basmalah Pictures, Images and Photos
08/10/22 - Our Islamic Story

Choose your Language

Jong Islamieten Bond (JIB) yang sangat modern oleh: Rosdiansyah Hidayatullah.com | JONG ISLAMIETEN BOND (JIB) fenomena tak terga...


Jong Islamieten Bond (JIB) yang sangat modern

oleh: Rosdiansyah

Hidayatullah.com | JONG ISLAMIETEN BOND (JIB) fenomena tak tergantikan. Minimal sulit menyamainya, sebab jaman sudah berbeda. Adalah Mohammad Natsir, Kasman Singodemejo, Jusuf dan Mohammad Roem, kuartet motor penggerak JIB di tengah perubahan zaman.

Ketika Jepang akan tiba di negeri khatulistiwa, Belanda takut tiada tara. Pegiat JIB berbagi cara menyiasati era yang berubah.


Mohammad Natsir siswa Algemeene Middelbare School (AMS) angkatan 1927 di Bandung. Ia adik kelas M Sjahrir. Natsir seangkatan Mohammad Roem di AMS Bandung.

Walau berbeda etnis, keduanya dipersatukan gairah ”Need for Achievement” (NAc) berkompetisi menghadapi anak-anak Belanda atau peranakan Belanda yang selalu merasa superior dihadapan pribumi. Jika Sjahrir sibuk dengan klub debat ”Patriae Scientifiqiae” (Ibu Pertiwi dan Pengetahuan), maka Natsir bersama Roem aktif di Jong Islamieten Bond (JIB) Bandung.

JIB Bandung ini unik, ketika pertama kali dibentuk 1926, justru langsung diketuai mojang priangan asli Bandung, Emma Poeradiredja. Emma tidak berhijab, tapi ia seorang muslimah taat.

Ia lahir besar dari keluarga bangsawan Sunda (menak). Semula, Emma aktif di Jong Java, namun ia merasa Jong Java kurang pas karena menonjolkan etnisitas Jawa, kurang modern dan kesukuan.

Begitu JIB terbentuk di Bandung, Emma pindah ke Jong Islamieten Bond lalu didaulat sebagai ketua. JIB sendiri dibentuk di Batavia oleh Samsurijal pada 1 Maret 1925, lalu bersama Haji Agus Salim, Samsurijal membentuk cabang JIB di Bandung pada 1926.

Banyak anggota Jong Java yang menyeberang ke Jong Islamieten Bond. Para anggota JIB terbiasa memakai bahasa Belanda dalam bercakap-cakap. Itulah bahasa sehari-hari mereka.


Mereka tak terbiasa memakai bahasa Indonesia. Ukuran modern kala itu, untuk menghadapi Belanda.

George McT Kahin Indonesianis AS, sohib karib M Natsir, menulis obituari dalam jurnal Indonesia pada tahun 1993, bahwa Natsir baru masuk JIB pada 1929. Artinya, dua tahun setelah bersekolah di AMS Bandung. Sebelumnya, Natsir sudah aktif di Persatuan Islam (Persis) Bandung.

Natsir sangat terkesan pada sosok Dr Van Bessem, kepala sekolah AMS Bandung. Dari Van Bessem inilah Natsir belajar bahasa Latin, Yunani, Prancis, Jerman dan Inggris. Gemblengan AMS Bandung menjadikan Natsir sangat menguasai bahasa Latin, selain bahasa Belanda dan Inggris, sangat modern jaman itu.

Setiap kali bertemu Roem, Jusuf Wibisono (seangkatan dengan Sjafruddin di AMS) dan Sjahrir, mereka selalu ngobrol dalam bahasa Belanda. Di tangan M Natsir, JIB Bandung berkembang pesat, apalagi JIB sering menggelar acara diskusi dalam bahasa Belanda di dalam salah-satu ruang sekolah AMS.


Van Bessem memperbolehkan pemakaian ruangan itu, karena Van Bessem berwatak terbuka. Ia sumringah melihat anak-anak didiknya piawai mengolah kata, berdebat serta doyan baca.

Seluruh buku milik Van Bessem dibaca tuntas para aktivis JIB. Mereka sudah menjelajah dunia literasi saat masih belia, bahkan para aktivis JIB sangat tahu apa isi Das Kapital, dll.

Tahun 1929, Sjahrir lulus AMS, ia diterima di fakultas hukum Amsterdam Universiteit. Sedangkan Natsir lulus AMS pada 1930, ia sebenarnya sudah memperoleh dua beasiswa, yaitu ke Leiden untuk belajar hukum dan ke Rotterdam untuk belajar ekonomi.

Namun, Natsir memilih ke sekolah guru (kweekschool) agar ia punya dasar untuk mengembangkan lembaga Pendidikan Islam (Pendis) yang sudah dirintisnya.  Kelak, pada Januari 1946, Natsir dan Sukiman bertemu Tan Malaka dan Jenderal Soedirman di Solo untuk membentuk ”Persatoean Perjoeangan” menghadapi kabinet I Sjahrir.*

Peminat sejarah, tinggal di Surabaya

Rep: Admin Hidcom
Editor: -

Raden Saleh dan Pangeran Diponegoro Oleh: Mochamad Fauzie RADEN Saleh Syarief Bustaman tidak syak lagi adalah pelukis dari Hindi...


Raden Saleh dan Pangeran Diponegoro


Oleh: Mochamad Fauzie

RADEN Saleh Syarief Bustaman tidak syak lagi adalah pelukis dari Hindia Belanda yang ternama sejak jamannya (abad ke-19) sampai kini, di Eropa dan lebih-lebih di tanah airnya. Kemasyhuran Saleh telah menempatkannya sebagai duta seni lukis yang pertama bagi bangsanya. Ia merepresentasi keberhasilan bumiputera Indonesia, bahkan Nusantara, dalam menguasai alat, media, teknik dan gaya melukis Barat yang berkembang pada masa itu.

Oleh karena kegemilangan prestasinya tersebut, sebagian orang belakangan ini mewacanakan Saleh untuk dinobatkan sebagai pahlawan Indonesia dalam bidang kebudayaan. Tetapi sebagian orang lagi tampaknya tidak mudah menerima gagasan tersebut dengan mengingat kedekatan – bahkan kemanjaan – Saleh terhadap pemerintah kolonial yang mengasuhnya dan rekam jejak Saleh yang kurang menunjukkan perlawanan terhadap penjajahan.


Terdapat sejumlah karya ilmiah, makalah dan buku yang sudah ditulis orang tentang Raden Saleh dan karya-karyanya. Di antara yang terbaru adalah disertasi I Ketut Winaya yang memaknai beberapa lukisan Saleh sebagai ekspresi anti-kolonial. Tulisan super singkat berikut ini mencoba ikut meramaikan dengan memberi kilas-balik tentang Raden Saleh pada sisi-sisi yang mungkin terlewat dari perhatian. Tujuannya bukan untuk pagi-pagi memihak pada salah satu kubu di atas, tetapi untuk mendorong penilaian yang lebih adil terhadap sikap Raden Saleh dengan meletakkannya pada konteks atau situasi jamannya.

Raden Saleh (1807-1880) diberangkatkan ke Eropa pada 1829 (saat berusia 22 tahun) untuk belajar melukis, nyaris bersamaan dengan Pangeran Diponegoro ditangkap. Pemberangkatan Saleh ini bernuansa politik, yakni untuk menjauhkan Saleh dari pengaruh pamannya, Sosrohadimenggolo (buku lain menulis Surohadimenggolo), yang terindikasi simpati pada Diponegoro.


Saleh berada di Eropa selama 20 tahun, mulanya di Belanda, lalu ke beberapa negeri di Eropa, meliputi: Jerman, Austria dan Perancis, berinteraksi dengan banyak cendekiawan dan seniman ternama masa itu, disamping produktif melukis dan memamerkan lukisan.

Saleh berada kembali di tanah air pada 1852 sampai wafatnya, yang menjadi kurun yang paling produktif dalam menghasilkan lukisan. Sebagian besar lukisannya tersebar di Eropa, menjadi barang koleksi museum dan pribadi-pribadi yang tidak mudah dilacak lagi. Lalu sebagian kecil saja berada di tanah air, menjadi koleksi beberapa museum dan keraton.

Adalah fakta bahwa Raden Saleh selama hidupnya berada dalam kedekatan yang sangat dengan pemerintah Belanda. Tetapi patut diingat, bahwa pada jaman itu, Belanda berada dalam puncak kekuatan dan penguasaan atas Jawa, menyusul keberhasilannya menghentikan perlawanan besar terakhir di Jawa yang dipimpin Diponegoro. Dengan kalimat lain, perlawanan fisik terhadap kolonial sedang dalam masa anti klimaks setelah berakhirnya Perang Diponegoro. Maka, sulit berharap seorang Saleh yang dibina sejak usia belia akan melakukan perlawanan terbuka, bahkan, untuk sekadar hijrah (berlepas-diri) dari pemerintah kolonial.

Kendatipun demikian, dari sebagian surat dan catatan terserak tentang riwayat Saleh terungkap, bahwa Saleh tidak sepenuhnya nyaman dengan ketergantungannya pada pemerintah kolonial dan tidak selalu bersikap manis. Dari surat-suratnya terkuak, bahwa ia kerap mengalami pergulatan batin yang menunjukkan gejala melakukan perlawanan atau pembangkangan – meski sedemikian jauh tetap berada dalam stadium psikis (intelektual), pun dengan cara sembunyi-sembunyi atau simbolik.


Gejala demikian tampak terutama saat Saleh memasuki usia matang, yakni setelah beberapa tahun di Eropa dan berlanjut sepulangnya ke tanah air. Ketika di Jerman, ia akrab dgn para aristokrat dan cendekiawan setempat dan merasa menemukan teman-teman sejati di mana ia dapat bicara (merumpi) secara lebih terbuka. Acapkali ia keceplosan menyatakan simpatinya pada Jerman (masa itu) yang anti penjajahan dan mengaku, bahwa dirinya berasal dari keluarga yang anti penjajahan.

Selama di Eropa, Saleh kedapatan terus mengikuti perkembangan di tanah air pasca penangkapan Diponegoro melalui media massa yang beredar di Barat. Ia bahkan terobsesi untuk melukis Diponegoro. Obsesinya berhasil diwujudkan 5 tahun setelah berada kembali di tanah air, maka lahirlah salah satu lukisannya yang terkemuka: “Penangkapan Diponegoro” (1857). Oleh para ahli, lukisan ini dikenali memuat 2 (bahkan ada yang menyatakan lebih dari 2) sosok Saleh dalam berbagai usia, di antara prajurit Diponegoro. Keputusan memasukkan potret diri ke dalam lukisan ini patut diduga sengaja dilakukan untuk secara simbolik menunjukkan keberpihakan pada Diponegoro. Sikap in-groupnya dengan Diponegoro juga terindikasi dari keputusannya menikahi perempuan kerabat dekat Diponegoro setelah bercerai dari istri pertamanya yang berkebangsaan Barat.


Di pihak lain, pemerintah Belanda pun cenderung mengembangkan sikap curiga, bahkan sampai memata-matai Saleh sejak pelukis ini menjadi ‘makhluk pribumi pintar sendiri’ sepulang dari Eropa. Ketika di Bekasi terjadi pemberontakan kecil pada 1869, Saleh bahkan ditangkap, diinterograsi dan dikenai tahanan rumah. Meskipun tidak terbukti terlibat, toh sejak itu peran Saleh dalam pemerintahan terus dikurangi.

Saleh meninggal 1880. Dua tahun sepeninggalnya, lahirlah HOS Tjokroaminoto (1882-1934), yang 25 tahun kemudian baru mulai berkiprah untuk mempelopori pendirian organisasi pergerakan kebangsaan pertama yg dgn terbuka mencita-citakan Indonesia Raya (merdeka). Ingat juga, bahwa Tjokroaminoto kelak menelorkan Soekarno. Pada kurun yang paralel dengan HOS Tjokroaminoto, di Yogya muncul Ahmad Dahlan yang menjadi sumber kemunculan Fachruddin dan kelak disusul Sudirman. Jadi, dalam kontinum perjuangan bangsa, masa Raden Saleh adalah titik kontinum yang prematur untuk diharapkan melakukan perlawanan terbuka, bahkan justru titik balik, mengingat penangkapan Diponegoro masih segar. Diperlukan waktu berpuluh-puluh tahun kemudian untuk munculnya perlawanan baru di Pulau Jawa khususnya, dan di Nusantara pada umumnya.

Sedikit catatan menarik patut saya susulkan – sebagaimana yang telah saya sampaikan kepada RRI Pro-3 pada Juni 2012 yang lampau dalam wawancara dengan saya perihal Raden Saleh – bahwa pada masa Raden Saleh di Eropa, aliran romantik (Romantisisme) dalam seni lukis sedang mencapai puncak kejayaan. Dalam pada ini, lukisan nude sangat biasa dibikin orang, tidak terkecuali oleh ikon dan bintang seni lukis romantik: Delacroix. Tetapi sejauh yang berhasil diketahui, dari begitu banyak lukisan Saleh, tidak satupun yang menggambarkan perempuan telanjang atau sekadar mendekati telanjang. Hal menarik lain, di Jerman, Saleh sempat membikin sebuah musholla dengan arsitektur dan ornamen geometris khas Islam. Musholla ini konon masih terpelihara baik sampai kini. Fakta-fakta ini agaknya menandakan terpeliharanya akhlak Raden Saleh sebagai seorang Muslim.


Dalam belantara kehidupan Eropa yang sudah permisif masa itu, menghindari tema nude tentu tidak mudah. Orang dapat saja mengatakan Saleh memiliki perilaku tidak simpatik dalam kesehariannya. Tetapi dalam soal karya, Saleh terbukti sangat menjaga diri. Agaknya ini menjadi sisi ‘terang’ yang perlu terus diungkap dan ditafsirkan, di tengah data-data tentang Raden Saleh yang sebagian besar bersumber dari literatur/dokumen Barat yang acapkali memberi citra ‘kelam’ pada pribadi Raden Saleh. Integritas akhlak Saleh sebagai muslim menjadi penting mengingat Islam cenderung menjadi sumber kebencian kolonialis itu sendiri, sebab Islamlah yang tiada lain menjadi sumber spirit perlawanan terhadap kolonialisme dari jaman ke jaman.

Uraian di atas mudah-mudahan ikut membantu memberi apresiasi secara lebih adil/proporsional mengenai sikap Raden Saleh Syarief Bustaman terhadap pemerintah kolonial. Mungkin sikapnya lebih pas dianggap ambigu daripada sepenuhnya tidak melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial, mengingat setting jamannya memang belum kondusif untuk mengembangkan perlawanan yang lebih nyata.*/Bogor, Shafar 1435/ Desember 2013.

Penulis adalah peneliti Raden Saleh dan Karyanya

Rep: -
Editor: Cholis Akbar

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (208) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (50) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (6) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (225) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (283) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (46) Nabi Daud (1) Nabi Ibrahim (2) Nabi Isa (2) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (2) Nabi Nuh (3) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (1) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (191) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (431) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (155) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (195) Sirah Sahabat (114) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (95) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)