Kapan Datangnya Keadilan Allah yang Mengazab Israel, Pelaku Genosida di Gaza?
Sebagai renungan tauhid-keadilan dalam cermin Surah Gāfir ayat 78
“Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum kamu … Tidak ada seorang rasul pun membawa suatu mukjizat, kecuali dengan izin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskanlah segala perkara dengan adil. Ketika itu, rugilah para pelaku kebatilan.”
(Gāfir: 78)
Pertanyaan — “Kapan keputusan Allah yang adil menimpa pelaku genosida Israel di Gaza datang?” — berada di titik persimpangan antara iman, keadilan Ilahi, dan sunatullah (aturan Allah dalam sejarah). Al-Qur’an memang tidak memberikan tanggal pasti kapan “putusan” itu terjadi, tetapi ia memberi tahu pola-pola tetap bagaimana kaum zalim pada akhirnya akan dihadapkan dengan keadilan-Nya. Jika kita membaca ayat ini dalam konteks yang lebih luas, muncul empat tanda besar bahwa keputusan Allah sudah bergerak, meskipun belum selesai.
---
1. Keadilan Allah bergerak lewat sejarah, bukan hanya lewat petir dari langit
Ayat 78 memberi tahu bahwa keputusan Allah bisa datang setelah masa ujian panjang—ketika kebenaran dan kebatilan masih bercampur, manusia diberi waktu untuk mengungkapkan pilihan mereka, dan ketika akhirnya “perintah Allah datang” maka perkara diputuskan dengan adil.
Sejarah para nabi menunjukkan bahwa kaum-kaum seperti Fir‘aun, kaum ‘Ad, kaum Samud, dan Bani Israil yang mendustakan nabi mereka — semua diberi masa panjang; kemudian keputusan Allah datang. Dengan demikian, keputusan Allah terhadap pelaku genosida di Gaza “pasti datang”, namun dalam irama sejarah yang hanya Allah ketahui.
Ulama seperti Ibn Kathīr memaparkan bahwa azab atau keputusan Ilahi ditangguhkan bukan karena kelemahan Allah, tetapi karena hikmah-Nya — agar hujjah (argumen) bisa sempurna, agar pilihan manusia bisa nyata.
---
2. Ketika kebenaran sudah ditegakkan di muka bumi, tetapi masih ditentang dengan darah
Dalam banyak tafsir dikatakan: keputusan Allah (قُضِيَ بِالْحَقّ) datang ketika kezaliman sudah mencapai batas maksimal — ketika darah anak-anak tertumpah, ketika bumi yang amanah dihancurkan, ketika manusia menutup pintu damai yang dibuka oleh Allah.
Konteks Gaza menunjukkan bahwa: ribuan anak tewas, infrastuktur hancur, blokade dan pendudukan terus berjalan — menurut laporan PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan. Ini menandakan fase sebelum keputusan mutlak: قبْلَ القَضَاءِ.
Seperti firman Allah:
“Dan sungguh, Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri sebelum Dia mengutus di ibu kota mereka seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka.”
(Al-Qashash: 59)
Artinya, Allah terlebih dahulu menegakkan hujjah di muka bumi — kebenaran yang tak bisa disangkal — barulah keputusan akan datang. Dan sekarang hujjah telah banyak, sehingga yang tertunda hanyalah waktu.
---
3. Tanda-tanda bahwa keputusan Allah mulai tampak: keguncangan dari dalam
Para mufasir seperti al-Rāzī mencatat bahwa ketika keputusan Allah mendekat, kaum yang zalim akan diguncang dari dalam—meskipun belum jatuh secara fisik.
Beberapa fakta terkini yang mencerminkan ini:
Di dalam Israel sendiri muncul protes besar terhadap pemerintahnya: ribuan warga menolak perang Gaza, menuntut perdamaian dan pembebasan sandera.
Data menunjukkan tingkat emigrasi warga Israel meningkat drastis—yang menandakan rasa aman yang semakin rapuh.
Putusan hukum internasional yang menolak legitimasi pendudukan Israel: International Court of Justice menyatakan kehadiran Israel di wilayah pendudukan ilegal.
Inilah fase awal dari خَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ — mereka yang batil sudah mulai merugi, bahkan sebelumnya azab zahir turun. Sebelum air menenggelamkan Fir‘aun, Allah telah menenggelamkan rasa aman di dadanya.
---
4. Keadilan Allah sering datang melalui tangan hamba-Nya
Allah berfirman:
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang zalim menguasai sebagian yang lain, disebabkan apa yang mereka kerjakan.” (Al-An‘ā m: 129)
“Dan Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (Ar-Ra‘d: 11)
Artinya: keputusan Ilahi sering melalui tangan manusia — melalui gerakan moral, kesadaran bangsa, lembaga hukum internasional — bukan selalu bom atau gempa.
Contoh:
PBB menambahkan puluhan perusahaan ke daftar hitam karena terlibat dalam pemukiman Israel.
Para donor dan negara menuntut reformasi jerih pendidikan dan penyelesaian damai.
Semua ini adalah bagian dari سُنَنُ اللَّهِ — bagaimana keadilan Ilahi bekerja lewat manusia juga.
---
Lima fakta nyata yang dilakukan Israel — yang dianggap menolong keberadaan mereka, namun sebenarnya menghancurkannya
1. Ekspansi pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur — Israel legalisasi dan rencana pembentukan 22 permukiman baru, yang dikutuk sebagai pelanggaran hukum internasional.
2. Penegakan blokade dan perang terus-menerus di Gaza, dengan hasil kerusakan masif dan kehilangan legitimasi di mata dunia.
3. Pengabaian norma hukum internasional — keputusan ICJ bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina adalah “tidak sah”.
4. Krisis internal yang membesar — demonstrasi besar di Israel serta pelarian warganya sebagai tanda rapuhnya sistem.
5. Penurunan soft power dan isolasi diplomatik — dukungan internasional bagi Israel mulai menipis karena persepsi moral yang memburuk.
Semua fakta ini menunjukkan bahwa meskipun banyak tindakan yang dianggap “menolong keberadaan” Israel, realitasnya adalah melemahkan legitimasi moral, politik, dan strategis mereka.
---
Kutipan dari ulama tafsir
Al-Ghazzālī: “Jika kekuasaan dijalankan tanpa keadilan, maka ia menjadi penebar ketakutan bukan pengayom.”
Sayyid Qutb (dalam Ma‘ālim fī al-Tharīq): “Pendidikan benar ialah membangkitkan kesadaran, bukan membelenggu manusia dalam kekuasaan.”
Keduanya mengingatkan kita bahwa kekuasaan tanpa moralitas akan roboh—dan ini cocok dengan pola sejarah: kaum yang menindas akhirnya ditinggalkan oleh waktu dan kebenaran.
---
Gaza sebagai medan keputusan moral dunia
Gaza hari ini adalah cermin besar: bukan hanya konflik wilayah, tetapi pertaruhan nurani dunia.
Siapakah yang masih bisa diam ketika anak-anak menanti malam dan adzan di tengah reruntuhan?
Siapakah yang masih membisu ketika suara doa tertahan oleh bom dan debu?
Surah Gāfir mengingatkan kita bahwa keputusan Allah bukan hanya berupa “hukuman” tapi juga penyingkap siapa manusia sebenarnya. Gaza menjadi medan ujian: bukan hanya bagi yang menindas, tetapi juga bagi yang berpihak atau diam terhadap kezaliman.
“Apabila telah datang perintah Allah, diputuskanlah segala perkara dengan adil.” (Gāfir: 78)
Mungkin keputusan itu sudah mulai — bukan sebagai ledakan besar, tapi sebagai keruntuhan lembut: kehilangan legitimasi, runtuhnya dukungan moral, bangkitnya suara‐suara damai.
---
Penutup reflektif
Ketika kekuasaan menolak cahaya, maka cahaya itu tetap menyinari.
Dalam sejarah para rasul, kita belajar: kekuasaan zaman ini akan diganti oleh keadilan Tuhan kemudian.
Sedangkan bagi mereka yang menderita, keadilan itu mungkin belum nampak secara penuh — tapi sudah berjalan.
Kita dipercaya untuk menjadi bagian dari lautan hujjah: berbicara ketika perlu, bertindak ketika bisa, menolak ketika hak dipinggirkan.
Karena ketika keadilan Tuhan menampakkan dirinya, bukan hanya pelaku kezaliman yang akan berhadapan — tetapi mereka yang diam saat darah mengalir akan diuji juga.
Semoga tulisan ini menjadi renungan — bukan hanya untuk mereka yang melihat dari luar Gaza, tetapi untuk kita semua yang hidup dengan keimanan bahwa Tuhan tidak pernah melupakan, dan keadilan-Nya tidak pernah tertunda tanpa hikmah.
0 komentar: