Ruh dan Strategi: Mengulangi Kejayaan Umat Islam
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Mengulang kejayaan lebih mudah daripada menciptakan kejayaan dari nol. Sebab jalan itu sudah pernah dilalui, meski kini tertutup debu zaman. Rasulullah Muhammad ï·µ، telah memberikan gambaran indah tentang posisinya dalam sejarah kenabian:
> "Perumpamaan antara aku dan para nabi sebelumku adalah seperti seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah, lalu ia menyempurnakan dan memperindahnya, kecuali satu tempat bata di pojokan. Maka orang-orang mengelilingi rumah itu dan mereka kagum seraya berkata, 'Mengapa tidak diletakkan satu bata di sini?' Maka akulah bata itu, dan akulah penutup para nabi." (HR. Bukhari no. 3535 dan Muslim no. 2286)
Bata itu telah ditaruh. Rumah itu telah lengkap. Kini, tugas generasi umat adalah menjaga, memperkuat, dan memperluas peradaban yang telah Rasulullah wariskan.
Allah mengingatkan kita melalui kisah para nabi, bukan sebagai cerita nostalgia, melainkan sebagai panduan praktis bagi setiap generasi:
> "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Ia bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya, dan menjelaskan segala sesuatu, serta menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (QS. Yusuf: 111)
Itulah cara membangun kembali ruh yang lemah dan menyegarkan strategi yang beku.
Sayyid Qutb dalam Fi Zhilal al-Qur'an menyatakan:
> "Kisah-kisah dalam Al-Qur'an bukanlah cerita khayal atau khazanah sejarah yang mati. Ia adalah pancaran kehidupan dan pelajaran nyata bagi gerakan dakwah di setiap masa."
Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, menambahkan:
> "Sesungguhnya kisah para nabi adalah kurikulum Allah untuk mencetak rijal dakwah. Dengannya terbentuk keberanian, kejernihan visi, dan kematangan ruhani."
Bagi Al-Banna, pemimpin dakwah tidak cukup hanya cerdas dan fasih. Ia harus berjiwa nabi: berpandangan jauh seperti Nuh, bijaksana seperti Yusuf, tegas seperti Musa, dan lembut seperti Isa. Karakter itu dibentuk dengan menyerap ruh kisah-kisah kenabian.
Sebagaimana Allah mampu menciptakan manusia dari tanah, tentu lebih mudah bagi-Nya untuk menghidupkannya kembali. Maka membangkitkan peradaban Islam bukan mustahil—asal jalan itu ditempuh dengan sungguh.
Ulama salaf berkata: "Tidak mungkin membangun kejayaan Islam tanpa menempuh jalan para pendahulu." Jalan kejayaan itu tetap sama: semangatnya, obsesinya, dan jiwanya. Yang berubah hanyalah strateginya.
Namun mengapa terasa begitu sulit membangun kembali kejayaan umat?
Kadang masalahnya bukan pada strategi. Ruh, obsesi, dan keikhlasan telah melemah. Strategi boleh canggih, namun tanpa jiwa, ia tak akan bergerak. Hasan al-Banna memperingatkan:
> "Melepas jihad dari Islam sama halnya dengan mencabut ruh dari jasadnya." (Majmu' Rasail)
Sayyid Qutb dalam Ma'alim fi al-Thariq menegaskan:
> "Jihad bukanlah fase sementara, tetapi sebuah perang abadi ... hingga kekuatan setan ditundukkan dan agama hanya untuk Allah secara menyeluruh."
Di sisi lain, ada pula yang memiliki semangat membara, namun memakai strategi usang yang tidak relevan dengan zaman. Maka perjuangan itu pun kehilangan daya dorong sosial. Strategi yang tak kontekstual hanya membangun nostalgia, bukan transformasi.
Sayyid Qutb mengkritik kebekuan umat:
> "Sesungguhnya Islam datang untuk membebaskan akal manusia dari setiap bentuk tekanan dan belenggu, baik yang berasal dari mitos, tradisi, atau tirani penguasa. Maka, kebekuan berpikir dan kepasrahan terhadap warisan lama tanpa kritik adalah pengkhianatan terhadap pesan Islam yang hidup dan bergerak."
> "Umat ini telah kehilangan pengaruh karena mereka tidak lagi menjadikan Islam sebagai gerakan yang membentuk realitas, melainkan hanya menjadi simbol yang beku, dibicarakan tetapi tidak dijalani."
Hasan al-Banna pun memperingatkan:
> "Hendaknya kita keluar dari jumud dan taqlid buta kepada masa lalu. Kita harus membangkitkan ruh baru dalam memahami Islam sebagai sistem hidup yang sempurna, menyatu antara ibadah, jihad, politik, dan sosial."
> "Kita bukanlah kaum yang hidup dengan mimpi masa lalu. Kita adalah pewaris risalah yang harus bergerak. Janganlah kita tertidur dalam pujian terhadap sejarah, sementara ruh dan semangat para pendahulu telah hilang dari kita."
Sejarah membuktikan: ruh yang sama, jika dikawinkan dengan strategi baru, akan membangkitkan kejayaan.
Umar bin Khattab dan Abu Bakar tidak memimpin dengan cara yang sama. Utsman bin Affan membangun armada laut, sesuatu yang tak dilakukan sebelumnya. Ali bin Abi Thalib menyelesaikan konflik internal dengan kebijaksanaan tersendiri.
Lihat juga Umar bin Abdul Aziz. Dengan ruh khilafah yang bersih, ia mengembalikan keadilan sosial dalam waktu singkat. Lihat Shalahuddin Al-Ayyubi. Ia menyatukan kembali negeri-negeri Islam yang tercerai dan menaklukkan Al-Quds. Lihat Muhammad Al-Fatih. Ia menaklukkan Konstantinopel dengan teknologi meriam dan strategi pengepungan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Mereka semua punya ruh yang sama, tetapi strategi yang kontekstual. Inilah pelajaran penting bagi kita: kejayaan Islam tidak akan terulang hanya dengan mengutip masa lalu, tetapi dengan menjiwai ruhnya dan menyesuaikan caranya.
Sekarang, hidupkan ruh itu. Juga bangun tubuhnya. Tubuh berupa strategi. Tubuh berupa gerakan. Tubuh berupa pemimpin dan umat yang bersatu.
Karena sejarah belum selesai. Dan tugas menyelesaikannya, adalah tanggung jawab generasi ini.
0 komentar: