"Hamba-Hamba-Ku yang Kuat" dalam Terminologi Kehancuran Bani Israil?
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Ayat Al-Qur'an yang menjadi dalil tentang kehancuran Bani Israil setiap kali mereka berbuat kezaliman dan kerusakan terdapat dalam surah Al-Isra’:
> "Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.’ Maka apabila datang saat hukuman untuk (kezaliman) pertama dari keduanya, Kami kirimkan kepada kalian hamba-hamba Kami yang sangat kuat, lalu mereka memasuki perkampungan-perkampungan kalian. Dan itu adalah janji yang pasti terlaksana.”
— (QS Al-Isra’: 4–5)
Dalam pandangan para mufassir klasik, "hamba-hamba-Ku yang kuat" dalam ayat ini merujuk pada dua kekuatan besar yang pernah menghancurkan kerajaan Yahudi setelah masa Nabi Sulaiman a.s.:
1. Serbuan Kerajaan Asyur (Assyria):
Kekaisaran ini menghancurkan Kerajaan Israel (utara), yang dihuni oleh sepuluh suku Bani Israil, sekitar tahun 722 SM. Kota Samaria, ibu kotanya, dijarah dan penduduknya diasingkan.
2. Serbuan Kerajaan Babilonia (Babylonia):
Di bawah kepemimpinan Nebukadnezar II, Babilonia menghancurkan Kerajaan Yehuda (selatan), menghancurkan Baitul Maqdis (Solomon’s Temple), dan menawan ribuan orang Yahudi ke Babilonia pada tahun 586 SM.
Secara militer, Kerajaan Asyur dan Babilonia jauh lebih kuat dibandingkan kerajaan-kerajaan Yahudi saat itu, baik dari segi jumlah pasukan, teknologi militer, maupun strategi perangnya. Maka hancurlah dua kerajaan Yahudi itu secara total. Namun, bagaimana dengan konteks saat ini?
Kekuatan di Era Modern: Siapa “Hamba-Hamba-Ku yang Kuat”?
Di era sekarang, penjajah Israel justru menjadi kekuatan militer terkuat di kawasan Timur Tengah, dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat dan sekutu Eropa. Negara-negara Arab yang dulu menentangnya, kini satu per satu menjalin kompromi dan normalisasi:
1. Mesir dan Yordania sudah lama menjadi sekutu Israel secara diplomatik.
2. Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Oman telah melakukan normalisasi.
3. Arab Saudi berada di ambang normalisasi dengan bujukan Amerika.
4. Irak, Suriah, Lebanon, dan Yaman dilumpuhkan oleh konflik internal dan perang proksi.
Yang tersisa adalah Iran, satu-satunya kekuatan regional yang masih aktif menentang dominasi Israel. Namun, secara militer konvensional, Iran pun masih berada di bawah Israel dari sisi teknologi dan daya tempur terbuka.
Lalu, di manakah posisi “hamba-hamba-Ku yang kuat” sebagaimana yang Allah janjikan dalam surat Al-Isra’? Apakah konsepnya masih identik dengan kekuatan militer besar seperti Asyur dan Babilonia, atau sudah bergeser?
Dari Infrastruktur ke Ideologi
Sejarah mencatat bahwa kemenangan di masa lalu ditentukan oleh dominasi militer dan infrastruktur. Saat Romawi dan Persia berebut pengaruh di wilayah Syam (Palestina), kekuatan ditentukan oleh logistik, jumlah pasukan, dan teknologi tempur.
Namun, sejak kebangkitan Islam di Hijaz, peta kekuatan berubah total. Kaum Muslimin yang secara infrastruktur lemah justru mampu mengalahkan dua imperium besar: Romawi dan Persia. Di sini, kekuatan ideologis, spiritualitas, dan kesatuan visi menjadi faktor utama kemenangan.
Apakah ini berarti, di era modern pun, yang disebut “hamba-hamba-Ku yang kuat” tidak semata-mata diukur dari besar pasukan atau kecanggihan persenjataan?
Mungkin, kekuatan mereka lahir dari kesabaran di bawah tekanan, keberanian yang dibentuk oleh penderitaan, dan keyakinan yang tak goyah terhadap janji Allah. Seperti kekuatan Gaza hari ini, yang diblokade total tapi mampu mengguncang negeri yang dimanja dengan teknologi.
Penutup
Dalam logika ilahi, kekuatan tidak selalu lahir dari superioritas material. Kadang, justru muncul dari ruang-ruang keterbatasan yang diisi oleh iman, tekad, dan keberanian. Maka ketika Allah berfirman “hamba-hamba-Ku yang sangat kuat,” bisa jadi mereka tidak terdefinisi oleh radar militer dunia, tetapi dikenali langit sebagai ujung tombak keadilan-Nya di bumi.
0 komentar: