basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Sebab Sakitnya Rasulullah saw Oleh: Nasrulloh Baksolahar Apa penyebab seseorang jatuh sakit? Apakah karena virus, bakteri, cuaca...

Sebab Sakitnya Rasulullah saw
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Apa penyebab seseorang jatuh sakit? Apakah karena virus, bakteri, cuaca, atau faktor eksternal lainnya? Secara medis, itu semua bisa jadi penyebab. Namun, jika ditilik secara spiritual, ternyata salah satu penyebab utama adalah kezaliman terhadap diri sendiri.

Apa yang dimaksud dengan zalim kepada diri? Yaitu hidup yang melampaui batas, baik batas bawah maupun batas atas. Saat seseorang tidak menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Allah dan teladan Rasulullah saw, ia telah keluar dari takaran ideal yang ditetapkan oleh Islam.

Contohnya adalah tidur terlalu larut atau justru terlalu banyak tidur; makan dan minum secara berlebihan atau malah tidak cukup; berolahraga secara ekstrem atau tidak berolahraga sama sekali; tidak pernah berpuasa atau justru berpuasa setiap hari tanpa panduan syariat. Semua itu bentuk kezaliman terhadap diri sendiri.

Untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani, umat Islam diajarkan untuk meneladani Rasulullah saw. Beliau hidup dalam keseimbangan yang sempurna. Namun, meskipun hidup dalam kesempurnaan syariat dan keseimbangan, Rasulullah saw juga pernah jatuh sakit. Lalu, apa penyebabnya?

Sakitnya Rasulullah saw bukan karena kezaliman terhadap diri sendiri, melainkan karena kejahatan dari luar dirinya. Beliau pernah disihir oleh seorang Yahudi, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits yang dicatat oleh Imam Ahmad. Zaid bin Arqam meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah merasa sakit selama beberapa hari. Kemudian malaikat Jibril datang dan menyampaikan bahwa seorang lelaki Yahudi telah menyihir beliau dengan membuat buhul di sebuah sumur. Nabi pun mengutus seseorang untuk mengambil buhul itu, dan setelah diurai, beliau pulih kembali. Meski demikian, Nabi tidak membalas atau menunjukkan permusuhan terhadap pelaku sampai wafatnya.

Selain itu, dalam Perang Khaibar, Zainab binti al-Harits, seorang wanita Yahudi, mencoba membalas dendam kekalahan kaumnya dengan meracuni makanan yang disajikan kepada Rasulullah saw. Efek dari racun itu tidak langsung mematikan, tetapi perlahan-lahan melemahkan kondisi fisik Nabi. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari, Nabi bersabda di masa sakitnya, “Sekarang saatnya aku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun tersebut.”

Dengan demikian, jelas bahwa sakitnya Rasulullah saw bukanlah akibat dari kelalaian dalam menjaga keseimbangan hidup, melainkan karena serangan dan kejahatan eksternal yang ditujukan kepadanya. Berbeda dengan kebanyakan manusia yang jatuh sakit karena abai terhadap tubuh dan jiwa mereka sendiri—karena mereka telah menzalimi dirinya sendiri.

Serbuan Pemukim Yahudi ke Al-Aqsa dan Tentara Bergajah Oleh: Nasrulloh Baksolahar Pada Senin, 26 Mei 2025, ribuan pemukim Yahudi...

Serbuan Pemukim Yahudi ke Al-Aqsa dan Tentara Bergajah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Pada Senin, 26 Mei 2025, ribuan pemukim Yahudi dengan leluasa menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa. Aksi ini dilakukan dengan dalih memperingati pendudukan Tepi Barat dalam Perang Enam Hari tahun 1967, dan mendapat dukungan penuh dari aparat militer Israel.

Spanduk-spanduk provokatif dibentangkan dalam aksi tersebut. Di antaranya bertuliskan, “Gaza adalah milik kita”, serta “Yerusalem 1967, Gaza 2025”—slogan yang secara terang-terangan mencerminkan ambisi aneksasi militer atas Gaza, sebagaimana pendudukan Yerusalem Timur. Bahkan, spanduk bertuliskan “Tanpa Nakba tidak ada kemenangan” menunjukkan glorifikasi atas pengusiran paksa lebih dari 700.000 warga Palestina saat berdirinya negara Israel pada 1948.

Aksi ini bukan sekadar gerakan sporadis dari massa. Beberapa tokoh penting pemerintahan Israel turut serta, termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, Menteri Negev dan Galilea Yitzhak Wasserlauf, serta sejumlah anggota Knesset dari partai-partai ultra-nasionalis seperti Likud, Kekuatan Yahudi, dan Zionisme Religius. Fakta ini menunjukkan bahwa penyerbuan tersebut secara politis disokong oleh kekuasaan.

Peristiwa ini mengingatkan kita pada kisah legendaris penyerangan Tentara Bergajah ke Ka'bah—tempat suci umat Islam—yang pada akhirnya dihancurkan oleh kekuasaan Allah melalui burung-burung Ababil. Bukankah Masjid Al-Aqsa juga memiliki kedudukan mulia dalam Islam? Apakah sejarah akan kembali terulang?

Al-Qur’an telah menegaskan bahwa Allah tidak tinggal diam terhadap kezaliman yang ditujukan kepada tempat-tempat ibadah, apapun agamanya. Dalam surah Al-Ḥajj ayat 40, Allah berfirman:

> “(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, 'Tuhan kami adalah Allah.' Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti telah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja, sinagoge-sinagoge, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sungguh, Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
(Al-Ḥajj [22]: 40)



Ayat ini menjadi isyarat bahwa kehancuran suatu kekuatan yang menodai tempat ibadah bisa terjadi melalui tangan manusia lain yang Allah gerakkan. Dalam konteks ini, kita melihat bagaimana gelombang perlawanan masyarakat dunia terhadap agresi Israel mulai bangkit. Demonstrasi besar-besaran di berbagai kota Eropa dan Amerika merupakan tanda awal.

Sebagaimana runtuhnya pasukan bergajah, penjajahan atas tanah suci ini pun sedang menuju kehancurannya. Di mulai dari gerakan mereka yang terus menodai Masjid Al-Aqsa. Allah Mahatahu, dan sejarah telah berkali-kali membuktikan bahwa kezaliman tidak pernah abadi.

Al-Qur'an Penuh Makna, Walaupun Hanya Satu Huruf Oleh: Nasrulloh Baksolahar Imam Syafi’i pernah memberikan nasihat yang meng...

Al-Qur'an Penuh Makna, Walaupun Hanya Satu Huruf

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Imam Syafi’i pernah memberikan nasihat yang menggetarkan jiwa tentang keagungan surat Al-Ashr:
"Jika umat Islam mau merenungi surat ini, niscaya mereka akan terpesona olehnya. Jika hanya surat ini yang diturunkan kepada manusia, sesungguhnya itu pun sudah cukup. Anehnya, banyak Muslim yang justru lalai darinya."

Pernyataan ini menyadarkan kita bahwa satu surat dalam Al-Qur'an saja—bila direnungi dan diamalkan dengan sungguh-sungguh—dapat menjadi kompas hidup yang luar biasa. Bahkan, dalam perjalanan spiritual seorang Muslim, satu surat bisa menjadi pelindung dan penuntun. Lihatlah keutamaan surat Al-Mulk.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa saja yang membaca surat Al-Mulk setiap malam, ia akan terhindar dari siksa kubur. Surat ini pun kelak menjadi syafaat bagi pembacanya di hari kiamat dan membantunya menuju surga.

Lalu, jika satu surat begitu bernilai, bagaimana dengan satu ayat?

Ayat Kursi, misalnya, memiliki keutamaan besar. Membacanya dapat menjadi pelindung dari gangguan setan, jin, dan hal-hal buruk lainnya. Ia juga menjadi amalan harian yang mendekatkan seseorang kepada rahmat Allah SWT dan menjadi salah satu pintu menuju kemudahan hidup dan surga.

Lantas, bagaimana bila hanya satu huruf?

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan 'Alif Laam Miim' itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf." (HR. Tirmidzi)

Apakah keistimewaan ini hanya soal pahala?

Tentu tidak. Huruf-huruf dalam Al-Qur'an bukan sekadar susunan linguistik, tapi mengandung isyarat maknawi yang dalam. Dalam Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur, Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy menjelaskan bahwa huruf-huruf pembuka seperti Alif Lam Mim adalah pemantik kesadaran. Ia hadir untuk menarik perhatian manusia agar mendengarkan dan merenungi ayat-ayat selanjutnya.

Sayyid Qutb, dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, menegaskan makna serupa:
"Satu surat saja dari Al-Qur’an adalah nikmat yang sangat besar dan tak terhingga. Ia adalah sumber yang terus melimpah tanpa pernah habis."

Maka dari itu, satu surat, satu ayat, bahkan satu huruf dari Al-Qur’an tidak hanya bernilai dari sisi pahala, tetapi juga sebagai pancaran cahaya Ilahi yang membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju terang kehidupan. Apalagi satu Al-Qur'an?

Tanah Tanpa Langit? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Manusia diciptakan dari tanah. Namun, dapatkah tanah menghadirkan kehidupan jika ...


Tanah Tanpa Langit?
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Manusia diciptakan dari tanah. Namun, dapatkah tanah menghadirkan kehidupan jika tanpa bantuan langit? Awan, hujan, matahari, dan bulan semuanya berada di langit. Bagaimana jika tanah dibiarkan tanpa elemen-elemen langit tersebut?

Allah Swt. menjelaskan dalam Al-Qur’an:

> “Yang menurunkan air dari langit dengan suatu ukuran, lalu dengan air itu Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).”
(QS Az-Zukhruf: 11)



> “Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu.”
(QS An-Naḥl: 10)



Dari ayat-ayat tersebut, kita memahami bahwa air hujan adalah sumber utama kehidupan yang memungkinkan tanah menumbuhkan tanaman. Bahkan, air minum sebagai unsur pokok kehidupan pun berasal dari langit.

Lalu, apa peran tanah?
Tanah hanyalah penerima. Ia menampung dan mengolah apa yang diturunkan dari langit. Maka jika manusia diciptakan dari tanah, jiwanya pun memiliki sifat yang serupa—kandungan dan potensi jiwanya akan tetap kering dan tandus jika tidak disirami unsur-unsur dari langit.

Namun, apakah langit hanya berperan dalam kehidupan fisik seperti menurunkan hujan dan sinar matahari? Ternyata tidak. Untuk jiwa manusia pun, langit menurunkan “siraman” berupa wahyu. Firman Allah Swt.:

> “Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”
(QS Al-Qadr: 4)



Tanpa bimbingan wahyu, jiwa manusia akan tetap kering, hampa, dan kehilangan arah. Ia bagaikan tanah yang menolak air dan cahaya—tidak menumbuhkan apa-apa, mati, dan gersang.

Menariknya, tanah tidak pernah meminta hujan atau sinar matahari, namun langit tetap menurunkannya karena kebutuhan yang melekat dalam kodrat tanah. Demikian pula dengan manusia: meskipun tidak meminta diturunkannya wahyu, Allah tetap mengirimkan rasul dan nabi sebagai pembawa cahaya dan petunjuk.

Tanah membutuhkan langit untuk hidup. Manusia pun demikian—jiwanya membutuhkan wahyu untuk tumbuh, berkembang, dan hidup secara utuh. Tanpa langit, tanah kehilangan daya hidupnya. Tanpa wahyu, manusia kehilangan arah hidupnya.

Membumikan Filosofi Tanah Oleh: Nasrulloh Baksolahar Menjadi tanah. Itulah keinginan orang kafir ketika azab menyergapnya di akh...

Membumikan Filosofi Tanah
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Menjadi tanah. Itulah keinginan orang kafir ketika azab menyergapnya di akhirat. Sebuah pengakuan yang penuh penyesalan, sebagaimana digambarkan dalam firman Allah Swt.:

> "Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu akan azab yang dekat pada hari (ketika) manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, 'Aduhai, sekiranya aku dahulu adalah tanah.'"
(An-Naba' [78]: 40)



Mengapa tanah? Apa istimewanya tanah hingga menjadi harapan terakhir manusia yang durhaka? Bukankah semua manusia, termasuk orang kafir, memang diciptakan dari tanah?

Pertanyaan ini mengajak kita merenungi kembali esensi penciptaan manusia. Kita memang berasal dari tanah, tetapi tidak semua menjalani hidup dengan karakter tanah. Di sinilah letak ironi yang sering terabaikan: manusia kembali merindukan tanah justru ketika kehilangan arah dari fitrah asalnya.

Tanah, dalam diamnya, menyimpan filosofi kehidupan yang dalam. Ia menerima apa pun yang dilemparkan kepadanya—sampah, dedaunan kering, bahkan bangkai—dan mengolah semuanya menjadi sesuatu yang berguna. Ia tidak menolak, tidak mengeluh, dan tidak mengutuk. Semua diterima dan diurai menjadi pupuk penyubur kehidupan.

Bisakah manusia bersikap seperti itu? Menerima kepahitan hidup, luka, dan kegagalan, lalu mengolahnya menjadi kekuatan baru yang menyuburkan jiwanya? Menjadikan pengalaman pahit sebagai pupuk pertumbuhan, bukan racun yang mematikan?

Filosofi tanah tidak berhenti pada penerimaan dan pengolahan. Tanah yang subur bahkan menjadi fondasi tumbuhnya kehidupan lain. Ia memberi tempat bagi pepohonan untuk tumbuh, yang kemudian menghadirkan buah, daun, batang, bahkan getah yang bermanfaat bagi makhluk lainnya.

Inilah makna terdalam dari hidup yang membumi: mampu mengubah penderitaan menjadi karya, luka menjadi hikmah, dan kegetiran menjadi berkah bagi sesama. Tanah tidak hanya menyuburkan dirinya, tapi juga menghidupkan yang lain.

Maka, asal mula manusia dari tanah bukan sekadar aspek biologis, tapi juga pesan spiritual: agar manusia hidup dengan kerendahan hati, kesanggupan menerima, dan kemampuan memberi. Hidup dengan filosofi tanah bukan berarti pasrah tanpa daya, melainkan terus tumbuh meski dilukai, terus memberi meski diinjak.

Jika filosofi ini benar-benar dibumikan dalam kehidupan, barangkali manusia tak perlu mengucap penyesalan terakhir itu—“Seandainya aku dahulu adalah tanah.” Karena ia telah lebih dulu menjadi tanah: merendah, menyubur, dan menghidupkan.

Dunia Cerminan Kehidupan Akhirat Oleh: Nasrulloh Baksolahar Manusia terdiri dari jasad dan jiwa. Saat ini kita hidup di dunia, k...


Dunia Cerminan Kehidupan Akhirat

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Manusia terdiri dari jasad dan jiwa. Saat ini kita hidup di dunia, kelak akan berada  akhirat. Di era sekarang, semua teknologi ditopang oleh hardware juga software. Keduanya beriringan dan terkoneksi, tidak berdiri sendiri dan mandiri. Lalu bagaimana perilaku manusia mencerminkan koneksi jasad dan jiwa?

Tindakan fisik yang kita lakukan dapat memengaruhi kebersihan dan kejernihan batin. Hardware yang tidak kompatibel akan mengganggu kinerja software. Apa yang dilakukan di dunia, mempengaruhi derajat di akhirat.  Sadarkah akan keterkaitan ini?

Jasad dan jiwa, hardware dan software, dunia dan akhirat merupakan satu paket yang tidak terpisahkan. Bila salah satunya baik, maka akan menciptakan kebaikan bagi yang lainnya. Jika kita menyadari keterkaitan ini, tindakan seperti apa yang semestinya kita ambil? 

Allah Swt. telah menegaskan dalam firman-Nya:
"Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya."
(Az-Zalzalah [99]:7)

Amal yang baik akan membersihkan hati. Amal yang buruk mengeraskan hingga membutakan hati. Kebaikan di dunia menghadirkan kebaikan di akhirat.

Sama seperti seseorang yang bekerja keras hari ini demi kesuksesan masa depan, maka amal di dunia menjadi bekal di akhirat. Meski berbeda ruang dan waktu, hari ini dan masa depan selalu terhubung. Keduanya saling terhubung dalam hubungan sebab dan akibat.

Sebagai contoh nyata dari hubungan amal dan balasan akhirat, dalam kitab Riyadhus Shalihin disebutkan, bahwa bila melangkahkan kaki ke masjid, maka setiap satu langkah adalah satu derajat kebaikan. Bila menanam satu pohon, lalu dimakan oleh manusia, binatang dan burung, maka menjadi shadaqah di hari Kiamat.

Mereka yang berwudhu, semua tetesan air dari anggota tubuh menjadi penghapusan dosa bagi anggota tubuh tersebut. Sholat dari waktu ke waktu, dari Jumat ke Jumat, dari Ramadhan ke Ramadhan, akan menghadirkan rahmat-Nya untuk melebur dosa di antara dua waktu tersebut.

Dengan demikian, kehidupan di dunia sejatinya adalah bayangan dari kehidupan akhirat yang akan datang. Sudahkah kita menyadari keterkaitan ini dalam kehidupan sehari-hari? 


Menghimpun Ragam Kekuatan Seperti Terong Oleh: Nasrulloh Baksolahar Karakter terong itu unik: kulitnya keras dan licin, namun ba...

Menghimpun Ragam Kekuatan Seperti Terong
Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Karakter terong itu unik: kulitnya keras dan licin, namun bagian dalamnya lembut dan putih. Permukaan yang keras seolah menjadi pelindung bagi kelembutan di dalam—menunjukkan keseimbangan antara ketegasan dan kelembutan.

Inilah cerminan pribadi yang matang: tegas dalam prinsip, teguh dalam perjuangan, namun tetap lentur dalam strategi. Tidak mudah hanyut oleh arus, tetapi juga tidak kaku menghadapi perubahan.

Dari mana semua kekuatan itu berasal? Seperti daging terong yang lembut dan putih, semua bersumber dari kejernihan jiwa dan kelembutan hati. Keduanya adalah dasar dari keteguhan dan kelenturan.

Hati yang bening melahirkan kesadaran akan nilai dan moralitas. Kesadaran inilah yang menguatkan prinsip hidup, sekaligus membuka ruang untuk memaafkan dan menyayangi. Dari sinilah kelenturan dalam bersikap dan bertindak tumbuh.

Saat dimasak, terong menciptakan tekstur creamy yang mampu menyatu dan meresap ke seluruh masakan. Ia memenuhi setiap celah, tak menyisakan ruang kosong. Karakter ini melambangkan kemampuan untuk menghimpun dan menyatukan berbagai kekuatan di sekitarnya.

Kelembutan terong justru menjadikannya perekat. Banyak rasa dapat berhimpun karena kelembutan yang mempersatukan, bukan kekuatan yang mendominasi.

Inilah karakter seorang pemimpin sejati: mampu menjembatani perbedaan, menyatukan berbagai karakter, dan membangun kekuatan kolektif. Terong adalah perumpamaan sederhana dari kepemimpinan yang berakar pada keutuhan jiwa.




 
Tulisan "Menghimpun Ragam Kekuatan Seperti Terong" oleh Nasrulloh Baksolahar memuat nilai-nilai reflektif yang dikemas melalui perumpamaan sederhana namun bermakna. Berikut analisis isi dan gaya bahasanya:


1. Isi (Substansi)

Tulisan ini menyampaikan gagasan tentang kepemimpinan dan kematangan pribadi, dengan menjadikan terong sebagai simbol utama. Beberapa poin penting:

Fisik terong yang keras di luar namun lembut di dalam dianalogikan sebagai kombinasi karakter ideal: tegas namun lembut.

Keseimbangan antara prinsip dan kelenturan dijelaskan sebagai fondasi kepribadian matang.

Asal kekuatan sejati disebut berasal dari hati dan jiwa yang jernih, bukan dari kekerasan luar semata.

Kemampuan terong menyatu dalam masakan dijadikan simbol dari kemampuan seorang pemimpin untuk menghimpun, menyatukan, dan merekatkan berbagai potensi yang ada di sekitarnya.

Ditekankan bahwa kelembutan adalah kekuatan yang menyatukan, bukan dominasi yang memaksa.


Isi ini menunjukkan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang kuat secara nilai, namun tetap lembut dalam jiwa, dan mampu menghadirkan sinergi dalam keberagaman.


2. Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam tulisan ini dapat dikategorikan sebagai metaforis, kontemplatif, dan naratif reflektif. Berikut penjelasannya:

Metaforis: Terong digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan karakter, kepemimpinan, dan nilai-nilai batin. Misalnya:
"Karakter terong itu unik: kulitnya keras dan licin, namun bagian dalamnya lembut dan putih."

Reflektif dan kontemplatif: Tulisan mengajak pembaca merenung, bukan hanya memahami, tetapi juga merasakan maknanya secara mendalam. Contoh:
"Dari mana semua kekuatan itu berasal?"

Diksi sederhana namun bernuansa filosofis: Penulis menggunakan kata-kata seperti kejernihan jiwa, kelembutan hati, kekuatan kolektif, yang memberi kesan mendalam dan bermakna spiritual.

Struktur kalimat tertata dan mengalir logis: Gagasan berkembang secara bertahap dari deskripsi fisik, ke makna batin, hingga ke penerapannya dalam kepemimpinan.


Kesimpulan

Isi tulisan sangat kuat dalam menggambarkan kepemimpinan berbasis nilai batin, dan gaya bahasa yang digunakan sangat sesuai dengan esai reflektif. Ini membuat tulisan cocok untuk:

Kolom opini atau refleksi di media massa.

Buku motivasi atau pengembangan diri.

Materi pembelajaran kepemimpinan berbasis karakter.


Tulisan ini berhasil mengangkat objek sederhana menjadi sumber inspirasi mendalam, yang menjadi ciri khas penulisan filosofis yang membumi.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (249) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (533) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (212) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (451) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (230) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (219) Sirah Sahabat (138) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (142) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)