basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Sekelumit Nurani di Tengah Jahiliyah Protes Orang Quraisy terhadap Kekerasan Pemuka Quraisy terhadap Rasulullah ï·º Ide Tulisan: N...

Sekelumit Nurani di Tengah Jahiliyah

Protes Orang Quraisy terhadap Kekerasan Pemuka Quraisy terhadap Rasulullah ï·º


Ide Tulisan: Nasrulloh Baksolahar
Narasi: ChatGPT


Masih Ada Nurani

Sejarah dakwah Rasulullah ï·º di Mekah kerap dipahami sebagai kisah tentang penolakan dan kekerasan. Dan memang benar, sebagian besar tokoh Quraisy saat itu sangat agresif menolak ajakan Nabi Muhammad ï·º, bahkan hingga menyiksa para sahabat, memboikot keluarganya, dan merancang pembunuhan.

Namun di balik tirai penindasan itu, sejarah mencatat dengan jelas: tidak semua orang Quraisy menyetujui cara-cara keji yang dilakukan para pemuka mereka. Ada suara-suara yang muncul—pelan tapi berani—yang mempertanyakan, menolak, bahkan memprotes perlakuan tidak manusiawi terhadap Nabi ï·º dan keluarganya.


1. Ketika Boikot Menjadi Titik Balik Nurani

Salah satu bentuk penindasan paling kejam terjadi pada tahun ke-7 kenabian, ketika para pemuka Quraisy memberlakukan boikot sosial, ekonomi, dan pernikahan terhadap Bani Hasyim dan Bani al-Muthalib, dua kabilah yang menolak menyerahkan Nabi kepada Quraisy.

Selama hampir tiga tahun, mereka diasingkan di lembah sempit (Syi‘ib Abi Thalib), hidup dalam kelaparan, keterasingan, dan kekurangan.

Namun tekanan ini tidak membuat semua Quraisy diam. Tokoh-tokoh seperti Hisham bin ‘Amr, Zuhair bin Abi Umayyah, Mut‘im bin ‘Adi, dan Abu al-Bukhturi mulai menyusun gerakan diam-diam untuk menghentikan boikot.

> "Apakah kita membiarkan keluarga kita mati kelaparan hanya karena mereka membela darah daging mereka sendiri?"
—Zuhair bin Abi Umayyah, dalam rapat rahasia anti-boikot

Mereka akhirnya membongkar perjanjian boikot yang disimpan di dalam Ka‘bah. Ditemukan bahwa dokumen tersebut telah dimakan rayap, meninggalkan hanya nama Allah. Peristiwa ini menjadi momen dramatis yang membuka mata banyak pihak dan mencabut boikot secara resmi.


2. Mut‘im bin ‘Adi: Pelindung Rasul dari Kaum Sendiri

Salah satu tokoh Quraisy yang mencolok dalam pembelaan moral terhadap Nabi adalah Mut‘im bin ‘Adi. Ia memang tidak masuk Islam, tapi menunjukkan keberanian luar biasa saat Rasulullah ï·º kembali dari Thaif dalam keadaan terluka dan diusir.

Mengetahui bahwa Nabi hendak masuk ke Mekah tanpa perlindungan, Mut‘im berdiri bersama anak-anaknya, menghunus pedang di pintu Ka‘bah, dan menyatakan bahwa Muhammad masuk kota di bawah jaminan dan perlindungannya.

Ini adalah bentuk protes sosial diam-diam kepada Quraisy: bahwa perbedaan keyakinan tidak boleh menjadi alasan untuk menghancurkan nilai-nilai kehormatan dan perlindungan sesama warga kota.


3. Abu Thalib: Protes Melalui Keteguhan

Tak ada tokoh Quraisy yang lebih konsisten melindungi Nabi ï·º selain Abu Thalib, pamannya sendiri. Meskipun tidak pernah mengucapkan dua kalimat syahadat, Abu Thalib menolak tunduk pada tekanan kolektif untuk menyerahkan keponakannya.

Ia bahkan dengan tegas berkata dalam bait syair:

“Demi Allah, mereka tidak akan bisa menyentuhnya,
sampai aku dibaringkan mati dan dikuburkan.”


Abu Thalib bukan hanya pembela dalam darah, tapi simbol protes sosial terhadap tindakan barbar yang melampaui nilai-nilai kesukuan dan kehormatan bangsa Arab.


4. Tak Semua Menolak Karena Benci, Sebagian Karena Malu

Menariknya, protes sebagian Quraisy tidak selalu didorong oleh iman, tapi oleh rasa malu, harga diri, dan akal sehat sosial. Mereka menyadari bahwa menyiksa sesama, menindas keluarga sendiri, dan mempermalukan bangsawan Quraisy adalah aib yang mencederai tradisi dan kehormatan Arab.

Sebagian tokoh seperti al-Walid bin al-Mughirah bahkan mengakui keindahan bacaan Al-Qur’an, meskipun kemudian memilih untuk menolaknya karena tekanan politik dan gengsi sosial.



Celah Moral di Tengah Gelapnya Jahiliyah

Perjalanan dakwah Rasulullah ï·º menunjukkan bahwa kebenaran selalu menemukan sekutu, meski kadang datang dari tempat yang tak terduga. Di tengah kekerasan, boikot, dan penindasan, masih ada suara hati yang memilih membela yang benar meskipun tidak seiman.

Sejarah ini mengajarkan kita: dalam masyarakat sejahat apa pun, selalu ada nurani yang belum mati. Tugas umat Islam hari ini adalah membaca celah moral itu, merawatnya, dan menyinari jalan dengan hikmah—sebagaimana dilakukan Rasulullah ï·º.

Kalau Hidupmu Selalu Kacau, Bisa Jadi Kamu Tak Pernah Belajar dari Allah Oleh: Nasrulloh Baksolahar 1. Hidupmu Kacau? Jangan Sal...

Kalau Hidupmu Selalu Kacau, Bisa Jadi Kamu Tak Pernah Belajar dari Allah


Oleh: Nasrulloh Baksolahar



1. Hidupmu Kacau? Jangan Salahkan Masalah, Salahkan Dirimu yang Tak Tahu Pola

Orang-orang mengeluh, “Hidup ini penuh masalah, rumit, dan tak bisa diprediksi.” Tapi benarkah hidup ini sesulit itu? Atau sebenarnya kita saja yang malas membaca pola kehidupan?

Dengar baik-baik: hidup tidak pernah benar-benar kacau. Alam semesta ini berjalan dalam sistem yang rapi dan tertata. Matahari, air, udara, hingga tubuhmu sendiri—semuanya punya pola, ritme, dan hukum yang tetap. Kalau hidupmu tampak kacau, besar kemungkinan kamu sedang melanggar hukum-hukum itu.



2. Bencana Bukan Misteri, Tapi Teguran Akibat Keras Kepala

Banjir, longsor, krisis, kegagalan, konflik—semua itu bukan fenomena gaib yang datang tiba-tiba. Banyak dari itu adalah konsekuensi dari ketidaktaatan manusia terhadap sistem yang telah ditetapkan Allah.

> “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia...” (QS. Ar-Rum: 41)

Jangan heran jika hidupmu amburadul, kalau kamu sendiri menolak hidup sesuai aturan main Sang Pencipta.



3. Allah Sudah Sediakan Blueprint Hidup, Tapi Kamu Sibuk Cari Jalan Sendiri

Buku manual kehidupan itu sudah ada: Al-Qur’an dan Sunnah. Tapi ironisnya, manusia malah mencari panduan hidup dari motivator palsu, media sosial, atau hawa nafsu.

Padahal Rasulullah ï·º sudah memberi warning keras:

> “Selama kalian berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnahku, kalian tidak akan tersesat.”

Kalau kamu tetap tersesat setelah itu, mungkin karena kamu memilih jalan lain—dan mengabaikan dua sumber utama hidup.



4. Pola Tuhan Itu Jelas, Tapi Kita Sering Sok Pintar

Mau hasil baik? Ikuti polanya: usaha + sabar = hasil.
Mau musibah menjauh? Polanya: taat + hati bersih = perlindungan.
Tapi yang terjadi? Manusia mau hasil instan, tanpa mengikuti aturan. Lalu menyalahkan takdir.

Cara menyelesaikan persoalan hidup itu bukan tebak-tebakan, tapi penyesuaian dengan pola Allah.



5. Pola Itu Bisa Dipelajari, Tapi Harus Tunduk Dulu

Menyelesaikan masalah hidup itu seperti membuka pintu: ada kuncinya.
Al-Qur’an dan Sunnah adalah kunci utamanya. Tapi jika kamu sok kuat dan mencoba mendobrak, ya wajar kalau kamu babak belur.

Berpikirnya harus deduktif:

> Mulai dari kebenaran besar → turunkan jadi langkah kecil.
Jangan asal coba-coba → tapi pahami dulu aturan-Nya.



Hidupmu Bisa Beres, Asal Kamu Mau Tunduk pada Pola Allah

Sudah cukup menyalahkan keadaan. Sudah cukup pura-pura bingung.

> “Kalau hidupmu selalu kacau, bukan karena Tuhan tak sayang, tapi karena kamu tak pernah sungguh-sungguh belajar dari-Nya.”

Hidup Itu Terpola, Bukan Acak: Belajar Menyelesaikan Masalah dari Sunatullah Oleh: Nasrulloh Baksolahar “Jika engkau hidup mengi...

Hidup Itu Terpola, Bukan Acak: Belajar Menyelesaikan Masalah dari Sunatullah


Oleh: Nasrulloh Baksolahar


“Jika engkau hidup mengikuti pola Allah, maka masalahmu akan ikut jalan keluar yang sudah ditentukan-Nya.”


1. Kacau Itu Ilusi, Tidak Ada dalam Sistem Tuhan

Pernahkah kita merasa hidup ini penuh kekacauan? Masalah datang bertubi-tubi, jalan keluar tampak buntu, dan segala rencana seperti berantakan? Bisa jadi, itu bukan karena hidup ini benar-benar kacau—tetapi karena kita berjalan melawan pola-pola keteraturan yang Allah tetapkan dalam semesta ini.

Semua ciptaan Allah bergerak dalam struktur yang jelas. Air mengalir dari tempat tinggi ke rendah. Matahari terbit di timur, terbenam di barat. Bahkan detak jantung dan embusan napas kita pun bergerak dalam ritme yang tetap. Maka, kekacauan hanya muncul saat manusia tidak hidup selaras dengan keteraturan itu.


2. Bencana Alam: Ketidakteraturan atau Ulah Manusia?

Mari kita ambil contoh ekstrem: bencana alam. Gempa bumi, banjir, kekeringan—semua tampak seperti gangguan besar dalam keseimbangan hidup. Tapi jika diselidiki, banyak bencana terjadi karena manusia merusak pola alam: menggunduli hutan, membuang limbah sembarangan, membangun di jalur patahan tanpa memperhatikan ilmu geologi.

Firman Allah SWT:

> “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)

Bencana adalah peringatan, bukan kekacauan acak. Ia bagian dari sistem sebab-akibat dalam pola kehidupan.


3. Pola Kehidupan Itu Bisa Dibaca dan Dipelajari

Setiap masalah punya pintu keluarnya. Setiap persoalan ada jalan penyelesaiannya. Namun syaratnya satu: pahami polanya. Dalam bahasa Al-Qur’an, pola itu disebut sunatullah—hukum Allah yang berlaku atas manusia dan kehidupan.

Contoh sederhana: siapa yang bekerja keras dan disiplin, biasanya akan berhasil. Siapa yang curang dan rakus, cepat atau lambat akan menuai akibatnya. Siapa yang berbuat baik, kebaikan akan kembali kepadanya.


4. Al-Qur’an dan Sunnah: Buku Panduan Membaca Pola

Bagaimana cara membaca dan memahami pola kehidupan ini? Rasulullah ï·º memberikan jawaban yang jelas:

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara; kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”
(HR. Malik dan Al-Hakim)

Al-Qur’an dan Sunnah bukan hanya kitab ibadah. Ia juga blueprint kehidupan—panduan membaca pola-pola keberhasilan dan kegagalan, kebangkitan dan kejatuhan, kebahagiaan dan kesengsaraan.


5. Dari Pola Umum ke Solusi Spesifik

Ini mirip logika deduktif. Kita mulai dari premis besar (hukum Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah), lalu menarik kesimpulan untuk menyelesaikan masalah spesifik.

Misalnya:

Premis: “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Maka kesimpulan: perubahan pribadi adalah kunci perubahan sosial.


Dengan memahami pola ini, seseorang tidak lagi panik menghadapi ujian hidup. Ia akan tahu bahwa setiap ujian pasti ada jalan keluar—selama ia mengikuti alur yang Allah tetapkan.


6. Hidup Jadi Lebih Cepat, Tepat, dan Tenang

Mereka yang memahami pola kehidupan akan:

Tidak gegabah saat masalah datang,

Tahu mana langkah yang tepat,

Tidak membuang energi untuk solusi yang keliru,

Dan mampu mengantisipasi sebelum masalah membesar.

Hidup menjadi lebih tepat arah, lebih cepat bergerak, dan lebih tenang dijalani.


Kembali ke Hukum Allah, Kembali ke Ketenangan

Dalam dunia yang serba cepat, kadang kita ingin solusi instan. Tapi yang lebih penting adalah menyelaraskan diri dengan pola Allah, bukan melawan-Nya. Karena siapa pun yang berjalan dalam pola-Nya, akan menemukan arah. Dan siapa pun yang melawannya, akan tersesat dalam kekacauan yang ia ciptakan sendiri.


> “Hidup bukan tentang mencari-cari jalan keluar, tapi menemukan dan mengikuti jalan yang telah Allah sediakan.”

Menyelesaikan Persoalan Dengan Tepat dan Cepat Oleh: Nasrulloh Baksolahar Semua yang terjadi itu terstruktur, berurutan, bertaha...

Menyelesaikan Persoalan Dengan Tepat dan Cepat

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Semua yang terjadi itu terstruktur, berurutan, bertahap dan terpola. Kekacauan itu tidak pernah terjadi dalam kehidupan. Bila merasa ada kekacauan, penyebabnya karena tidak mengikuti pola-pola yang ada.

Bencana alam salah satu bentuk kekacauan, namun apakah bencana itu tidak ada penyebabnya? Penyebabnya, manusia tidak hidup dalam pola-pola keteraturan yang sudah ada di alam.

Yang memahami pola kehidupan, maka akan bisa mengantisipasi sebelum terjadi dan melanggengkan yang sudah ada. Juga optimal hasilnya dan keburukannya pun tidak terjadi. Bagaimana memahami pola kehidupan?

Belajarlah pada yang mendesain membuat pola kehidupan. Belajarlah pada Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak. Bagaimana caranya?

Rasulullah SAW bersabda bahwa  bila berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah maka tidak akan pernah tersesat dan terjerumus. Al-Qur’an dan Sunnah merupakan panduan memahami pola hukum kehidupan, juga berinteraksi yang benar terhadap pola-pola tersebut.

Dengan memahami pola kehidupan ini yang didesain oleh Allah SWT, maka manusia dapat menyelesaikan setiap persoalan hidup yang detail berdasarkan pola umum yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Prinsip ini seperti proses berfikir deduktif, yang mengambil kesimpulan dari premis umum yang sudah tervalidasi kebenarannya. Premis umum menjadi pondasi dalam menyelesaikan persoalan yang muncul.


Gencatan Senjata Iran-Israel: Apa Pengaruhnya Bagi Gaza? Oleh: Nasrulloh Baksolahar Iran tidak berperang demi membela Palestina....

Gencatan Senjata Iran-Israel: Apa Pengaruhnya Bagi Gaza?

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Iran tidak berperang demi membela Palestina. Iran berperang karena wilayahnya diserang langsung oleh Israel. Dalam kacamata hukum internasional, respons Iran adalah bentuk pembelaan diri yang sah. Ini bukan soal solidaritas, ini soal kedaulatan yang dilanggar.

Dalam konflik ini, Israel tampil dengan superioritas teknologinya—pesawat tempur canggih dan sistem pertahanan udara tercanggih di dunia. Sementara Iran, yang selama bertahun-tahun diblokade, tidak memiliki armada udara modern. Tapi Iran menjawab serangan itu dengan hujan rudal yang menembus hingga jantung Tel Aviv, menghancurkan instalasi militer, ekonomi, hingga infrastruktur energi.

Hasilnya? Israel terpojok. Donald Trump, sekutu kuat Israel, segera menyatakan gencatan senjata sepihak. Banyak analis militer menyebut bahwa Israel mengalami kekalahan besar, bahkan memalukan. Iran pun merayakan kemenangan itu dengan lantang.

Tapi apa dampaknya bagi Gaza?


Gaza dan Perlawanan yang Tak Bergantung Negara

Perlawanan Gaza bukan dimotori negara, tetapi oleh gerakan rakyat yang terorganisasi. Ini mengingatkan kita pada sejarah Nuruddin Zanky dan Shalahuddin Al-Ayyubi—mereka bukan pemimpin kerajaan besar saat memulai perjuangan, tapi mampu mengubah perlawanan menjadi kekuatan negara. Dari kekuatan akar rumput lahirlah Dinasti Zanky dan Ayyubi.

Seperti itulah semangat Gaza: tak bergantung pada kekuatan resmi negara, tapi bertahan dengan tekad dan pengorbanan.


Kekalahan Israel di Udara: Efek Domino untuk Gaza

Kekalahan pasukan udara Israel dari Iran adalah pukulan besar terhadap mitos dominasi militernya. Selama ini, Israel membanggakan superioritas udaranya, terutama saat pasukan daratnya terpukul oleh pejuang Gaza.

Kini, kebanggaan itu hancur.

Bagaimana bisa pasukan udara terbaik yang mereka agung-agungkan justru dikalahkan oleh negara yang diblokade?

Jika Iran yang dibatasi teknologinya bisa menembus pertahanan Israel, maka Gaza yang terkepung pun punya harapan besar. Harapan bahwa pertahanan Israel bukan tak tertembus. Bahwa tentara Israel bukan tak terkalahkan. Bahwa penjajah bisa digoyahkan, bahkan oleh mereka yang terjepit.


Moril Penjajah yang Terus Runtuh

Kekalahan udara Israel berdampak langsung ke pasukannya di Gaza. Selama ini, tentara darat Israel bisa mengandalkan "pasukan udara" sebagai penopang semangat. Kini, penopang itu runtuh.

Kalau pasukan elit mereka bisa dihancurkan, pasukan darat apa lagi yang bisa dibanggakan?

Data menunjukkan, tentara Israel terus berguguran di Gaza. Moral mereka anjlok. Sementara itu, para pejuang Gaza—yang terkurung dan diblokade—masih bertahan dengan keyakinan.


Gaza Mendapatkan Kabar Gembira

Gencatan senjata antara Iran dan Israel bukan akhir dari peperangan, tapi sebuah babak baru. Gaza mendapatkan kabar gembira: bahwa kemenangan itu mungkin, bahwa mitos kekuatan Israel telah retak, dan bahwa perlawanan bisa berhasil bahkan tanpa kekuatan negara.

Dalam 12 hari, Iran membuat Israel kewalahan di udara.
Dalam berbulan-bulan, Gaza membuat Israel kehabisan akal di darat.
Sejarah sedang menulis ulang siapa yang sebenarnya kuat dan siapa yang tinggal menunggu waktu.

Saat Langit Iran Menembus Dinding Mitologi Israel Oleh: Nasrulloh Baksolahar Israel selama ini dikenal dengan reputasi militerny...

Saat Langit Iran Menembus Dinding Mitologi Israel

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Israel selama ini dikenal dengan reputasi militernya: pasukan udara tercanggih, sistem pertahanan paling mutakhir, dan teknologi perang hasil dukungan tak terbatas dari Barat. Namun, semua mitos itu hancur dalam hitungan hari ketika Iran—negara yang diblokade puluhan tahun—melawan dan menghantam jantung pertahanan mereka.

Israel menyerang wilayah Iran. Iran membalas, bukan atas nama Palestina, tapi karena kedaulatannya diinjak-injak. Ini bukan sekadar konflik, ini pembalasan atas arogansi.

Di hadapan pesawat-pesawat siluman dan pertahanan udara buatan Amerika, Iran hanya bersenjatakan rudal dan keberanian. Tapi rudal-rudal itu menembus Tel Aviv. Menghancurkan infrastruktur militer dan ekonomi. Dunia terkejut: negara yang dikucilkan dunia justru membuat Israel tersungkur dalam perang udara tercepat dan paling memalukan.


Ketika Israel Meminta Gencatan, Iran Mengangkat Tangan Kemenangan

Gencatan senjata diumumkan sepihak oleh sekutu utama Israel. Dunia militer tahu: gencatan itu adalah pengakuan diam-diam atas kekalahan. Iran tak perlu menguasai wilayah, cukup membuat Israel menyadari bahwa mereka bukan dewa perang. Mereka rapuh, dan kini seluruh dunia tahu.


Gaza Tidak Butuh Pesawat, Cukup Keberanian

Apa hubungannya dengan Gaza? Segalanya. Selama ini, Israel membantai warga Gaza dari udara—karena pasukan darat mereka selalu terpukul. Mereka selalu menyombongkan "kami punya angkatan udara," untuk menutupi lumpuhnya pasukan darat mereka di jalur Gaza.

Kini, kebanggaan itu runtuh. Iran mempermalukan pasukan udara mereka. Gaza pun tahu: singa yang menakutkan itu ternyata hanya boneka besi yang mudah terbakar.


Sejarah Kembali Mengulang: Dari Rakyat Tertindas Lahir Dinasti Pejuang

Gaza bukan negara. Tapi begitu pula dulu Shalahuddin Al-Ayyubi dan Nuruddin Zanky. Mereka bukan sultan besar saat memulai perlawanan. Tapi mereka punya semangat, strategi, dan visi. Maka dari tangan mereka lahirlah kejayaan.

Kini Gaza berdiri di jalan yang sama. Dan kemenangan Iran menjadi bukti bahwa penjajah bisa dikalahkan bahkan dari keterbatasan.


Saat Prajurit Terbaik Tersungkur, Apa Lagi yang Bisa Diandalkan?

Pasukan Israel di Gaza kini kehilangan satu-satunya tumpuan moral: angkatan udara. Selama ini, saat pasukan darat mereka terbantai, mereka berkata, "tenang, udara masih milik kita."

Tapi bagaimana kalau langit pun tak lagi aman?

Saat angkatan udara—prajurit terpilih mereka—dikalahkan oleh negara yang diblokade, pasukan apa lagi yang masih bisa mereka banggakan?

Data menunjukkan, jumlah tentara Israel yang gugur di Gaza terus bertambah. Kini mereka dipukul dari darat oleh Gaza, dan dari langit oleh Iran.


Tembok Mitologi Itu Sudah Retak

Israel bukan dewa perang. Bukan mitos yang tak bisa disentuh. Ia hanya aktor militer yang dilindungi propaganda dan teknologi impor. Tapi ketika rudal Iran menghantam Tel Aviv, seluruh dunia tahu: kebohongan tentang keperkasaan Israel kini mulai runtuh.

Gaza tersenyum. Dunia Arab bergelora. Dan penjajah mulai ketakutan.

 Langit sudah berubah. Gaza melihat harapan. Dan Israel tak lagi bisa menipu dunia dengan tameng teknologinya.

Bani Israil: Selalu Salah Memanfaatkan Momentum Oleh: Nasrulloh Baksolahar Bani Israil adalah kaum yang dianugerahi begitu banya...

Bani Israil: Selalu Salah Memanfaatkan Momentum

Oleh: Nasrulloh Baksolahar

Bani Israil adalah kaum yang dianugerahi begitu banyak keistimewaan: lahir dari keturunan para nabi, hidup di tengah mukjizat, dan mendapat bimbingan langsung dari para utusan Allah. Namun, berkali-kali pula mereka gagal membaca dan memanfaatkan momentum sejarah untuk kejayaan mereka sendiri.

Mereka memiliki Yusuf, seorang nabi yang disayangi oleh ayahnya dan kelak akan menjadi pejabat tinggi di Mesir. Namun alih-alih mendukungnya, mereka justru melemparkannya ke dalam sumur karena dengki. Mereka memiliki Musa, nabi yang membebaskan mereka dari penindasan Fir‘aun, tapi justru mereka durhaka, membangkang, bahkan menyembah anak sapi saat Musa naik ke bukit Sinai.

Saat perjalanan menuju Palestina, mereka dibekali Taurat—kitab suci sebagai pedoman untuk membangun peradaban mulia. Tapi mereka menolak isi Taurat, menolak memasuki tanah suci, dan lebih memilih menetap di padang pasir. Mereka menolak amanah ketika sejarah sedang membuka pintu kejayaan.

Di masa Nabi Daud dan Sulaiman, tidak tercatat peran besar Bani Israil dalam mendukung kepemimpinan dua raja besar ini. Yang terekam dalam Al-Qur’an hanyalah urusan hukum biasa—seperti kisah domba yang merusak kebun, atau sengketa bayi. Sementara itu, keagungan justru tampak dari hubungan Nabi Daud dengan gunung dan burung yang bertasbih, serta kekuatan Nabi Sulaiman dalam mengendalikan jin, setan, burung, dan angin. Bahkan saat singgasana Ratu Balqis dipindahkan, hanya satu sosok yang disebut berjasa, bukan kelompok mereka secara umum.

Momentum emas di bawah kekuasaan dua nabi besar itu tidak diwariskan. Pasca wafat Nabi Sulaiman, mereka malah terpecah dan lemah, hingga akhirnya dijajah oleh kerajaan-kerajaan besar seperti Assyur dan Babilonia. Mereka tidak belajar dari kecemerlangan kepemimpinan para nabi mereka.

Kemudian datang lagi para nabi dari kalangan mereka sendiri: Ilyas, Ilyasa, Zakaria, Yahya, dan Isa. Namun mereka tetap mengulangi kesalahan. Sebagian nabi dibunuh, lainnya didustakan.

Ketika mereka tersingkir dari tanah-tanah di Eropa, Palestina membuka diri untuk menerima mereka. Tapi alih-alih hidup berdampingan, mereka justru menjajah, merampas tanah, dan menggusur rakyat Palestina. Bahkan ketika dunia internasional memberi mereka sebagian wilayah melalui resolusi PBB, mereka terus memperluas penjajahan dan melancarkan genosida.

Kini, mereka menyerang negara-negara sekitar: Suriah, Lebanon, Yaman, dan Iran. Akibatnya, mereka justru terkepung dari segala penjuru.


Penutup

Sejak awal kemunculannya, Bani Israil dan keturunannya sering gagal membaca arah sejarah. Mereka berkali-kali diberi kesempatan untuk bangkit dan menjadi umat yang unggul, tapi hampir selalu salah langkah. Alih-alih menjadi bangsa pembawa rahmat, mereka justru menciptakan kehancuran—terutama bagi diri mereka sendiri.

Momentum adalah amanah sejarah. Ketika disia-siakan, ia berubah menjadi awal dari kejatuhan.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (224) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (466) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (234) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (144) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)