Bani Israil: Selalu Salah Memanfaatkan Momentum
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bani Israil adalah kaum yang dianugerahi begitu banyak keistimewaan: lahir dari keturunan para nabi, hidup di tengah mukjizat, dan mendapat bimbingan langsung dari para utusan Allah. Namun, berkali-kali pula mereka gagal membaca dan memanfaatkan momentum sejarah untuk kejayaan mereka sendiri.
Mereka memiliki Yusuf, seorang nabi yang disayangi oleh ayahnya dan kelak akan menjadi pejabat tinggi di Mesir. Namun alih-alih mendukungnya, mereka justru melemparkannya ke dalam sumur karena dengki. Mereka memiliki Musa, nabi yang membebaskan mereka dari penindasan Fir‘aun, tapi justru mereka durhaka, membangkang, bahkan menyembah anak sapi saat Musa naik ke bukit Sinai.
Saat perjalanan menuju Palestina, mereka dibekali Taurat—kitab suci sebagai pedoman untuk membangun peradaban mulia. Tapi mereka menolak isi Taurat, menolak memasuki tanah suci, dan lebih memilih menetap di padang pasir. Mereka menolak amanah ketika sejarah sedang membuka pintu kejayaan.
Di masa Nabi Daud dan Sulaiman, tidak tercatat peran besar Bani Israil dalam mendukung kepemimpinan dua raja besar ini. Yang terekam dalam Al-Qur’an hanyalah urusan hukum biasa—seperti kisah domba yang merusak kebun, atau sengketa bayi. Sementara itu, keagungan justru tampak dari hubungan Nabi Daud dengan gunung dan burung yang bertasbih, serta kekuatan Nabi Sulaiman dalam mengendalikan jin, setan, burung, dan angin. Bahkan saat singgasana Ratu Balqis dipindahkan, hanya satu sosok yang disebut berjasa, bukan kelompok mereka secara umum.
Momentum emas di bawah kekuasaan dua nabi besar itu tidak diwariskan. Pasca wafat Nabi Sulaiman, mereka malah terpecah dan lemah, hingga akhirnya dijajah oleh kerajaan-kerajaan besar seperti Assyur dan Babilonia. Mereka tidak belajar dari kecemerlangan kepemimpinan para nabi mereka.
Kemudian datang lagi para nabi dari kalangan mereka sendiri: Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa. Namun mereka tetap mengulangi kesalahan. Sebagian nabi dibunuh, lainnya didustakan.
Ketika mereka tersingkir dari tanah-tanah di Eropa, Palestina membuka diri untuk menerima mereka. Tapi alih-alih hidup berdampingan, mereka justru menjajah, merampas tanah, dan menggusur rakyat Palestina. Bahkan ketika dunia internasional memberi mereka sebagian wilayah melalui resolusi PBB, mereka terus memperluas penjajahan dan melancarkan genosida.
Kini, mereka menyerang negara-negara sekitar: Suriah, Lebanon, Yaman, dan Iran. Akibatnya, mereka justru terkepung dari segala penjuru.
Penutup
Sejak awal kemunculannya, Bani Israil dan keturunannya sering gagal membaca arah sejarah. Mereka berkali-kali diberi kesempatan untuk bangkit dan menjadi umat yang unggul, tapi hampir selalu salah langkah. Alih-alih menjadi bangsa pembawa rahmat, mereka justru menciptakan kehancuran—terutama bagi diri mereka sendiri.
Momentum adalah amanah sejarah. Ketika disia-siakan, ia berubah menjadi awal dari kejatuhan.
0 komentar: