Sa‘id bin Zaid: Kaya Dalam Zuhud, Lurus Dalam Amanah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Sa‘id bin Zaid ra. adalah sahabat Nabi ﷺ yang termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga dalam satu majelis. Ia menantu Umar bin Khattab, dan berasal dari keluarga yang sejak awal sudah mengenal tauhid murni — ayahnya, Zaid bin Amr, adalah pencari kebenaran sebelum Islam datang.
Meski tidak sepopuler Umar atau Abdurrahman bin Auf, Sa‘id adalah pejuang yang setia dalam setiap medan perang dan pendukung Rasulullah ﷺ sejak awal dakwah. Ia bukan hanya pejuang, tapi juga pengelola harta pribadi dan amanah publik dengan penuh ketakwaan.
Berikut enam sisi teladan Sa‘id bin Zaid dalam urusan keuangan dan harta:
1. Mengelola Uang di Keluarga: Penuh Tanggung Jawab dan Kesederhanaan
Sa‘id hidup sebagai kepala keluarga yang penuh kasih sayang dan tanggung jawab. Ia menjaga keluarganya dari kemiskinan, namun tidak pernah menjerumuskan mereka dalam cinta dunia.
Istrinya, Fatimah binti Khattab (adik Umar bin Khattab), dikenal sebagai wanita kuat dan cerdas. Keduanya hidup sederhana, bahkan ketika harta dan kekuasaan Islam melimpah. Mereka membesarkan keluarga dalam semangat tauhid dan akhlak.
Sa‘id tidak membanjiri rumahnya dengan emas dan perak, tapi dengan rasa syukur dan iman.
2. Mengelola Uang dalam Bisnis: Terlibat, Tapi Tidak Tamak
Sa‘id bukan pedagang besar seperti Abdurrahman bin Auf, namun ia tetap mandiri secara ekonomi. Ia memiliki beberapa kebun dan properti di Madinah dan sekitarnya, yang menghasilkan cukup untuk keluarganya.
Ia tidak menimbun kekayaan dan lebih memilih untuk menyumbangkan hartanya saat dibutuhkan umat. Dalam beberapa riwayat, Sa‘id dikenal suka mendermakan kebun atau sebagian hasil panennya untuk kaum miskin.
Ia menjadikan harta sebagai alat untuk ibadah, bukan tujuan hidup.
3. Mengelola Uang Soal Utang: Waspada dan Tidak Memberatkan
Tidak ada riwayat yang menyebut Sa‘id bin Zaid meninggal dalam keadaan memiliki utang. Ini menunjukkan bahwa ia adalah orang yang berhati-hati dalam bertransaksi, dan tidak hidup di atas kemampuan.
Ia tidak terbiasa berutang, dan jika berutang, ia berusaha melunasi dengan segera. Sebaliknya, ketika orang lain berutang kepadanya, ia ringan memaafkan jika benar-benar tidak sanggup membayar.
Ia takut utang menjadi penghalang amal dan kedamaian kuburnya.
4. Mengelola Uang di Kas Negara: Jujur dan Tidak Serakah
Sa‘id bin Zaid pernah menjabat sebagai penyelia tanah atau administrasi saat penaklukan wilayah Irak. Umar bin Khattab mempercayainya karena sifatnya yang lurus, tidak rakus, dan tidak silau dunia.
Ia mengelola wilayah dan distribusi tanah rampasan perang dengan adil dan jujur. Tidak ada laporan bahwa ia mengambil keuntungan pribadi dari posisi itu.
Ia sangat takut jika harta negara tercampur dengan hartanya. Karena itu, ia sering menolak hadiah, dan bersikap keras terhadap praktik korupsi.
Dalam diamnya, Sa‘id adalah pejuang transparansi.
5. Mengelola Uang Gaji Pejabat Negara: Menolak Kehormatan Dunia
Sebagai salah satu sahabat senior dan panglima perang, Sa‘id sebenarnya berhak atas gaji dan bagian rampasan perang. Namun, ia tidak pernah tamak. Bahkan dalam banyak riwayat, ia lebih suka diberi bagian paling akhir, dan banyak dari bagiannya diinfakkan kembali.
Ia tidak pernah mengejar posisi atau kekuasaan. Dalam Dewan Syura untuk memilih khalifah setelah Umar, Sa‘id berkata:
“Aku tidak pantas menjadi khalifah, tapi aku tidak akan menyalahi urusan umat ini.”
Sikap ini menunjukkan bahwa ia lebih memilih ketenangan akhirat daripada gemerlap jabatan dan fasilitasnya.
6. Wasiat Uang Saat Wafat: Sedikit Harta, Banyak Amal
Ketika Sa‘id bin Zaid wafat pada tahun 50 H, ia tidak meninggalkan warisan yang besar. Namun ia mewariskan:
Beberapa kebun yang ia wakafkan untuk kaum miskin
Rumah-rumah sederhana yang dibagikan adil kepada keluarganya
Nama baik dan reputasi suci dalam sejarah Islam
Ia tidak memikirkan pembagian harta secara rumit, karena hartanya memang tidak banyak. Namun ia meninggalkan wasiat agar:
Utang (jika ada) dilunasi dahulu
Wakaf tidak diubah fungsinya
Anak-anaknya tetap hidup sederhana dan bertakwa
Ia tidak meninggalkan kemewahan, tapi meninggalkan keteladanan.
Penutup: Diamnya Emas, Zuhudnya Mulia
Sa‘id bin Zaid bukan sosok yang banyak bicara, bukan pula yang berlomba dalam kekayaan. Tapi justru dalam kesunyiannya, ia menjaga akhlak, harta, dan umat dari keculasan.
Ia menjaga diri dari kerakusan,
Menjaga keluarganya dari dunia,
Menjaga hartanya dari korupsi,
Dan menjaga warisannya dari pertikaian.
Ia memang tidak terlihat di panggung sejarah ekonomi, tapi ia adalah teladan abadi dalam kejujuran dan tanggung jawab terhadap harta.
0 komentar: