basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Kisah Khalifah Abbasiyah dalam Melunasi Hutang Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar Narasi: ChatGPT  Berikut adalah kisah para khalifah Bani Ab...

Kisah Khalifah Abbasiyah dalam Melunasi Hutang

Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT 


Berikut adalah kisah para khalifah Bani Abbasiyah yang menunjukkan kepedulian mereka terhadap pelunasan utang, baik utang pribadi, utang rakyat, maupun kebijakan ekonomi Islam yang melindungi rakyat dari lilitan utang. Meskipun masa kekuasaan Bani Abbasiyah panjang dan beragam, beberapa khalifah tercatat menonjol dalam tanggung jawab keuangan dan sosial yang tinggi.


---

1. Khalifah Harun Ar-Rasyid (wafat 193 H) – Melunasi Utang Ulama dan Fakir Miskin

Harun Ar-Rasyid terkenal sebagai khalifah Bani Abbasiyah yang religius dan dekat dengan para ulama. Ia dikenal sangat dermawan dan memiliki perhatian besar terhadap urusan utang rakyatnya.

Kisahnya:

Suatu hari, Imam Al-Fudail bin Iyadh menyampaikan bahwa banyak orang miskin di Baghdad terjerat utang akibat kebutuhan pokok yang naik.

Harun Ar-Rasyid pun berkata:

> “Siapkan dana dari Baitul Mal untuk membayar utang mereka, karena sungguh utang yang melemahkan rakyat adalah tanggung jawab negara.”



Ia memerintahkan amil zakat dan qadhi mendata orang-orang yang berutang karena kebutuhan hidup (bukan maksiat atau spekulasi), lalu melunasi utang mereka dari dana negara.

> Pelajaran: Harun Ar-Rasyid memahami bahwa kekuasaan bukan hanya soal kejayaan militer atau ilmu, tapi juga menjaga harga diri rakyat dari aib utang.




---

2. Khalifah Al-Ma’mun (wafat 218 H) – Melunasi Utang Keluarga Pejuang dan Ulama

Al-Ma’mun adalah khalifah yang sangat mencintai ilmu dan para ilmuwan. Ia juga punya kebijakan khusus dalam hal utang, terutama terhadap:

Keluarga syuhada

Ulama yang wafat dan meninggalkan utang

Pekerja negara yang wafat tanpa warisan


Salah satu tindakannya:

Ketika seorang ahli hadits terkenal, Abu Ma‘syar, wafat dan diketahui memiliki utang besar, Al-Ma’mun berkata:

> “Orang yang ilmunya menuntun umat, tidak layak dibiarkan utangnya membebaninya setelah mati. Lunasilah dari Baitul Mal.”



Demikian pula saat seorang prajurit wafat dalam jihad dan meninggalkan istri serta utang, ia berkata:

> “Syahidnya untuk negara, utangnya jadi kewajiban negara.”



> Pelajaran: Al-Ma’mun membawa semangat "tanggung jawab kolektif negara" terhadap individu berkontribusi yang wafat dalam kesulitan.




---

3. Khalifah Al-Muqtadir Billah (wafat 320 H) – Membentuk Lembaga Pelunasan Utang

Al-Muqtadir, meskipun terkenal sebagai khalifah muda yang lemah dalam politik, justru pada masa pemerintahannya terbentuk lembaga pelunasan utang resmi, bagian dari reformasi lembaga sosial Baitul Mal.

Ia menunjuk seorang menteri dari kalangan fuqaha dan berkata:

> “Kumpulkan daftar rakyat yang dipenjara atau terhina karena utang. Selama mereka tidak curang, negara akan membebaskan mereka dari utang dan penjara.”



Lembaga ini dikenal sebagai “Dîwân al-Ghârimin”, yakni divisi untuk pelunasan utang orang-orang yang tidak mampu.

> Pelajaran: Bahkan di masa kekacauan politik, masih ada titik cahaya berupa kebijakan sosial Islami yang membebaskan rakyat dari jeratan utang.




---

4. Khalifah Al-Mustanjid Billah (wafat 566 H) – Pelunasan Utang dalam Krisis Ekonomi

Saat terjadi masa krisis ekonomi di wilayah-wilayah Syam dan Mesir akibat kekeringan dan kenaikan harga pangan, Al-Mustanjid membentuk dewan khusus pemulihan ekonomi.

Salah satu kebijakan terpentingnya:

> Pelunasan utang-utang petani, buruh, dan rakyat miskin yang disebabkan oleh musibah alam atau tekanan harga pasar.



Ia memerintahkan agar qadhi dan pejabat zakat:

Mendata utang yang tidak bisa dibayar karena force majeure

Menyelesaikan dengan sedekah wajib negara atau pembebasan penuh


> Pelajaran: Negara Islam di bawah Abbasiyah menjaga agar krisis tidak berubah menjadi kemiskinan sistemik dan kehinaan sosial akibat utang.




---

Kesimpulan:

Khalifah Abbasiyah Peran terhadap Utang

Harun Ar-Rasyid Melunasi utang ulama dan rakyat miskin dari Baitul Mal
Al-Ma’mun Melunasi utang keluarga syuhada dan ulama, memuliakan pewaris ilmu dan pejuang
Al-Muqtadir Billah Mendirikan lembaga pelunasan utang “Dîwân al-Ghârimin”
Al-Mustanjid Billah Membebaskan utang rakyat terdampak krisis dan bencana ekonomi


> “Seorang khalifah adalah pelindung hak rakyat. Bila mereka tercekik utang karena darurat, maka negara wajib membebaskan mereka agar harga diri dan kehormatan Islam tetap terjaga.”
— Prinsip kepemimpinan sosial dalam sejarah Abbasiyah

Khalifah Bani Umayyah Melunasi  Hutang Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar Narasi: ChatGPT  Berikut adalah kisah para khalifah Ban...

Khalifah Bani Umayyah Melunasi  Hutang

Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT 


Berikut adalah kisah para khalifah Bani Umayyah yang dikenal membayar utang—baik utang pribadi, utang rakyat, maupun utang para syuhada dan orang miskin. Meski Bani Umayyah sering dikritik dalam sejarah karena sisi politisnya, ada beberapa sosok yang sangat layak menjadi teladan, khususnya dalam hal menyelesaikan utang dengan amanah dan penuh tanggung jawab.


1. Umar bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah, wafat 101 H)

Khalifah yang Melunasi Utang Rakyat

Umar bin Abdul Aziz adalah contoh paling menonjol di antara khalifah Bani Umayyah dalam hal kepedulian terhadap beban utang umat.

Beberapa tindakan nyatanya:

a. Membayar utang rakyat miskin dari Baitul Mal

Ia berkata kepada para gubernurnya:

“Barang siapa yang wafat dan memiliki utang, maka bayarkanlah dari Baitul Mal. Dan barang siapa yang meninggalkan harta, maka serahkanlah kepada ahli warisnya.”
(Al-Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir)

Ia menugaskan amil zakat dan para qadhi untuk mendata seluruh rakyat yang terlilit utang karena kebutuhan mendesak (bukan karena pemborosan), lalu membayarnya dari kas negara.

b. Membayar utang keluarga syuhada dan mujahid

Umar bin Abdul Aziz juga memberikan perhatian besar kepada keluarga para pejuang Islam yang gugur dan meninggalkan utang. Ia menganggapnya sebagai tanggung jawab negara.

c. Tidak meninggalkan utang pribadi

Meski hidup sangat sederhana, ia sangat menjaga agar tidak meninggalkan utang. Ia bahkan mengembalikan harta negara yang sempat ia manfaatkan, dan memerintahkan agar seluruh administrasi negara transparan, termasuk pengeluaran pribadi.

Pelajaran: Umar bin Abdul Aziz meletakkan standar bahwa pemimpin adalah pelunasan bagi beban rakyat, bukan penambah beban.


2. Mu'awiyah bin Abu Sufyan (Khalifah pertama Bani Umayyah, wafat 60 H)

Melunasi Utang Sahabat dan Pejabat

Mu‘awiyah, meskipun terkenal sebagai negarawan ulung, juga memiliki sisi kepedulian sosial yang tinggi.

Di antara kisahnya:

Suatu hari, ada sahabat Nabi yang wafat dalam keadaan meninggalkan utang dan tak mampu membayar. Keluarganya kebingungan. Mu‘awiyah segera berkata:

“Ini adalah keluarga sahabat Nabi. Jika dia tidak mampu melunasi utangnya, maka kami yang akan menyelesaikannya.”

Ia menjadikan kas negara sebagai alat untuk menjaga kehormatan umat Islam, termasuk urusan utang.

Catatan: Dalam banyak riwayat, Mu‘awiyah juga menggaji para ahli ilmu, faqih, dan qadhi, serta memberi mereka tunjangan khusus agar mereka tidak sampai berutang untuk bertahan hidup.


3. Abdul Malik bin Marwan (Khalifah ke-5 Bani Umayyah, wafat 86 H)

Menjamin Utang Pejabat yang Jujur

Abdul Malik dikenal sebagai reformis administrasi keuangan negara. Ia membangun sistem pajak dan kas negara (Baitul Mal) yang lebih rapi.

Ketika ada gubernur jujur yang wafat dalam keadaan miskin dan meninggalkan utang, Abdul Malik berkata:

“Gubernur ini bekerja untuk negara, dan meninggal dalam keadaan jujur. Negara wajib menanggung beban yang ia tinggalkan.”

Sejak itu, ia mengeluarkan peraturan bahwa utang pejabat jujur akan ditanggung negara, selama terbukti bukan karena penyalahgunaan jabatan.


4. Hisyam bin Abdul Malik (Khalifah ke-10, wafat 125 H)

Mendirikan Dana Darurat Pelunasan Utang

Hisyam dikenal sebagai khalifah yang membangun banyak infrastruktur, tapi ia juga memiliki program sosial khusus.

Salah satu kebijakan yang jarang dikenal:

Ia mendirikan “dana pelunasan utang” (dâr al-dayn) yang dikelola oleh qadhi dan amil zakat untuk rakyat miskin yang bangkrut, keluarga syuhada, atau orang yang jatuh miskin karena musibah.

Program ini dijalankan melalui kantor zakat dan disatukan dalam sistem administrasi negara.

Pelajaran: Bahkan pada masa puncak kemewahan Bani Umayyah, masih ada kebijakan sosial keuangan Islami yang berbasis tanggung jawab kolektif.



Kesimpulan:

Para khalifah Bani Umayyah yang menonjol dalam pelunasan utang:

Khalifah Bentuk Kepedulian Terhadap Utang

Umar bin Abdul Aziz Melunasi utang rakyat miskin dan syuhada dari Baitul Mal

Mu’awiyah bin Abu Sufyan Melunasi utang sahabat dan memberi bantuan ke keluarga mereka

Abdul Malik bin Marwan Menanggung utang pejabat jujur yang wafat miskin

Hisyam bin Abdul Malik Membentuk lembaga khusus pelunasan utang rakyat


"Pemimpin sejati tidak hanya memimpin dari depan, tetapi juga memikul beban di belakang yang tak terlihat—termasuk beban utang umatnya."

Kisah Para Khalifah Rasyidin Melunasi Hutang Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar Narasi: ChatGPT  Berikut adalah kisah para khalif...


Kisah Para Khalifah Rasyidin Melunasi Hutang

Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT 


Berikut adalah kisah para khalifah Islam yang menunjukkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap utang, baik utang pribadi maupun utang orang lain. Kisah-kisah ini menunjukkan teladan kepemimpinan yang tidak hanya adil dan berani, tetapi juga amanah dan peka terhadap tanggungan sesama umat.


1. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu: Wasiat agar Utangnya Dilunasi

Ketika Abu Bakar menjelang wafat, ia berkata kepada putrinya Aisyah:

 "Wahai Aisyah, aku memiliki utang. Lunasilah utangku dari hartaku. Jika tidak cukup, mintalah bantuan kepada Bani Taim (keluarganya).”

Ia tidak ingin meninggal dalam keadaan masih menanggung hak orang lain, meskipun saat itu ia adalah khalifah pertama yang dihormati seluruh umat.

Pelajaran: Abu Bakar menunjukkan bahwa jabatan tinggi tidak membuat seseorang lepas dari kewajiban dasar sebagai seorang mukmin: menyelesaikan utang sebelum ajal.


2. Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu: Berwasiat Khusus untuk Pelunasan Utangnya

Umar bin Khattab, saat ditikam dan merasa ajalnya dekat, langsung memerintahkan agar utangnya dihitung dan dilunasi.

Ia berkata kepada anaknya, Abdullah bin Umar:

“Hitunglah utangku. Jika tidak cukup hartaku, mintalah bantuan dari Bani Adi. Jika masih kurang, mintalah dari Quraisy. Jangan biarkan utangku membebani aku di hadapan Allah.”

Abdullah lalu berkata: “Wahai Ayah, hartamu cukup.” Tapi Umar tetap bersikeras agar pelunasan utang menjadi prioritas utama sebelum ia wafat.

Pelajaran: Umar sangat sadar bahwa kewajiban dunia yang belum diselesaikan bisa menjadi penghalang di akhirat, dan ia tidak ingin menanggung beban itu walau sebagai khalifah besar.


3. Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu: Menebus Utang Kaum Muslimin

Utsman bin Affan terkenal sebagai saudagar kaya yang dermawan. Ia tidak hanya melunasi utangnya sendiri, tapi juga sering melunasi utang sahabat atau rakyatnya yang kesulitan, diam-diam.

Suatu ketika, ada seorang sahabat miskin wafat dan masih memiliki utang. Utsman segera berkata:
"Utangnya adalah tanggunganku. Aku yang akan membayarnya."

Ia juga pernah membeli sumur milik orang Yahudi dengan harga sangat mahal agar umat Islam bisa mengambil air tanpa berutang atau membayar mahal.

Pelajaran: Utsman menunjukkan bahwa seorang pemimpin bukan hanya menjaga keuangan negara, tapi juga penuh empati terhadap beban pribadi rakyatnya.


4. Khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu: Membantu Rakyat Melunasi Utangnya

Ali bin Abi Thalib terkenal sebagai pemimpin yang adil dan dekat dengan rakyat kecil. Ia sering menolong rakyat miskin melunasi utangnya, bahkan dengan uang pribadinya.

Suatu hari, datang seseorang yang sedang dikejar oleh penagih utang. Ia malu dan takut, lalu meminta bantuan kepada Ali. Ali pun berkata:

“Jangan khawatir. Utangmu akan kulunasi. Tapi setelah itu, berusahalah agar tidak berutang tanpa keperluan yang mendesak.”

Ali memanfaatkan Baitul Mal secara bijak untuk membantu rakyat miskin, termasuk membebaskan mereka dari beban utang yang mencekik, selama bukan karena kelalaian atau gaya hidup berlebihan.

Pelajaran: Kepemimpinan Ali penuh tanggung jawab dan empati terhadap realitas ekonomi rakyatnya. Ia menganggap urusan utang sebagai bagian dari keadilan sosial.


5. Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah: Melunasi Utang Pejabat dan Rakyat

Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah dari Bani Umayyah yang dikenal sebagai khalifah kelima yang zuhud dan adil.

Ia mendata semua rakyat miskin, termasuk orang-orang yang meninggal dalam keadaan berutang. Ia berkata kepada para pejabatnya:

“Barang siapa mati dan memiliki utang, sedangkan dia tidak meninggalkannya untuk dilunasi, maka aku yang akan membayarkannya dari Baitul Mal.”

Ia juga menyusun anggaran khusus dari kas negara untuk membayar utang orang-orang yang tidak mampu, termasuk bekas budak, buruh, dan petani miskin.

Pelajaran: Umar bin Abdul Aziz memahami bahwa negara yang Islami bukan hanya membangun masjid dan infrastruktur, tetapi juga membebaskan beban rakyat yang terjerat utang karena kebutuhan hidup.



Kesimpulan:

Para khalifah teladan Islam mengajarkan bahwa:

Utang bukan perkara sepele di mata seorang pemimpin.

Mereka segera melunasi utang pribadi bahkan menjadikannya prioritas menjelang wafat.

Mereka juga melunasi utang rakyatnya sebagai bentuk kasih sayang dan keadilan sosial.


“Utang adalah beban dunia dan akhirat. Seorang pemimpin yang bertakwa akan memastikan dirinya dan rakyatnya terbebas darinya.”

Sultan Abdul Hamid II: Membayar Utang Rakyat Palestina Oleh: Nasrulloh Baksolahar Pada akhir abad ke-19, saat Palestina masih be...

Sultan Abdul Hamid II: Membayar Utang Rakyat Palestina

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Pada akhir abad ke-19, saat Palestina masih berada di bawah kekuasaan Kekhilafahan Utsmani, rakyatnya dilanda krisis ekonomi. Gagal panen, pajak yang berat, serta ekspansi rentenir Yahudi yang disokong organisasi Zionis internasional membuat banyak petani terjerat utang.

Tanah-tanah warisan pun mulai jatuh ke tangan asing karena tak sanggup membayar. Kehormatan umat terancam.



Strategi Zionis: Menguasai Tanah Lewat Jerat Utang

Gerakan Zionis yang dipimpin Theodor Herzl berupaya membeli tanah-tanah strategis di Palestina. Namun mereka tidak hanya datang dengan uang. Mereka menggunakan strategi yang lebih licik: menciptakan krisis dan menjerat rakyat dengan utang, lalu menyita tanah mereka saat tak mampu membayar.

Rakyat Palestina yang miskin tak mampu menebus tanahnya sendiri. Banyak keluarga menghadapi ancaman kehilangan rumah dan kampung halaman mereka.



Utusan Palestina Menghadap Sultan

Melihat ancaman itu, para ulama, tokoh adat, dan petani Palestina mengutus seorang alim bernama Syaikh Yusuf Asy-Syaqiri, dari wilayah Al-Quds, untuk menghadap Sultan Abdul Hamid II di Istanbul.

Di hadapan Khalifah, Syaikh Yusuf mengadu:

“Wahai Khalifah, tanah Palestina sedang dikepung oleh utang dan tipu daya. Rakyatmu terancam kehilangan kehormatan dan rumah mereka.”


Sultan Abdul Hamid terdiam lama, lalu menjawab tegas:

“Jika mereka datang membawa air mata, maka aku akan menjawabnya dengan harta. Tidak akan aku biarkan tanah suci itu jatuh ke tangan musuh karena utang!”



Langkah Nyata Sang Sultan

Sultan Abdul Hamid segera memerintahkan:

Utang rakyat di Al-Quds, Nablus, dan Haifa agar dilunasi secara diam-diam dari kas kekhalifahan.

Register tanah wakaf dibentuk, agar tanah umat tidak bisa dijual seenaknya, terutama kepada Zionis.

Dana pribadi kesultanan digunakan untuk menebus kembali tanah-tanah strategis yang telah berpindah tangan.

Larangan hukum resmi dikeluarkan: tanah Palestina tak boleh dijual kepada orang asing, apalagi Zionis.


Ia juga mengirim surat kepada para gubernur di wilayah Syam:

“Jika rakyatku tidak mampu membayar utangnya kepada rentenir, maka bayarkan diam-diam dari dana kekhalifahan. Jangan biarkan mereka kehilangan tanah karena kemiskinan.”

Bagi sang Sultan, utang rakyat bukan sekadar masalah ekonomi, tapi persoalan kehormatan umat Islam.



Penolakan Terhadap Theodor Herzl

Pada 1901, Theodor Herzl secara langsung datang ke Istanbul dan menawarkan pelunasan seluruh utang negara Utsmani. Sebagai imbalan, ia meminta izin membeli tanah di Palestina dan membuka pintu migrasi Yahudi ke sana.

Sultan Abdul Hamid menjawab dengan sikap tegas dan bersejarah:

“Aku tidak akan menjual satu jengkal pun dari tanah Palestina. Tanah itu bukan milikku, tetapi milik umat. Jika kekhalifahan ini hancur sekalipun, biarlah ia hancur. Tapi tanah itu tetap tanah Islam.”



Perjuangan Diteruskan oleh Syaikh Izzudin Al-Qassam

Setelah Kekhilafahan Utsmani runtuh, dan Palestina jatuh ke tangan Inggris (1917–1948), penderitaan rakyat kian menjadi. Tapi perlawanan belum padam.

Muncullah Syaikh Izzudin Al-Qassam (1882–1935), ulama asal Suriah yang menetap di Haifa, Palestina. Ia menyaksikan sendiri akibat jeratan utang dan tipu daya kolonial Yahudi-Inggris terhadap rakyat Palestina.

Al-Qassam bangkit. Ia menyatukan rakyat miskin, buruh, dan petani, membentuk sel-sel perlawanan bersenjata. Ia bukan hanya dai, tapi juga mujahid.

Dalam khutbahnya, ia pernah berkata:

“Barang siapa menjual tanahnya kepada Yahudi, maka ia telah menjual agamanya dan kehormatannya.”

Syaikh Al-Qassam akhirnya gugur dalam pertempuran melawan Inggris, tetapi semangatnya terus hidup—menjadi inspirasi utama berdirinya Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas hari ini.

Tank Canggih Israel Dikejar Bocah Palestina: Lalu Siapa yang Sebenarnya Kuat? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Perang Iran-Israel hany...

Tank Canggih Israel Dikejar Bocah Palestina: Lalu Siapa yang Sebenarnya Kuat?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Perang Iran-Israel hanya 12 hari. Perang Hizbullah-Israel cuma dua bulan. Tapi Gaza? Sudah berbulan-bulan dibombardir, namun tak kunjung selesai. Kenapa?

Karena di Gaza, Israel tidak berhadapan dengan rudal canggih atau drone seribu unit. Tapi dengan jiwa tak gentar dan iman tak tergoyahkan. Di Gaza, bukan alat berat yang bicara—tapi keyakinan bahwa hidup mati ditentukan oleh Allah, bukan oleh tank Merkava buatan AS.

Ingat peristiwa yang terekam jelas di media penjajah sendiri:
Seorang pejuang Palestina berlari ke arah tank Israel dan meledakkannya dengan bom rakitan.
Tank yang katanya tak bisa dihancurkan, hancur berantakan.
Tujuh tentara di dalamnya mati.

Lalu di hari lain, seorang anak muda Palestina—hanya bersenjatakan senapan sederhana—mengejar tank Israel yang justru lari terbirit-birit.

Siapa sebenarnya yang harusnya takut?



Amerika Tak Butuh Gencatan Senjata, Mereka Butuh Israel Menang

Dalam perang Iran dan Hizbullah, ketika Israel mulai terdesak, Amerika langsung turun tangan. Pesawat, rudal, logistik dikirimkan. Dunia tahu siapa sebenarnya "sutradara" konflik ini.

Tapi kenapa di Gaza, gencatan senjata gagal terus?

Karena Amerika sedang menunggu dan mengulur waktu—mereka berharap Israel segera menang dan menghapus Gaza dari peta. Tapi yang terjadi sebaliknya: semakin lama perang, semakin hancur moral dan militer Israel.

Avi Ashkenazi, jurnalis senior Ma'ariv, terang-terangan mengatakan:
“Tentara Israel berada di ambang kehancuran. Ini perang tak masuk akal!”



Gaza: Bukan Sekadar Wilayah, Tapi Neraka Bagi Penjajah

Israel terus menggempur Gaza dengan jet tempur dan bom vakum. Tapi satu hal yang tidak bisa mereka bom adalah: semangat hidup orang-orang Gaza.

> Rumah mereka hancur. Anak mereka mati. Tapi tekad mereka justru bertambah kuat.
Satu anak syahid, sepuluh pemuda bangkit.
Satu masjid roboh, seribu suara takbir menggema.

Di Gaza, batu melawan tank, bom rakitan melawan pesawat F-35, doa melawan propaganda dunia.

Dan dunia menyaksikan, bagaimana sebuah bangsa kecil yang diblokade, dijajah, dan dikubur hidup-hidup justru mengguncang sendi-sendi moral penjajah.



 Israel Akan Kalah, Tapi Dunia Harus Tahu Bagaimana Mereka Jatuh

Perang Gaza belum berakhir karena kebenaran sedang berjalan perlahan namun pasti.

Israel akan kalah—tapi bukan karena kehabisan bom. Mereka akan kalah karena kehabisan harga diri, semangat, dan legitimasi moral.

Mereka kalah karena takut pada bocah Gaza yang siap mati demi kebebasan.
Mereka kalah karena dunia akhirnya sadar: yang dijajah bukan teroris, tapi manusia yang membela tanahnya.

Dan sampai tubuh raksasa Zionis itu tenggelam dalam lumpur yang mereka gali sendiri, Gaza akan terus bertahan.
Bukan karena senjata,
Tapi karena Tuhan mereka tidak tidur.

Mengapa Perang Gaza Tak Kunjung Berakhir? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Perang antara Iran dan Israel hanya berlangsung 12 hari—dar...

Mengapa Perang Gaza Tak Kunjung Berakhir?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Perang antara Iran dan Israel hanya berlangsung 12 hari—dari 13 hingga 25 Juni 2025. Perang antara Israel dan Hizbullah di Lebanon pun relatif singkat, dimulai pada 1 Oktober 2024 dan berakhir dengan gencatan senjata pada 27 November 2024. Tetapi sangat berbeda halnya dengan Gaza: perang di sana berlangsung terus tanpa ujung, walau berbagai upaya gencatan senjata terus digelar. Mengapa perang Gaza justru menjadi yang paling lama dan tak kunjung selesai?

Dalam perang melawan Iran, kita menyaksikan pertempuran antara dua kekuatan yang relatif seimbang secara militer: rudal melawan pesawat tempur. Dalam perang melawan Hizbullah, pasukan darat Israel menghadapi infrastruktur perlawanan yang solid, lengkap dengan rudal dan drone. Kedua pihak memiliki kekuatan tempur yang setara dalam aspek-aspek teknis.

Namun Gaza berbeda. Perang di sana sangat tidak berimbang. Pasukan penjajah Israel memiliki persenjataan tercanggih di dunia, sedangkan pejuang Palestina bersenjata sederhana dan terbatas. Tetapi justru karena ketimpangan inilah, wajah asli konflik Gaza terlihat jelas: ini bukan sekadar perang antar militer, melainkan ujian sejarah antara penjajahan dan perlawanan, antara imperialisme dan keberanian rakyat.

Dalam perang melawan Iran dan Hizbullah, Israel sempat terdesak. Dunia menyaksikan bagaimana Amerika Serikat langsung turun tangan untuk menyelamatkan sekutunya. Kedok perlindungan buta AS terhadap Israel pun semakin terbuka. Tetapi di Gaza, meskipun pasukan Israel menggempur habis-habisan, mereka belum juga mencapai kemenangan. Amerika pun memilih menunggu dan mengulur waktu, berharap perang segera dimenangkan oleh Israel—yang sampai hari ini belum terjadi.

Di tengah ketimpangan ini, Allah SWT menampakkan kebenaran firman-Nya. Karakter pengecut yang mendarah daging di dalam jiwa Yahudi ditampakkan di medan perang. Benteng pertahanan mereka tak menyelamatkan. Rumah-rumah yang mereka bangun hancur oleh tangan mereka sendiri.

Bagaimana mungkin satu orang pejuang Palestina bisa membunuh tujuh tentara Israel yang berlindung dalam tank tercanggih di dunia? Tapi ini benar-benar terjadi. Kita telah berkali-kali menyaksikan video seorang pejuang Palestina keluar dari persembunyiannya, mendekati tank, lalu meledakkannya dengan bom. Bahkan, ada adegan di mana seorang pejuang dengan senapan biasa mengejar tank Israel yang lari terbirit-birit.

Fenomena ini memalukan bagi militer Israel, dan menjadi bahan kritik tajam di media penjajah. Beberapa komentator berdalih bahwa tank-tank tersebut tidak memenuhi standar militer karena tidak dilengkapi kamera 360 derajat. Namun, yang terlihat nyata justru keberanian pejuang Palestina dibanding ketakutan tentara penjajah.

Avi Ashkenazi, koresponden militer surat kabar Ma'ariv, mengakui bahwa tentara Israel kini berada di ambang kehancuran di Gaza. Ia menyebut bahwa kelanjutan perang ini tidak masuk akal lagi dan menyerukan untuk segera mengakhirinya sebelum Israel menanggung kerugian yang lebih besar.

Meski demikian, Israel tetap akan terus membumihanguskan Gaza. Tak ada yang benar-benar mampu menghentikannya—tidak PBB, tidak AS, tidak negara Arab sekalipun. Namun Allah SWT sedang bekerja membongkar kebusukan mereka dari dalam. Ketika sendi-sendi kekuatan itu runtuh, tubuh raksasa penjajah itu akan terseret ke dalam lumpur kehancuran yang mereka gali sendiri.

Inilah sebabnya mengapa perang Gaza tak pernah benar-benar berakhir.
Karena Gaza bukan sekadar wilayah—ia adalah medan ujian sejarah dan iman.

Kisah Imam Mazhab dalam Berinteraksi dengan Hutang Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar Narasi: ChatGPT  Berikut adalah kisah-kisah...

Kisah Imam Mazhab dalam Berinteraksi dengan Hutang

Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT 


Berikut adalah kisah-kisah para imam mazhab fiqih (Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi‘i, dan Ahmad) yang menunjukkan betapa besar perhatian mereka terhadap utang sebagai bagian dari akhlak Islam yang luhur:


1. Imam Abu Hanifah (w. 150 H): Tidak Pernah Lalai Melunasi Utang

Imam Abu Hanifah adalah seorang pedagang kain yang jujur dan sangat berhati-hati dalam muamalah.

Suatu ketika, ia membeli kain dari seorang mitra dagang, namun kain itu ada cacatnya. Ia sudah mengingatkan si penjual, dan berniat menjualnya dengan memberitahu kecacatannya. Tapi karena lupa memberi tahu pembeli berikutnya, ia merasa bertanggung jawab.

Maka Imam Abu Hanifah mengembalikan seluruh keuntungan dari kain tersebut dan bahkan mengganti kerugian pembeli dari hartanya sendiri, walau pembeli tak menuntut. Ia menganggap itu sebagai “utang moral” yang harus dibayar.

Pelajaran: Imam Abu Hanifah menganggap kesalahan yang tidak disengaja pun perlu ditebus, karena bisa menjadi tanggungan di akhirat.


2. Imam Malik bin Anas (w. 179 H): Tidak Ingin Wafat dalam Keadaan Berutang

Imam Malik sangat menjaga kehormatan dirinya. Dalam riwayat, ia sangat berhati-hati agar tidak berutang, dan bila terpaksa meminjam, ia segera melunasinya.

Suatu ketika menjelang wafat, ia memanggil kerabatnya dan berkata:

“Periksalah apakah aku punya utang kepada seseorang.”
Jika ada, ia meminta agar segera dibayar, karena ia tidak ingin meninggal dunia dengan membawa beban utang, walau hanya satu dinar.

Pelajaran: Imam Malik sadar bahwa utang bisa menahan ruh seseorang dari kenikmatan akhirat, dan ia ingin menghadap Allah dengan dada lapang dan bersih.


3. Imam Syafi‘i (w. 204 H): Sabar Melunasi Utang Meski dalam Ujian Berat

Dalam pengembaraannya mencari ilmu, Imam Syafi‘i pernah mengalami kesulitan ekonomi dan berutang kepada seorang temannya. Ia merasa sangat berat hingga berkata:

 “Aku tidak khawatir dengan kemiskinan, tapi aku takut utang yang membuatku tak tenang dalam beribadah.”

Setelah mendapatkan sedikit harta, hal pertama yang ia lakukan adalah melunasi utangnya, meskipun ia masih dalam keadaan sempit. Ia menolak membeli makanan lebih baik sebelum membayar utangnya.

Pelajaran: Imam Syafi‘i menunjukkan bahwa kemuliaan akhlak lebih penting daripada kenyamanan pribadi.


4. Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H): Memilih Hidup Sederhana Agar Tak Berutang

Imam Ahmad dikenal sangat zuhud dan tidak suka meminta, apalagi berutang.

Suatu hari anaknya berkata:

“Wahai Ayah, kita kekurangan makanan. Mengapa tidak berutang saja dahulu?”

Imam Ahmad menjawab:

“Aku lebih memilih kelaparan daripada berutang lalu tidak bisa melunasinya. Aku tidak ingin menghadap Allah dengan membawa beban orang lain.”

Namun jika benar-benar terpaksa berutang, ia langsung mencatat dan menjadikannya prioritas utama untuk dilunasi, walau harus mengorbankan kebutuhannya sendiri.

Pelajaran: Imam Ahmad mendidik keluarganya dengan akhlak qana‘ah dan tanggung jawab dalam utang.



Kesimpulan:

Keempat imam mazhab memiliki sikap yang sama dalam urusan utang:

Tidak menganggap enteng utang, walau sedikit

Berusaha keras melunasi dengan segera

Takut utang menjadi beban di akhirat

Menjaga nama baik dan tanggung jawab pribadi


 "Utang adalah janji dan amanah. Orang berilmu dan bertakwa tak akan main-main dengan janji, apalagi yang menyangkut hak orang lain." — (Hikmah dari para imam)

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (224) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (466) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (234) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (144) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)