Sultan-Sultan Demak: Melunasi Utang Rakyat, Menjaga Martabat Islam
Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT
Kesultanan Demak (±1475–1554 M), sebagai kerajaan Islam pertama di tanah Jawa, bukan hanya simbol kejayaan dakwah Walisongo, tapi juga pelopor sistem pemerintahan Islam yang adil dan berpihak pada rakyat kecil.
Dalam perjalanan sejarahnya, para Sultan Demak dikenal sangat berhati-hati terhadap urusan utang, riba, dan ketergantungan ekonomi, terutama pada masa transisi dari sistem Hindu-Jawa yang masih mengenal rente dan perbudakan ekonomi.
1. Raden Patah (Sultan Pertama Demak): Membebaskan Rakyat dari Jerat Utang Feodal
Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak dan murid Sunan Ampel, melihat langsung penderitaan rakyat akibat sistem persewaan tanah dan pajak feodal Majapahit yang membuat banyak petani dan rakyat jelata jatuh miskin dan berutang.
Langkah pentingnya:
Menghapus pajak berat warisan Majapahit
Menghapus sistem ijon dan rente hasil panen
Melunasi utang-utang rakyat kecil melalui dana wakaf istana dan zakat para saudagar Muslim
Raden Patah menyampaikan dalam khutbahnya:
“Negeri Islam tak boleh membiarkan rakyatnya menjual anak-anaknya karena utang.”
2. Sultan Trenggono: Membentuk Dana Sosial Islam untuk Menanggulangi Utang Rakyat
Sultan Trenggono (1521–1546), sultan terbesar Kesultanan Demak, dikenal sangat memperhatikan pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Di tengah ekspansi militer dan dakwah ke Pajang, Mataram, hingga Pasuruan, ia tetap mengatur lembaga sosial yang bertujuan melunasi utang rakyat miskin.
Kebijakan pentingnya:
Membentuk lembaga pengelola zakat dan wakaf negara (cikal bakal baitul mal)
Menebus tanah rakyat yang digadaikan kepada saudagar asing dan Cina peranakan
Menyediakan pinjaman tanpa riba untuk pedagang Muslim kecil dan petani
Beliau dikenal sering turun langsung ke pasar-pasar untuk memeriksa keadilan harga dan kasus utang rakyat.
“Pemimpin sejati bukan yang membangun tembok tinggi, tapi yang meruntuhkan beban utang rakyat.” — Sultan Trenggono
3. Keterlibatan Walisongo dalam Urusan Utang Rakyat
Kesultanan Demak tidak bisa dilepaskan dari bimbingan spiritual dan sosial para Walisongo, yang sangat tegas terhadap praktik riba dan utang yang menindas. Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Bonang adalah pelopor ekonomi kerakyatan Islam berbasis wakaf dan koperasi syariah.
Sunan Kalijaga menulis dalam petuahnya:
“Siapa yang memberi pinjaman tanpa menindas, maka Allah akan menanamkan berkah di sawah dan usahanya.”
Karena itulah, sultan-sultan Demak meneladani ajaran ini dalam bentuk nyata: melunasi utang rakyat lewat dana istana dan wakaf para saudagar Muslim.
4. Keteladanan dalam Wasiat Sultan Demak
Dalam catatan lisan dan naskah-naskah Jawa Islam, dikisahkan bahwa para Sultan Demak mewasiatkan agar para penerusnya tidak hidup dalam utang kepada kekuatan asing, apalagi menjual tanah atau hak-hak rakyat demi proyek kekuasaan.
Dalam sebuah suluk tua disebutkan:
“Yen sultan ngadhepi rakyat kang kasangsaran awit utang, kudune sultan nuwuhake welas lan tumandang gawe pamulih.”
(Jika seorang sultan melihat rakyatnya menderita karena utang, maka ia wajib menumbuhkan kasih dan bertindak untuk menyelamatkan.)
Penutup: Islam, Utang, dan Kepemimpinan
Para Sultan Demak menunjukkan bahwa kepemimpinan Islam bukan hanya soal kekuasaan politik, tetapi juga keberpihakan pada ekonomi rakyat. Dalam dunia yang semakin dikendalikan oleh utang dan rente, mereka hadir sebagai contoh bahwa:
Negara wajib membantu rakyat keluar dari utang menindas
Utang bukan sekadar persoalan individu, tapi amanah sosial
Islam menawarkan sistem ekonomi yang membebaskan, bukan menjerat
“Lebih baik negara kecil tapi bebas dari utang, daripada besar tapi tergadaikan martabatnya.”
0 komentar: