Kisah Imam Mazhab dalam Berinteraksi dengan Hutang
Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT
Berikut adalah kisah-kisah para imam mazhab fiqih (Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi‘i, dan Ahmad) yang menunjukkan betapa besar perhatian mereka terhadap utang sebagai bagian dari akhlak Islam yang luhur:
1. Imam Abu Hanifah (w. 150 H): Tidak Pernah Lalai Melunasi Utang
Imam Abu Hanifah adalah seorang pedagang kain yang jujur dan sangat berhati-hati dalam muamalah.
Suatu ketika, ia membeli kain dari seorang mitra dagang, namun kain itu ada cacatnya. Ia sudah mengingatkan si penjual, dan berniat menjualnya dengan memberitahu kecacatannya. Tapi karena lupa memberi tahu pembeli berikutnya, ia merasa bertanggung jawab.
Maka Imam Abu Hanifah mengembalikan seluruh keuntungan dari kain tersebut dan bahkan mengganti kerugian pembeli dari hartanya sendiri, walau pembeli tak menuntut. Ia menganggap itu sebagai “utang moral” yang harus dibayar.
Pelajaran: Imam Abu Hanifah menganggap kesalahan yang tidak disengaja pun perlu ditebus, karena bisa menjadi tanggungan di akhirat.
2. Imam Malik bin Anas (w. 179 H): Tidak Ingin Wafat dalam Keadaan Berutang
Imam Malik sangat menjaga kehormatan dirinya. Dalam riwayat, ia sangat berhati-hati agar tidak berutang, dan bila terpaksa meminjam, ia segera melunasinya.
Suatu ketika menjelang wafat, ia memanggil kerabatnya dan berkata:
“Periksalah apakah aku punya utang kepada seseorang.”
Jika ada, ia meminta agar segera dibayar, karena ia tidak ingin meninggal dunia dengan membawa beban utang, walau hanya satu dinar.
Pelajaran: Imam Malik sadar bahwa utang bisa menahan ruh seseorang dari kenikmatan akhirat, dan ia ingin menghadap Allah dengan dada lapang dan bersih.
3. Imam Syafi‘i (w. 204 H): Sabar Melunasi Utang Meski dalam Ujian Berat
Dalam pengembaraannya mencari ilmu, Imam Syafi‘i pernah mengalami kesulitan ekonomi dan berutang kepada seorang temannya. Ia merasa sangat berat hingga berkata:
“Aku tidak khawatir dengan kemiskinan, tapi aku takut utang yang membuatku tak tenang dalam beribadah.”
Setelah mendapatkan sedikit harta, hal pertama yang ia lakukan adalah melunasi utangnya, meskipun ia masih dalam keadaan sempit. Ia menolak membeli makanan lebih baik sebelum membayar utangnya.
Pelajaran: Imam Syafi‘i menunjukkan bahwa kemuliaan akhlak lebih penting daripada kenyamanan pribadi.
4. Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H): Memilih Hidup Sederhana Agar Tak Berutang
Imam Ahmad dikenal sangat zuhud dan tidak suka meminta, apalagi berutang.
Suatu hari anaknya berkata:
“Wahai Ayah, kita kekurangan makanan. Mengapa tidak berutang saja dahulu?”
Imam Ahmad menjawab:
“Aku lebih memilih kelaparan daripada berutang lalu tidak bisa melunasinya. Aku tidak ingin menghadap Allah dengan membawa beban orang lain.”
Namun jika benar-benar terpaksa berutang, ia langsung mencatat dan menjadikannya prioritas utama untuk dilunasi, walau harus mengorbankan kebutuhannya sendiri.
Pelajaran: Imam Ahmad mendidik keluarganya dengan akhlak qana‘ah dan tanggung jawab dalam utang.
Kesimpulan:
Keempat imam mazhab memiliki sikap yang sama dalam urusan utang:
Tidak menganggap enteng utang, walau sedikit
Berusaha keras melunasi dengan segera
Takut utang menjadi beban di akhirat
Menjaga nama baik dan tanggung jawab pribadi
"Utang adalah janji dan amanah. Orang berilmu dan bertakwa tak akan main-main dengan janji, apalagi yang menyangkut hak orang lain." — (Hikmah dari para imam)
0 komentar: