Hasan bin Ali dalam Mengelola Harta dan Amanah
Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT
1. Mengelola Keuangan Keluarga: Qana’ah dan Kedermawanan
Hasan bin Ali tumbuh dalam rumah yang penuh kesucian dan kesederhanaan. Ia mewarisi sifat dermawan dari kakeknya (Rasulullah ï·º) dan ayahnya (Ali bin Abi Thalib).
Diriwayatkan bahwa:
Hasan bin Ali pernah membagikan seluruh hartanya kepada fakir miskin sebanyak dua kali dalam hidupnya, dan pernah membagi hartanya menjadi dua, lalu memberikan separuhnya sebanyak tiga kali.
Namun, ia tetap memenuhi kebutuhan keluarga dengan tanggung jawab dan penuh kasih. Meski hidup sederhana, ia menjaga izzah (kehormatan) keluarga, tanpa meminta-minta dan tanpa membiarkan mereka kelaparan.
Prinsip utama Hasan: Harta adalah titipan, dan keluarga tidak boleh menjadi alasan untuk mencintai dunia secara berlebihan.
2. Mengelola Kas Negara: Menjaga Amanah Umat
Ketika menjabat sebagai khalifah, Hasan bin Ali hanya memerintah selama beberapa bulan sebelum menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah demi mencegah pertumpahan darah (peristiwa ini dikenal sebagai “Tahun Jamaah”).
Selama kepemimpinannya yang singkat, Hasan bin Ali dikenal tidak mengambil sepeser pun dari kas negara untuk kepentingan pribadi.
Ia memisahkan dengan tegas antara harta umat (baitul mal) dan harta pribadinya. Ia menolak menggunakan harta negara, kecuali untuk urusan umat dan kebutuhan mendesak.
Hasan bin Ali adalah teladan pemimpin yang memandang kekuasaan bukan hak, tapi amanah berat yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
3. Mengelola Gaji sebagai Khalifah: Menolak Kemewahan
Ketika diangkat menjadi khalifah, Hasan menolak fasilitas mewah. Ia memilih tinggal di rumah biasa dan hidup dari usaha pribadi dan sedekah yang halal, tanpa membebani umat.
Diceritakan bahwa beliau lebih banyak mendermakan hartanya daripada menyimpannya. Bahkan jika diberi harta oleh seseorang, ia segera membaginya kepada yang lebih membutuhkan.
Suatu hari, ia ditanya, “Mengapa engkau banyak bersedekah?”
Ia menjawab: “Aku malu kepada Allah bila aku menerima nikmat-Nya, tapi aku enggan memberi kepada hamba-Nya.”
4. Melunasi Utang: Segera dan Diam-diam
Hasan bin Ali sangat menjaga kehormatan diri dan keluarga dalam soal utang. Ia tidak membiarkan utang menumpuk, dan jika berutang, maka ia akan berusaha melunasi secepat mungkin.
Salah satu teladan luar biasa adalah sikapnya terhadap utang orang lain.
Ia pernah mendengar seorang lelaki dari kalangan sahabat ayahnya terjerat utang. Ia lalu diam-diam menyuruh seseorang membayar seluruh utangnya tanpa memberitahukan sang lelaki.
Bagi Hasan bin Ali, utang bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal kemuliaan jiwa dan kepercayaan sosial.
5. Wasiat Soal Hutang saat Wafat: Tidak Mau Membawa Utang ke Alam Kubur
Menjelang wafatnya, Hasan bin Ali berwasiat kepada saudaranya, Husain, agar melunasi utang-utang pribadinya jika belum sempat terbayar.
"Wahai saudaraku Husain, bila aku wafat dan masih punya utang, maka lunasilah. Aku tidak ingin menghadap Allah dengan membawa hak manusia yang belum ditunaikan."
Wasiat ini menunjukkan betapa beratnya tanggung jawab soal utang dalam pandangan beliau, dan betapa tingginya kehati-hatian Hasan bin Ali terhadap hak-hak orang lain.
Penutup: Hasan bin Ali, Pewaris Akhlak Kenabian
Hasan bin Ali bukan hanya pemimpin yang bijak, tapi juga contoh nyata bagaimana seorang Muslim mulia memperlakukan uang:
Tidak bergantung padanya,
Tidak rakus terhadapnya,
Dan tidak membiarkan dirinya diperbudak oleh dunia.
“Dunia hanya tempat kita memberi, bukan tempat kita menggenggam.”
— Hasan bin Ali
0 komentar: