basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Mengelola Informasi dan Intelijen di Era Rasulullah ï·º Strategi Sunyi Sang Nabi dalam Perang dan Damai “Perang adalah tipu daya.”...


Mengelola Informasi dan Intelijen di Era Rasulullah ï·º



Strategi Sunyi Sang Nabi dalam Perang dan Damai

“Perang adalah tipu daya.” – Nabi Muhammad ï·º
(HR. Bukhari, Muslim)


1. Dasar Etika dan Tujuan Intelijen dalam Islam

Bagi Rasulullah ï·º, informasi bukan sekadar alat untuk menang, melainkan sarana menjaga amanah, mencegah kebohongan, dan menyeimbangkan kekuatan. Strategi Nabi selalu dilandasi:

Keadilan: Tidak menggunakan informasi untuk menyebar fitnah.

Keamanan: Melindungi kaum Muslimin dari serangan mendadak.

Efektivitas Dakwah: Menghindari benturan sia-sia atau perang terbuka yang belum siap.



2. Bentuk dan Jenis Intelijen Rasulullah ï·º

a. Pengintaian dan Pemantauan Musuh

Rasulullah ï·º mengirim pengintai untuk mengamati pergerakan Quraisy, Bani Ghathafan, dan kabilah-kabilah Arab lainnya.

Dalam Perang Badar, beliau menugaskan Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam untuk mengumpulkan info lokasi logistik musuh.


b. Jaringan Informan dalam Kota

Di Madinah, ada jaringan mata-mata internal yang melaporkan gerakan Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraizhah yang berkhianat.

Sahabat seperti Hudzaifah ibn al-Yaman dijadikan mata-mata rahasia dalam situasi krusial seperti saat Perang Khandaq.


c. Disinformasi Taktis

Dalam ekspedisi Tabuk, Rasulullah menyebar informasi samar untuk menyulitkan musuh memprediksi tujuan perjalanan.

Dalam Fathu Makkah, Nabi ï·º merahasiakan gerak pasukan hingga Quraisy tidak menyangka Makkah akan diserbu tanpa pertumpahan darah.



3. Keamanan Informasi dan Kerahasiaan Strategi

Rasulullah ï·º sangat ketat dalam pengamanan informasi internal:

Contoh: Surat Rahasia dalam Perjalanan ke Makkah (Fathu Makkah)

Seorang sahabat, Hatib bin Abi Balta’ah, mengirim surat rahasia ke Quraisy untuk alasan pribadi. Surat itu dicegat atas wahyu Allah, dan Rasulullah ï·º tidak langsung menghukumnya, tapi mengklarifikasi dan menjaga keadilan.

Ini menunjukkan betapa seriusnya kontrol informasi internal, sekaligus keadilan dalam menyikapi penyimpangan.



4. Peran Individu Kunci dalam Operasi Intelijen

Hudzaifah ibn al-Yaman
Dikenal sebagai “Pemegang Rahasia Rasulullah”.
Menyusup ke perkemahan Quraisy saat Perang Khandaq, menyaksikan rapat Abu Sufyan dan melaporkan kelemahan moril pasukan musuh.

Abdullah bin Jahsy
Ditugaskan untuk misi pengintaian awal terhadap Quraisy. Melakukan ekspedisi Nakhla, yang kemudian memicu insiden penting dalam babak awal konfrontasi.

Salman al-Farisi
Perannya dalam Perang Khandaq bukan hanya memberi ide penggalian parit, tapi juga sebagai konsultan strategis karena pengetahuannya terhadap taktik Persia.



5. Keunggulan Intelijen Rasulullah ï·º Dibanding Musuh


Rasulullah saw
Strategi Tertutup, fleksibel, tidak terduga

Musuh
Kaku, terbuka

Rasulullah saw
Keamanan Informasi Sangat ketat, terkontrol

Musuh
Banyak kebocoran

Rasulullah saw
Moralitas Etis, tidak membunuh sipil

Musuh
Sering menyiksa mata-mata

Rasulullah saw
Kolaborasi Terorganisasi (Muhajirin-Anshar)

Musuh
Terpecah antar klan



Intelijen sebagai Bentuk Hikmah

Rasulullah ï·º membuktikan bahwa pengelolaan informasi yang cerdas dan aman dapat menghindari banyak pertumpahan darah, mempercepat kemenangan, dan menjaga stabilitas umat.

Intelijen dalam Islam bukan jalan licik, tapi cara cerdas menjaga maslahat. Dalam sirah, kita tidak menemukan contoh Nabi membunuh tawanan untuk membungkam informasi, tapi justru memberi mereka peluang tobat dan dialog.



Penutup:

"Siapa yang menguasai informasi, dia menguasai peristiwa. Tapi siapa yang menguasai informasi dengan akhlak, dia menguasai masa depan."

Model intelijen Rasulullah ï·º adalah kombinasi unik antara strategi, spiritualitas, dan etika—sesuatu yang jarang ditemukan dalam sejarah militer modern.

Pasukan Islam vs Pasukan Modern: Sebuah Perbandingan Sejarah dan Moralitas Tempur Oleh: Nasrulloh Baksolahar “Kemenangan tidak h...

Pasukan Islam vs Pasukan Modern: Sebuah Perbandingan Sejarah dan Moralitas Tempur

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


“Kemenangan tidak hanya datang dari senjata, tapi dari hati yang yakin dan barisan yang kokoh."

Dalam lintasan sejarah, dunia telah menyaksikan berbagai model pasukan tempur: dari balatentara kaum Muslimin yang dibina Rasulullah ï·º di padang pasir Arab, hingga pasukan berteknologi tinggi masa kini yang dikendalikan satelit dan AI. Namun, kemenangan tidak pernah hanya ditentukan oleh kelengkapan senjata, melainkan oleh kekuatan moral, kedisiplinan, dan kejelasan tujuan.



1. Asal dan Tujuan: Pasukan yang Digerakkan oleh Iman vs Kekuasaan

A. Pasukan Islam

Pasukan Islam pada masa Rasulullah ï·º dan Khulafaur Rasyidin bukan sekadar tentara—mereka adalah umat yang bergerak dengan akidah. Mereka bukan dibayar, bukan dilatih karena ambisi dunia, melainkan karena keyakinan bahwa:

“Perang ini adalah jalan menuju ridha Allah.”

Tujuan utamanya bukan menjarah, tapi menegakkan keadilan, menghapus penindasan, dan menjaga amanah dakwah.


Seorang tentara Islam bahkan dilarang:

Membunuh anak-anak, wanita, dan orang tua.

Merusak tanaman, rumah ibadah, atau membunuh hewan ternak tanpa alasan.

Disiplin moral mereka lahir dari iman, bukan sekadar hukum militer.

B. Pasukan Modern

Pasukan masa kini, terutama di negara-negara besar, lebih banyak digerakkan oleh:

Instruksi politik

Kepentingan ekonomi atau ideologi negara

Dalam banyak kasus—kontrak bayaran dan propaganda nasionalisme sempit

Akibatnya, tujuan mereka seringkali tidak transparan atau bahkan keliru secara moral, seperti:

Invasi Irak (2003) oleh AS berdasarkan informasi palsu.

Pemboman Gaza oleh IDF dengan dalih keamanan, tapi membunuh ribuan warga sipil.



2. Disiplin vs Dehumanisasi

A. Pasukan Islam

Disiplin ditegakkan lewat taqwa dan teladan.

Khalid bin Walid memimpin langsung di garis depan.

Umar bin Khattab melarang pasukannya menang dengan cara licik.

Disiplin mereka bukan kaku, tapi lahir dari rasa tanggung jawab kepada Allah.

B. Pasukan Modern

Disiplin bersifat mekanis, berdasarkan perintah dan hierarki.

Namun dalam praktik, sering muncul penyimpangan:

Pelecehan, penjarahan, pemerkosaan di medan perang.

Banyak tentara modern terjebak dehumanisasi musuh: membunuh karena musuh dianggap bukan manusia, tapi target.

Contoh tragis: pasukan AS di Vietnam atau Afghanistan yang mengalami trauma karena membunuh warga sipil—bukan karena kurang senjata, tapi karena tidak tahu lagi alasan mereka berperang.



3. Mental Tempur dan Ketahanan Jiwa

A. Pasukan Islam

Berperang dengan kesadaran spiritual tinggi.

Dalam Perang Badar, pasukan Muslim hanya 313 orang melawan 1.000 Quraisy.

Namun mereka menang karena keyakinan penuh bahwa “Allah bersama mereka.”

Setiap pertempuran menjadi ajang pembersihan jiwa dan ujian kesungguhan, bukan hanya perebutan wilayah.

B. Pasukan Modern

Banyak pasukan modern mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) setelah perang.

Kenapa? Karena mereka kehilangan makna dari kekerasan yang mereka lakukan.

IDF misalnya, kini menghadapi gelombang trauma, pembangkangan cadangan, dan keraguan internal—karena serangan terhadap Gaza dinilai brutal dan tidak bermoral oleh sebagian tentaranya sendiri.



4. Strategi yang Mengandung Akhlak

A. Pasukan Islam:

Bahkan dalam strategi militer, akhlak tetap dijaga.

Dalam Fathu Makkah, Rasulullah ï·º masuk kota dengan tunduk, tanpa menumpahkan darah.

Dalam suratnya kepada tentara sebelum perang, Khalifah Abu Bakar memberi 10 larangan moral, termasuk: “Jangan membunuh pohon kurma, jangan merusak bangunan.”


B. Pasukan Modern:

Strategi militer modern sering tidak peduli pada akhlak:

Bom fosfor, drone tak berawak, hukuman kolektif.

Gaza dibombardir dengan alasan mencari Hamas, tapi yang hancur adalah rumah sakit, sekolah, dan keluarga sipil.

Akibatnya, musuh memang hancur, tapi legitimasi moral pasukan juga ikut gugur.



Siapa yang Sebenarnya Unggul?

Pasukan Islam menang bukan hanya di medan perang, tapi juga dalam nurani sejarah.
Sementara banyak pasukan modern menang secara teknologi, tapi kalah dalam hati nurani, legitimasi moral, dan kesatuan jiwa.

Peradaban masa kini bisa membangun tank canggih dan rudal pintar, tapi belum tentu bisa membangun tentara yang takut kepada Tuhan dan malu berbuat zalim. Itulah warisan besar yang ditinggalkan Rasulullah ï·º: bahwa perang tidak bisa dilepaskan dari akhlak, dan kemenangan sejati bukan hanya di bumi, tapi juga di langit.

Perang Tanpa Darah: Rasulullah dan Strategi Penghalauan Musuh Oleh: Nasrulloh Ketua IKADI Desa Sukmajaya Kec Tajurhalang  "...

Perang Tanpa Darah: Rasulullah dan Strategi Penghalauan Musuh

Oleh: Nasrulloh
Ketua IKADI Desa Sukmajaya Kec Tajurhalang 




"Kemenangan tak selalu diukir dengan pedang. Kadang, cukup dengan pikiran yang jernih, moral yang tinggi, dan strategi yang membuat musuh pulang tanpa sempat menyerang."

Dalam sejarah Rasulullah ï·º, kita sering terpesona pada Badar yang gemilang, Khandaq yang bertahan, atau Khaibar yang ditaklukkan. Tapi ada bab penting yang kerap diabaikan: strategi tanpa pertumpahan darah. Rasulullah saw. bukan hanya panglima yang unggul dalam perang, tetapi juga ahli dalam mencegah perang—tanpa menyerah, tanpa tunduk, dan tanpa mundur dari prinsip.

Beliau mengajarkan bahwa menghindari darah tak berarti menghindari kemenangan. Bahkan, justru di situlah kemenangan tertinggi: menundukkan musuh tanpa menghancurkannya. Berikut adalah tiga contoh besar strategi penghalauan Rasulullah ï·º yang tak kalah agung dari pertempuran berdarah.



Perang Tabuk: Mengusir Musuh dengan Bayang-Bayang Kekuatan

Konteks: Pasca Perang Mu’tah, kabar berkembang bahwa Romawi Timur (Byzantium) menyiapkan pasukan besar untuk menyerang Madinah. Rasulullah saw. tak menunggu serangan itu datang. Beliau bergerak lebih dulu, memobilisasi sekitar 30.000 pasukan dalam musim panas yang sangat berat.

Strategi:
Rasulullah saw. menyebarkan kabar keberangkatan secara terbuka, bukan sembunyi.nIni menciptakan efek psikologis: Romawi mengira kaum Muslimin sangat siap. Pasukan Muslim sampai di Tabuk, tanpa menemukan musuh.

Romawi mundur sendiri, tanpa satu pedang pun terhunus.


Pelajaran:
Kadang, kekuatan yang dipamerkan cukup untuk membatalkan niat lawan. Tabuk adalah kemenangan tanpa pertempuran, hasil dari mobilisasi moral dan logistik yang matang.




Perjanjian Hudaibiyah: Menunda Perang, Mempercepat Penaklukan

Konteks: Rasulullah saw. dan 1.400 sahabat berangkat ke Makkah untuk umrah. Tapi Quraisy menghadang. Situasi menegang: dua pasukan berhadapan di pinggir kota suci. Tapi Rasulullah saw. tidak memaksakan perang.

Strategi:
Beliau mengutus Utsman bin Affan sebagai negosiator. Terjadilah kesepakatan damai Hudaibiyah—yang secara kasat mata tampak merugikan kaum Muslimin.


Namun setelah perjanjian itu, dua tahun kemudian:

1. Jumlah Muslim berlipat ganda karena dakwah bisa dilakukan tanpa hambatan.
2. Quraisy justru melanggar perjanjian.
3. Rasulullah menaklukkan Makkah tanpa perlawanan, karena secara moral dan politik beliau sudah unggul total.


Pelajaran:
Menunda pertempuran bukan berarti kalah, tapi menunggu waktu terbaik untuk menang secara utuh.



Fathu Makkah: Menaklukkan Tanpa Membalas Luka Lama

Konteks: Setelah pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah saw. memimpin 10.000 pasukan menuju Makkah. Kota yang dahulu mengusir, menyiksa, dan memerangi beliau kini berada di hadapan.

Strategi:
Rasulullah saw. membagi pasukan ke dalam beberapa rute, untuk mengepung Makkah secara psikologis dan menghindari bentrokan langsung. Beliau melarang pertumpahan darah, kecuali jika sangat terpaksa.

Kaum Quraisy memilih menyerah, melihat jumlah dan kedisiplinan pasukan Muslim.


Reaksi Rasulullah:

“Pergilah, kalian semua bebas.” (HR. Ibnu Ishaq)



Pelajaran:
Kemenangan sejati bukan sekadar menguasai kota, tetapi memaafkan musuh dan mengembalikan kehormatan yang pernah diinjak.



Strategi Penghalauan: Kemenangan Tanpa Kebencian

Apa benang merah dari semua peristiwa ini? Rasulullah ï·º:

1. Menguasai situasi lebih dulu dari musuh.
2. Memakai kekuatan sebagai alat pengendali, bukan penghancur.
3. Mendahulukan dialog jika pintu masih terbuka.
4. Menghindari perang demi mencegah kerusakan yang lebih besar.


Ini bukan kelemahan, tapi kebijaksanaan. Rasulullah tahu: perang tidak hanya menguras fisik, tapi juga menghancurkan struktur sosial, menyisakan dendam, dan membakar generasi.



Refleksi Gaza: Dapatkah Strategi Ini Hidup Kembali?

Hari ini, Gaza adalah ladang pertempuran terbuka. Tapi pejuang Palestina juga kerap memakai strategi penghalauan:

1. Menggunakan efek kejut dan manuver terowongan untuk membuat Israel mundur.
2. Mengatur waktu serangan psikologis, bukan frontal.
3. Mendiamkan kampanye propaganda, tapi memukul dengan fakta lapangan.

Namun yang hilang dari dunia Muslim saat ini adalah kemampuan mengusir musuh tanpa perang terbuka. Bukan karena tidak bisa, tapi karena kita kehilangan kepemimpinan strategis seperti Rasulullah saw. yang memahami: kemenangan bukan tentang jumlah korban, tapi tentang perubahan tatanan.



Penutup: Membaca Medan, Menghalau Tanpa Luka

Rasulullah ï·º mengajarkan kita bahwa kadang pedang disarungkan bukan untuk tunduk, tapi untuk menang lebih bersih. Perang tanpa darah adalah seni yang hanya dimiliki oleh mereka yang kuat secara lahir dan batin.

Di dunia yang gaduh oleh peluru dan drone, kita butuh kembali pada strategi yang pernah membuat musuh gemetar hanya dengan niat, bukan tembakan. Itulah perang yang dirancang oleh akal, dan dimenangkan oleh rahmat.


“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah.”
(QS. Al-Anfal: 61)

Bangsa yang Terganggu: Ketika Israel Fokus pada Perang, Negara-Negara Tetangganya Justru Maju dalam Perlombaan AI Oleh: Sulaiman...

Bangsa yang Terganggu: Ketika Israel Fokus pada Perang, Negara-Negara Tetangganya Justru Maju dalam Perlombaan AI


Oleh: Sulaiman Shoshanna

Israel, yang dikenal sebagai “Startup Nation”, mulai tertinggal dalam perlombaan global kecerdasan buatan (AI) akibat fokus berkepanjangan pada konflik militer, terutama dengan Hamas dan Iran. Sementara itu, negara-negara tetangganya seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi justru melesat dalam pengembangan infrastruktur AI, strategi nasional, dan aliansi teknologi.

Fakta Utama:

Nvidia, perusahaan chip terbesar dunia, berencana membangun kampus AI besar di Israel utara, menunjukkan kepercayaan terhadap talenta lokal, tetapi juga menggarisbawahi tekanan agar Israel tidak tertinggal.

UEA dan AS baru saja meresmikan kampus AI terbesar di luar AS di Abu Dhabi, bekerja sama dengan perusahaan top seperti OpenAI, Nvidia, Cisco, dan Oracle.

Israel absen dalam proyek strategis itu — yang menurut pakar merupakan “kesempatan yang terlewatkan” akibat Israel terlalu fokus pada perang Gaza dan Iran.

Arab Saudi dan UEA unggul dalam strategi pemerintahan dan infrastruktur, meski masih kalah dalam hal talenta dibanding Israel.

Israel memiliki sekitar 2.300 startup AI dan pusat R&D dari lebih 30 perusahaan chip global, namun minim strategi nasional dan investasi infrastruktur.


Kekhawatiran Para Pakar:

Israel turun peringkat dalam indeks global AI karena:

Kurangnya visi pemerintah.

Lambatnya implementasi Program Nasional AI 2021.

Teralihkan oleh krisis politik dan perang.


Uri Gabai (CEO RISE Israel) dan Prof. Eran Toch memperingatkan bahwa Israel bisa tertinggal jika tidak segera menyusun strategi komprehensif.


Data Penting:

Investasi AI global 2024:

AS: $109 miliar

China: $9,3 miliar

Inggris: $4,5 miliar


Indeks Global AI Tortoise (2024):

Israel turun dari peringkat 5 ke 9.

Singapura naik ke peringkat 3.

Arab Saudi dan UEA naik pesat, ungguli Israel dalam strategi dan lingkungan regulasi.


Perkembangan AI di UEA dan Arab Saudi

UEA:

Menunjuk menteri AI sejak 2017.

Meluncurkan strategi AI nasional.

Mendirikan Universitas Kecerdasan Buatan Mohamed bin Zayed pada 2019.

Dinilai oleh AS (Mei 2025) sebagai negara yang berada di jalur tepat untuk menjadi pusat AI global.


Arab Saudi:

Mendirikan perusahaan khusus AI pada Mei 2025.

Berencana membentuk dana investasi AI sebesar $40 miliar.

Bertujuan menjadi pemain utama AI dunia.



Kekhawatiran di Kalangan Akademisi Israel

Dr. Shimon Shahar (Universitas Tel Aviv) menyatakan frustrasi atas minimnya dukungan dana untuk riset AI.

Anggaran ideal: $10–20 juta per tahun.

Anggaran aktual: hanya sekitar $2–2,5 juta.

Hal ini membatasi daya saing dan kemampuan menarik talenta terbaik.


Kekurangan investasi di sektor pendidikan dan penelitian berisiko menyebabkan eksodus talenta startup ke luar negeri.


Upaya Terbaru Israel

Otoritas Inovasi Israel meluncurkan:

Superkomputer nasional hasil kerja sama dengan Nebius (kapasitas 4.000 GPU).

Rencana strategis: lembaga riset nasional, akses data, riset AI skala besar, dan pelatihan pakar AI.


Nvidia mengumumkan pembelian lahan untuk kampus R&D besar—dipandang sebagai sinyal positif dan kepercayaan jangka panjang pada ekosistem Israel.


Pandangan Pakar

Avi Hasson (CEO Startup Nation Central):

Mengakui Israel ketinggalan start: “Kita memulai 100 meter di belakang.”

Meski tidak diundang ke proyek regional, Nvidia menunjukkan Israel masih punya peran penting.

Namun, tanpa strategi nasional yang kuat, Israel berisiko tidak mencapai potensi maksimal di sektor AI.

Strategi Waktu dan Cuaca Rasulullah saw. dalam Perang Oleh: Nasrulloh Baksolahar Di balik kejayaan Rasulullah ï·º dalam banyak per...


Strategi Waktu dan Cuaca Rasulullah saw. dalam Perang

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Di balik kejayaan Rasulullah ï·º dalam banyak pertempuran, tersembunyi kecerdasan strategi yang kerap luput dari pembacaan awam: pengelolaan waktu dan pembacaan cuaca. Rasulullah tidak hanya membaca peta bumi, tetapi juga menafsirkan pergerakan langit. Dalam setiap perang, beliau tidak tergesa menyerang, tetapi mengukur waktu terbaik untuk bergerak, menunggu cuaca memihak, dan membiarkan musuh jatuh oleh kelelahannya sendiri.

Empat perang besar—Badar, Uhud, Khandaq, dan Khaibar—menjadi contoh nyata bagaimana Rasulullah saw. bukan hanya pemimpin spiritual, tetapi juga komandan waktu dan penakluk musim.



Perang Badar: Menunggu Hujan, Menang dengan Tenang

Konteks Waktu dan Cuaca:
Perang Badar terjadi pada 17 Ramadan tahun ke-2 Hijriah. Saat itu, pasukan Muslim lebih dahulu sampai di lokasi dan menghadapi malam penuh ketegangan. Namun, sebelum fajar, turun hujan yang deras.

Makna Strategis:

Hujan membersihkan debu hati dan medan yang akan dilalui kaum Muslimin.

Pasir tempat kaum Muslim berpijak menjadi padat, memudahkan gerak.

Sebaliknya, jalan Quraisy menjadi licin dan berat.


“Dan Allah menurunkan hujan dari langit kepadamu untuk membersihkan kamu, menghilangkan gangguan setan, dan memperkokoh hatimu.” (QS. Al-Anfal: 11)

Pengelolaan Waktu: Rasulullah saw. tidak tergesa menyerang. Beliau menunggu musuh datang, memosisikan pasukan dengan arah angin dan matahari di belakang mereka. Beliau memilih waktu pagi sebagai awal pertempuran, saat semangat masih tinggi dan fisik belum lelah.



Perang Uhud: Kemenangan yang Hilang karena Ketergesaan

Konteks Waktu dan Cuaca: Uhud terjadi pada pagi hari. Cuaca terang dan panas menjelang siang. Pasukan Muslim awalnya menguasai medan. Namun, saat pasukan Quraisy mundur, sebagian pemanah di Bukit Rumat turun, menyangka perang telah usai.

Makna Strategis:

Waktu serangan balik musuh terjadi saat pasukan Muslim mulai lengah.

Cuaca panas memicu kelelahan, menurunkan kewaspadaan.

Khalid bin Walid (saat itu musuh) menyerang dari belakang ketika waktu dan kondisi berpihak padanya.


Pelajaran: Perang bisa dimenangkan oleh taktik. Tapi jika waktu tak dijaga—jika pasukan terburu menjemput rampasan—maka kemenangan berubah jadi kekalahan.



Perang Khandaq: Menanti dalam Dingin, Menang Tanpa Darah

Konteks Waktu dan Cuaca: Terjadi di musim dingin panjang. Pasukan Quraisy dan sekutunya mengepung Madinah selama hampir sebulan. Madinah saat itu dikelilingi angin gurun yang dingin dan menyakitkan.

Makna Strategis:

Rasulullah saw. tidak menyerang. Beliau bertahan, membiarkan waktu dan cuaca melemahkan musuh.

Angin kencang membuat tenda-tenda musuh rubuh, makanan rusak, semangat hancur.

Malam-malam yang beku menghantam mental para pengepung lebih keras dari tombak.


“Dan Allah mengirimkan angin dan pasukan-pasukan yang tidak kamu lihat.” (QS. Al-Ahzab: 9)

Pengelolaan Waktu: Menunda pertempuran, menunggu keletihan musuh. Waktu menjadi senjata, dan cuaca menjadi sekutu Allah yang memecah kekuatan tanpa pertempuran terbuka.



Perang Khaibar: Menyerang Saat Subuh, Menaklukkan dalam Sekejap

Konteks Waktu dan Cuaca: Perang Khaibar terjadi di pagi hari. Rasulullah saw. dan pasukannya datang diam-diam, lalu menyerang saat fajar ketika penduduk benteng keluar membuka ladang.

Makna Strategis:

Cuaca pagi di dataran tinggi Khaibar dingin dan berkabut.

Musuh tidak siap, kaget, dan tidak sempat kembali ke posisi bertahan.

“Kami mendatangi Khaibar di pagi hari. Penduduknya keluar membawa cangkul dan keranjang. Ketika melihat kami, mereka berteriak, ‘Muhammad dan pasukannya!’ lalu mereka melarikan diri ke dalam benteng.” (HR. Bukhari)

Pengelolaan Waktu: Rasulullah saw. memilih jam paling tenang, ketika musuh dalam keadaan paling santai. Waktu adalah alat kejutan yang lebih tajam dari senjata.



Waktu dan Cuaca Bukan Netral, Tapi Senjata

Rasulullah saw. mengajarkan bahwa waktu bukan angka, tapi keputusan. Dan cuaca bukan hambatan, tapi alat ilahi. Dari hujan di Badar, matahari Uhud, dingin Khandaq, hingga subuh Khaibar, semua menjadi bagian dari strategi kenabian.

Hari ini, pejuang Gaza membaca siang dan malam seperti Rasulullah membaca langit Madinah. Mereka menyerang saat musuh lelah, bersembunyi saat drone buta karena kabut, dan bertahan saat malam menutupi langkah mereka.

Karena langit selalu berpihak pada mereka yang membaca waktu dengan iman dan bertindak dengan hikmah.

Strategi Rasulullah dalam Dimensi Geospasial Sebelum Pertempuran  Oleh: Nasrulloh Baksolahar Di setiap medan perang, sebelum sen...

Strategi Rasulullah dalam Dimensi Geospasial Sebelum Pertempuran 

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Di setiap medan perang, sebelum senjata diangkat dan takbir dikumandangkan, Rasulullah ï·º terlebih dahulu mengamati tanah, membaca arah angin, menghitung jarak, dan menakar langkah. Dalam sunyi malam atau terik siang, beliau tidak pernah mengandalkan keberanian saja—melainkan perhitungan matang terhadap ruang dan waktu.

Inilah sisi Rasulullah yang sering luput dari sorotan: beliau adalah pemimpin strategis yang menjadikan peta sebagai bagian dari iman. Badar dimenangkan bukan oleh jumlah, tapi oleh posisi. Uhud hampir diraih, tapi jatuh karena satu celah terbuka. Khandaq dipagari bukan oleh dinding, tapi oleh parit. Khaibar ditaklukkan bukan dengan frontal, tapi dengan pembacaan struktur benteng yang cermat.

Hari ini, kita menyaksikan Gaza—sebidang tanah kecil yang dikepung dari segala arah—berubah menjadi labirin perlawanan. Dunia bertanya: bagaimana mungkin pejuang tanpa angkatan udara, tanpa peluru pintar, dan tanpa negara, mampu memukul mundur pasukan yang digelari tak terkalahkan? Jawabannya sederhana: karena mereka membaca tanah sebagaimana Rasulullah ï·º dahulu membaca medan.



Mengapa Pemetaan Wilayah Adalah Kunci Kemenangan?

Setiap perang adalah benturan kekuatan. Tapi kekuatan bukan semata jumlah pasukan atau senjata. Salah satu kunci kemenangan adalah pemahaman terhadap wilayah pertempuran.

Pemetaan wilayah berarti:

1. Mengetahui kontur tanah: datar, bukit, lembah, batu, atau rawa.
2. Mengenali jalur suplai dan air, tempat persembunyian, jalur pelarian.
3. Membedakan antara tempat bertahan dan tempat menyerang.

Dalam strategi Rasulullah saw., pemetaan wilayah selalu dilakukan sebelum pertempuran dimulai. Dan setelahnya, barulah:

1. Penempatan pasukan ditentukan secara taktis.

2. Pengelompokan pasukan berdasarkan fungsi: infanteri, pemanah, pasukan kavaleri.

3. Simulasi skenario pertempuran, termasuk rute mundur atau jebakan musuh.



Perang Badar: Menguasai Sumur, Mengunci Jalur

Medan:
Tanah lapang berpasir di Badar, dengan beberapa sumur air strategis.

Pemetaan:
Rasulullah saw. dan para sahabat awalnya berkemah di tempat yang tidak terlalu menguntungkan. Namun Hubab bin Mundzir mengajukan usulan:

"Wahai Rasulullah, jika ini bukan wahyu, melainkan strategi, maka izinkan aku menyarankan: kita tempati sumur paling dekat dari musuh, keringkan sumur lainnya, dan cegah mereka dari air."

Rasulullah menerima masukan itu dan memindahkan posisi pasukan.

Hasil:
Musuh kehausan, pasukan Muslim tetap bugar. Pemetaan air = pemetaan kemenangan.



Perang Uhud: Bukit yang Dikhianati

Medan:
Lembah luas di kaki Gunung Uhud, dengan jalur sempit di belakangnya.

Pemetaan:
Rasulullah saw. memetakan kemungkinan serangan kavaleri musuh. Maka beliau menempatkan 50 pemanah di atas Bukit Rumat, dengan pesan keras: "Jangan tinggalkan pos kalian meski kalian melihat kami menang atau kalah."

Krisis:
Sebagian pemanah turun lebih awal, celah terbuka, dan Khalid bin Walid (saat itu di pihak Quraisy) memutar dari belakang.

Pelajaran:
Pemetaan telah tepat, tapi disiplin menjaga posisi adalah ujian keimanan dalam strategi.



Perang Khandaq: Kota Dilindungi Parit

Medan:
Madinah dikepung bukit batu, tapi hanya sisi utara yang terbuka.

Pemetaan:
Atas saran Salman al-Farisi, parit digali sepanjang sisi utara, tempat yang terbuka untuk serangan. Wilayah barat dan timur sudah tertutup oleh kebun dan bangunan padat. Selatan terlindungi oleh pemukiman Bani Quraizhah (yang awalnya bersumpah setia).

Strategi:
Gali parit bukan untuk menyerang, tapi mengunci musuh. Pertahanan kota = pasukan tak perlu maju jauh.

Hasil:
Pasukan musyrik berbulan-bulan terjebak tanpa bisa masuk. Cuaca dan kebosanan memecah mereka sendiri.



Perang Khaibar: Mengurai Benteng, Menaklukkan Satu per Satu

Medan:
Wilayah pertanian dan perkebunan luas, dengan beberapa benteng kuat yang saling terpisah.

Pemetaan:
Alih-alih menyerang semua sekaligus, Rasulullah saw. mengelompokkan benteng dan menyerangnya satu demi satu:
Benteng Na’im, Benteng Qamus dan Benteng Al-Wathih.

Strategi:
Isolasi logistik tiap benteng, kejut psikologis, dan pengepungan rapi.

Taktik:
Gunakan kavaleri untuk menghalau pasukan bantuan. Serbu saat musuh kelelahan atau kehabisan stok makanan.



Dari Khaibar ke Gaza: Peta Adalah Senjata Baru

Hari ini, Gaza yang kecil dan terkepung adalah simbol kemenangan dari bawah. Tapi kemenangan mereka bukan tanpa ilmu.

Pejuang Gaza memetakan:

1. Jalur bawah tanah seperti saluran air dan gorong-gorong.
2. Jaringan komunikasi antar wilayah.
3. Rute penyergapan tank dan penembak jitu.
4. Wilayah padat penduduk sebagai tameng sipil, yang secara etika menjebak Israel pada dilema hukum internasional.

Mereka memetakan peta bawah tanah dan psikologi tentara Israel. Maka tank pun bisa dihancurkan oleh anak muda bersendal jepit, karena ia tahu celah tank—bukan hanya titik lemah mesinnya, tapi kelelahan mental pengendaranya.

Gaza adalah Badar yang lain. Tapi medan telah berubah dari pasir ke terowongan, dari sumur ke bunker, dari Jabal Rumat ke menara apartemen.



Peta Tak Pernah Netral

Pemetaan wilayah bukan hanya untuk militer. Ia adalah ilmu membaca ruang dan strategi membangun harapan. Rasulullah saw. memetakan tanah agar darah tak tumpah sia-sia. Pejuang Gaza memetakan reruntuhan untuk membangkitkan kehormatan.

Dan hari ini, pertanyaannya untuk kita:
Sudahkah kita memetakan wilayah perjuangan kita masing-masing? Atau kita masih bertempur dalam gelap, tanpa arah dan ilmu?

Mengapa Kekuasaan Besar Justru Runtuh dari Dalam? Oleh: Nasrulloh Baksolahar “Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, ...

Mengapa Kekuasaan Besar Justru Runtuh dari Dalam?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar



“Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, ketika melihat dirinya cukup.”
(QS. Al-‘Alaq: 6–7)

Kekuasaan tak runtuh karena musuh dari luar. Ia hancur karena penyakit dari dalam: kerakusan, kesombongan, dan obsesi untuk menghancurkan musuh tanpa sisa. Sepanjang sejarah, tirani tak pernah lama. Bukan karena lemahnya senjata, tapi karena terlalu percaya diri pada senjata itu sendiri.

Dua tokoh dalam sejarah dan masa kini bisa menjadi cermin: Firaun, penguasa Mesir kuno, dan Netanyahu, pemimpin Israel modern. Keduanya berdiri di puncak kuasa, mengendalikan kekuatan militer, ekonomi, dan media. Tapi keduanya juga memperlihatkan gejala klasik dari keruntuhan: menguatkan kendali, tapi kehilangan kepercayaan; memenjarakan perbedaan, tapi dibelah oleh retakan internal.



Kerakusan Melemahkan Kekuasaan

Firaun memonopoli sumber daya Mesir, dibantu Qarun, si penguasa harta. Tapi justru kerakusan ini menciptakan ketimpangan sosial, ketakutan struktural, dan kemarahan rakyat. Kekuasaan yang hanya mengalir ke atas akan membusuk di atas, lalu retak ke bawah.

Netanyahu juga dibekingi oleh para oligark Yahudi global, elite ekonomi, dan perusahaan pertahanan. Tapi Gaza yang diratakan hingga ke fondasinya justru membuat Israel kehilangan simpati dunia, menguras anggaran, dan melemahkan ekonomi domestik. Kekuasaan yang rakus membakar apa saja—termasuk fondasinya sendiri.

Ketika kekuasaan mengubah semua menjadi miliknya, ia tak menyisakan tempat untuk menopang dirinya.



Kesombongan Menjadi Lubang Pertama di Dinding Kekuasaan

Firaun berkata:

“Akulah tuhan kalian yang tertinggi.” (QS. An-Nazi’at: 24)

Ia percaya kekuasaannya tak terbatas. Tapi justru karena terlalu yakin bahwa tak ada yang bisa mengalahkannya, ia menolak semua kritik. Bahkan ketika pejabat istana sendiri mengingatkan, ia tetap mengejar Musa sampai ke laut.

Netanyahu berkata:

“Tidak akan ada kekuasaan Palestina di Gaza selama saya hidup.” (2024)

Ia menolak semua usulan pasca-perang, bahkan dari Menteri Pertahanannya. Ia mengecam jenderal-jenderalnya, membungkam peringatan para analis. Tapi dari dalam sistemnya sendiri, kabinet perang runtuh, IDF bersuara, rakyat muak. Kesombongan tidak membuat langit tunduk—ia hanya membuat lantai tempat kita berdiri retak pelan-pelan.

Kesombongan itu seperti membangun istana megah di atas pasir: megah, tapi tak bertahan.



Penghancuran Total Justru Memunculkan Kekuatan Baru

Firaun ingin menghancurkan Musa, bahkan membunuh seluruh bayi Bani Israil demi mematikan benih kenabian. Tapi yang ia basmi justru melahirkan gelombang keimanan. Tongkat Musa mengalahkan sihir. Laut pun memilih Musa.

Netanyahu ingin menghancurkan Hamas hingga ke akar. Tapi setelah berbulan-bulan menggempur, dukungan terhadap Hamas di Gaza meningkat, resistensi tak padam, dan generasi baru pejuang lahir di bawah reruntuhan. Upaya mematikan justru melahirkan keyakinan.

Mereka yang menindas kebenaran dengan kekerasan, justru memberi cahaya baru bagi kebenaran itu untuk bersinar.



Diktator Tidak Pernah Menguatkan Kekuasaan

Firaun bukan hanya penguasa; ia adalah diktator spiritual, politis, dan simbolik. Tapi kekuasaan yang berdiri tanpa koreksi tak akan lama. Bahkan sihir pun tak bisa menutupi ketelanjangan otoritas. Ketika para ahli sihir sujud kepada Musa, dunia tahu bahwa Firaun bukan siapa-siapa.

Netanyahu bukan diktator secara formal. Tapi dalam praktik, ia bertindak tanpa mendengar. Ia abaikan nasihat, usulan, bahkan kritik internal. Ia bertahan bukan karena visi, tapi karena kekacauan koalisinya lebih takut jika ia tumbang.

Seorang diktator tak pernah kuat karena sendirinya. Ia hanya terlihat kuat karena semua orang takut bicara.



Mengapa Kekuasaan Besar Justru Runtuh dari Dalam?

Karena kekuasaan adalah ujian, bukan hak milik.
Karena kekuasaan tanpa moral hanya menciptakan kehancuran yang angkuh.
Karena saat semua orang takut pada pemimpin, tak ada yang berani berkata: “Itu jalan yang salah.”

Firaun tenggelam bukan karena Musa lebih kuat, tapi karena ia menolak peringatan dari dalam.
Netanyahu sedang digiring oleh sejarah ke jalan yang sama: menolak kritik, menyalahkan bawahan, dan menutup diri dari solusi.

Jika sejarah berulang, bukan Hamas yang akan menjatuhkan Netanyahu. Melainkan Netanyahu sendiri, yang menolak mendengar suara nurani dari dalam sistemnya.

“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru ke neraka.” (QS. Al-Qashash: 41)





Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) Nasrulloh Baksolahar (1) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (230) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (497) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (239) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (150) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)