kami telah disibukkan oleh harta dan keluarga kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami.” Mereka mengucapkan dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah, “Siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki mudarat terhadap kamu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu? Bahkan, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(Al-Fatḥ [48]:11)


Ada alasan untuk menjaga rumah dari pencuri,

(Ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, “Wahai penduduk Yasrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu. Maka, kembalilah kamu!” Sebagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Padahal, rumah-rumah itu tidak terbuka. Mereka hanya ingin lari (dari peperangan).
(Al-Aḥzāb [33]:13)

Inilah salah satu contoh beragam alasan untuk meminta udzur dari jihad, aktivitas dakwah dan tarbiyah tanpa alasan syar'i.

Ketika sudah mengendor semangatnya, tampaklah beberapa gejala dari menghindar dan menjauhi segala aktivitas, akhirnya meminta ijin. Lama kelamaan menjadi karakternya. 

Inilah akibat oleh kecenderungannya pada masalah dunia dan memprioritaskan di atas urusan agama.

Sumber:
Abdul Hamid Jasmin Al-Bilaly, Rambu-Rambu Tarbiyah, Era Intermedia

Jeritan Muslimah Palestina, Adakah yang Mau Mendengarnya? Inilah kisah ketika satu teriakan muslimah mampu menggerakkan sepasuka...

Jeritan Muslimah Palestina, Adakah yang Mau Mendengarnya?


Inilah kisah ketika satu teriakan muslimah mampu menggerakkan sepasukan tentara muslim untuk mengembalikan pada posisi dan kehormatan semula.

Dikisahkan, seorang muslimah  pergi ke Yahudi Bani Qainuqa dengan membawa sebuah barang yang hendak dijual di pasar itu. Ia duduk di sebelah tukang sepuh, yang seorang yahudi.

Tukang sepuh sepuh itu memintanya agar ia membuka jilbabnya. Ia pun menolak. Lalu, tukang sepuh mengikatkan ujung pakaian muslimah tadi dengan punggungnya, sehingga ketika muslimah berdiri, terbukalah auratnya.

Tukang sepuh tertawa girang dan menjeritlah sang muslimah itu. Mengetahui hal itu, dengan cepat seorang muslim mendekat dan berkelahi dengan tukang sepuh. Tukang sepuh pun berhasil di bunuh.

Orang-orang yahudi di pasar tersebut mengeroyok dan membunuh si pemuda muslim. Peristiwa ini menyebabkan Rasulullah saw mengirimkan pasukan untuk mengepung Yahudi Bani Qainuqa.

Seorang khalifah Abbasiyah, Mu'tashim, ketika seorang muslimah dianiaya dan dihina kehormatannya, lalu dia berseru, "Wahai, Mu'tashim!" Tersentaklah hatinya, bergolaklah jantungnya.

Ia pun menyiapkan pasukan untuk memberikan pelajaran kepada musuh, untuk mengembalikan eksistensi dan kehormatan wanita tersebut. Sang khalifah berhasil menyelamatkannya.

Sekarang, wanita dan anak-anak Palestina dirampas kehormatan, nyawa, darah dan kebebasannya. Adakah yang mendengarkannya? Adakah yang tergerak untuk menolongnya? Apakah menunggu mereka syahid seluruhnya? Ternyata kita pun. Hanya bertopang dagu saja. 

Sumber:
Abdul Hamid Jasmin Al-Bilaly, Rambu-Rambu Tarbiyah, Era Intermedia

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (249) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (534) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (212) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (453) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (230) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (219) Sirah Sahabat (138) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (142) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)