Hiruk Pikuk Istana: Banyak yang Baik, Tapi Gagal Menghindari Keburukan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Ada dua nabi yang Allah SWT anugerahi hikmah dan pengetahuan melalui tempaan kehidupan di istana. Mereka hidup di negeri yang sama—Mesir—meskipun pada zaman yang berbeda. Siapakah mereka?
Mereka adalah Nabi Yusuf dan Nabi Musa. Keduanya menjalani bagian penting dari hidup mereka dalam lingkar kekuasaan istana. Bahkan, Nabi Yusuf adalah leluhur jauh Nabi Musa. Menariknya, jalan mereka menuju istana bukan karena kebangsawanan, tapi justru bermula dari upaya pembunuhan terhadap mereka.
Nabi Yusuf dibuang ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya dan akhirnya dijual ke Mesir.
Nabi Musa, sebagai bayi, terancam dibunuh oleh tentara Firaun atas perintah undang-undang pembantaian bayi laki-laki dari Bani Israil.
Apakah kesamaan latar ini juga mencerminkan kesamaan karakter?
Jawabannya: ya. Keduanya menunjukkan karakter utama yang sangat kuat, yaitu keteguhan dalam kebajikan—dan inilah syarat utama seseorang layak dianugerahi hikmah. Al-Qur’an menegaskan hal ini:
1. Kebajikan Nabi Yusuf
> “Orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, 'Berikanlah kepadanya tempat yang baik. Mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.' Demikianlah, Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir) dan agar Kami mengajarkan kepadanya takwil mimpi..."
(QS. Yūsuf [12]:21)
> “Ketika dia telah cukup dewasa, Kami berikan kepadanya kearifan dan ilmu. Demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Yūsuf [12]:22)
2. Kebajikan Nabi Musa
> “Kami mengembalikan Musa kepada ibunya agar senang hatinya serta tidak bersedih, dan agar ia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar.”
(QS. Al-Qaá¹£aá¹£ [28]:13)
> “Setelah dia dewasa dan sempurna akalnya, Kami menganugerahkan kepadanya hikmah dan pengetahuan. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebajikan.”
(QS. Al-Qaá¹£aá¹£ [28]:14)
Buah Hikmah: Bukan Banyaknya Amal, Tapi Ketajaman Jiwa
Apa tanda seseorang telah dianugerahi hikmah? Uniknya, buah hikmah tertinggi bukan terletak pada banyaknya amal saleh, tetapi pada kepekaan spiritual dalam menghadapi godaan dan kekeliruan diri sendiri.
Bukankah banyak orang dapat berbuat kebaikan, tetapi gagal menghindari keburukan saat godaan datang? Bukankah banyak tokoh besar jatuh saat berhadapan dengan korupsi, kekuasaan, atau hawa nafsu?
Di sinilah hikmah sejati diuji. Mari kita lihat dua contoh:
Nabi Yusuf: Godaan Nafsu
> “Perempuan yang rumahnya ditinggali Yusuf menggodanya. Ia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, 'Marilah mendekat kepadaku.' Yusuf berkata, 'Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.'”
(QS. Yūsuf [12]:23)
Yusuf tidak hanya menolak, tetapi juga langsung menisbatkan perlindungan kepada Allah dan menimbang akibat moral dari tindakannya.
Nabi Musa: Kekeliruan yang Disadari
> “Musa memukul (seorang Mesir) dan (tanpa sengaja) membunuhnya. Ia berkata, 'Ini termasuk perbuatan setan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata dan menyesatkan.'”
(QS. Al-Qaá¹£aá¹£ [28]:15)
> “Ia (Musa) berdoa, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
(QS. Al-Qaá¹£aá¹£ [28]:16)
Musa tidak berdalih. Ia langsung mengakui kesalahan, menyebutnya sebagai godaan setan, dan segera kembali kepada Allah.
Kesimpulan: Hikmah Tertinggi adalah Kepekaan terhadap Keburukan
Ternyata, buah hikmah tertinggi dari hiruk-pikuk istana bukanlah kebesaran jabatan atau banyaknya program sosial, tetapi kekuatan spiritual dalam menolak keburukan yang hadir lewat kekuasaan, hawa nafsu, dan kelalaian diri.
Sebab dalam lingkar kekuasaan, seseorang bisa lupa daratan, merasa diri sebagai “tuhan kecil” yang tak bisa disentuh.
Menghindari keburukan jauh lebih sulit daripada berbuat kebaikan. Maka, hanya mereka yang berhikmah yang mampu melihat jebakan sebelum terperosok.
0 komentar: