Sultan Ageng Tirtayasa: Melunasi Utang, Menjaga Marwah Kesultanan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Sultan Ageng Tirtayasa (1631–1692), pemimpin besar Kesultanan Banten, adalah sosok yang bukan hanya ahli strategi militer dan politik, tetapi juga seorang pemimpin yang tegas dalam urusan ekonomi, terutama dalam soal utang, kedaulatan, dan keadilan bagi rakyatnya.
Saat beliau memimpin (1651–1682), Banten menjadi salah satu pusat perdagangan Islam yang paling maju di Nusantara. Kapal-kapal dagang dari Arab, Persia, India, Cina, bahkan Eropa, bersandar di Pelabuhan Banten. Namun di balik kejayaannya, terdapat tantangan besar: penetrasi Belanda melalui utang dan monopoli.
---
1. Utang Rakyat kepada Pedagang Asing dan Rentenir Tionghoa
Seiring berkembangnya perdagangan, sebagian rakyat Banten—terutama pedagang kecil dan petani—mulai terjerat utang kepada pedagang besar, baik lokal maupun asing. Banyak dari mereka akhirnya kehilangan tanah atau kendali atas usahanya.
Sultan Ageng, yang dikenal dekat dengan ulama dan rakyat, tidak tinggal diam.
Ia memerintahkan agar:
Utang-utang rakyat miskin didata dan diteliti keadilannya
Tanah rakyat tidak boleh diambil hanya karena utang tanpa proses syar’i
Bila terbukti zalim, rentenir dipaksa membebaskan utang atau diganti dengan tebusan dari baitul mal
---
2. Melunasi Utang Negara Tanpa Menjual Kedaulatan
VOC (Belanda) berkali-kali menawarkan "bantuan pinjaman" untuk pembangunan pelabuhan dan militer. Namun Sultan Ageng selalu menolak dengan tegas:
> “Lebih baik kita miskin, tapi merdeka. Utang kepada penjajah adalah jalan menuju perbudakan.”
Sebaliknya, Sultan menjual sebagian harta milik pribadi dan keluarga istana untuk membayar biaya pembangunan pelabuhan, gudang, dan benteng. Ia juga:
Menarik zakat dan wakaf dari saudagar kaya
Mengurangi beban pajak rakyat miskin
Menghindari pinjaman luar negeri yang menjebak
---
3. Membentuk Dana Negara untuk Pelunasan Utang Umat
Sultan Ageng membentuk semacam baitul mal dari hasil:
Pajak perdagangan internasional
Pendapatan dari perkebunan lada
Sumbangan saudagar muslim
Dana ini digunakan untuk:
Membebaskan rakyat dari jeratan utang
Mendanai pendidikan pesantren
Menolong para petani dan nelayan yang terjerat rentenir
Ia pernah berkata kepada para ulama dan wazir:
> “Negara ini tidak berdiri untuk memperkaya bangsawan, tapi untuk menjaga kehormatan umat. Tidak boleh ada rakyat yang dipenjara karena utang.”
---
4. Wasiat Ekonomi: Jangan Wariskan Beban, Wariskan Kehormatan
Setelah ditangkap VOC karena konspirasi anak kandungnya sendiri (Sultan Haji), Sultan Ageng dipenjara dan wafat dalam tahanan. Namun sebelum itu, ia meninggalkan pesan ekonomi yang agung kepada pengikut setianya:
> “Jangan pernah menjual tanah Banten kepada penjajah, walau mereka datang membawa emas. Dan jangan biarkan rakyat kalian hidup dalam utang, karena utang itu menumbuhkan penindasan.”
---
Penutup: Utang Bukan Sekadar Angka, Tapi Ujian Marwah
Sultan Ageng Tirtayasa adalah contoh nyata bahwa pemimpin sejati tak hanya membangun dengan batu bata, tapi juga dengan kehormatan dan keberanian moral. Ia memilih melunasi utang rakyat daripada membangun istana emas. Ia memilih hidup sederhana dan merdeka, daripada kaya tapi terikat kepada penjajah.
> “Kemerdekaan adalah saat rakyat bebas dari rasa takut, dari lapar, dan dari tekanan utang.”
— Sultan Ageng Tirtayasa
0 komentar: