Mewujudkan Nubuwah Rasulullah SAW: Selalu Menjadi Pelanjut Sejarah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Rasulullah ï·º baru saja melepas pasukan Usamah bin Zaid menuju Syam. Tapi belum sempat menyaksikan hasil perjalanannya, beliau dipanggil oleh Allah. Di ujung kehidupan beliau yang mulia, masih ada tugas yang belum selesai: pembebasan negeri-negeri besar yang menjadi pusat kekuatan dunia saat itu.
Syam adalah jantung kekaisaran Bizantium. Di sanalah jejak darah para syuhada Muslim mengering: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah gugur dalam Perang Mu’tah. Maka, ketika Rasulullah ï·º menunjuk Usamah bin Zaid—seorang pemuda—untuk memimpin ekspedisi ke Syam, itu adalah pesan penting: misi ini belum selesai, tapi harus terus berjalan.
> "Siapkanlah pasukan Usamah! Semoga Allah memberkahi pasukan itu."
(HR. Ahmad)
Belum sempat menanti kabar kemenangan, Rasulullah ï·º wafat. Maka siapakah yang melanjutkan misi ini?
Abu Bakar Ash-Shiddiq: Menyambung Benang yang Terputus
Abu Bakar di tengah menyelesaikan badai dahsyat: kemurtadan dan nabi-nabi palsu. Beliau mengutus pasukan Usamah seperti yang diwasiatkan Rasulullah ï·º. Meski ditentang oleh beberapa sahabat, Abu Bakar tegas:
> "Demi Allah, aku tidak akan membatalkan pasukan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah ï·º."
Begitulah Abu Bakar menjaga warisan Nabi. Tapi waktu tidak memberinya banyak ruang. Beliau pun wafat, dan sekali lagi, benang sejarah itu belum selesai dirajut.
Umar bin Khattab: Mematahkan Kisra dan Kaisar
Umar bin Khattab tampil menggenapi nubuwah Nabi. Di masanya, Persia runtuh. Kaisarnya tumbang. Syam dan Mesir ditaklukkan.
> Rasulullah ï·º bersabda:
"Jika Kisra bin Hurmuz binasa, maka tidak akan ada Kisra setelahnya. Jika Kaisar binasa, maka tidak akan ada Kaisar setelahnya..."
(HR. Bukhari no. 3593)
Nubuwah ini nyata. Persia hancur. Romawi kehilangan tanah jajahan penting. Tapi Umar pun gugur. Dan misi itu belum selesai. Masih ada negeri-negeri di seberang lautan.
Utsman bin Affan: Membuka Lintasan Lautan
Utsman meletakkan fondasi armada laut pertama umat Islam. Beliau membuka pintu ke arah lautan: ke Siprus, Tunisia, dan wilayah Mediterania. Ekspedisi-ekspedisi maritim diluncurkan.
> Rasulullah ï·º bersabda:
"Pasukan pertama dari umatku yang berlayar di lautan, wajib baginya surga."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Utsman membuktikan sabda itu. Ia menapak jejak kemenangan Rasul di medan air. Namun badai fitnah membunuhnya. Dan sekali lagi, sejarah tergantung di udara.
Ali bin Abi Thalib: Meredam Fitnah, Menjaga Umat
Ali tidak mendapat kemewahan memperluas wilayah. Ia tidak membangun ekspedisi. Ia menjaga nyawa umat dari saling tikam.
Perang Jamal. Perang Shiffin. Fitnah internal. Ali memikul beban sejarah paling berat: menjaga rumah umat dari kehancuran.
Namun, sekeras apa pun usahanya, Ali pun dibunuh. Dan sejarah kembali meminta pewaris.
Hasan bin Ali: Damai Lebih Tinggi dari Tahta
> Rasulullah ï·º bersabda:
"Sesungguhnya anakku ini adalah pemimpin. Semoga Allah mendamaikan dengan perantaraannya dua kelompok besar dari kaum Muslimin."
(HR. Bukhari no. 2704)
Hasan bin Ali tidak bertempur. Ia melepaskan kekuasaan demi kedamaian. Langkahnya bukan kelemahan, tapi nubuwah.
Kini, para khalifah setelahnya menyambung kembali benang yang lama terputus. Siapkah membebaskan Konstantinopel dan Roma?
Muawiyah bin Abu Sufyan: Ekspedisi ke Konstantinopel
Muawiyah memulai jihad maritim besar. Antara tahun 49–55 H, ia meluncurkan ekspedisi darat dan laut menuju Konstantinopel. Medan yang sangat sulit:
Kota dengan perlindungan benteng berlapis.
Dijaga laut dan armada tangguh.
Jauh dari pusat kekuasaan Islam (Damaskus).
Tapi Muawiyah tidak mundur. Ia kirim sahabat-sahabat utama. Jalan menuju penaklukan Konstantinopel dibuka.
Harun ar-Rasyid: Membuat Bizantium Tunduk
Harun ar-Rasyid dari Bani Abbasiyah melanjutkan jihad ini. Ia mengirim jenderal Humayd bin Ma’yuf al-Hajbi memimpin ekspedisi besar. Kaisar Nikephoros sempat menghinakan Islam. Tapi Harun membalas:
> "Dari Harun, Amirul Mukminin, kepada kaisar Romawi. Telah engkau baca suratmu, dan jawabannya akan kau lihat, bukan kau dengar."
Pasukannya menghantam jantung Bizantium. Kaisar tunduk dan membayar upeti. Namun dua kekhalifahan yang telah berdiri tidak juga membebaskan Konstantinopel, siapakah yang akan melanjutkan?
Muhammad Al-Fatih: Menggenapi Penaklukan
Saat Abbasiyah runtuh, Khilafah Utsmaniyah muncul. Muhammad Al-Fatih menuntaskan nubuwah Rasulullah ï·º:
> "Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya."
(HR. Ahmad)
Konstantinopel jatuh. Tapi Al-Fatih belum puas. Ia siapkan pasukan ke Italia untuk membebaskan Roma. Namun di tengah perjalanan:
> Sejarah mencatat: Muhammad Al-Fatih jatuh sakit secara misterius. Dalam perjalanan menuju Italia, beliau wafat sebelum mencapai Roma.
Mengapa Al-Fatih tak berhasil menaklukkan Roma? Karena Allah masih menyisakan tugas untuk generasi selanjutnya.
Sejarah Tak Pernah Selesai
Seakan-akan, Allah menulis sejarah ini secara bersambung. Agar setiap generasi punya bagian. Agar kita tidak hanya menjadi pembaca sejarah, tapi pelanjut.
Hari ini, nubuwah Rasul belum tuntas:
Roma belum dibebaskan.
Sistem keadilan ekonomi belum ditegakkan.
Dunia masih dikuasai oleh 1% elite ekonomi.
Padahal Rasulullah ï·º bersabda:
> "Akan datang suatu masa di mana seorang manusia berkeliling membawa zakat, namun tidak seorang pun yang membutuhkan."
(HR. Ahmad dan al-Hakim)
Maka ini bukan nostalgia. Ini kewajiban. Para sahabat gelisah bila nubuwah belum terwujud. Mereka merasa bersalah jika belum menuntaskan tugas Rasul.
Apakah kita memiliki kegelisahan yang sama?
Sekarang Giliran Kita
Kita tidak hidup di zaman penaklukan kota, tapi kita masih memikul penaklukan ide. Penaklukan ketimpangan. Penaklukan kemiskinan. Penaklukan kebodohan.
Kita tidak mengangkat pedang, tapi kita membawa pena, ilmu, teknologi, dan kekuatan moral.
Mari naikkan level kegelisahan kita. Bukan dalam skala pribadi. Tapi dalam skala umat.
Karena sejarah belum selesai. Dan tugas menyelesaikannya adalah tanggung jawab generasi ini.
0 komentar: