Kepahaman Nabi Ya‘qub atas Kedok-Kedok Amerika
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Serangan Amerika ke Iran, siapa yang sebenarnya diuntungkan? Untuk kepentingan rakyatnya atau untuk penjajah Israel?
Fakta menunjukkan bahwa 45% warga Amerika menolak intervensi militer ke Iran, dan 30% lainnya belum menentukan sikap. Bahkan, serangan udara dengan pesawat bomber siluman B-2 itu tidak melalui persetujuan kongres.
Di balik jargon “America First” yang dielu-elukan Donald Trump, ternyata Israel tetap menjadi prioritas utama. Saat anggaran bantuan untuk lembaga-lembaga internasional dikurangi, justru bantuan ke penjajah Israel terus mengalir deras. Trump menjanjikan kebangkitan Amerika, tapi salah satu jalannya justru dengan memperkuat rezim penjajah yang kerap melanggar hukum internasional.
Kedok-Kedok yang Berulang
Di Palestina, Amerika berdiri di belakang Israel dengan kedok diplomasi dan infrastruktur militer. Di Iran, Amerika bahkan secara terang-terangan membantu penjajah yang terlebih dahulu melancarkan serangan. Ini bukan lagi dukungan pasif—ini bentuk aktif dari legalisasi penjajahan.
Yang lebih ironis, setelah melakukan pemboman, Trump justru menyerukan perdamaian. Bukankah ini mirip strategi penjajah Israel yang terus membombardir Gaza, lalu menuduh Hamas menolak gencatan senjata?
Strategi Lama, Wajah Baru
Strategi ini sesungguhnya bukan hal baru. Al-Qur’an telah mencatat pola ini dalam kisah Nabi Yusuf. Ketika saudara-saudara Yusuf merencanakan kejahatan, mereka berkata:
> "Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian Ayah tertumpah kepadamu, dan setelah itu bertobatlah, sehingga kamu menjadi kaum yang saleh."
(QS. Yūsuf [12]:9)
Mereka melakukan kejahatan terlebih dahulu, lalu membungkusnya dengan niat tobat dan citra kebaikan. Ini pola lama dengan wajah baru—dan Amerika menerapkannya di panggung internasional. Menghancurkan lebih dulu, lalu mengangkat slogan perdamaian.
Kepahaman Nabi Ya‘qub dan Kepahaman Dunia
Apakah dunia tidak menyadari tipu daya ini? Al-Qur’an menunjukkan bahwa kepalsuan selalu bisa dikenali, sebagaimana Nabi Ya‘qub menyadari sandiwara anak-anaknya ketika mereka membawa baju Yusuf yang dilumuri darah palsu:
> "Mereka datang membawa bajunya (yang dilumuri) darah palsu. Dia (Ya‘qub) berkata, 'Justru hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan (yang buruk) itu. Maka bersabarlah, itulah yang terbaik (bagiku).'”
(QS. Yūsuf [12]:18)
Nabi Ya‘qub tidak tertipu oleh narasi buatan. Ia memahami bahwa di balik air mata dan cerita duka, ada kedok dan tipu daya. Begitulah seharusnya dunia memahami wajah Amerika dan Israel hari ini—mereka menyerukan damai di mimbar PBB dan forum-forum internasional, namun memantik perang di medan realitas.
Penutup
Dunia tidak lagi buta. Kepahaman Nabi Ya‘qub harus menjadi kepahaman umat hari ini—tidak mudah tertipu oleh sandiwara politik dan diplomasi palsu. Amerika dan penjajah Israel telah terlalu sering memainkan peran sebagai korban, sambil terus memproduksi penderitaan.
Maka, seperti Nabi Ya‘qub, kita bersabar dengan mata terbuka—menyadari kenyataan, namun tetap bersandar kepada pertolongan Allah. Juga terus melawan dengan cara yang kita bisa.
0 komentar: