Sultan-Sultan Kalimantan: Melunasi Utang demi Kehormatan Rakyat
Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: Nasrulloh Baksolahar
Tanah Kalimantan bukan hanya kaya akan hutan dan tambang, tetapi juga sarat dengan sejarah kesultanan Islam yang berdaulat. Di antara yang paling dikenal adalah Kesultanan Banjar, Kutai Kartanegara, Pontianak, dan Sambas. Para sultan di wilayah ini tidak hanya menjadi pemimpin spiritual, tetapi juga pelindung ekonomi umat.
Mereka tidak membiarkan rakyat ditindas oleh sistem utang kolonial, dan ketika rakyat jatuh ke dalam lilitan utang karena pajak dan tipu daya dagang asing, para sultan tampil ke depan: melunasi utang, menolak riba, dan membangun sistem ekonomi Islam berbasis zakat, wakaf, dan keadilan.
1. Sultan Sulaiman (Kutai Kartanegara): Melunasi Utang Petani dan Menolak Riba
Sultan Sulaiman (abad ke-19) dari Kesultanan Kutai Kartanegara terkenal dengan sikapnya yang tegas terhadap praktik utang berbunga yang dilakukan oleh pedagang Cina dan perantara Belanda. Di masa kekeringan, banyak rakyat yang meminjam beras dan uang dengan bunga tinggi.
Sultan memerintahkan:
Pembentukan baitul mal untuk melunasi utang para petani
Penghapusan bunga dalam transaksi dagang antar sesama Muslim
Larangan menyita tanah atau rumah rakyat karena utang pokok kecil
Ia berkata dalam musyawarah adat:
“Rakyat bukan barang gadai. Negeri ini bukan ladang riba.”
2. Sultan Adam Al-Watsiq Billah (Banjar): Menghapus Utang Kolonial dan Pajak Penindas
Sultan Adam (memerintah 1825–1857), penguasa besar Kesultanan Banjar, menghadapi tekanan Belanda yang mulai menerapkan sistem utang dan monopoli hasil bumi. Ia menolak kebijakan utang Belanda yang akan mengikat kesultanan dan mengurangi kedaulatan dalam perdagangan.
Ia melakukan:
Pelunasan utang rakyat kepada saudagar asing dengan kas negara
Membatalkan perjanjian yang memaksa Banjar berutang kepada Belanda
Melindungi tanah ulayat rakyat dari penyitaan akibat utang
Ia berkata:
“Kita tidak akan menjual kemerdekaan dengan emas pinjaman.”
3. Sultan Abdurrahman (Pontianak): Menolong Rakyat dari Utang Kapal dan Dagang
Di Kesultanan Pontianak, Sultan Abdurrahman dikenal sebagai pemimpin pedagang yang saleh. Di tengah ekspansi VOC dan kemudian pemerintah kolonial Hindia Belanda, banyak nelayan dan saudagar kecil yang terjerat utang dalam perdagangan laut.
Sang sultan membentuk:
Dana khusus kesultanan untuk menebus kapal nelayan yang digadaikan
Sistem koperasi syariah untuk menghindarkan rakyat dari rentenir Tionghoa
Penyuluhan kepada rakyat agar menghindari utang konsumtif dan bunga tinggi
4. Sultan-Sultan Sambas: Melunasi Utang Warga dan Mengatur Keadilan Ekonomi
Di daerah Sambas, para sultan seperti Sultan Muhammad Syafiuddin II juga terlibat aktif membela rakyat dari beban ekonomi. Ketika rakyat tak mampu membayar pajak atau cicilan kepada pedagang asing, beliau seringkali melunasi utang tersebut secara pribadi atau dari zakat istana.
Ia menyampaikan kepada para ulama:
“Jangan biarkan rakyat menjual tanahnya demi beras. Negeri ini harus menjamin perut dan kehormatan mereka.”
5. Prinsip Bersama Para Sultan Kalimantan: Utang Adalah Amanah Sosial
Dalam adat dan syariat yang dianut para sultan di Kalimantan, utang bukan hanya masalah individu. Bila utang itu mendera rakyat secara sistemik, maka pemerintah wajib hadir menolong. Prinsip ini sejalan dengan hadits Nabi ï·º:
“Siapa yang mati dalam keadaan berutang, maka jiwanya tergantung hingga utangnya dibayarkan.”
(HR. Tirmidzi)
Maka para sultan menjadikan pelunasan utang rakyat sebagai bagian dari amanah agama dan kepemimpinan.
Penutup: Kepemimpinan Islam, Bebas dari Belenggu Utang
Para sultan Kalimantan membuktikan bahwa pemimpin sejati bukan yang memperkaya istana, tapi yang melunasi beban rakyatnya. Mereka sadar bahwa:
Utang bisa menjadi alat penjajahan
Ekonomi umat harus dibangun tanpa riba
Keadilan ekonomi adalah pilar dari kekuasaan yang sah
“Lebih baik negeri ini miskin tapi bebas, daripada kaya tapi tergadai.”
— Pesan Para Sultan Kalimantan
0 komentar: