basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story: Syariat Islam

Choose your Language

Tampilkan postingan dengan label Syariat Islam. Tampilkan semua postingan

Pertumbuhan Ilmu, Berawal dari Aqidah Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Urutan pertumbuhan Ilmu yaitu a...


Pertumbuhan Ilmu, Berawal dari Aqidah

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Urutan pertumbuhan Ilmu yaitu aqidah, syariah, ilmu sosial dan teknologi. Begitu rentetan yang ku amati. Ilmu aqidah dan syariah bersumber dari Allah dan utusan-Nya. Ilmu sosial dan teknologi berpondasi pada aqidah dan syariah. Begitulah kerangka sebuah ilmu.

Tahap awal dakwah Rasulullah saw di Mekkah lebih banyak ke aqidah. Di Madinah ilmu syariah. Era Khalifatur Rasyidin pengembangan dasar ilmu Sosial. Di era awal Muawiyah bin Abu Sofyan, teknologi mulai dikembangkan serius. Puncak ilmu sosial dan teknologi dimulai pada era Khalifah Harun Al-Rasyid bani Abbasiyah.  Teknologi hanya berperan menciptakan sarana dan prasarana agar manusia lebih memudahkan menjalankan dan menikmati kehidupan.

Teknologi adalah benda mati. Tak berfungsi tanpa ada sumber daya yang mengoperasikannya. Teknologi lebih mudah untuk ditemukan. Siapa pun bisa. Karena hasil pengamatan terhadap alam sekitar. Yang penting serius, fokus, dan tekun. Tak bosan mengamati objek-objek yang ada di alam. Semudah itu menciptakan teknologi. Jadi setiap bangsa, setiap orang bisa menghasilkan teknologi. Tak perlu kecemerlangan otak atau IQ.

Hukum pada teknologi lebih tetap dan konstant. Karena alam hanya mengikuti sunatullah yang ditetapkan Allah. Alam tidak diberi akal, nafsu dan kebebasan. Alam sejak diciptakan hingga hari kiamat akan sama pola, prilaku, dan sifatnya. Sekali ditemukan maka dia akan menjadi hukum sepanjang zaman. Hanya saja rahasia yang Allah tampakan diberikan secara bertahap. Itulah mengapa teknologi pun terus berkembang sesuai ilham yang Allah turunkan pada manusia.

Teknologi diberikan kepada setiap orang. Tak peduli mukmin atau kafir. Karena alam ditundukkan dan dimudahkan untuk seluruh manusia tak disekat agama, tak disekat oleh keimanan. Kuncinya, tadaburi alam, dan tafakuri alam. Temukan bagaimana Allah menciptakan hukum-hukum di semesta ini. Inilah Rahman-nya Allah. Inilah keadilan Allah. Alam dibuat penuh kerahasiaan agar akal manusia menemukan rahasia tersebut.

Ilmu sosial konsep dasarnya adalah bagaimana memahami manusia. Memahami cara berfikir, perasaan, keinginan, kebutuhan, nafsu, dan gejolak hati. Manusia sendiri tak paham akan dirinya. Pekerjaan terbesar manusia adalah menemukan jati dirinya lalu dikelola menuju kemaslahatan. Manusia mudah terjatuh pada keburukan. Ada petarungan antar hati, nafsu dan syetan. Siapakah yang memahami ini semua? Tentu saja SangPenciptanya.

Jadi dasar ilmu sosial adalah manusia. Yang memahami jati diri manusia adalah Allah dan utusan-Nya. Jadi referensi ilmu sosial bukan sekedar riset-riset sosial tetapi membuka dan memahami Al-Qur'an, Hadist, para Sahabat dan ulama salaf. Merekalah yang memahami manusia hingga ke akarnya. Bila mengandalkan akal saja, manusia hanya sedikit memahami dirinya. Jadi dalam ilmu sosial referensi utamanya adalah Islam.

Dr Yusuf al Qhardawi mempersilahkan umat Islam mempelajari ilmu alam dan teknologi kepada siapa saja. Namun dalam ilmu sosial harus berreferensi kepada Islam. Karena Ideologi apa pun. Pemikiran apa pun tidak akan  bisa memahami manusia kecuali Islam.

Menguak ilmu itu tak sulit
Membongkar rahasia ilmu itu tidak rumit.  Persoalannya, hati kita tertutup, keras dan mati. Itulah penghalang ilmu yang sebenarnya,. Persoalannya, ilmu hanya sekedar wawasan, tak pernah ke tataran aplikasi.

Membedah Hakikat Ilmu Laduni Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Khaidir mendapatkan ilmu Laduni karena r...

Membedah Hakikat Ilmu Laduni

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Khaidir mendapatkan ilmu Laduni karena rahmat dari Allah.  Ilmu Laduni diberikan Allah kepada yang dikehendaki-Nya.

Saat Khaidir bertemu Nabi Musa, dia sudah tahu karakter detail Nabi Musa. Dia mengajukan syarat yang sulit dipenuhi Nabi Musa.

Ilmu Laduni di luar logika dan akal manusia di zamannya. Sebab itulah,  Nabi Musa terus menentang dan bertanya yang dilakukan Khaidir.

Ilmu Laduni sebenarnya nyata, sesuai dengan logika dan akal di masa depan, namun masih rahasia dan aneh di zaman ini. Ini yang belum dipahami Nabi Musa.

Saat Khaidir membongkar  yang akan terjadi di masa depan, barulah Nabi Musa membenarkan tindakan Khaidir saat ini.

Sabda Rasulullah saw adalah ilmu Laduni. Al-Qur'an adalah ilmu Laduni. Semuanya datang dari sisi Allah tanpa perantara.

Sabda Rasulullah saw dan Firman Allah banyak mengabarkan apa yang akan terjadi agar bisa bersikap yang tepat dan benar di hari ini.

Sabda Rasulullah saw dan Firman Allah mengkisahkan yang akan pasti terjadi dan akibat dari perbuatan hari ini. Inilah hakikat ilmu Laduni.

Rasulullah saw mengkabarkan  prestasi luar biasa muslimin. Juga keburukan yang akan menimpanya bila melakukan sesuatu. Masa depan itu sangat jelas.

Ibnu Katsir di kitab Bidayah wa Nihayah, setelah menceritakan yang telah terjadi, juga menuliskan yang akan terjadi. Itulah uniknya sejarawan muslim.

Merekayasa masa depan dengan mengikuti Syariat Allah dan Sunnah Rasulullah saw di hari ini. Itulah aplikasi ilmu Laduni.

Nabi Musa tak bisa bersabar dengan keanehan prilaku Khaidir. Dia selalu bertanya mengapa melakukan hal Ini? Khaidir hanya menjawab, " bersabarlah."

Bersabarlah, beristiqamahlah dengan syariat Allah dan Sunnah Rasulullah saw di hari ini. Karena masa depan sudah digariskan Allah.

Solusi perjalanan hidup sudah dilakukan di hari ini. Persoalannya sudah dituntaskan di hari ini. Itulah ilmu Laduni. Sehingga semua keburukan tak pernah terjadi.

Dengan mentaati Allah dan Rasulullah saw, itulah aplikasinya ilmu Laduni.

Syariat Allah, Ilmu dan Teknologi Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Vaksin itu bukan obat penyembuh. Ha...

Syariat Allah, Ilmu dan Teknologi

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Vaksin itu bukan obat penyembuh. Hanya media perangsang agar imunitas tubuh bekerja lebih cepat dan akurat.

Yang bisa dilakukan, hanya mengurangi efek virus, dan menguatkan imunitas tubuh untuk melawan virus. Belum ditemukan obatnya, tanda kebodohan manusia.

Hidup ini penuh misteri, walaupun air samudera dijadikan tinta. Seluruh bahan dijadikan kertas. Tak bisa mengungkapkan misteri hidup.

Kelemahan ini yang menyebabkan Allah menurunkan Syariat-Nya. Agar seluruh persoalan tuntas dengan cara singkat, mudah dan sederhana.

Generasi berganti, datang lalu pergi. Tetapi persoalan manusia selalu sama dari generasi ke generasi. Hanya cara hidup saja yang berubah dan berevolusi.

Obsesi, keinginan, kebutuhan, dan  khayalan. Yang diperebutkan,  dipersaingkan dan diributkan tetap sama dari generasi ke generasi.

Syariat Allah tetap abadi karena persoalan manusia tak pernah berubah. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berubah karena cara hidup manusia berevolusi.

Jiwa, ruh, hati, hawa nafsu, akal, raga, syetan tak pernah berubah karakternya. Itulah sebab Syariat Allah tak pernah berubah dan berganti lagi.

Meninggalkan Syariat Allah sama saja membiarkan kehidupan dan peradaban manusia dalam lingkaran kubangan  persoalan yang abadi.

Ilmu dan Teknologi berkembang bukan karena menciptakan hal baru. Hanya memanfaatkan, baru sadar dan paham apa yang sudah ada di jagat raya ini.

Ilmu dan Teknologi lahir karena Allah memberikan akal, rasa penasaran dan tantangan hidup. Jadi, bukan rekayasa diri manusia melalui penciptaan dirinya sendiri.

Ilmu dan Teknologi tercanggih, bukan hasil kecerdasan manusia. Namun baru di zaman inilah Allah mentakdirkan ilmu dan teknologinya diturunkan.

Seperti ilmu Ushul Fiqh, prinsipnya sudah ada di Al-Qur'an dan hadist, namun baru terbongkar di era Imam Syafii.

Seperti teknologi informasi, sejak dulu sudah ada, namun manusia baru disadarkan di era kini. Galilah ilmu dan teknologi untuk meneguhkan kehambaan diri.

Perlindungan Alami Terhadap Covid-19 Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Covid-19 tak perlu ditakuti namu...

Perlindungan Alami Terhadap Covid-19

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Covid-19 tak perlu ditakuti namun harus waspada. Takdir kematian dan sakit itu bukan virus, tetapi kehendak Allah. Ini ujian aqidah.

Tak sulit menghindari virus Covid-19. Cukup perhatikan bagaimana tubuh bereaksi terhadap patogen yang berusaha menerobos titik terlemah manusia.

Perhatikan reaksi tubuh menolak virus dan patogen.  Juga reaksi tubuh terhadap virus yang sudah masuk. Tubuh memiliki pertahanan terbaik.

Perhatikan bagaimana syariat Islam melindungi dan mencegah tubuh dari serbuan patogen yang merusak. Semudah itu melawannya.

Semua lubang yang menuju organ tubuh dalam sudah diberikan pertahanan yang terbaik. Ada lendir, bulu, air, kotoran yang rasanya asam, pahit dan asin.

Bila tidak membendungnya, ada bersin, batuk, dan mengeluarkan cairan tertentu yang menghalaunya. Bila tak kuat, tubuh menciptakan panas sebagai perlawanan.

Ada thaharah, wudhu, dan mandi untuk menghalau patogen yang akan masuk ke dalam tubuh. Ada shalat untuk meratakan aliran darah ke tubuh.

Ada puasa yang menyelaraskan metabolisme tubuh. Memadukan sistem pertahanan tubuh dan syariat Allah. Itulah penjagaan kesehatan yang sempurna.

Bila ada patogen yang berhasil masuk berarti ada yang salah dengan gaya hidup kita. Mengapa tubuh tak bereaksi melawan?

Bila ada patogen yang berhasil menerobos tubuh, ada yang salah pada keseharian kita dalam penerapan sunah Rasulullah saw.

Wabah adalah evaluasi total terhadap gaya hidup dan penerapan harian sunah Rasulullah saw pada diri.

Bila perjalanan gaya hidup sehat dan penerapan Sunah Rasulullah  sudah diterapkan. Sakit dan kematian adalah takdir-Nya. Bila belum, akibat zalim pada diri.

Agar Bangsa Tak Terjebak Dalam Kubangan Persoalan  Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Tanda kehancuran s...

Agar Bangsa Tak Terjebak Dalam Kubangan Persoalan 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Tanda kehancuran sebuah bangsa. Meninggalkan Allah dalam mengelola kehidupan dan bergaya hidup mewah. Bila sudah menjangkit ranah kekuasaan, tanda kehancurannya semakin dekat.

Dianggap  kekuasaan dan kehidupan cukup dikelola oleh ilmu, teknologi dan akal. Padahal masih terlalu sedikit yang bisa dipecahkan akal dan ilmu.

Dianggap proses kehidupan pasti sejalan dengan alur ilmu, teknologi dan akal manusia. Padahal banyak yang tak terjangkau oleh manusia.

Sekarang, manusia bergerak dan berputar di ranah pengobatan dan penanggulangan. Itulah sumber keruwetan hidup.

Seharusnya manusia bergerak dan berputar di ranah pencegahan, sehingga persoalan dan bencana tidak akan pernah muncul.

Gerakan pencegahan yang sempurna adalah mentaati syariat Allah. Gerakan penanggulangan yang sempurna adalah syariat Allah.

Di era Rasulullah saw, para penegak hukum "nganggur". Para dokter pun "nganggur". Masyarakat bergerak membangun bangsa, tidak berkutat pada persoalan.

Bangsa yang berkutat pada persoalannya akan tertinggal dan terbelakangan. Ini sebab umat Islam melampaui Romawi dan Persia.

Romawi dan Persia berkutat pada persoalan sosial. Umat Islam bergerak progresif membangun peradabannya.

Umat Islam tak memiliki persoalan karena adanya gerakan pencegahan dan  solusi alamiah dari ketaatan pada syariat Allah.

Umat Islam memiliki jalan hidup yang khas, namun mengapa justru terjebak dengan jalan peradaban orang lain?

Baca kembali seluruh kisah-kisah dalam Al-Qur'an. Kehancuran bangsa karena menyingkirkan Allah dalam mengelola kehidupan.

Baca kembali seluruh kisah-kisah dalam Al-Qur'an. Kehancuran bangsa karena kemewahan. Tandanya, menjamurnya penyelewengan anggaran dan kekuasaan.

Konsistensi Karakter Muslimin Nusantara Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Saat rakyat menikmati syariat...


Konsistensi Karakter Muslimin Nusantara

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Saat rakyat menikmati syariat Islam di Nusantara. Penjajah menghapusnya. Saat merdeka, harapan ini memuncak. Dengan lapang dada  ditunda demi toleransi.

Jiwa raga telah dipersembahkan. Kekayaan dan air mata telah dikorbankan. Balasannya, dicap teroris dan radikal

Sejak Pasai, Mataram, Diponegoro, Padri. Semua terhubung ke Khalifahan Islam. Saat ingin kembali ke syariat Islam dicap gerakan trans-nasional.

Saat Portugis, Belanda dan Spanyol datang berdagang, diterima dengan senyuman. Saat berniat menjajah, dilakukan perlawanan. Ini karakter Umat Islam.

Ada pembela penjajahan. Saat merdeka, berteriak cinta Nusantara. Mereka ingin dinomorsatukan. Ini bukan karakter Umat Islam.

Saat penjajah menginjak bumi Nusantara. Mereka berada dibalik bentengnya. Menjalankan misi penjajah. Saat merdeka, paling lantang meminta penghargaan.

Alam semesta masih kokoh berdiri karena keberadaan umat Islam yang menjalankan perannya. Teruslah beristiqamah demi seluruh manusia.

Teruslah menjadi umat wasathan, amar makruf nahi munkar dan berjihad. Itulah cara membangun  alam semesta.

Teruslah berlapang dada, menegakkan keadilan dan kemaslahatan. Itulah tiang pemeliharaan alam semesta.

Siklus naik dan turun, hanya untuk membuktikan bahwa peran umat Islam konsisten dengan karakter dalam semua keadaan.

Ada Nabi atau tidak. Ada khalifah atau tidak. Memiliki kekuatan atau saat lemah. Karakter Umat Islam tetaplah konsisten.

Balasan terbesar bagi umat Islam bukan menggenggam kekuatan dan kekhalifahan, tetapi saat beristiqamah dalam seluruh keadaan. Inilah kemukijzatan yang abadi.

Penerapan Syariat Islam di Serdang Sumatera Utara Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia ...

Penerapan Syariat Islam di Serdang Sumatera Utara

Kesultanan Serdang berdiri tahun 1723 dan bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1946. Kesultanan ini berpisah dari Deli setelah sengketa tahta kerajaan pada tahun 1720. Seperti kerajaan-kerajaan lain di pantai timur Sumatra, Serdang menjadi makmur karena dibukanya perkebunan tembakau, karet, dan kelapa sawit.

Struktur tertinggi di Kesultanan Serdang dipimpin oleh seorang Raja. Pada masa itu, peranan seorang raja adalah:
1. Kepala Pemerintahan Kesultanan Serdang.
2.Kepala Agama Islam (Khalifatullah fi’l ardh)
3. Kepala Adat Melayu.
4. Lembaga Orang Besar Berempat

Pada masa pemerintahan raja yang ke-2, Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah (1767-1817), tersusunlah Lembaga Orang Besar Berempat di Serdang yang berpangkat Wazir Sultan, yaitu:
1. Raja Muda (gelar ini kemudian berubah menjadi Bendahara)
2. Datok Maha Menteri (wilayahnya di Araskabu)
3. Datok Paduka Raja (wilayahnya di Batangkuwis) keturunan Kejeruan Lumu
4. Sri Maharaja (wilayahnya di Ramunia).

Pembentukan Lembaga Orang Besar Berempat di Serdang ini, disebabkan Raja Urung Sunggal kembali ke Deli, sementara Raja Urung Senembah dan Raja Urung Tg. Merawa tetap menjadi raja di wilayah taklukan Serdang.

Sultan Ainan Johan Almashah memperkukuh Lembaga Empat Orang Besar di atas berdasarkan fenomena alam dan hewan yang melambangkan kekuatan, seperti 4 penjuru mata angin (barat, timur, selatan, utara), kukuhnya 4 kaki binatang dan asas Tungku Sejarangan (4 batu penyangga untuk masak makanan).

Lembaga itu juga melambangkan sendi kekeluargaan pada masyarakat Melayu Sumatra Timur yaitu: suami, isteri, anak beru (menantu) dan Puang (mertua). Demikianlah, pembentukan lembaga di atas didasarkan pada akar budaya masyarakat Serdang sendiri.

Selain para pejabat istana di atas, Sultan juga dibantu oleh Syahbandar (perdagangan) dan Temenggong (Kepala polisi dan keamanan). Sultan Serdang menjalankan hukum kepada rakyat berdasarkan Hukum Syariah Islam dan Hukum Adat seperti kata pepatah, “Adat bersendikan Hukum Syara, Hukum Syara’ bersendikan Kitabullah”.

Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Serdang

Penerapan Syariat Islam di Palembang Setelah Kesultanan Demak menggantikan Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemu...


Penerapan Syariat Islam di Palembang


Setelah Kesultanan Demak menggantikan Majapahit di Jawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula Kesultanan Palembang Darussalam dengan "Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman" sebagai raja pertamanya.

Kerajaan ini mengkawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Melayu pada masanya. Salah satu raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).

Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kekalahan Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran besar yang melibatkan Jeneral de Kock, Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan.

Beberapa sultan selepas Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda, berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumihangusan bangunan kesultanan. Setelah itu Palembang dibahagikan menjadi dua Keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibahagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.

Dalam catatan sejarahnya, Palembang pernah menerapkan undang-undang tertulis berdasarkan syariat Islam, yang berasal dari buku Simbur Cahaya. 

Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab undang-undang hukum adat, yang merupakan perpaduan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatra Selatan, dengan ajaran Islam. Kitab ini diyakini sebagai bentuk undang-undang tertulis berlandaskan syariat Islam, yang pertama kali diterapkan bagi masyarakat Nusantara.

Kitab Simbur Cahaya, ditulis oleh Ratu Sinuhun yang merupakan isteri penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1636 - 1642 M). Kitab ini terdiri atas 5 bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatra Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki.

Pada perkembangan selanjutnya, ketika Palembang berhasil dikuasai Kolonial Belanda. Sistem kelembagaan adat masih dilaksanakan seperti sediakala, yaitu dengan mengacu kepada Undang Undang Simbur Cahaya, dengan beberapa penghapusan dan penambahan aturan yang dibuat resident.

Berdasarkan informasi dari penerbit “Typ. Industreele Mlj. Palembang, 1922”, Undang Undang Simbur Cahaya terdiri dari 5 bagian, yaitu:

Adat Bujang Gadis dan Kawin (Verloving, Huwelijh, Echtscheiding)
Adat Perhukuman (Strafwetten)
Adat Marga (Marga Verordeningen)
Aturan Kaum (Gaestelijke Verordeningen)
Aturan Dusun dan Berladang (Doesoen en Landbow Verordeningen)


Sumber:
https://ms.m.wikipedia.org/wiki/Palembang
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Simbur_Cahaya

Penerapan Syariat Islam di Bima Islam pertama kali diperkenalkan ke Kesultanan Bima oleh Sayyid Murtolo yang berasal dari Gresik...

Penerapan Syariat Islam di Bima


Islam pertama kali diperkenalkan ke Kesultanan Bima oleh Sayyid Murtolo yang berasal dari Gresik. Ia adalah putra Syekh Maulana Ibrahim Asmara dan saudara dari Sunan Ampel.

Penyebaran Islam dilakukan bersamaan dengan kegiatan perdagangan. Penerimaan Islam hanya oleh kelompok kecil pedagang dan masyarakat Kerajaan Bima yang berada di wilayah pesisir.

Islamisasi di Sulawesi Selatan selama periode tahun 1605 hingga 1611 membuat Kesultanan Gowa memperluas penyebaran Islam ke Kepulauan Nusa Tenggara.

Kesultanan Gowa memusatkan penyebaran Islam di Pulau Sumbawa setelah hampir seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan diislamkan.Penyebaran Islam dilanjutkan oleh para pedagang dari Kerajaan Gowa, Kerajaan Tallo, Kesultanan Luwu, Kesultanan Bone, dan Kesultanan Ternate.

Hubungan politik, budaya dan ekonomi antara Kerajaan Gowa dan Kesultanan Bima akhirnya membuat raja Kerajaan Bima yang bernama La Kai menjadi muslim. Islam yang berkembang di Kesultanan Bima juga dipengaruhi oleh Kesultanan Gowa.

Kesultanan Bima kemudian menerapkan hukum Islam dan hukum adat secara bersamaan. Pemerintahan Kesultanan Bima kemudian membentuk lembaga eksekutif dan yudikatif.

Sejak tanggal 14 Agustus 1788, Kesultanan Bima memiliki lembaga peradilan Islam yang bernama Mahkamah Syar'iyyah. Tugas utamanya adalah mengadili dalam urusan syariat Islam.

Setelah Belanda memerintah di Kerajaan Bima, Mahkamah Syar’iyyah digantikan oleh sistem peradilan Hindia Belanda pada tahun 1908.

Rimpu Sunting
Rimpu adalah busana wanita berupa sarung yang digunakan oleh para muslimah di Kesultanan Bima. Kegunaannya adalah sebagai penutup kepala dan bagian tubuh bagian atas.

Rimpu terdiri dari dua lembar kain sarung. Sarung pertama digunakan untuk menutupi kepala sehingga yang terliihat hanya bagian muka atau mata saja. Kain kedua diikat di perut dan digunakan sebagai pengganti rok. Rimpu diperkenalkan pertama kali di Bima pada akhir abad ke-17 M.

Sumber:
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Bima

Penerapan Syariat Islam di Ternate Zainal Abidin dan Kesultanan Ternate adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ya, karena Zain...

Penerapan Syariat Islam di Ternate


Zainal Abidin dan Kesultanan Ternate adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ya, karena Zainal Abidin adalah pemimpin pertama kesultanan ini. Dalam untaian sejarah nusantara, nama Sultan Zainal Abidin memang tidak setenar Sultan Baabullah, penguasa ke-24 Kesultanan Ternate yang berkuasa antara 1570-1583. Sultan Baabullah yang berhasil mengalahkan Portugis dan mengantarkan Ternate ke masa keemasan, kini diabadikan sebagai nama bandar udara Ternate, Maluku Utara.

Meski demikian, bukan berarti Sultan Zainal tak menorehkan pencapaian penting bagi Ternate. Memimpin Ternate pada rentang waktu 1486-1500, Sultan Zainal tercatat oleh sejarah sebagai peletak dasar sistem pemerintahan Islam pada abad ke-15. Zainal merupakan putra mahkota dari Raja Ternate ke-18, Kolano Marhoem, yang memerintah pada 1465-1486. Kolano adalah sebutan lain dari raja. Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, Kolano Marhoem diyakini sebagai raja pertama yang memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.

Untuk memperdalam pengetahuan terhadap Islam, sang raja kemudian meminta bantuan seorang ulama asal Jawa bernama Datu Maula Hussein untuk mengajarkan agama Islam. Dalam referensi lainnya dikatakan, ulama asal Jawa ini bernama Maulana Husayn. Keduanya diyakini adalah sosok yang sama. Selain memiliki pengetahuan keislaman yang luas, ulama dari Jawa ini juga mahir membuat kaligrafi Alquran dan membaca Alquran.

Dari Hussein inilah, Zainal muda mendapatkan pengetahuan dasar tentang Islam. Seiring perjalanan waktu, proses pembelajaran Islam pada diri Zainal muda ternyata tak hanya berhenti pada sosok Hussein. Sebab, Hussein kemudian menyarankan Zainal untuk mendalami Islam ke seberang lautan, yakni tanah Jawa.

Karenanya pada 1495, berangkatlah Zainal bersama sang guru ke tanah rantau untuk menimba ilmu. Seperti disebutkan dalam buku berjudul Kepulauan Rempah-Rempah yang ditulis M Adnan Amal, tempat yang dituju Zainal adalah Pesantren Giri di Jawa Timur. Di tempat ini, Zainal Abidin menimba ilmu Islam secara langsung dari Sunan Giri. Sunan Giri yang termasuk salah satu Walisongo adalah pendiri Kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur.

Dalam literatur yang sama, Adnan Amal menulis, Zainal hanya tiga bulan berada di Pesantren Giri. Diyakini, keberadaannya di sana bukan hanya untuk menimba ilmu agama, melainkan sebagai upaya strategis untuk mengeratkan hubungan dengan kerajaan Islam di Gresik ini.

Saat datang ke Jawa, Zainal Abidin ini dijuluki sebagai Raja Bulawa yang berarti raja cengkih. Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia tertulis, cengkih yang dibawa Zainal dari Maluku digunakan untuk persembahan. Sebagai imbal jasa dari persembahan cengkih itu, Zainal kemudian membawa sejumlah ulama dari Pesantren Giri ke Ternate. Seorang di antaranya adalah Tuhubahalul.

Saat datang ke tanah Jawa, Zainal Abidin sebenarnya sudah menyandang status sebagai raja ke-19 Ternate. Dalam literatur tersebut dijelaskan, hubungan antara Ternate dan Giri sudah terjalin erat. Hubungan yang terjalin dalam bidang politik dan ekonomi itu berlangsung hingga abad ke-18.

Ubah konstelasi politik
Selepas berkelana singkat ke Giri, Zainal membuat perubahan besar dalam konstelasi politik Kerajaan Ternate. Gelar Kolano atau raja yang sempat disandang ia tanggalkan. Sebagai gantinya, ia menyematkan gelar sultan yang menjadi cerminan dari kerajaan bercorak Islam.

Pada masa itu juga, Sultan Zainal Abidin mendirikan sejumlah pesantren. Ini adalah kali pertama pesantren didirikan di Ternate. Para tenaga pengajarnya didatangkan langsung oleh Zainal dari Giri. Mereka itulah yang turut serta bersamanya ketika meninggalkan Pesantren Giri.

Hal penting lain yang dilakukan Sultan Zainal adalah membentuk lembaga Bobato. Lembaga ini merupakan salah satu perangkat agama yang mengatur sistem hukum Islam di dalam sistem kesultanan. Di bawah kepemimpinan Sultan Zainal inilah, Islam kemudian diakui sebagai agama resmi kerajaan. Di saat yang sama juga, syariat Islam diberlakukan.

Dengan dibentuknya Bobato, Sultan Zainal Abidin telah meletakkan dasar untuk menjadikan Ternate sebagai kekhalifahan Islam. Model semacam ini pula dilakukan Demak di Pulau Jawa. Sayangnya, sejarah gemilang yang telah ditorehkan Sultan Zainal rupanya kurang didukung oleh pencatatan sejarah yang apik. Akibatnya, tak begitu jelas kapan dia dilahirkan dan dalam usia berapa sang sultan tutup usia. 

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/qf093a430

Penerapan Syariat Islam di Gowa Penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja serta kemampuan adaptasi para mubaligh. Tak hanya ...

Penerapan Syariat Islam di Gowa


Penyebaran Islam dilakukan atas prakarsa raja serta kemampuan adaptasi para mubaligh.

Tak hanya Gowa-Tallo, sejumlah kerajaan lain juga tumbuh di Sulawesi Selatan. Namun, Gowa-Tallo-lah yang paling berpengaruh di sana.

Maka, dengan Islamnya kerajaan tersebut, dakwah Islam pun kemudian menyebar dengan pesat. Jika Aceh merupakan "Serambi Makkah" Indonesia, Gowa-Tallo-lah "Serambi Madinah"-nya. Karena di Gowa-Tallo, syariat Islam diterapkan kemudian didakwahkan ke timur Indonesia.

Setelah Kerajaan Gowa-Tallo memeluk Islam, penyebaran Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil menorehkan tinta emas sejarah peletakan dasar dan penyebaran Islam di bagian timur negeri ini.

“Kerajaan ini juga menerapkan syariat Islam. Karena itu, wajar kalau Gowa ini dikenal sebagai Serambi Madinah," dikutip dari artikel Kerajaan Gowa-Tallo; Ekspedisi Islam Oleh ‘Serambi Madinah’ dari Timur di majalah al-Waie.
 
Prof DR Ahmad M Sewang MA dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII menuturkan, peristiwa masuk Islamnya Raja Gowa-Tallo merupakan tonggak sejarah dimulainya penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.

Pasalnya, terjadi konversi Islam secara besar-besaran pascaperistiwa tersebut. Penerimaan Islam dimulai dari sebuah dekrit yang dikeluarkan pemimpin Gowa-Tallo, Sultan Alauddin, pada 9 November 1607 M. Dekrit tersebut menyatakan Islam sebagai agama resmi kerajaan dan agama masyarakat.

Saat dekrit dikeluarkan, dakwah Islam masih berlangsung dengan damai. Kerajaan-kerajaan yang ditaklukkan Gowa-Tallo pra-Islam pun dengan sukarela menerima agama Allah ini. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.

Namun, hambatan dakwah mulai muncul ketika Raja Gowa-Tallo menyerukan Islam ke tiga kerajaan Bugis. Ketiga kerajaan yang tergabung dalam aliansi Tellunpoccoe menolak seruan tersebut. Maka, terjadilah perang antara Kerajaan Makassar yang terdiri atas Kerajaan Gowa dan Tallo dan Kerajaan Bugis yang terdiri atas Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo.

Menurut artikel Islam di Kerajaan Gowa-Tallo; Menelusuri Jejak-jekak Islam dalam Kaitannya dengan Penyebaran Islam di Sulawesi di laman Wacana Nusantara, kerajaan yang menolak dakwah Gowa-Tallo merupakan kerajaan Bugis dan Mandar yang secara pemerintahan telah kuat.

Mereka khawatir Gowa-Tallo akan menjajah mereka. Faktor penolakan lain juga karena mereka sukar meninggalkan kegemaran makan babi, minum tuak, sabung ayam dengan berjudi, dan kebiasaan negatif lain.

Sumber:
https://m.republika.co.id/amp/n1boft
 

Penerapan Syariat Islam Di Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta Pelaksanaan Syariat Islam di Nusantara pada masa lalu a...

Penerapan Syariat Islam Di Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta


Pelaksanaan Syariat Islam di Nusantara pada masa lalu adalah sebuah fakta sejarah. Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta awalnya telah menggunakan hukum Islam dalam pengadilan yang diselenggarakan.

Lembaga pengadilan ini secara resmi diberi nama Al-Mahkamah Al-Kabirah. Namun masyarakat Jawa pada masa itu lebih mengenalnya dengan sebutan Pengadilan Surambi sebab pelaksanaannya dilakukan di serambi Masjid Agung.

Pengadilan Surambi dilaksanakan berdasarkan syariat Islam dengan cakupan meliputi pengadilan untuk perkara hukum pidana, perkawinan, talak, dan warisan.

Hukum Pidana disini berkaitan dengan kejahatan seperti pencurian, pembunuhan, dan lain sebagainya. Sementara penanganan Pidana administrasi dan persoalan Agraria (pasiten) dilaksanakan oleh Pengadilan Bale Mangu. Di Yogyakarta, pengadilan Surambi dilaksanakan di serambi Masjid Ageng Ngayogyakarta.

Dalam pengadilan tersebut, Kedua keraton telah menggunakan kitab Undang-Undang yang disebut Kitab Angger-angger. Kitab ini sengaja disusun secara bersama oleh kedua kerajaan untuk memenuhi kebutuhan Keraton akan pelaksanaan hukum Islam di wilayahnya.

Kitab Angger-angger ini disusun dari sejumlah kitab antara lain kitab Moharrar (muharrar), kitab Mahalli, kitab Topah (Tuhfah), kitab Patakulmungin (Fathul Muin), dan kitab Patakulwahab (Fathulwahab).

Pengurus pengadilan ini terdiri 10 (sepuluh) orang antara lain Kyai Pengulu sebagai ketua, anggota Pathok Nagari yang terdiri 4 (empat) orang, seorang Pengulu Hakim, dan sisanya terdiri dari para Ketib (katib).

Pasca Perang Diponegoro, Pengadilan Surambi di Kasultanan Ngayogyakarta diberhentikan atas prakarsa penjajah Belanda dengan dikeluarkannya Resolusi No. 29 tertanggal 11 Juni 1831.

Sejak saat itu masalah pidana yang sebelumnya menjadi wewenang Pengadilan Surambi ditangani oleh Rechtsbank voor Criminele Zaken (Pengadilan Hukum Pidana).


Sumber:
https://beritalangitan.com/sejarah/syariah-islam-pernah-diterapkan-kesultanan-yogyakarta-dan-kasunanan-surakarta/

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-1) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Ahmad Sarwat dalam bu...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-1)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Ahmad Sarwat dalam bukunya Kedudukan Qadhi dalam hukum Islam mengatakan, "Eksistensi tegaknya hukum syariah itu tergantung pada eksistensi qadhi. Dikatakan hukum itu berjalan, manakala dijamin qadhi lancar menjalankan tugasnya. Sebaliknya, dikatakan hukum itu runtuh ketika qadhi tidak menjalankan tugasnya."

Ahmad Sarwat melanjutkan, "Maka antara qadhi dan berjalannya hukum itu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Walaupun di tengah umat Islam sudah ada AlQuran dan Hadits sebagai pedoman, namun keberadaan qadhi menjadi syarat mutlak bagi umat Islam."

Keberadaan Qadhi menurut Ahmad Sarwat, " Hukum keberadaan qadhi ini menjadi fardhu kifayah bagi umat Islam di suatu tempat, sedangkan bagi Sultan, hukumnya menjadi fardhu ‘ain untuk menunjuk atau mengangkat qadhi pada suatu
wilayah."

Jadi legalitas formal untuk melihat apakah di Nusantara telah menerapkan syariat Islam salah satunya dari hadirnya Qadhi yang memutuskan perkara pidana maupun perdata dalam sebuah kerajaan atau negara.

Bila menilik legalitas formalnya, ada beberapa kerajaan di Nusantara yang memenuhi syarat ini. Misalnya kesultanan Samudera Pasai. Ini terlihat dari catatan perjalanan Ibnu Batutah ke Pasai.

Ibnu Batutah tiba di Kesultanan Pasai di era Sultan Al-Malikush Zhahir II (1326-1348M). Dia menyaksikan bahwa sang Sultan sangat teguh memegang agama dan alim. Disisinya ada seorang Qadhi yang berasal dari Syiraz yang merupakan Zuriyah Rasulullah saw. 

Ibnu Batutah menceritakan kesederhanaan sang Sultan, "Sultan sering bertukar pikiran dengan ulama. Bila pergi ke shalat Jum'at, sang Sultan berjalan kaki. Sang Sultan gemar sekali mengembangkan agama ke negri-negri yang berdekatan, dan negri mana pun yang belum memeluk Islam." 1)

1) Sejarah Umat Islam, Buya Hamka, GIP 2016, hal 524

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-2) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Ibnu Qayim Al-Jauziya...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-2)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Ibnu Qayim Al-Jauziyah berkata, "Darul Islam adalah negara yang dikuasai oleh kaum muslimin dan di dalamnya diberlakukan hukum Islam. Jika di dalamnya tidak diberlakukan hukum Islam maka status bukan darul Islam.

Kesultanan Demak memenuhi kriteria tersebut. Hukum Islamnya sudah diserap ke dalam kitab Salokantoro dan Angger Surya Alam. Kitab ini menjadi undang-undang yang berlaku di Kesultanan Demak.  Cikal bakalnya tertuang pada Het Boek van Bonang dan Kropak Ferrara yang merupakan ajaran Wali Sanga.

Dalam teks dokumen  Kropak Ferrara disebutkan, "Jika ada orang yang terlibat dalam persoalan hukum dan tidak mau diajak menyelesaikannya menurut syariat Islam, tetapi malah ingin memakai hukum kafir, maka dia menjadi kafir." 

Dalam pemberlakuan hukum Islam di Kesultanan Demak, Raden Fattah dan para wali berperan sebagai penasihat dan penegak hukumnya. Kesultanan Demak merupakan obsesi pemimpin pertama Walisanga yaitu Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang pernah memberikan wejangan, "Melaksanakan hukum dan amaliah  agama secara terang-terangan."

Untuk menata pemerintahannya, Sultan Fattah mengangkat Sunan Kudus sebagai Qadhi, hakim agung. Sunan Giri sebagai Mufti. Sunan Kalijaga sebagai dewan penasihat. Sedangkan imam pertama Masjid Agung Demak adalah Sunan Bonang putra Sunan Ampel.

Kitab Angger Suryo Alam merupakan adopsi dari Syariat Islam seperti, Jual beli, penitipan, penggadaian, hukum potong tangan bagi pencuri, hukuman mati bagi pencuri yang sekaligus pembunuh dengan dipenggal, hukum bunuh bagi pezina berat, denda, penjara, dan hukuman mati bagi pencela dan penghina agama dan sebagainya yang telah diterima oleh masyarakat Islam demi tegaknya keadilan dan ketertiban umum.

Melihat hal ini maka Theodoor Gautier dan Thomas Pigeaud sampai menyatakan bahwa Kesultanan Demak didirikan di atas pondasi syariat Islam yang ketat.

(Diringkas dari Buku Sultan Fattah, Rachmad Abdullah, Al-Wafi 2015)

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-3) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Setelah wafatnya para...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-3)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Setelah wafatnya para Walisanga, munculnya ulama pembaharu di abad ke 17 di Nusantara. Mereka adalah Nur Al-Din Al-Raniri wafat 1658, Abd Al-Ra'uf Al-Sinkili (1615-1693 M) dan Muhammad Yusuf Al Makasari (1627-1699).

Menurut Prof Dr Azyumardi Azra, mereka menampilkan diri sebagai sufi-sufi teladan, yang memberikan perhatian bukan hanya kepada perjalanan spiritual mereka sendiri, melainkan juga kepada masalah dan tugas duniawi. Mereka memegang jabatan Mufti di Kesultanan masing-masing.1)

Ar-Raniri diangkat menjadi Syeikh Al Islam di Kesultanan Aceh 1637 M di era Iskandar Tsani. Posisi ini salah satu kedudukan tertinggi di Kesultanan yang di bawah langsung Sultan sendiri. Sedangkan Qadhinya saat itu adalah Qadhi Malik Al-Adil.

Menurut catatan Belanda, Ar Raniri bukan saja ahli dalam soal keagamaan tetapi juga persoalan ekonomi dan politik. Di era Sultanah  Shafiyah Al-Din, Ar Raniri membuat kebijakan perdagangan yang menguntungkan Gujarat dan merugikan Belanda.

Peranan Ar Raniri juga mengintensifkan proses Islamisasi dalam bidang politik. Sebagai Syeikh Al Islam Kesultanan Aceh,  tugasnya memberikan nasihat kepada Sultan Iskandar Tsani yang baru naik tahta. Dalam bukunya Bustan Al-Salatin, dia mengungkapkan bagaimana menasihati Sultan dalam fungsinya sebagai penguasa dan Khalifah Allah di bumi.

Dengan mengutip ayat Al-Qur'an, dia menjelaskan kepada Sultan tanggungjawab dan kewajibannya kepada rakyat yang lemah, dan mendatangkan kebaikan bagi rakyat akan membuatnya dilindungi dan dirahmati Allah. Dengan dialog ini, Sultan banyak menghapus hukuman yang tidak sesuai syariat Islam.

Menurut Ar Raniri, penerapan syariat Islam tidak dapat ditingkatkan tanpa pengetahuan lebih mendalam terhadap hadist Rasulullah saw. Oleh karena itulah dia membuat kitab yang isinya himpunan hadist yang diterjemahkan dari Bahasa Arab ke Melayu. 

(Diringkas dari buku Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad 17-18, Azyumardi Azra, Kencana 2007)

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-4) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Setelah kepergian Ar ...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-4)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Setelah kepergian Ar Raniri. Kesultanan Aceh mengangkat Al-Sinkili sebagai Syeikh Islam Aceh. Beliau banyak menulis buku atas permintaan Sultanah Aceh yang bernama Shafiyyah Al-Din. Tulisannya bukan hanya ibadah tetapi seluruh aspek kehidupan.

Kitab fiqih Mir'at At Thullab ditulis untuk sang Sultanah, isinya tentang ibadah, muamalat, kehidupan politik, sosial, ekonomi dan keagamaan kaum muslimin. Di era Sinkili juga, Syarif Makkah memberikan gelar Sultan kepada   Sultanah kerajaan Aceh. Mengenai polemik penguasanya seorang perempuan, Sinkili cendrung diam. Ini indikasi toleransi pribadinya atas hal ini.

Menurut Buya Hamka, kerajaan Aceh berkembang maju dan kedudukan Sultan dalam susunan pemerintahnya tidak bisa memerintahkan dengan kemauannya sendiri. Kekuasaan dibagi menjadi eksekutif, legislatif dan Yudikatif.

Undang-undang di Kesultanan Aceh diberi nama Qanun Asyi Darussalam. Isinya menegaskan bahwa sumber hukum, adat, qanun dan resam adalah Al-Qur'an, Hadist, Ijma dan Qiyas, menurut madzah Ahlussunnah wal Jamaah, dan tidak boleh menyeleweng dari itu.

Di era Sinkili, perempuan diperbolehkan untuk aktif duduk di pemerintahan, legislatif, aktif  dalam memegang peranan di saat perang hingga menjadi Sultanah. Ini  merupakan sumbangsih pemikiran dalam kaitannya diperbolehkan perempuan menjadi hakim dan pemimpin.

Hingga akhirnya Mufti Kepala di Makkah mengirimkan fatwa bahwa perempuan menjadi Sultanah bertentangan dengan syariat Islam. Sejak itulah kesultanan Aceh dipimpin oleh laki-laki kembali.

Sumber:
1. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke 17-18, Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2007.
2. Sejarah Umat Islam,  Buya Hamka, GIP 2017.
3. Biografi Ulama Nusantara, Rizem Aizid, Diva Press 2016.

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-5) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Syeikh Yusuf Al Makas...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-5)

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)


Syeikh Yusuf Al Makasari melakukan perjalanan keilmuan dari Makasar, Banten, Aceh, Timur Tengah hingga ke Turki. Di Banten, bersahabat dan belajar bersama dengan Pangeran Surya, yang kelak bergelar Sultan Ageng Tritayasa. Di Aceh, belajar dengan Syeikh Ar Raniri, Syeikh Islam Kesultanan Aceh.

Setelah belajar dari Timur Tengah, Dalam perjalanan pulang, Syeikh Yusuf Al Makasari mampir di Banten. Diangkatlah beliau sebagai Dewan penasihat Sultan (Mufti) yang paling berpengaruh. Peranannya sangat besar bukan saja dalam bidang keagamaan, tetapi juga politik dan pemerintahan.

Murid Ar Raniri di Nusantara yang paling terkemuka adalah Syeikh Yusuf Al Makasari. Melihat Ar Raniri  sangat mendalami sufi, teologi, fiqh yaitu penerapan praktis aturan yang paling mendasar dalam syariat Islam. Maka hal ini juga diterapkan oleh Syeikh Yusuf Al Makasari saat menjadi Mufti di Banten.

Di era Sultan Ageng Tritayasa, Banten menjalin hubungan politik dan diplomatik dengan penguasa Muslim terutama Syarif Makkah. Hubungan surat menyurat pun sangat erat hingga ke kerajaan Muslim yang ada di anak Benua India.

Sultan Ageng hampir sepanjang waktu ditemani para ulama. Banyak ulama dan penuntut ilmu dari berbagai bagian dunia Islam yang terus berdatangan ke Banten. Banten menjadi pusat pengetahuan dan keilmuan Islam yang penting di Nusantara.

Pengaruh Syeikh Yusuf Al Makasari tidak saja pada penerapan Syariat Islam di Banten tetapi juga pengaruh tasawuf. Beliau telah mendapatkan ijazah dari guru tasawufnya dari Thariqah al-Qariyah, Naqsyabandiyah, Ba'alawiyah, Syattariyah, dan Khalwatiyah. Hingga diberikan gelar Tajul Khalwati Hidayatullah.

Setelah kepergian Syeikh Yusuf Al Makasari karena diasingkan Belanda, gelar Kesultanan Banten dipengaruhi identitas ketasawufan seperti gelar Zainal Abidin, Zainal Arifin, Zainal Alimin dan Zainal Asyiqin.

Sebagai sebuah Kesultanan, Banten juga mendirikan sebuah institusi hukum, atau kantor Qadhi. Badan peradilan Islam ini berperan sebagai institusi yang menjaga hukum-hukum syariat berjalan dengan baik, seperti muamalah, jual beli, nikah cerai, hudud, dan semua amalan syariat Islam lainnya. Posisi Qadhi ini sangat penting di Kesultanan Banten, dan gelarnya kemudian hari di kenal dengan sebutan Kiyahi Pakih Najmuddin.3)

Dalam Sarasehan Sejarah yang diadakan Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Banten, pada 19 November 2015. Ayang Utriza, filolog dari UIN Syarif Hidayatullah, dan peneliti Bantenologi Mufti Ali,  menyuguhkan hasil penelitiannya tentang sejarah Banten.

Dengan melalui kajian filologi Undang-Undang Banten kajian sejarah dari tinjauan filologi abad ke 17-18. Ditemukan Catatan Pengadilan Fakih Najamudin. Penelusurannya ini ia pertahankan sebagai penelitian di Universitas Oxford.4)

 Sumber:
1. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke 17-18, Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2007.
2. Sejarah Umat Islam,  Buya Hamka, GIP 2017.
3.https://www.banteninfo.com/undang-undang-banten-konstitusi-kesultanan-banten/
4.https://www.radarbanten.co.id/masa-kesultanan-banten-punya-undang-undang-yang-mengagumkan/

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-6, habis ) Oleh: Nasrulloh Baksolahar (Channel Youtube Dengerin Hati) Menjelang das...

Penerapan Syariat Islam di Nusantara (bagian-6, habis )

Oleh: Nasrulloh Baksolahar
(Channel Youtube Dengerin Hati)

Menjelang dasawarsa abad ke 17, para penguasa baru yang masuk Islam melakukan usaha-usaha menerjemahkan beberapa ajaran Islam ke dalam organisasi sosio-politik dalam kerajaan. Jabatan seperti Imam, Khatib, dan Qadhi diciptakan, dan para pemegang jabatan tersebut dimasukkan ke dalam lingkungan keluarga bangsawan.

Penerapan syariat ada yang sampai taraf hukum kerajaan. Tetapi juga ada yang sampai taraf tertentu, menyangkut persoalan keluarga, yang disatukan ke dalam adat istiadat setempat.

Sistem pemerintahan di Minangkabau sendiri bukan sebuah pemerintahan yang terpusat dan otoriter. Mereka dibangun dengan sistem nagari-nagari yang egaliter dan terbuka. Walaupun seperti itu, melalui kesadaran dan pergolakan sejarah, masyarakatnya mampu menanamkan adat istiadat yang tertinggi tak lain adalah Islam.

Muncullah beberapa aturan seperti "Agamo Mangato, Adaik Mamakai" (agama menyatakan, adat menerapkan). Puncaknya disepakati sebagai hasil musyawarah adalah pernyataan budaya "Adaik Basandi Syara" (adat harus bersendi syariat). Ungkapan ini memperjelas jika "Adaik nan sabana adaik" (adat yang sebenarnya adat) dengan ajaran Islam adalah sejajar.

Masuknya Islam ke Banjarmasin Kalimantan Selatan pada masa jauh lebih belakang dibandingkan Sumatera Utara atau Aceh. Gelora keislamannya mulai tumbuh saat Kesultanan Demak datang untuk membantu Pangeran Samudera dalam persaingannya terhadap Kerajaan Daha.

Kehadiran Syeikh Muhammad Arsyad yang baru pulang dari pengembaraan ilmu keislamannya membuat Kesultanan Banjar semakin kokoh menerapkan Syariat Islam. Beliau diangkat menjadi Mufti yang bertanggungjawab mengeluarkan fatwa mengenai persoalan keagamaan dan sosial.

Syeikh Muhammad Arsyad juga menjadi syariat Islam sebagai acuan terpenting dalam pengadilan kriminal. Atas dukungan Sultan, didirikan pengadilan Islam terpisah untuk mengurus masalah hukum sipil murni. Dalam penerapan Syariat Islam, beliau sering berkonsultasi dengan gurunya yaitu Syeikh Sulayman Al Kudri di Timur Tengah.

Sumber:
1.https://www.republika.co.id/berita/no0x0830/adat-basandi-syara-syara-basandi-kitabullah
2. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad ke 17-18, Prof Dr Azyumardi Azra, Kencana 2007.

 

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Qur'an (208) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (50) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (6) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (225) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (283) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (46) Nabi Daud (1) Nabi Ibrahim (2) Nabi Isa (2) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (2) Nabi Nuh (3) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (1) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (210) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (191) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (431) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (155) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (195) Sirah Sahabat (114) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (95) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)