Perang Saudara Sunyi di Negeri Penjajah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Israel sedang berperang—bukan hanya dengan Gaza, bukan cuma dengan Hamas, bukan hanya dengan Iran. Tapi dengan dirinya sendiri. Bukan perang dengan senjata, tapi dengan kebencian kelas, konflik ideologi, dan penghianatan diam-diam.
Negara yang dibanggakan sebagai “tanah yang dijanjikan” itu kini jadi ladang pertikaian internal yang makin panas. Retakan di tubuhnya bukan hal baru—namun kini retakan itu menganga, siap menelan semuanya.
1. Yahudi Sekuler vs Haredim: Para Pembayar Pajak Lawan Pemakan Uang Negara
Yang satu kerja, bayar pajak, ikut militer. Yang satu belajar kitab, teriak di jalan, dan hidup dari subsidi.
Beginilah wajah konflik abadi antara Yahudi sekuler dan Haredim. Setiap kali isu wajib militer naik, Haredim turun ke jalan: bakar ban, lempari polisi, dan teriak “Zionisme haram!” Tapi ketika giliran tunjangan ditarik, mereka teriak lebih keras.
Seberapa sering? Hampir setiap tahun.
Akar masalah: Sekuler ingin negara modern, logis, dan adil. Haredim ingin negara tunduk pada kitab dan rabbi. Yang satu pegang komputer, yang lain pegang kitab suci.
Dampaknya: Kelas menengah sekuler frustrasi. Mereka mulai pindah ke luar negeri. Negara kehilangan loyalitas tulus dari warganya yang paling produktif.
2. Yahudi Sekuler vs Pemukim Ilegal: Zionis Modern Lawan Zionis Gila
Sekuler ingin hidup nyaman, pemukim ingin “Tanah Suci” versi mereka, walau harus membantai, melanggar hukum, bahkan menyerang tentara Israel sendiri.
Pemukim ilegal adalah wajah Zionisme paling brutal—datang dari AS dan Eropa, bawa senjata, rampas tanah, dan kadang menginjak hukum Israel itu sendiri.
Contoh konflik: Saat pemerintah (yang ditekan internasional) coba membongkar pos ilegal, pemukim melawan IDF. Bahkan menyerang tentara sendiri.
Akar masalah: Sekuler ingin stabilitas dan citra global. Pemukim ingin tanah suci, apapun risikonya.
Dampaknya: Citra Israel rusak di mata dunia. Hukum menjadi lelucon. Tentara dilecehkan oleh rakyatnya sendiri.
3. Yahudi Sekuler vs IDF: Tentara yang Tak Lagi Dihormati
Bukan Hamas yang bikin tentara Israel mundur. Tapi warganya sendiri—yang kini menolak dinas militer.
Saat perang Gaza pecah, banyak warga sekuler menolak ikut wajib militer. Ribuan tentara cadangan memboikot panggilan dinas. Pilot elite mogok terbang.
Seberapa sering? Sejak 2023, makin sering dan terbuka.
Akar masalah: Rasa keadilan hancur. Haredim bebas dari dinas. Tentara dipaksa jaga pemukim gila. Sekuler muak.
Dampaknya: IDF kehilangan wajahnya. Sekuler kehilangan kebanggaannya. Negara kehilangan alat tempurnya yang paling loyal.
4. Yahudi Sekuler vs Penguasa: Rezim Ultra-Ortodoks yang Membungkam Demokrasi
Ini bukan demokrasi, ini teokrasi diam-diam yang dikendalikan rabbi dan partai fanatik.
Pemerintahan Netanyahu, berkoalisi dengan partai ultra-Ortodoks, mulai membungkam Mahkamah Agung, mengendalikan parlemen, dan membentengi kekuasaan dengan ayat-ayat rabbi.
Contoh konflik: Gelombang protes 2023—jutaan turun ke jalan. Tentara, profesor, dokter, pelajar. Semua menolak “kudeta hukum.”
Akar masalah: Sekuler ingin demokrasi modern. Rezim ingin negara berdasarkan kitab Talmud dan suara blok religius.
Dampaknya: Israel jadi bahan tertawaan di dunia barat. Investor hengkang. Otak-otak terbaik kabur. Negara terancam jadi negara agama ekstrem.
5. Protes Perang Gaza: Warga Melawan Negara Pembunuh
Ketika rudal dijatuhkan atas nama negara, tapi rakyat sendiri menjerit “Hentikan pembantaian!”
Warga sipil, keluarga sandera, aktivis HAM, bahkan pensiunan tentara ikut turun ke jalan. Mereka tidak tahan melihat Gaza dibakar, anak-anak mati, dan dunia menjauh dari Israel.
Contoh protes: Setiap minggu. Di Tel Aviv, Haifa, Yerusalem. Bendera dibakar, seruan gencatan senjata, bahkan ajakan jatuhkan pemerintahan.
Akar masalah: Kehilangan nilai moral. Kehilangan arah. Perang tiada ujung. Sandera tak kembali, Gaza hancur, dunia muak.
Dampaknya: Citra Israel jatuh. Legitimasi moral ambruk. Dukungan publik menurun. Pemilu berikutnya bisa menjadi kiamat politik bagi penguasa.
Israel Tidak Dihancurkan oleh Hamas, Tapi oleh Dirinya Sendiri
Semua ini bukan dilema. Ini bom waktu. Masyarakat Israel bukan satu tubuh, tapi empat arah yang saling tarik dan saling sikat. Mereka bukan disatukan oleh visi—tapi oleh ketakutan. Dan ketakutan tidak bisa jadi fondasi negara.
Israel bukan sedang mempertahankan eksistensinya—tapi sedang menggali lubang kuburnya sendiri. Dengan tangan sendiri.
0 komentar: