basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story: Kecerdasan

Choose your Language

Tampilkan postingan dengan label Kecerdasan. Tampilkan semua postingan

Tauhid Sebagai Dasar dan Motor Membangun Peradaban Oleh: Nasrulloh Baksolahar   “Dan orang-orang yang beriman itu amat sangat ci...


Tauhid Sebagai Dasar dan Motor Membangun Peradaban

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


 “Dan orang-orang yang beriman itu amat sangat cintanya kepada Allah.”
(QS. Al-Baqarah: 165)


Prolog: Akal yang Kering dan Hati yang Terlupa

Zaman ini telah membangun gedung-gedung tinggi, tapi kehilangan arah ke langit.
Kita memiliki universitas megah, pusat riset mutakhir, namun sedikit yang berilmu karena cinta.
Ilmu menjadi profesi, bukan ibadah. Teknologi menjadi senjata, bukan penolong kehidupan.
Manusia mencipta mesin cerdas, tetapi kerap tak tahu lagi mengapa ia hidup.

Di sinilah letak krisis besar peradaban modern — akal bekerja tanpa cinta kepada Yang Mengatur Akal.
Manusia modern menguasai hukum alam, tetapi melanggar hukum langit.
Ia tahu bagaimana membuat kehidupan, tapi lupa bagaimana memberi makna bagi hidup.

Padahal, dalam sejarah panjang manusia, cinta kepada Allah pernah menjadi tenaga utama peradaban.
Ia melahirkan ilmuwan, pemimpin, dan perancang sistem yang memadukan zikir dan pikir.
Cinta yang membangun, bukan menaklukkan; menata, bukan menguasai.


---

1. Cinta kepada Allah sebagai Sumber Ilmu

Dalam pandangan Islam, ilmu bukan sekadar hasil rasa ingin tahu, tetapi buah dari ma‘rifah — pengenalan terhadap Allah melalui ciptaan-Nya.
Ketika Adam diajari nama-nama oleh Allah (QS. Al-Baqarah: 31), itu bukan hanya pelajaran kosakata, melainkan awal perjanjian antara cinta dan ilmu:
manusia diberi akal untuk memahami tanda-tanda cinta Sang Pencipta di alam semesta.

Ibnu Sina menyebut ilmu sebagai jalan menuju kesempurnaan jiwa (al-sa‘adah).
Al-Farabi menulis dalam Ara’ Ahl al-Madinah al-Fadhilah, bahwa ilmu dan kebijaksanaan hanya hidup dalam masyarakat yang menjadikan cinta kepada Tuhan sebagai orientasi tertinggi.
Sementara Jabir Ibn Hayyan dan Al-Khawarizmi bekerja di laboratorium sambil berzikir, karena bagi mereka, meneliti hukum alam sama dengan membaca ayat-ayat Allah yang tersebar di jagat raya.

Ketika cinta kepada Allah menjadi fondasi, ilmu bukan lagi sekadar power, tapi amanah.
Ia menghidupkan, bukan membinasakan.
Ia mendekatkan, bukan memisahkan.

Sejarawan George Sarton — bapak sejarah sains — dalam Introduction to the History of Science menulis:

 “Tidak ada masa dalam sejarah di mana ilmu begitu bersih dari keserakahan duniawi seperti masa keemasan Islam.”

Ilmu yang tumbuh dari cinta melahirkan keseimbangan;
sementara ilmu yang lahir dari ambisi melahirkan kehancuran.


---

2. Ketika Cinta Menjadi Motor Teknologi

Teknologi yang dibangun karena cinta kepada Allah selalu berorientasi pada pemeliharaan kehidupan (hifzh al-hayat).
Ia tidak mengeksploitasi alam, tetapi berusaha menjaga harmoni kosmos — sebab alam dianggap makhluk Allah yang juga berzikir.

Lihatlah bagaimana kaum Muslim Andalusia membangun kanal-kanal irigasi, rumah sakit, dan observatorium.
Ibn Bajja dan Ibn Zuhr menulis risalah medis bukan untuk kemegahan, tapi untuk menolong hamba Allah dari penderitaan.
Al-Jazari, pencipta mesin hidrolik, menulis dalam pendahuluan bukunya:

“Aku berharap setiap rancangan ini menjadi sedekah jariyah bagi umat manusia.”

Itulah teknologi yang berjiwa cinta: mencipta tanpa menuhankan ciptaan.

Bandingkan dengan Romawi dan Persia.
Teknologi mereka besar, tapi berpusat pada dominasi.
Romawi membangun jalan-jalan untuk pasukan, bukan untuk rakyat; Persia membangun istana untuk raja, bukan rumah bagi fakir.
Itulah mengapa keduanya hancur: sebab kekuatan tanpa cinta cepat lapuk di dalam.

Sejarawan Arnold Toynbee menulis dalam A Study of History:

“Peradaban hancur bukan karena diserang dari luar, tapi karena kehilangan makna dari dalam.”


---

3. Kepemimpinan dari Cinta

Cinta kepada Allah melahirkan kepemimpinan yang rendah hati, tapi tegas.
Rasulullah ﷺ bersabda:

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Abu Dawud)

Dari sabda inilah muncul model kepemimpinan Islam yang paling sejati: pelayanan karena cinta.
Umar bin Khattab berjalan malam memeriksa rakyat, bukan karena politik populis, tapi karena hatinya takut kepada Allah.
Ia menangis ketika melihat rakyat kelaparan, karena ia tahu bahwa Allah tidak tidur ketika pemimpinnya lalai.

Sebaliknya, kepemimpinan yang lahir dari hawa nafsu melahirkan tirani.
Fir’aun, Kisra Persia, dan Kaisar Romawi adalah contoh klasik: mereka memerintah dengan ketakutan, bukan kasih.
Mereka membangun sistem kekuasaan yang memuja diri, bukan mengabdi kepada Yang Maha Kuasa.

Sejarawan Will Durant menulis dalam The Story of Civilization:

“Islam memperkenalkan tipe pemimpin baru — pemimpin yang memerintah dengan tanggung jawab spiritual, bukan hak keturunan.”

Dan inilah yang hilang di dunia modern:
Pemimpin banyak yang pandai berstrategi, tapi buta terhadap cinta yang menumbuhkan keadilan.


---

4. Cinta sebagai Dasar Manajemen dan Sistem

Dalam Al-Qur’an, Allah disebut sebagai Mudabbir al-Amr — Pengatur segala urusan.
Dari sinilah konsep manajemen Islam lahir: tadbir, yakni meniru cara Allah mengatur alam — penuh keseimbangan dan hikmah.

Kata mizan (keseimbangan) berulang dalam Al-Qur’an (QS. Ar-Rahman: 7–9).
Itulah prinsip manajemen Ilahi: tidak berlebihan, tidak kekurangan; setiap unsur mendapat fungsinya secara proporsional.

Jika cinta kepada Allah menjadi fondasi sistem, maka ekonomi tidak akan rakus, politik tidak akan zalim, dan pendidikan tidak akan menjadi pabrik ijazah tanpa akhlak.

Dalam The Wealth of Nations, Adam Smith memuji keteraturan pasar bebas, tapi dalam The Theory of Moral Sentiments ia mengingatkan bahwa sistem ekonomi hanya dapat berjalan jika manusia memiliki “moral sense”.
Namun, Barat kemudian mengambil separuh yang pertama dan melupakan separuh yang kedua — jadilah kapitalisme yang kering dari cinta.

Berbeda dengan sistem Islam klasik: baitul mal dibangun bukan hanya untuk menampung pajak, tapi menebarkan kesejahteraan.
Di bawah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tak lagi ditemukan orang miskin yang mau menerima zakat.
Itulah manajemen cinta — efisien karena ikhlas, efektif karena takut kepada Allah.


---

5. Cinta sebagai Sumber Hukum dan Keadilan

Cinta kepada Allah adalah dasar hukum yang hidup.
Tanpa cinta, hukum menjadi kekerasan yang sah; dengan cinta, hukum menjadi rahmat yang nyata.

Rasulullah ﷺ diutus sebagai “rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya: 107).
Maka setiap hukum yang meniru syariat sejati harus menebarkan kasih, bukan sekadar hukuman.

Ketika Umar menunda potong tangan pencuri di masa paceklik, itu bukan pelanggaran syariat, tetapi puncak implementasi cinta Ilahi — sebab Allah sendiri Maha Pengasih.

Filsuf hukum Islam, Al-Ghazali, dalam Ihya’ Ulum al-Din menulis:

“Syariat itu kasih sayang seluruhnya; keadilan seluruhnya; kebijaksanaan seluruhnya.”

Sementara Barat modern memisahkan hukum dari cinta.
Mereka menciptakan sistem legalistik tanpa nurani.
Maka hukum berubah menjadi alat kekuasaan, bukan pelindung kemanusiaan.
Michel Foucault menggambarkan ini sebagai “disiplin dan pengawasan yang menindas di bawah baju keadilan”.


---

6. Cinta sebagai Landasan Kekuasaan dan Peradaban

Kekuasaan yang lahir dari cinta kepada Allah adalah kekuasaan yang menjaga, bukan menaklukkan.
Peradaban Islam klasik tumbuh karena moralitas, bukan kolonialisasi.
Dari Madinah, Damaskus, Baghdad hingga Granada — ekspansi bukan hanya militer, tapi penyebaran ilmu, hukum, dan keadilan.

Romawi menaklukkan dunia dengan pedang, Islam menaklukkan hati dengan cahaya.
Romawi membangun imperium yang megah tapi rapuh; Islam membangun peradaban yang sederhana tapi bertahan ratusan tahun.
Toynbee menyebut Islam sebagai “peradaban yang mampu memadukan kekuatan spiritual dan kekuatan sosial dengan harmoni unik.”

Dan inilah paradoks besar sejarah:

Kekuasaan yang lahir dari cinta Allah tidak mengejar kekuasaan, tetapi justru karena itu ia diberi kekuasaan.

Sebaliknya, kekuasaan yang lahir dari hawa nafsu akan menimbulkan pemberontakan dari dalam — seperti Romawi, Persia, bahkan kapitalisme modern hari ini yang mulai retak oleh kesenjangan sosial dan krisis moral.


---

7. Menumbuhkan Cinta yang Produktif

Cinta kepada Allah tidak cukup diajarkan, harus ditanamkan.
Ia bukan perasaan mistik pasif, tapi daya aktif yang menggerakkan ilmu, teknologi, dan sistem.
Bagaimana menumbuhkannya?

1. Menjadikan ilmu sebagai ibadah.
Belajar untuk mengenal ciptaan Allah, bukan untuk gengsi akademik.

2. Menyucikan niat dalam setiap kerja.
Meneliti, memimpin, berdagang, menulis — semua karena Allah.

3. Menanamkan dzikir dalam sistem.
Organisasi yang dimulai dengan basmalah akan berbeda dari yang dimulai dengan target laba.

4. Menegakkan akhlak sebagai inti profesionalitas.
Akhlak adalah sistem kontrol yang tidak bisa ditiru oleh teknologi.

5. Menjadikan syariat sebagai fondasi desain sistem.
Hukum, ekonomi, dan manajemen berjalan dalam pagar tauhid — bukan sekadar efisiensi, tapi keberkahan.




---

8. Epilog: Cinta yang Melahirkan Peradaban

Ketika Romawi dan Persia membangun dunia dengan pedang dan kebanggaan, Islam membangunnya dengan pena dan kasih.
Ketika modernitas menuhankan akal, Islam mengajarkan bahwa akal adalah titipan cinta.
Dan kini, dunia modern kembali haus akan makna — karena teknologi telah membuatnya mampu melakukan segalanya, kecuali menjawab “untuk apa”.

Maka, jika peradaban modern lahir dari keinginan menundukkan alam,
peradaban Islam lahir dari kerinduan berbakti kepada Pencipta alam.

Yang satu menimbulkan kekaguman; yang lain menimbulkan ketenangan.
Yang satu mengagungkan kuasa; yang lain menumbuhkan kasih.

Cinta kepada Allah adalah energi yang tak habis.
Ia melahirkan ilmu yang jujur, teknologi yang menolong, kepemimpinan yang adil, hukum yang lembut, dan kekuasaan yang membimbing.
Tanpa cinta itu, semua hanya akan menjadi bangunan megah di atas jiwa yang runtuh.


---

 “Barang siapa mencintai Allah, ia akan melihat dunia bukan sebagai arena perebutan, tapi sebagai ladang pengabdian.”
— Muhammad Iqbal, Reconstruction of Religious Thought in Islam

Kesimpulan Hidup Oleh: Nasrulloh Baksolahar Bagaimana seseorang mengetahui bahwa jalan kehidupannya benar? Sederhana saja: perha...

Kesimpulan Hidup

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Bagaimana seseorang mengetahui bahwa jalan kehidupannya benar? Sederhana saja: perhatikan apa yang diucapkannya saat sakaratul maut. Mengapa ini menjadi ukuran? Karena di saat itu, manusia berada di ambang akhir perjalanan duniawi, di titik paling murni dari kesadarannya.

“Tidak ada Tuhan selain Allah” adalah kesimpulan hidup. Ia adalah inti sari dari seluruh kehidupan, makna yang menjiwai setiap langkah, kemuliaan yang menegaskan tujuan, dan penanda sejati dari tujuan hidup itu sendiri.

Jika seseorang tidak bisa menyimpulkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dari perjalanan hidupnya, itu berarti ia telah lalai. Ia telah tersesat, menyimpang dari jalan yang benar.

Bukankah manusia telah dibimbing oleh kitab suci dan sunnah? Bukankah manusia diberi kesempatan untuk mengamati alam semesta, menafsirkan liku-liku kehidupan, dan belajar dari pengalaman serta peristiwa yang ditemuinya?

Apakah manusia memiliki peran sebagai pencipta? Apakah manusia yang menentukan garis kehidupan? Apakah manusia mampu menundukkan alam semesta atau menentukan rezeki sendiri? Apakah kehadiran manusia di dunia ini atas kehendaknya sendiri? Apakah semua yang diraihnya selalu sesuai dengan rencana dan keinginannya?

Jika kita menyelami samudera kehidupan dengan kesadaran, kesimpulan yang tak terbantahkan muncul: tidak ada Tuhan selain Allah.

Itulah puncak refleksi kehidupan. Semua pengalaman, semua pengamatan, semua cobaan dan nikmat, mengantar manusia pada kesadaran tunggal ini. Ia bukan sekadar ucapan, melainkan penegasan esensi hidup itu sendiri.

Tauhid dari Ilmu Sejarah Oleh: Nasrulloh Baksolahar Tauhid adalah poros. Alam semesta berputar mengitari porosnya. Segala sesuat...

Tauhid dari Ilmu Sejarah

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Tauhid adalah poros. Alam semesta berputar mengitari porosnya. Segala sesuatu dalam kehidupan, baik kecil maupun besar, harus berjalan seiring dengan poros tauhid.

Berputar pada poros berarti semua elemen berjalan bersama, selaras, dan bersinergi. Namun, bila ada yang tidak berputar, atau bergerak melawan arah tauhid, benturan dan kehancuran tak terelakkan. Tabir keseimbangan pun robek, dan segalanya runtuh.

Belajar sejarah sejatinya juga belajar tauhid. Peradaban lahir karena tauhid. Peradaban tumbuh karena perjuangan menegakkan tauhid. Dan peradaban hancur ketika tauhid ditanggalkan.

Sejarah mengajarkan kefanaan. Bukankah banyak peradaban besar yang telah gugur dan lenyap? Bangunan megah, kota-kota gemilang, dan negeri-negeri yang dulu terdengar namanya di seluruh dunia, kini hanya menjadi cerita atau reruntuhan.

Buka peta dunia pada era kuno. Apakah nama-nama kota dan wilayahnya masih ada hingga kini? Apakah istana mereka tetap kokoh? Apakah nama kaisar dan pemimpinnya masih dipuja-puji? Hampir semuanya telah hilang. Bangsa-bangsa yang dulunya perkasa kini tidak lagi berdiri.

Padahal kaisar dan rakyatnya telah berusaha sekuat tenaga agar negeri mereka tetap lestari. Mereka bahu-membahu membangun kekuatan dan strategi demi mempertahankan keberlangsungan peradaban. Namun, semua itu tak mampu menunda kehancuran.

Sejarah menegaskan satu hal: tiada yang abadi selain Allah SWT. Semua yang diciptakan manusia fana; yang kekal hanyalah poros tauhid yang menopang semesta.

Inilah pelajaran besar dari ilmu sejarah: tauhid adalah inti, fondasi, dan poros yang menentukan lahir, tumbuh, dan hancurnya peradaban manusia.

Hanya Jiwa Tauhid yang Bisa Membangun Sejarah Oleh: Nasrulloh Baksolahar Sejarah lahir dan hidup dari aqidah. Dari kalimat Syaha...

Hanya Jiwa Tauhid yang Bisa Membangun Sejarah


Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Sejarah lahir dan hidup dari aqidah. Dari kalimat Syahadat. Dari iman, Islam dan ihsan. Dari keyakinan dan proses yang benar.

Bukankah kisah para Nabi dan Rasul dalam Al-Qur’an berawal dari menerima risalah ketauhidan? Bukankah perjuangan para Nabi dan Rasul berlandaskan menegakkan ketauhidan?

Adakah yang berorientasi kekuasaan dan kekayaan? Justru, kisah yang berorientasi pada kejayaan, kemenangan, kekuasaan dan kekayaan, menjadi titik awal kehancuran.

Perhatikan perjalanan Bani Israil bersama Nabi Musa dari Mesir, Palestina hingga ke Sinai? Walaupun disisinya terdapat Nabi terbesar Bani Israil, apa yang terjadi? Bani Israil tak bisa meraih mimpinya.

Perhatikan Muslimin di perang Uhud dan Hunain, bukankah hampir menelan kekalahan? Bersama Nabi dan manusia termulia yang bersamanya pun, bila orientasi bukan ketauhidan, maka hanya berbuah kehancuran.

Sekuat apapun daya topang dan pondasinya seperti Fir’aun dan kaum yang memusuhi para Nabi dan Rasul, bila titik awal dan jalan perjuangannya bukan tauhid, maka akan menjadi lemah dan hancur.

Ibnu Khaldun dan Arnold Toynbee, sejarawan sejarah, membuat kesimpulan dari hasil penelitian tentang beragam peradaban yang ada di dunia. Kesimpulannya sama, bila tidak ada nilai ketauhidan, peradaban yang ditopang oleh kekuatan apapun akan hancur.

Tidak Terobsesi Kaya dan Berkuasa, Tetapi Meraihnya Tanpa Disadarinya Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Apakah Al-Qur’an pernah mengab...

Tidak Terobsesi Kaya dan Berkuasa, Tetapi Meraihnya Tanpa Disadarinya

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 

Apakah Al-Qur’an pernah mengabadikan Yusuf dan  Daud yang terobsesi menjadi pejabat dan raja? Pernah mereka berdoa untuk mendapatkannya? Namun mengapa kekuasaan dan kekayaan bersamanya?

Nabi Sulaiman memang berdoa agar kekuasaannya tidak ada yang bisa melampauinya. Namun didahului dengan permohonan ampun kepada Allah SWT. Mohon ampunan menjadi wasilah kekuasaannya yang kokoh.

Apakah layak meminta kekayaan dan kekuasaan? Apakah kekayaan dan kekuasaan milik mereka yang terobsesi dan berdoa kepadanya? Mengapa para khalifahatur Rasyidin tidak menginginkan semuanya, namun mereka mendapatkannya?

Sehat tapi tak terobsesi menjadi sehat? Sebab dengan rutinitas keseharian mengikuti sunah Rasulullah saw, otomatis akan sehat dengan sendirinya. Mengejar syafaat Rasulullah saw dari aktivitas harian, maka akan dilimpahkan kesehatan. Namun, mengapa mengejar kesehatan, bukan syafaat Rasulullah saw?

Kaya tetapi tanpa obsesi kaya. Apa dasar pengelolaan kekayaan? Apa dasar menambah kekayaan? Bukankah mengelola hawa nafsu berarti benar mengelola kekayaan?  Bukankah berzuhud dan wara menciptakan modal investasi? 

Bukankah jujur, amanah dan selalu ingin berbuat kebaikan akan menumbuhkan kepercayaan dalam berbisnis dari konsumen dan mitra kerja? Bukankah ini akan meluaskan skala bisnis? Mengapa tidak teguh pada pengelolaan hawa nafsu, jujur, amanah dan selalu berbuat kebaikan? Tetapi justru bersaing pada merebut kekayaannya.

Amar maruf dan nahi munkar, bukankah ini dasar kekuasaan? Menegakkan keadilan, bukankah ini tujuan dari kekuasaan? Bila konsisten dengan sikap ini, maka banyak yang berbondong-bondong memberikan kekuasaan pada yang teguh pada komitmen ini. Mengapa tidak teguh pada Amar Maruf, nahi munkar dan keadilannya? Justru terperosok pada perebutan kekuasaannya?

Muhammad Al-Fatih merebut Konstantinopel bukan untuk obsesi dirinya, tetapi untuk mewujudkan dan mengaplikasikan hadist Rasulullah saw? Meraih syafaat, lalu Allah SWT menganugerahkan kemenangan.

Jenius pada Diri Sendiri Oleh: Nasrulloh Baksolahar Apakah jenius itu harus bergelar profesor? Menjabat Menteri dan Direktur? Di...

Jenius pada Diri Sendiri

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Apakah jenius itu harus bergelar profesor? Menjabat Menteri dan Direktur? Dihormati sebagai kiyai? Populer dan menjadi referensi dan kutipan di tulisan dan karya ilmiah? Menulis banyak buku?

Jenius pada diri bila serius menunaikan  hak Allah SWT dan manusia. Mampu mengelola dan  mengisi waktu sesuai sekala prioritasnya. Hatinya selalu bertafakur. Lisannya berdzikir. Mata dan pendengaran terjaga.

Jenius pada diri sendiri berarti ridha terhadap takdir. Menjalani hidup sesuai kehendak-Nya, bukan keinginan dirinya. Melihat, mendengar, berbicara, menggerakkan seluruh anggota tubuhnya sesuai bimbingan-Nya.

Jenius pada diri sendiri, berarti menikmati apapun yang ada dan peristiwanya. Yang dialami lebih baik dari apa yang diangankan. Yang diraih lebih berharga dari yang diharapkan.

Jenius pada diri sendiri berarti terus berkarya, apa pun hasilnya.  Terus melangkah apapun cemoohannya. Terus bersemangat, biarpun tak dihargai. Karena, yang diharapkan hanya wajah Allah SWT.

Jenius pada diri sendiri, berarti terus menghidupkan harapan. Melihat cahaya di tengah kegelapan. Melihat kesempatan di tengah kesempitan. Merasakan keyakinan di tengah ketidakberdayaan.

Apa modal kejeniusan diri? Hanya aqidah. Hanya "Tidak Ada Tuhan Selain Allah". Hanya hati yang terus tersambung kepada Allah. Hanya Allah yang bersemayam di singgasana hatinya. Hanya itu saja sumbernya. 



Mengendalikan Lalulintas Hati Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Al-Qur'an surah Al-Mulk ayat 13 وَاَسِرُّوْا قَوْلَكُمْ اَوِ اجْهَ...

Mengendalikan Lalulintas Hati

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 


Al-Qur'an surah Al-Mulk ayat 13

وَاَسِرُّوْا قَوْلَكُمْ اَوِ اجْهَرُوْا بِهٖۗ اِنَّهٗ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
"Rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati."

Menurut riwayat Ibnu ‘Abbās, ia berkata, “Pada suatu ketika orang-orang musyrikin mempergunjingkan Nabi Muhammad dan menjelek-jelekkannya, maka Allah menurunkan kepada beliau semua yang dibicarakan mereka itu.

Lalu sebahagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Rendahkanlah suaramu agar kata-katamu tidak didengar oleh Tuhan Muhammad.” Maka turunlah ayat ini yang antara lain menjelaskan bahwa tidak ada suatu apa pun yang luput dari pengetahuan Allah.

Pada ayat ini, Allah kembali menjelaskan bahwa Dia mengetahui segala yang dirahasiakan dan segala yang dilahirkan oleh hamba-hamba-Nya, baik berupa perkataan, perbuatan, dan segala yang dirasakan oleh hati dan panca indera.

Semuanya itu tidak luput sedikit pun dari pengetahuan Allah, karena Dia Maha Mengetahui segala isi hati.

Mengapa gemar bergunjing? Mengapa terjadi pertempuran kata yang sia-sia dalam obrolan  di dunia nyata dan media sosial? Karena tak bisa mengelola lintasan-lintasan hati. Lintasan hati yang buruk sebanyak bisikan syetan yang berkecamuk. 

Lintasan hati lebih sibuk dari kendaraan yang melintas di pusat perkantoran Jakarta yang sibuk. Lebih ruwet dari kendaraan yang melintas saat musim mudik lebaran. Kemunculannya tak bisa diduga dan tak terhingga. Mulut bisa  diam, namun  bisikan hatinya tak pernah berhenti.

Bagaimana mengendalikan lalulintas hati? Sibukan hati dengan mengingat Allah SWT. Karakter hati yang terus berkecamuk diarahkan untuk kesibukan bersama Allah SWT. 

Alangkah malunya, saat Allah SWT mengetahui bahwa di hati kita ada yang lain selain-Nya. Bukankah Allah SWT Maha cemburu? Bukankah Allah Maha mendengar bisikan hati kita?

Awal Perjalanan Hamba Oleh: Nasrulloh Baksolahar  Apa yang pertama dibahas dalam kitab kumpulan hadist yang membahas ilmu fiqh? ...

Awal Perjalanan Hamba

Oleh: Nasrulloh Baksolahar 

Apa yang pertama dibahas dalam kitab kumpulan hadist yang membahas ilmu fiqh? Apa yang pertama dibahas dalam kitab Riyadhus Shalihin dan Arbain Nawawiah serta Ihya Ulumuddin? Itulah yang paling awal diperbaiki.

Manusia terdiri dari raga, hati dan akal? Bagaimana langkah awal memperbaiki raga, hati dan akal? Bukanlah kitab-kitab di bab awal dalam ilmu fiqh dan tasawuf.

Apa puncak dari kenikmatan raga? Kesehatan. Bagaimana mengawali kesehatan? Bersucilah. Bersuci mengawali kesehatan tubuh sebagai penopang utama beribadah.

Apa puncak dari kenikmatan hati? Mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya. Bagaimana mengawali cinta? Membersihkan hati agar ikhlas. Orientasinya hanya Allah SWT.

Apa puncak kenikmatan akal? Paham terhadap yang haq dan batil. Paham benar dan salah. Paham yang makruf dan munkar. Bagaimana mengawalinya? Hanya dengan ilmu.

Awal yang baik membentuk akhir yang baik. Muhammad Ahmad Rasyid mengatakan keteguhan seseorang pada dakwah dan jihad tergantung dari benarnya langkah pada saat mengawali tarbiyah dan riyadhah.

Terus memperbaiki yang awal untuk memperbaiki yang akhir. Apa yang diraih bila awalnya benar? Mari membuka hadist Arbain An Nawawiah yang terakhir:

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Hai anak Adam, sesungguhnya selagi engkau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku ampuni dosa yang ada padamu dan aku tidak peduli. Hai anak Adam, seandainya dosa-dosamu setinggi langit (begitu banyak), kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, pasti Aku ampuni. Hai anak Adam, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian engkau menemui-Ku tanpa menyekutukan-Ku dengan apa pun, pasti Aku akan menemuimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi)

Apakah Jalan Kehidupan Itu Berliku-liku? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Bagi mukmin, tidak ada jalan yang berliku. Yang ada, hanya j...

Apakah Jalan Kehidupan Itu Berliku-liku?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Bagi mukmin, tidak ada jalan yang berliku. Yang ada, hanya jalan yang lurus. Bagaimana jalan yang lurus itu? Jalannya para Nabi dan Rasul-Nya.

Jalan yang lurus adalah jalan yang selalu ada solusi dan kemudahan yang dihadirkan Allah. Bukan jalan yang tidak ada tantangannya. Bukan jalan yang tidak ada jerih payahnya. Bukankah bersama kesulitan ada kemudahan? Itulah jalan yang lurus. 

Jalan yang lurus itu mengambil solusinya dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Dari Al-Qur’an dan Sunnah. Dari aqidah dan syariatnya. Dari tauladan Nabi dan sahabatnya. Mengapa hanya jalan ini?

Karena hanya Allah SWT yang menentukan takdir. Hanya Allah SWT yang menentukan hukum-hukum yang berlaku. Hanya Allah yang menciptakan seluruh proses yang ada di kehidupan dan alam semesta ini.  Mencari selain Allah SWT, berarti  menapaki jalan yang hanya membuahkan kesesatan.

Jalan yang lurus itu amat mudah, karena hanya tinggal membuka buku panduan. Hanya tinggal mencontek dan menduplikasi. Tak harus cerdas. Tak harus bergelar tinggi. Tak harus berpengalaman dan memiliki cakrawala luas dengan melanglang buana. Jadi apa syaratnya?

Hanya butuh ketaatan dan ketundukan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Hanya butuh mengikuti. Hanya butuh menanggalkan ego diri. Hanya butuh berserah diri. Inilah kesulitan terbesar untuk meraih jalan yang lurus.

Apakah akal manusia bisa menemukan jalan yang lurus? Apakah keluasan ilmu, pemahaman dan pengalaman manusia bisa menciptakan jalan yang lurus? Apakah bila seluruh pemikiran dan ilmu dari manusia pertama dan terakhir dikumpulkan bisa membukukan panduan jalan yang lurus?

Tidak ada yang bisa, sebab yang bisa menunjuki jalan yang lurus hanya Allah SWT dan Rasul-Nya. Jalan yang lurus hanya hak preogratif Allah SWT dan Rasul-Nya.

Celakalah Manusia, Alangkah Kufurnya Dia! Oleh: Nasrulloh Baksolahar Hanya sedikit manusia yang tidak celaka. Hanya sedikit manu...

Celakalah Manusia, Alangkah Kufurnya Dia!

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Hanya sedikit manusia yang tidak celaka. Hanya sedikit manusia yang tidak kufur. Ingin buktinya? Apakah tidak merasakan bagian darinya?

Bukankah hati yang lalai mengingat Allah SWT adalah celaka? Bukankah yang tidak merasakan semuanya dari Allah SWT adalah kekufuran?

Perhatikan lalu lintas hati, akal dan perasaan. Perhatikan bisikan dan letupan hati. Dalam satu detik, siapakah yang muncul? Dalam satu detik, apa yang diingat?

Perhatikan apa yang dilihat. Apa yang membuat takjub dan mempesona? Apakah yang dilihat dirasakan sebagai takdir-takdir Allah SWT yang Mahasempurna? Apakah justru iri dan dengki, merasa takdir orang lain lebih baik?

Mengagumi sosok yang berkelimpahan harta dan jabatan dibandingkan dengan yang shaleh? Merasa rezeki shalat, membaca Al-Qur’an dan berdzikir lebih rendah daripada harta dan jabatan?

Apa yang kita dengar? Tidakkah merasakan bahwa bisa mendengar itu nikmat tertinggi? Bukankah ayat-ayat Al-Qur’an saat berbicara tentang nikmat pada manusia selalu dimulai dari nikmat bisa mendengar, lalu melihat?

Rasulullah saw selalu menangis agar dikelompokkan sebagai manusia yang bersyukur. Mengapa kita yang ibadah dan kiprah dakwahnya malas, tidak seperti Rasulullah saw merasa sudah bersyukur? Itulah mengapa kita termasuk yang celaka dan kufur. 

Kalau Hidupmu Selalu Kacau, Bisa Jadi Kamu Tak Pernah Belajar dari Allah Oleh: Nasrulloh Baksolahar 1. Hidupmu Kacau? Jangan Sal...

Kalau Hidupmu Selalu Kacau, Bisa Jadi Kamu Tak Pernah Belajar dari Allah


Oleh: Nasrulloh Baksolahar



1. Hidupmu Kacau? Jangan Salahkan Masalah, Salahkan Dirimu yang Tak Tahu Pola

Orang-orang mengeluh, “Hidup ini penuh masalah, rumit, dan tak bisa diprediksi.” Tapi benarkah hidup ini sesulit itu? Atau sebenarnya kita saja yang malas membaca pola kehidupan?

Dengar baik-baik: hidup tidak pernah benar-benar kacau. Alam semesta ini berjalan dalam sistem yang rapi dan tertata. Matahari, air, udara, hingga tubuhmu sendiri—semuanya punya pola, ritme, dan hukum yang tetap. Kalau hidupmu tampak kacau, besar kemungkinan kamu sedang melanggar hukum-hukum itu.



2. Bencana Bukan Misteri, Tapi Teguran Akibat Keras Kepala

Banjir, longsor, krisis, kegagalan, konflik—semua itu bukan fenomena gaib yang datang tiba-tiba. Banyak dari itu adalah konsekuensi dari ketidaktaatan manusia terhadap sistem yang telah ditetapkan Allah.

> “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia...” (QS. Ar-Rum: 41)

Jangan heran jika hidupmu amburadul, kalau kamu sendiri menolak hidup sesuai aturan main Sang Pencipta.



3. Allah Sudah Sediakan Blueprint Hidup, Tapi Kamu Sibuk Cari Jalan Sendiri

Buku manual kehidupan itu sudah ada: Al-Qur’an dan Sunnah. Tapi ironisnya, manusia malah mencari panduan hidup dari motivator palsu, media sosial, atau hawa nafsu.

Padahal Rasulullah ﷺ sudah memberi warning keras:

> “Selama kalian berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnahku, kalian tidak akan tersesat.”

Kalau kamu tetap tersesat setelah itu, mungkin karena kamu memilih jalan lain—dan mengabaikan dua sumber utama hidup.



4. Pola Tuhan Itu Jelas, Tapi Kita Sering Sok Pintar

Mau hasil baik? Ikuti polanya: usaha + sabar = hasil.
Mau musibah menjauh? Polanya: taat + hati bersih = perlindungan.
Tapi yang terjadi? Manusia mau hasil instan, tanpa mengikuti aturan. Lalu menyalahkan takdir.

Cara menyelesaikan persoalan hidup itu bukan tebak-tebakan, tapi penyesuaian dengan pola Allah.



5. Pola Itu Bisa Dipelajari, Tapi Harus Tunduk Dulu

Menyelesaikan masalah hidup itu seperti membuka pintu: ada kuncinya.
Al-Qur’an dan Sunnah adalah kunci utamanya. Tapi jika kamu sok kuat dan mencoba mendobrak, ya wajar kalau kamu babak belur.

Berpikirnya harus deduktif:

> Mulai dari kebenaran besar → turunkan jadi langkah kecil.
Jangan asal coba-coba → tapi pahami dulu aturan-Nya.



Hidupmu Bisa Beres, Asal Kamu Mau Tunduk pada Pola Allah

Sudah cukup menyalahkan keadaan. Sudah cukup pura-pura bingung.

> “Kalau hidupmu selalu kacau, bukan karena Tuhan tak sayang, tapi karena kamu tak pernah sungguh-sungguh belajar dari-Nya.”

Hidup Itu Terpola, Bukan Acak: Belajar Menyelesaikan Masalah dari Sunatullah Oleh: Nasrulloh Baksolahar “Jika engkau hidup mengi...

Hidup Itu Terpola, Bukan Acak: Belajar Menyelesaikan Masalah dari Sunatullah


Oleh: Nasrulloh Baksolahar


“Jika engkau hidup mengikuti pola Allah, maka masalahmu akan ikut jalan keluar yang sudah ditentukan-Nya.”


1. Kacau Itu Ilusi, Tidak Ada dalam Sistem Tuhan

Pernahkah kita merasa hidup ini penuh kekacauan? Masalah datang bertubi-tubi, jalan keluar tampak buntu, dan segala rencana seperti berantakan? Bisa jadi, itu bukan karena hidup ini benar-benar kacau—tetapi karena kita berjalan melawan pola-pola keteraturan yang Allah tetapkan dalam semesta ini.

Semua ciptaan Allah bergerak dalam struktur yang jelas. Air mengalir dari tempat tinggi ke rendah. Matahari terbit di timur, terbenam di barat. Bahkan detak jantung dan embusan napas kita pun bergerak dalam ritme yang tetap. Maka, kekacauan hanya muncul saat manusia tidak hidup selaras dengan keteraturan itu.


2. Bencana Alam: Ketidakteraturan atau Ulah Manusia?

Mari kita ambil contoh ekstrem: bencana alam. Gempa bumi, banjir, kekeringan—semua tampak seperti gangguan besar dalam keseimbangan hidup. Tapi jika diselidiki, banyak bencana terjadi karena manusia merusak pola alam: menggunduli hutan, membuang limbah sembarangan, membangun di jalur patahan tanpa memperhatikan ilmu geologi.

Firman Allah SWT:

> “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)

Bencana adalah peringatan, bukan kekacauan acak. Ia bagian dari sistem sebab-akibat dalam pola kehidupan.


3. Pola Kehidupan Itu Bisa Dibaca dan Dipelajari

Setiap masalah punya pintu keluarnya. Setiap persoalan ada jalan penyelesaiannya. Namun syaratnya satu: pahami polanya. Dalam bahasa Al-Qur’an, pola itu disebut sunatullah—hukum Allah yang berlaku atas manusia dan kehidupan.

Contoh sederhana: siapa yang bekerja keras dan disiplin, biasanya akan berhasil. Siapa yang curang dan rakus, cepat atau lambat akan menuai akibatnya. Siapa yang berbuat baik, kebaikan akan kembali kepadanya.


4. Al-Qur’an dan Sunnah: Buku Panduan Membaca Pola

Bagaimana cara membaca dan memahami pola kehidupan ini? Rasulullah ﷺ memberikan jawaban yang jelas:

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara; kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(HR. Malik dan Al-Hakim)

Al-Qur’an dan Sunnah bukan hanya kitab ibadah. Ia juga blueprint kehidupan—panduan membaca pola-pola keberhasilan dan kegagalan, kebangkitan dan kejatuhan, kebahagiaan dan kesengsaraan.


5. Dari Pola Umum ke Solusi Spesifik

Ini mirip logika deduktif. Kita mulai dari premis besar (hukum Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah), lalu menarik kesimpulan untuk menyelesaikan masalah spesifik.

Misalnya:

Premis: “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Maka kesimpulan: perubahan pribadi adalah kunci perubahan sosial.


Dengan memahami pola ini, seseorang tidak lagi panik menghadapi ujian hidup. Ia akan tahu bahwa setiap ujian pasti ada jalan keluar—selama ia mengikuti alur yang Allah tetapkan.


6. Hidup Jadi Lebih Cepat, Tepat, dan Tenang

Mereka yang memahami pola kehidupan akan:

Tidak gegabah saat masalah datang,

Tahu mana langkah yang tepat,

Tidak membuang energi untuk solusi yang keliru,

Dan mampu mengantisipasi sebelum masalah membesar.

Hidup menjadi lebih tepat arah, lebih cepat bergerak, dan lebih tenang dijalani.


Kembali ke Hukum Allah, Kembali ke Ketenangan

Dalam dunia yang serba cepat, kadang kita ingin solusi instan. Tapi yang lebih penting adalah menyelaraskan diri dengan pola Allah, bukan melawan-Nya. Karena siapa pun yang berjalan dalam pola-Nya, akan menemukan arah. Dan siapa pun yang melawannya, akan tersesat dalam kekacauan yang ia ciptakan sendiri.


> “Hidup bukan tentang mencari-cari jalan keluar, tapi menemukan dan mengikuti jalan yang telah Allah sediakan.”

Menyelesaikan Persoalan Dengan Tepat dan Cepat Oleh: Nasrulloh Baksolahar Semua yang terjadi itu terstruktur, berurutan, bertaha...

Menyelesaikan Persoalan Dengan Tepat dan Cepat

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Semua yang terjadi itu terstruktur, berurutan, bertahap dan terpola. Kekacauan itu tidak pernah terjadi dalam kehidupan. Bila merasa ada kekacauan, penyebabnya karena tidak mengikuti pola-pola yang ada.

Bencana alam salah satu bentuk kekacauan, namun apakah bencana itu tidak ada penyebabnya? Penyebabnya, manusia tidak hidup dalam pola-pola keteraturan yang sudah ada di alam.

Yang memahami pola kehidupan, maka akan bisa mengantisipasi sebelum terjadi dan melanggengkan yang sudah ada. Juga optimal hasilnya dan keburukannya pun tidak terjadi. Bagaimana memahami pola kehidupan?

Belajarlah pada yang mendesain membuat pola kehidupan. Belajarlah pada Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak. Bagaimana caranya?

Rasulullah SAW bersabda bahwa  bila berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah maka tidak akan pernah tersesat dan terjerumus. Al-Qur’an dan Sunnah merupakan panduan memahami pola hukum kehidupan, juga berinteraksi yang benar terhadap pola-pola tersebut.

Dengan memahami pola kehidupan ini yang didesain oleh Allah SWT, maka manusia dapat menyelesaikan setiap persoalan hidup yang detail berdasarkan pola umum yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Prinsip ini seperti proses berfikir deduktif, yang mengambil kesimpulan dari premis umum yang sudah tervalidasi kebenarannya. Premis umum menjadi pondasi dalam menyelesaikan persoalan yang muncul.


Jangan Asal Lihat, Dengar, dan Baca! Akalmu Bisa Rusak Oleh: Nasrulloh Baksolahar Akalmu bukan tong sampah. Ia diciptakan Allah ...


Jangan Asal Lihat, Dengar, dan Baca! Akalmu Bisa Rusak

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Akalmu bukan tong sampah. Ia diciptakan Allah untuk berpikir, bukan untuk menampung sembarang informasi.

Tapi pertanyaannya: apa yang selama ini kamu beri makan pada akalmu? Apakah fakta, atau fitnah? Hikmah, atau hiburan kosong?

Akal tidak bekerja dalam ruang hampa. Ia perlu bahan baku—data, informasi, pengetahuan. Dan bahan baku itu masuk melalui mata, telinga, mulut, dan hati. Kalau yang masuk buruk, bagaimana mungkin hasilnya baik?

Bayangkan sebuah pabrik besar. Mesin-mesinnya modern, teknologinya canggih. Tapi jika bahan bakunya busuk, yang keluar pun tetap busuk. Bahkan seorang koki kelas dunia pun tak bisa menyulap sayuran busuk menjadi makanan lezat.

Begitu pula akal. Canggih atau tidaknya kemampuan berpikirmu, tetap akan ditentukan oleh apa yang kamu lihat, dengar, baca, dan rasakan setiap hari.

Ada pepatah lama yang sudah jarang dihayati:

> “Bila melihat, jangan asal melihat. Bila mendengar, jangan asal mendengar.”



Tapi hari ini, kita justru bangga jadi penonton tanpa filter. Kita izinkan mata menelan tayangan murahan. Kita biarkan telinga dijejali gosip dan ujaran kosong. Kita baca apapun yang viral, tanpa bertanya: “Apakah ini layak masuk ke dalam jiwaku?”

Hati-hati! Apa yang kamu izinkan masuk hari ini, akan membentuk siapa dirimu besok.

Ingat nasihat orang bijak:

> “Masa depanmu ditentukan oleh apa yang kau baca hari ini dan siapa temanmu hari ini.”



Akalmu sedang dibentuk. Setiap scroll di media sosial, setiap percakapan, setiap tontonan—semua itu sedang memahat pola pikir dan kepribadianmu.

Lalu kita bertanya, “Mengapa sulit khusyuk? Mengapa hati kotor? Mengapa hidup terasa hampa walau banyak ibadah?”
Jangan buru-buru menyalahkan takdir. Periksa dulu apa yang kamu makan, minum, lihat, dan pikirkan.

Kebersihan hati tidak dimulai dari banyaknya sujud, tetapi dari apa yang masuk ke perut dan pikiranmu.
Halal saja belum cukup, ia harus baik dan bersih (thayyib).

Makanan membentuk darah. Darah membentuk hati. Dan hati menentukan seluruh hidupmu.

Bukankah Nabi ﷺ bersabda:

> “Dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh rusak. Itulah hati.”



Dan jangan lupa sabda beliau ﷺ tentang seorang pengemis lusuh yang berdoa:

> “Bagaimana doanya akan dikabulkan, sementara makanan, minuman, dan pakaiannya berasal dari yang haram?”



Lihat baik-baik. Dengar baik-baik. Baca dengan cerdas.
Akalmu bukan tempat pembuangan.
Jiwamu terlalu berharga untuk dijejali racun informasi.

Mulailah dengan input yang benar, dan hasilnya akan mengikuti.
Karena dalam hidup ini, yang masuk akan menentukan yang keluar.

Dasar Sains dan Teknologi di Surat Al-Fajr Oleh: Nasrulloh Baksolahar Perhatikan, amati, dan pelajari semua peristiwa yang dilal...

Dasar Sains dan Teknologi di Surat Al-Fajr

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Perhatikan, amati, dan pelajari semua peristiwa yang dilalui, dialami, dan dirasakan. Yang dilihat dan didengar. Perhatikankanlah perjalanan waktu. Salah satunya, fajar dan malam. Perhatikan alam semesta. Perhatikan pengelolaan waktu. Inilah dasar sains dan teknologi yang pertama.

Setelah itu, pelajari sejarah perjalanan manusia. Apa titik tekan yang dipelajari? Karya peradabannya. Al-Qur'an memberikan beberapa karya peradaban dari umat terdahulu. Inilah dasar sains dan teknologi yang kedua.

Bukankah sains dan teknologi sebelumnya bisa mengihami era sekarang? Bukankah semua karya manusia tidak sempurna, sehingga membutuhkan generasi yang menyempurnakannya?

Penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. Yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)?

Kaum Samud yang memotong batu-batu besar di lembah menjadi ragam peralatan, sarana prasarana, dan bangunan tinggi.

Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak bangunan yang besar. Yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,
lalu banyak berbuat kerusakan di  negerinya.

Lalu, untuk apa sains dan teknologi? Untuk apa membangun sebuah peradaban?  Bagaimana agar semuanya memberikan kemanfaatan? Bagaimana agar sebuah peradaban berkesinambungan ke generasi berikutnya? Bagaimana agar tidak terbawa pada jurang kehancuran?

Kuncinya, meyakini Allah swt mengawasi seluruh perjalanan manusia. 


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

وَالْفَجْرِۙ

Demi waktu fajar,
(Al-Fajr [89]:1)

وَلَيَالٍ عَشْرٍۙ

demi malam yang sepuluh,
(Al-Fajr [89]:2)

وَّالشَّفْعِ وَالْوَتْرِۙ

demi yang genap dan yang ganjil,
(Al-Fajr [89]:3)

وَالَّيْلِ اِذَا يَسْرِۚ

dan demi malam apabila berlalu.
(Al-Fajr [89]:4)

هَلْ فِيْ ذٰلِكَ قَسَمٌ لِّذِيْ حِجْرٍۗ

Apakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh (orang) yang berakal?
(Al-Fajr [89]:5)

اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍۖ

Tidakkah engkau (Nabi Muhammad) memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Ad,
(Al-Fajr [89]:6)
اِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِۖ

(yaitu) penduduk Iram (ibu kota kaum ‘Ad) yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi
(Al-Fajr [89]:7)

الَّتِيْ لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِى الْبِلَادِۖ

yang sebelumnya tidak pernah dibangun (suatu kota pun) seperti itu di negeri-negeri (lain)?
(Al-Fajr [89]:8)

وَثَمُوْدَ الَّذِيْنَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِۖ

(Tidakkah engkau perhatikan pula kaum) Samud yang memotong batu-batu besar di lembah.
(Al-Fajr [89]:9)

وَفِرْعَوْنَ ذِى الْاَوْتَادِۖ

dan Fir‘aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar)
(Al-Fajr [89]:10)

الَّذِيْنَ طَغَوْا فِى الْبِلَادِۖ

yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri,
(Al-Fajr [89]:11)

فَاَكْثَرُوْا فِيْهَا الْفَسَادَۖ

lalu banyak berbuat kerusakan di dalamnya (negeri itu),
(Al-Fajr [89]:12)

فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍۖ

maka Tuhanmu menimpakan cemeti azab (yang dahsyat) kepada mereka?
(Al-Fajr [89]:13)


اِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِۗ

Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.
(Al-Fajr [89]:14)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Kecerdasan Kompleks dan Komprehensif dari Mentadabrui Alam dengan Gugahan Al-Qur'an  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Keunikan sur...

Kecerdasan Kompleks dan Komprehensif dari Mentadabrui Alam dengan Gugahan Al-Qur'an 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Keunikan surat-surat dalam juz 30. Setiap suratnya dipenuhi dengan paparan fenomena alam yang sangat mengagumkan. Terlihat biasa, namun Al-Qur'an dapat mengambil sudut (angel) yang membuatnya menjadi sangat luar biasa.

Menjadi luar biasa, karena Al-Qur'an memaparkannya dengan hentakan pertanyaan. Dengan angel atau sudut pandang yang dihantamkan dengan logika umum manusia. Sehingga paparan Al-Qur'an sesuatu yang di luar kapasitas akal, sain dan teknologi yang ada di setiap zaman dan generasi.

Dengan sudut padang paparan Al-Qur'an ini, manusia menyaksikan keajaiban dan kemukjizatan yang tak pernah terputus di alam semesta, yang sebelumnya tidak pernah disadarinya.

Memandang alam semesta menjadi menikmati Asmaulhusna Allah swt. Memandang alam semesta seperti menyaksikan Allah swt langsung tanpa harus menunggu kehidupan akhirat.

Memandang alam semesta dengan gugahan ayat-ayat Al-Qur'an, membuat hati, jiwa, dan akalnya hidup. Inilah yang membuat manusia menggapai kecerdasan yang komprehensif dan kompleks.

Hasilnya, manusia akan mudah diseru dan menyambut dakwah. 


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


اَفَلَا يَنْظُرُوْنَ اِلَى الْاِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْۗ

Tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?
(Al-Gāsyiyah [88]:17)

وَاِلَى السَّمَاۤءِ كَيْفَ رُفِعَتْۗ

Bagaimana langit ditinggikan?
(Al-Gāsyiyah [88]:18)


وَاِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْۗ

Bagaimana gunung-gunung ditegakkan?
(Al-Gāsyiyah [88]:19)

فَذَكِّرْۗ اِنَّمَآ اَنْتَ مُذَكِّرٌۙ

Maka, berilah peringatan karena sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) hanyalah pemberi peringatan.
(Al-Gāsyiyah [88]:21)

لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍۙ

Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.
(Al-Gāsyiyah [88]:

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Mengelola Amal yang Riya Abu Bakar Al-Wasithi merupakan sahabat dari sufi termashur yaitu Junaid Al-Baghdadi dan Ahmad An-Nuri. ...

Mengelola Amal yang Riya


Abu Bakar Al-Wasithi merupakan sahabat dari sufi termashur yaitu Junaid Al-Baghdadi dan Ahmad An-Nuri. Nama populernya Ibnu Al-Furghani. Beliau hidup di abad ke-4 Hijriah, dan wafat pada tahun 320 Hijriah.

Kisah hidupnya yang sering dikisahkan adalah saat ia pergi melaut, lalu perahunya pecah. 

Ia bertahan bersama istriya di atas sebuah papan, lalu disitu istrinya melahirkan dan sangat kehausan.

Ia mendongkak ke atas, ternyata ada seorang laki-laki duduk di atas angin sambil memegang seikat emas berisi cawan dari yaqut. 

Laki-laki itu berkata, "Minumlah!" Maka mereka berdua minum.
Al Washithi berkata, "Kemudian aku bertanya, siapakah engkau?"

Ia menjawab, "Aku adalah hamba dari Tuanmu."

Aku bertanya, "Bagaimana engkau bisa mencapai keadaan ini?"

Ia menjawab, "Dengan meninggalkan hawa nafsu untuk meraih ridha-Nya, hingga Dia mendudukanku di atas permadani seperti yang kau lihat ini."  Kemudian laki-laki itu menghilang. 

Salah satu wejangannya yang diabadikan dalam kitab Tanbihul Ghafilin; 

"Menjaga ibadah itu lebih sulit daripada mengerjakannya. Karena, ibadah itu seperti kaca yang mudah pecah. Dan, tidak bisa ditambal.

Demikian juga amal, bila sudah tersentuh riya maka akan pecah. Bila tersentuh ujub, akan pecah pula.

Apabila seseorang hendak beramal dan khawatir akan adanya riya, bila bisa hendaknya menghilangkan riya dari hatinya.

Namun, bila tidak mungkin, tetaplah mengerjakannya meskipun ada perasaan riya. Kemudian, memohon ampunan kepada Allah swt atas perasaan riya itu.

Tujuannya, agar Allah swt memberikan pertolongan untuk ikhlas pada amal berikutnya."

Sumber:
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, Pustaka Amani

Musibah dan Keyakinan pada Allah swt Barangsiapa yang zuhud kepada dunia, maka dia menganggap ringan musibah-musibah yang menimp...

Musibah dan Keyakinan pada Allah swt


Barangsiapa yang zuhud kepada dunia, maka dia menganggap ringan musibah-musibah yang menimpanya (Hadist)

Barangsiapa yang menerima qadha-Ku. Sabar terhadap musibah dan bersyukur terhadap nikmat-Ku, maka Aku catat ia sebagai orang yang benar dan dibangkitkan pada hari Kiamat bersama orang yang benar. (Hadist)

Barangsiapa di pagi harinya merasa sedih memikirkan dunia, berarti pagi-pagi ia sudah marah kepada Allah swt

Barangsiapa mengeluh atas musibah yang menimpanya, berarti ia sudah mengeluhkan Rabb-nya

Musibah itu hanya satu, namun bila ia mengeluh, maka akan tertimpa dua musibah. Yaitu, musibah itu sendiri dan musibah karena tidak mendapatkan pahala musibah. (Abdullah bin Mubarak)

Allah swt mengambil paksa dari kamu, tetapi jika kamu ikhlas dan sabar, maka Allah swt memberikan berkah sempurna dan rahmat. (Hasan Al-Bashri)

Barangsiapa merasa sedih atas apa yang tidak dicapainya, berarti ia membenci keputusan Rabb-nya (Wahb bin Munabbih)

Sumber:
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, Pustaka Amani 

Amal Perbuatan Sebagai Penyesalan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:  وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ...

Amal Perbuatan Sebagai Penyesalan



Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 


وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ

Di antara manusia ada yang menjadikan (sesuatu) selain Allah sebagai tandingan-tandingan (bagi-Nya) yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat kuat cinta mereka kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat keras azab-Nya, (niscaya mereka menyesal).
(Al-Baqarah [2]:165)


اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti saat mereka (orang-orang yang diikuti) melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus.
(Al-Baqarah [2]:166)


وَقَالَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا لَوْ اَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّاَ مِنْهُمْ ۗ كَمَا تَبَرَّءُوْا مِنَّا ۗ كَذٰلِكَ يُرِيْهِمُ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْ حَسَرٰتٍ عَلَيْهِمْ ۗ وَمَا هُمْ بِخٰرِجِيْنَ مِنَ النَّارِ ࣖ

Orang-orang yang mengikuti berkata, “Andaikan saja kami mendapat kesempatan kembali (ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatan mereka sebagai penyesalan bagi mereka. Mereka sungguh tidak akan keluar dari neraka.
(Al-Baqarah [2]:167)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Ujian Itu Kecil dan Cara Menghadapinya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:  يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا ...

Ujian Itu Kecil dan Cara Menghadapinya


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah [2]:153)


وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ

Janganlah kamu mengatakan bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Namun, (sebenarnya mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.
(Al-Baqarah [2]:154)


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah (wahai Nabi Muhammad,) kabar gembira kepada orang-orang sabar,
(Al-Baqarah [2]:155)


اَلَّذِيْنَ اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۗ قَالُوْٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya kami akan kembali).
(Al-Baqarah [2]:156)


اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ  ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(Al-Baqarah [2]:157)

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.quran.kemenag

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (360) Al-Qur’an (4) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) cerpen Nabi (8) cerpen Nabi Musa (2) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fiqh (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) kecerdasan (2) Kecerdasan (263) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) kisah para nabi dan rasul (1) Kisah para nabi dan rasul (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (577) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (29) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (15) Namrudz (2) Nasrulloh Baksolahar (1) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) nusantara (3) Nusantara (249) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (568) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (493) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (258) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah penguasa (1) Sirah Penguasa (243) Sirah Sahabat (156) Sirah Tabiin (43) Sirah ulama (13) Sirah Ulama (157) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)