Kisah Sultan Nuruddin Zanki dan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam Melunasi Utang
Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT
Kisah Sultan Nuruddin Zanki dan Shalahuddin Al-Ayyubi dalam melunasi utang adalah bagian dari warisan emas kepemimpinan Islam yang berlandaskan keadilan, amanah, dan tanggung jawab sosial. Keduanya bukan hanya dikenal sebagai pemimpin militer yang berjaya, tetapi juga sebagai penguasa yang sangat peduli terhadap rakyat, ulama, dan kehormatan umat, termasuk dalam urusan utang.
1. Sultan Nuruddin Mahmud Zanki (w. 569 H / 1174 M)
Sang “Penegak Keadilan” yang Tak Membiarkan Rakyat Terhina Karena Utang
Sultan Nuruddin dikenal sangat adil, tegas, dan mencintai ilmu serta ulama. Ia banyak membangun rumah sakit, madrasah, dan lembaga sosial berbasis wakaf dan Baitul Mal.
a. Melunasi Utang Ulama dan Fakir Miskin
Dalam kitab Siyar A‘lām an-Nubalā’, Imam Adz-Dzahabi menyebut bahwa Nuruddin Zanki:
"Tidak membiarkan satu pun ulama atau fakir miskin yang wafat dengan meninggalkan utang, melainkan ia akan melunasinya dari kas negara atau wakaf pribadi."
Suatu hari, seorang guru besar ilmu fikih wafat, dan keluarganya terjerat utang. Nuruddin berkata kepada wazirnya:
“Orang yang mengajar ilmu Allah tidak boleh mati dalam keadaan hina karena dunia. Lunasi utangnya. Dan muliakan keluarganya.”
b. Menghapus Utang Rakyat di Daerah Perang
Di masa perang Salib, banyak rakyat kehilangan harta dan terlilit utang. Nuruddin memerintahkan:
“Catat semua utang petani, janda, dan yatim karena perang. Jika bukan karena penipuan, maka lunasi dengan kas jihad dan sedekah negara.”
Pelajaran: Nuruddin mengerti bahwa jihad tidak hanya di medan perang, tapi juga membebaskan umat dari beban ekonomi yang menjerat harga diri.
2. Shalahuddin Al-Ayyubi (w. 589 H / 1193 M)
Pembebas Yerusalem yang Mengembalikan Martabat Umat—Termasuk dari Jerat Utang
Shalahuddin dikenal bukan hanya sebagai pahlawan Perang Salib, tapi juga sebagai pemimpin zuhud dan penuh empati terhadap beban rakyat.
a. Melunasi Utang Ulama, Prajurit, dan Pejuang
Setelah Fathu al-Quds (1187 M), banyak pejuang gugur dan meninggalkan keluarga dengan utang. Shalahuddin berkata:
“Para syuhada telah membayar dengan darah mereka. Biarlah negara yang membayar utang mereka.”
Ia menunjuk seorang qadhi dan amil untuk mendata seluruh utang para prajurit, ulama, dan keluarga fakir. Lalu semuanya dilunasi dari kas negara dan harta pribadi Shalahuddin.
b. Meninggal Dunia Dalam Keadaan Tidak Meninggalkan Utang
Menjelang wafat, Shalahuddin berpesan kepada anak-anak dan wazirnya:
“Pastikan tidak ada satu pun utang yang belum aku lunasi. Jika ada, bayar dari hartaku. Jika tidak cukup, jual apa yang kumiliki.”
Diceritakan oleh sejarawan:
“Saat wafat, Shalahuddin hanya meninggalkan satu dinar dan satu dirham, serta tidak memiliki rumah pribadi.”
— (Ibn al-Atsir, al-Kāmil fi at-Tārīkh)
Pelajaran: Shalahuddin menunjukkan bahwa pemimpin besar sejati tidak meninggalkan dunia dengan membawa beban manusia lain, meski ia memiliki kekuasaan luas.
Kesamaan Kedua Pemimpin Ini:
Prinsip Nuruddin Zanki Shalahuddin Al-Ayyubi
Melunasi utang ulama & rakyat Ya, termasuk yatim dan janda korban perang Ya, termasuk keluarga syuhada dan fakir
Menggunakan Baitul Mal dan wakaf Ya, transparan dan terstruktur Ya, bahkan pakai harta pribadi
Tak ingin wafat dalam keadaan berutang Sangat berhati-hati soal ini Tidak meninggalkan utang sepeser pun
Membuat sistem lembaga sosial Ya, seperti panti yatim dan madrasah wakaf Ya, menggabungkan sistem zakat & wakaf
Penutup:
“Utang adalah beban dunia dan akhirat. Pemimpin yang amanah akan menjadikan dirinya pelindung, bukan penambah beban umat.”
Nuruddin dan Shalahuddin bukan hanya pahlawan militer, tapi juga teladan dalam empati sosial dan kepedulian terhadap martabat rakyat. Melunasi utang rakyat—bukan hanya karena kasihan, tetapi karena keimanan dan kewajiban sebagai pemimpin Islam.
0 komentar: