Budaya "Kemiskinan Diri"
Oleh: Nasruloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)
Memiskinkan diri. Sebuah gaya hidup baru. Memperkaya diri jadikan masa lalu.
Rasulullah saw memiskinkan dirinya. Dari orang terkaya menjadi orang termiskin. Kekayaan keluarganya terkuras untuk membantu kaum muslimin, Bani Hasyim dan Muthalib yang diblokade total oleh penduduk Mekkah karena Abu Jahal dan Abu Lahab memblokade ekonomi dan pergaulan semua orang yang mendukung dakwah Rasulullah saw.
Kekayaan Rasulullah saw terkuras untuk membeli makanan dan minuman dari pasar gelap Mekkah walau harganya sangat tinggi. Membeli bahan pokok yang diselundupkan. Membeli air yang dijual secara sembunyi-sembunyi. Kekayaan menjadi tak berharga bila ada yang diperjuangkan.
Imam Bukhari memiliki kekayaan 1.050.0000 dinar. Bila satu dinar Rp. 2.500.000 berapa bila dirupiahkan? Namun saat beliau wafat, kekayaan habis. Bukan karena salah urus, bukan berfoya-foya. Namun seluruh hartanya dihabiskan untuk membangun dan menyeleksi ilmu terutama hadist shahih. Kekayaan menjadi tak berharga bila memiliki tujuan yang mulia yaitu memandu kehidupan manusia.
Kekayaan Abdullah Ibnu Mubarok 600.000 dinar. Bila dirupiahkan? Kekayaannya hanya tersisa 90.000 dirham saat meninggal. Bukan salah urus dan berfoya, namun kekayaannya habis untuk menuntut ilmu dan disedekah. Bila jiwa mulia, maka tak berharga segala benda.
Umar Bin Abdul Aziz diakhir hayatnya tak memiliki harta untuk diwariskan. Padahal sebelumnya, beliau primadona penduduk Madinah, baik dari penampilan dan kekayaan. Memikirkan rakyatnya telah membuatnya memiskinkan dirinya.
Memiliki ilmu untuk meraih harta. Atau menghabiskan harta untuk meraih ilmu? Berkuasa untuk meraih harta atau berkuasa untuk menghabiskan harta? Berbisnis untuk mengumpulkan harta? Bekerja untuk mengumpulkan harta?
Berharta untuk berharta? Ilmu untuk berharta? berbisnis untuk berharta? Berkuasa untuk berharta? Bekerja untuk berharta? Tampilan luar memang sungguh menggiurkan.
Harta di tangan orang yang tak menginginkan harta. Harta di tangan orang yang ingin mengelolanya. Harta ditangan orang yang ingin memanfaatkannya. Disitulah harta menjadi mercusuar peradaban. Bukan penghancur peradaban.
Harta dihadirkan agar tahu karakter manusia. Menyandarkan harga diri terhadap harta atau keimanan? Menyandarkan pada kerapuhan?
Harta dihadirkan agar didayagunakan. Rasulullah saw di masjid sehabis shalat tertegun sebentar. Lalu bergegas ke kamarnya. Mencari emas yang tergeletak tak digunakan untuk segera disedekah. Harta tak boleh menganggur atau idle. Harta harus segera diinvestasikan untuk dikembangkan dalam urusan bisnis dan akhirat.
Harta harus diputar. Harta harus digulirkan. Harta harus mengalir dari satu tangan ke tangan yang lain. Dari satu generasi ke generasi yang lain. Itulah cara agar harta dapat membangun peradaban.
Harta yang ada dalam genggaman justru tak ada artinya. Biarkan dia mengalir melalui sedekah dan perputaran bisnis. Biarkan harta bersentuhan dengan banyak tangan. Karena disitulah peran harta bisa dimaksimalkan. Memiskinkan diri dengan membiarkan harta mengalir dan terus mengalir. Apa gunanya harta yang hanya dibanggakan?
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif