basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Yang Diblokade, Malah Bisa Melawan? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Iran mulai mengalami blokade ekonomi dan sanksi internasional sec...

Yang Diblokade, Malah Bisa Melawan?
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Iran mulai mengalami blokade ekonomi dan sanksi internasional secara serius sejak tahun 1979, tepat setelah Revolusi Islam menggulingkan Shah Mohammad Reza Pahlavi dan menempatkan Ayatollah Khomeini sebagai pemimpin Republik Islam Iran.

Sejak itu, aset-aset Iran di luar negeri dibekukan. Hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan sebagian besar negara Eropa diputus. Iran dilarang mengekspor berbagai komoditas strategis, terutama minyak dan gas. Perusahaan asing yang berinvestasi di sektor energi Iran dikenai sanksi. Bahkan, akses Iran ke sistem keuangan global—seperti SWIFT—diputus secara sepihak.

Situasi serupa juga dialami Gaza. Sejak tahun 2007, wilayah ini mengalami blokade total yang diberlakukan oleh Israel dengan dukungan Mesir. Israel mengontrol pelabuhan, bandara, dan wilayah udara Gaza. Barang-barang penting seperti bahan bangunan, obat-obatan, dan listrik dibatasi masuknya. Ekspor dari Gaza hampir mustahil dilakukan. Mesir pun sering menutup perbatasan Rafah—satu-satunya pintu keluar Gaza yang tidak dikendalikan Israel.

Namun, yang menjadi pertanyaan mendasar: bagaimana mungkin Iran dan Gaza—yang sama-sama berada dalam tekanan dan blokade berkepanjangan—justru mampu melawan kekuatan militer terbesar di kawasan, yaitu Israel?

Bukankah blokade berarti terkuncinya seluruh akses terhadap sumber daya? Bukankah ketiadaan akses berarti lumpuhnya potensi kekuatan? Jika Iran masih bisa menjalin hubungan dengan negara-negara yang tak sepaham dengan Barat, lalu bagaimana dengan Gaza yang nyaris tidak punya akses diplomatik maupun ekonomi sama sekali?

Lebih jauh lagi, mengapa Iran justru memiliki kemampuan strategis dan militer yang bahkan melampaui negara-negara Arab lain yang hidup dalam kondisi serba bebas? Dan mengapa Gaza memiliki nyali bertempur di tengah kelaparan, keterbatasan, dan penderitaan?

Dari mana sesungguhnya datangnya kekuatan itu?

Blokade, pada akhirnya, bukan sekadar alat tekanan. Ia bisa menjadi pemicu daya juang. Dalam kesempitan, muncul kecerdasan mengelola keterbatasan. Dalam kelaparan, muncul keberanian yang ditempa oleh keyakinan bahwa segala penderitaan ini akan berakhir—dan akan diganjar kemenangan.

Sebaliknya, lihatlah lawannya: penjajah Israel. Negara yang dimanjakan dengan segala fasilitas militer dan ekonomi oleh Amerika dan Barat. Semua teknologi tempur tercanggih disuplai. Semua saluran dukungan politik dan diplomatik dibuka. Namun justru mereka—yang dimanjakan dengan kelebihan—kewalahan menghadapi mereka yang dibatasi oleh kekurangan.

Lalu, siapa sebenarnya yang kuat?

Mendukung Iran? Belajar dari Era Shalahuddin Al-Ayyubi Oleh: Nasrulloh Baksolahar Pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi, berdiri sebua...


Mendukung Iran? Belajar dari Era Shalahuddin Al-Ayyubi

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi, berdiri sebuah kekhalifahan besar di Mesir: Daulah Fathimiyah, beraliran Syiah Ismailiyah. Pada tahun 1167 M, kekhalifahan ini menghadapi ancaman serius dari serangan Tentara Salib yang mengarah ke Kairo. Dalam kondisi genting itu, Khalifah Al-Adid, penguasa terakhir Fathimiyah, meminta bantuan kepada dua jenderal Sunni dari Syam: Syirkuh dan keponakannya, Shalahuddin Al-Ayyubi.

Pertanyaannya, mengapa dua tokoh Sunni justru datang membantu kekuasaan Syiah? Bukankah mereka berbeda mazhab? Bukankah konflik antara Sunni dan Syiah sudah berlangsung lama dan tajam?

Untuk memahami hal ini, kita perlu melihat konteks sejarah secara lebih utuh.


Sunni vs Syiah: Luka yang Telah Lama Berdarah

Beberapa dekade sebelumnya, pada 1092 M, dunia Islam diguncang pembunuhan atas Nizhamul Mulk, wazir agung Daulah Seljuk yang Sunni. Ia ditikam oleh seorang anggota sekte Syiah Ismailiyah, yang menyamar sebagai darwis saat ia bepergian bersama Sultan Malik Shah. Nizhamul Mulk bukan sembarang wazir—dialah pendiri Universitas Nizamiyah di Baghdad, tempat Imam al-Ghazali mengajar dan menyebarkan pemikiran Sunni. Salah satu misinya adalah meluruskan doktrin Syiah yang saat itu disebarluaskan melalui Universitas Al-Azhar, pusat pendidikan di bawah kekuasaan Fathimiyah Mesir.

Sementara itu, di wilayah Syam, berdirilah Dinasti Zanky di bawah kepemimpinan Nuruddin Zanky, guru politik dan spiritual Shalahuddin. Nuruddin, seorang pembela Sunni garis depan, juga menjadi target beberapa kali upaya pembunuhan oleh kelompok Assassin (Syiah Ismailiyah). Namun, berkat sistem keamanan ketatnya, ia berhasil selamat.

Dengan latar belakang seperti ini, keputusan untuk membantu kekuatan Syiah Fathimiyah melawan Tentara Salib terasa janggal. Namun justru di sinilah kebesaran visi mereka tampak.


Mengutamakan Musuh Nyata daripada Musuh Internal

Meskipun berbeda akidah dengan Fathimiyah, Nuruddin Zanky tetap mengirimkan Syirkuh dan Shalahuddin ke Mesir. Bagi mereka, ancaman Tentara Salib jauh lebih besar dan mendesak dibanding konflik internal umat Islam. Setelah menang dan berhasil mengusir Tentara Salib dari Kairo, Shalahuddin secara bertahap mengakhiri kekuasaan Fathimiyah dan mengembalikan Mesir ke pangkuan Sunni dan Kekhalifahan Abbasiyah.

Langkah ini bukan sekadar strategi politik, tetapi juga bentuk keseimbangan antara prinsip dan realitas: membendung penjajahan asing sambil tetap menjaga misi dakwah dan pembaruan internal.


Iran, Israel, dan Pelajaran Sejarah

Hari ini, Iran yang berideologi Syiah menghadapi agresi militer dari penjajah Israel, yang secara terang-terangan melakukan genosida di Gaza dan terus merampas tanah-tanah Muslim di Palestina. Maka muncul pertanyaan penting:

Apakah kita mendukung Iran hanya karena ia Syiah? Atau menolak Iran karena perbedaan mazhab, meskipun sedang melawan Zionis?

Situasi ini tak ubahnya seperti era Shalahuddin: ketika kita harus memilih siapa musuh yang lebih nyata dan berbahaya. Konflik Sunni–Syiah memang belum usai, bahkan diperparah oleh proxy Iran di berbagai negara Muslim. Namun, apakah konflik internal ini harus membuat kita diam terhadap kejahatan global yang nyata dan terang-terangan?


Penutup

Sejarah mencatat: Shalahuddin membantu Fathimiyah bukan karena setuju dengan Syiah, tetapi karena tahu siapa musuh utama saat itu.
Maka hari ini, kebijaksanaan sejarah itu layak kita teladani. Bukan untuk membela Syiah, tetapi untuk membela umat dari penjajahan global yang lebih besar.

Saat Data Rahasia Bocor ke Intelijen Lawan Oleh: Nasrulloh Baksolahar Khaibar adalah kota besar yang dikelilingi benteng dan per...

Saat Data Rahasia Bocor ke Intelijen Lawan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Khaibar adalah kota besar yang dikelilingi benteng dan perkebunan, terletak sekitar 86 kilometer di utara Madinah. Setelah Perjanjian Hudaibiyah, fokus Nabi Muhammad ﷺ beralih untuk menumpas ancaman yang datang dari Yahudi Khaibar—sebuah kelompok yang selama ini menjadi pusat propaganda, fitnah, dan makar terhadap kaum Muslimin di Madinah.

Namun, rencana keberangkatan Rasulullah ﷺ ke Khaibar ternyata bocor. Pelakunya adalah pemimpin kaum munafik, Abdullah bin Ubay, yang mengirim informasi kepada Yahudi Khaibar. Ia tidak hanya membocorkan tujuan pasukan Muslim, tetapi juga jumlah personel dan perlengkapan yang dibawa. Menurut informasi itu, pasukan Rasulullah ﷺ hanya berjumlah 1.400 orang dengan perlengkapan tempur yang sederhana.

Yahudi Khaibar segera menanggapi informasi ini dengan meminta bantuan militer dari suku Ghathafan, yang telah memiliki perjanjian dengan mereka. Sebagai imbalan, separuh hasil panen Khaibar akan diberikan kepada Ghathafan jika mereka berhasil mengalahkan pasukan Islam.

Namun, pertanyaannya: apakah data statistik semacam itu cukup untuk meramalkan hasil pertempuran? Apakah angka-angka bisa mengukur daya juang, kematangan strategi, dan pengalaman pasukan?

Inilah kesalahan besar dari Abdullah bin Ubay. Ia berpikir bahwa informasi kuantitatif semacam itu akan cukup melemahkan pasukan Rasulullah ﷺ. Padahal, pasukan ini terdiri dari para veteran yang telah bertempur di Badar, Uhud, dan Khandaq—semua adalah perang terbuka yang menguji kekuatan fisik, strategi, dan mental.

Lebih dari itu, pasukan Rasulullah ﷺ juga berpengalaman dalam taktik pengepungan, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizah. Sebaliknya, Yahudi Khaibar tidak pernah benar-benar terlibat dalam pertempuran langsung. Mereka lebih fokus pada membangun pertahanan fisik—benteng-benteng tinggi dan gudang logistik. Mereka kuat di infrastruktur, tapi miskin pengalaman tempur.

Rasulullah ﷺ memahami betul aspek kerahasiaan militer. Pasukan yang beliau bawa ke Khaibar adalah orang-orang terpilih, yaitu mereka yang telah terbukti setia dan teruji dalam Perjanjian Hudaibiyah. Mereka tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga amanah dalam menjaga rahasia.

Strategi Rasulullah ﷺ pun kerap dirancang di tengah perjalanan, bukan sejak awal berangkat. Ini membuat tak seorang pun dari pasukan benar-benar mengetahui skenario lengkap pertempuran, kecuali saat tiba waktunya. Artinya, kemungkinan kebocoran informasi sangat minim.

Contohnya adalah langkah taktis Rasulullah ﷺ yang lebih dulu memutar ke arah suku Ghathafan, untuk memastikan mereka tidak sempat membantu Khaibar. Gerakan ini dilakukan tanpa terdeteksi. Keterlambatan pasukan Islam tiba di Khaibar pun menjadi bagian dari strategi: mengecoh musuh agar menyangka bahwa pasukan Islam tidak benar-benar menuju Khaibar.

Dengan kata lain, Rasulullah ﷺ tidak hanya paham mana informasi yang mungkin bocor, tetapi juga mampu membuat kebocoran itu menjadi tidak relevan. Di sisi lain, beliau tahu betul mana informasi yang harus dijaga ketat, dan bagaimana menyiapkan langkah alternatif bila skenario berubah.

Inilah kecerdasan intelijen Rasulullah ﷺ—mengubah potensi kelemahan menjadi jebakan bagi lawan.

Taurat: Batas Perubahan Hukuman terhadap Kaum Durhaka Oleh: Nasrulloh Baksolahar Apakah hukuman Allah SWT terhadap kaum yang dur...

Taurat: Batas Perubahan Hukuman terhadap Kaum Durhaka

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Apakah hukuman Allah SWT terhadap kaum yang durhaka bersifat tetap sepanjang zaman? Mengapa sebagian kaum terdahulu langsung diazab saat mendurhakai rasul mereka, sementara kaum lain, seperti Bani Israil yang berkali-kali membangkang bahkan membunuh nabi-nabi, justru tidak dihancurkan secara kolektif?

Demikian pula dengan Musyrikin Quraisy dan kaum Munafik pada masa Nabi Muhammad SAW. Mereka terus menentang dan menyakiti Rasulullah, tetapi Allah tidak menurunkan azab seperti kepada kaum Nabi Nuh, Hud, atau Luth. Mengapa?

Al-Qur’an memberikan petunjuk penting dalam Surat Al-Qashash ayat 43:

> "Sungguh, Kami benar-benar telah memberikan Kitab (Taurat) kepada Musa setelah Kami membinasakan generasi-generasi terdahulu, sebagai cahaya, petunjuk, dan rahmat bagi manusia, agar mereka mengambil pelajaran."



Ayat ini menandai perubahan besar dalam pola hukuman Allah terhadap kaum yang mendurhakai rasul-Nya. Sebelum diturunkannya Taurat, azab Allah kerap datang secara langsung dan kolektif—meluluhlantakkan kaum yang ingkar melalui bencana besar dari langit atau bumi. Setelah Taurat diturunkan, Allah mulai menahan azab jenis ini.

Hal ini ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abū Sa’īd al-Khudrī, dari Nabi SAW:

> “Sejak diturunkannya Taurat, Allah tidak lagi membinasakan suatu kaum dengan azab dari langit atau dari bumi, kecuali suatu kaum yang diubah menjadi kera; mereka adalah kaum dari Bani Israil setelah wafatnya Nabi Musa.”
(Riwayat al-Ḥākim)




Perubahan Pola Hukuman

Sebelum Taurat, kita mengenal kisah-kisah azab kolektif seperti:

1. Kaum Nuh yang ditenggelamkan,
2. Kaum Hud dan Shaleh yang dibinasakan angin dan gempa,
3. Kaum Luth yang dibalikkan negerinya,
4. Kaum Syuaib yang diterjang gempa dan awan panas.


Namun setelah Taurat, azab semacam itu tidak lagi terjadi kecuali satu pengecualian: kaum Bani Israil yang diubah menjadi kera, karena kesombongan dan pelanggaran terhadap hari Sabat.

Adapun Fir’aun dan bala tentaranya merupakan kaum terakhir yang diazab kolektif secara langsung karena mereka hidup sebelum Taurat diturunkan.


Kasus Khusus: Kaum Yunus dan Kaum Saba’

Kaum Yunus sebenarnya sudah hampir diazab. Namun ketika Nabi Yunus meninggalkan mereka, mereka justru bertaubat dan beriman, sehingga azab ditangguhkan.

Kaum Saba’, yang hidup jauh setelah Nabi Musa, tidak diazab secara langsung, tetapi mengalami bencana alam berupa kehancuran bendungan Ma’rib karena tidak bersyukur atas nikmat Allah.



Rahmat Allah dalam Perubahan Ini

Perubahan ini menandai luasnya rahmat Allah SWT. Bukan hanya kepada kaum yang beriman, tetapi juga kepada yang durhaka. Hukum Allah tidak hanya tegas, tetapi juga penuh kasih sayang dan memberi waktu untuk bertaubat.

Bagi yang taat, syariat Allah terus dipermudah dari satu zaman ke zaman berikutnya.

Bagi yang durhaka, hukuman-Nya makin ditangguhkan, memberi kesempatan untuk berubah dan kembali kepada-Nya.


Inilah bentuk kasih sayang Allah yang nyata dalam sejarah umat manusia: rahmat-Nya mendahului murka-Nya, dan ampunan-Nya terbuka bahkan bagi mereka yang telah jauh tersesat.

Iran di Udara, Pejuang Palestina di Darat Oleh: Nasrulloh Baksolahar Tanda-tanda kewalahan dari penjajah Israel semakin nyata. S...

Iran di Udara, Pejuang Palestina di Darat
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Tanda-tanda kewalahan dari penjajah Israel semakin nyata. Sejak serangan rudal hipersonik Iran pertama diluncurkan, Amerika dan Inggris langsung turun tangan. Bahkan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikabarkan mengungsi ke Yunani. Sementara itu, banyak warga Israel memilih melarikan diri lewat jalur laut ke Yunani, meskipun telah dilarang keluar oleh Menteri Transportasi mereka.

Iran melaporkan keberhasilan besar: empat pesawat tempur F-35 berhasil ditembak jatuh, dan satu pilot ditahan. Ini menjadikan Iran sebagai negara pertama yang berhasil menjatuhkan pesawat tercanggih di dunia tersebut.

Serangan yang terjadi pada Senin malam, 16 Juni 2025, mengguncang posisi Israel. Tiga menit setelah rudal hipersonik Iran menghantam target, sistem pertahanan baru mulai aktif. Namun, sudah terlambat. Rudal-rudal tersebut telah berhasil menembus bunker-bunker yang selama ini menjadi tempat persembunyian para pemukim ilegal.

Pertahanan udara Israel kini telah jebol. Bahkan bunker-bunker perlindungan pun mulai rusak. Bila kita menengok sejarah Yahudi di Madinah, saat benteng mereka mulai runtuh, ketakutan massal menjadi pembuka bagi kekalahan besar. Logika sejarah itu kini kembali berulang.

Sementara Iran menekan dari udara, di darat pejuang Palestina terus memberikan tekanan. Sebagian pasukan IDF yang sebelumnya bertugas di Gaza, kini dipindahkan ke perbatasan Lebanon, Suriah, dan Irak. Di saat yang sama, pejuang Palestina gencar menyebarkan video yang menunjukkan jatuhnya tentara-tentara IDF di Gaza. Tekanan dari dua arah ini membuat Israel semakin terjepit.

Dalam kondisi genting seperti ini, apa yang dilakukan oleh penjajah?

Seperti dalam Sirah Nabawiyah, saat Yahudi mulai terdesak, mereka akan mencari bantuan dari sekutu-sekutu lamanya. Di masa Rasulullah saw., mereka meminta bantuan dari kaum munafik di Madinah serta jaringan lama sebelum hijrah untuk menjadi mediator. Begitu pula sekarang. Israel mulai meminta Amerika dan Eropa menjadi perantara untuk membujuk Iran agar menyetujui gencatan senjata.

Padahal, saat Israel melancarkan serangan ke Iran, negeri para Mullah itu sedang dalam proses serius menyusun perjanjian nuklir bersama Amerika. Hal ini diungkapkan langsung oleh Presiden Iran dalam percakapannya dengan Pangeran Saudi melalui sambungan telepon.

Dalam situasi ini, mantan Presiden AS Donald Trump ikut bersuara:
"Seharusnya Iran menandatangani perjanjian yang saya ajukan. Betapa besarnya dan sia-sianya manusia ini. Padahal itu sangat sederhana. Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir. Saya sudah katakan itu berulang kali. Semua orang harus dievakuasi dari Teheran sekarang juga!"

Retorika lama kembali dilontarkan, tapi dunia telah berubah. Kini, langit dipenuhi rudal, tanah bergemuruh oleh perlawanan, dan bunker-bunker bukan lagi tempat yang aman.

Masa Depan Penjajah Israel dari Kisah Iblis Oleh: Nasrulloh Baksolahar Pada masa Nabi Adam a.s., Iblis berhasil memperdaya Adam ...

Masa Depan Penjajah Israel dari Kisah Iblis

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Pada masa Nabi Adam a.s., Iblis berhasil memperdaya Adam dan istrinya untuk memakan buah Khuldi. Akibatnya, keduanya terusir dari surga. Bukankah keduanya diampuni Allah SWT?

Setelah itu, Iblis memohon kepada Allah agar diizinkan menyesatkan anak keturunan Adam. Ia bersumpah untuk menghalangi mereka dari jalan yang lurus:

> "Iblis berkata, 'Karena Engkau telah menghukumku tersesat, pasti aku akan menghalang-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus.'"
(QS. Al-A'raf: 16)



Iblis tidak hanya meminta izin untuk menggoda, tetapi juga menggunakan segala strategi dan sumber daya yang ada untuk menyesatkan manusia:

> "Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur."
(QS. Al-A'raf: 17)



Bahkan, Iblis mendapat akses untuk membentuk "infrastruktur godaan" dengan pasukan yang lengkap:

> "Dan godalah siapa saja di antara mereka yang engkau sanggupi dengan suaramu, kerahkan terhadap mereka pasukan berkudamu dan yang berjalan kaki..."
(QS. Al-Isra’: 64)



Lebih dari itu, Iblis juga meminta sumber daya yang paling mahal di alam semesta: waktu. Allah mengabulkan permintaannya:

> "Iblis berkata, 'Tangguhkanlah aku sampai hari mereka dibangkitkan.' Allah berfirman, 'Sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan.'"
(QS. Al-A'raf: 14–15)



Yang paling berbahaya, Iblis mampu menembus benteng terakhir manusia: hati. Ia membisikkan keraguan dan kejahatan secara halus, tanpa disadari:

> "Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia."
(QS. An-Nās: 5)



Namun, dengan segala kekuatan dan kelengkapan yang ia miliki, Iblis tetap gagal menyesatkan satu golongan manusia, sebagaimana ia sendiri akui:

> "Iblis berkata, 'Demi kemuliaan-Mu, sungguh aku akan menyesatkan mereka semuanya,'
kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.'"
(QS. Shad: 82–83)


Hal yang sama dapat kita lihat pada penjajah Israel.

Segala kekuatan dan fasilitas global mereka miliki:

Resolusi PBB yang mengecam kejahatannya diveto oleh Amerika dan Inggris.

Dukungan militer dan ekonomi mengalir tanpa henti dari Barat.

Penguasa-penguasa Arab dibungkam dengan dolar dan diplomasi.

Palestina dikepung dari darat, laut, udara, bahkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.


Namun, seperti Iblis yang akhirnya kalah oleh keikhlasan hamba-hamba Allah, Israel pun tidak akan mampu menaklukkan hati dan semangat orang-orang yang menyerahkan hidupnya kepada Allah SWT.

Kini, para pengamat sejarah, politik, dan militer — bahkan dari dalam Israel sendiri — mulai memprediksi kehancurannya. Bukan karena kekurangan senjata, tetapi karena krisis moral, tekanan psikologis, dan kehilangan legitimasi di mata dunia.

Seperti Iblis, penjajah Israel mungkin bisa menggoda dan menghancurkan banyak hal, tapi mereka tak akan pernah bisa mengalahkan orang-orang yang hidup dalam keimanan, keikhlasan, dan keteguhan jiwa.

Saat Iron Dome Menahan Rudal Hipersonik Iran Oleh: Nasrulloh Baksolahar Serangan rudal hipersonik Iran terhadap penjajah Israel ...

Saat Iron Dome Menahan Rudal Hipersonik Iran

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Serangan rudal hipersonik Iran terhadap penjajah Israel memang tidak menimbulkan kerusakan separah dampak serangan Israel terhadap wilayah Iran. Apa yang menyebabkan perbedaan ini?

Amerika Serikat turut membantu Israel menangkis serangan tersebut melalui sistem pertahanan dari kapal induk di kawasan. Yordania juga ikut terlibat dalam upaya menahan rudal-rudal yang masuk. Di samping itu, Israel sendiri memiliki sistem pertahanan udara canggih seperti Iron Dome, yang dirancang untuk mencegat rudal jarak pendek dan menengah. Namun, apakah semua serangan berhasil ditahan secara sempurna?

Ulilabshar Abdallah pernah menggambarkan karakter Israel dengan tepat:
"Seperti orang kaya yang iri, dengki, dan suka merusak; tinggal di rumah besar yang dikelilingi benteng tinggi dan dijaga ketat oleh pasukan keamanan, namun dibenci oleh seluruh tetangganya."

Lambat laun, orang seperti itu akan dikepung oleh kemarahan. Semakin tinggi benteng yang dibangun, semakin besar pula ketegangan dan permusuhan dari sekitar. Apakah kedamaian bisa diraih hanya dengan perlindungan fisik? Apakah keamanan bisa dibeli dengan sistem pertahanan tercanggih?

Kita telah menyaksikan contoh serupa dalam sejarah:

Bangladesh, saat presidennya melarikan diri dari istana mewahnya yang dikelilingi tembok tinggi dan militer bersenjata lengkap, karena rakyatnya menyerbu akibat kebijakan yang menindas.

Bashar al-Assad di Suriah, sempat meninggalkan istananya dan pergi ke Rusia ketika rakyatnya mengepung pusat kekuasaannya. Padahal rumahnya dilindungi benteng dan pasukan.


Apakah keamanan sejati berasal dari tembok dan senjata?

Iron Dome mungkin dapat mencegat rudal-rudal musuh dan mengurangi kerusakan bangunan. Namun, ia tidak mampu menangkis rasa benci masyarakat dunia akibat kekejaman yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina. Sistem pertahanan itu mungkin menjaga gedung-gedung tetap berdiri, namun tak mampu mengusir rasa takut dan cemas di hati para pemukim ilegal.

Apakah perlindungan itu hanya soal fisik?
Bukankah trauma, stres, dan depresi sosial di kalangan masyarakat tak bisa disembuhkan dengan rudal penangkal? Bila para pemimpin merasa aman dengan infrastruktur militer, hal itu tidak serta merta menjamin ketenangan batin rakyatnya.

Negara bukanlah hanya tumpukan bangunan dan persenjataan — negara ada karena rakyatnya. Jika rakyat hidup dalam ketakutan dan keresahan terus-menerus, maka kokohnya sistem pertahanan hanyalah ilusi keamanan.

Inilah karakter bangsa yang dalam Al-Qur’an disebut sebagai bangsa yang dimurkai Allah SWT: bangsa yang tidak memahami esensi dari persoalan kemanusiaan dan keadilan. Mereka lebih memilih melindungi kekuasaan dengan tembok dan senjata, ketimbang membangun hubungan dengan kasih, adil, dan damai.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (224) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (464) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (234) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (144) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)