Karakter Bani Israil, Pasca Kezaliman dan Kebangkitan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Karakter adalah jati diri. Ia mengakar dan membumi pada seseorang maupun bangsa. Bersifat tetap dan tak lekang dimakan zaman. Tetap sama, dalam kondisi apa pun.
Bagaimana Bani Israil di era Nabi Musa saat menghadapi kezaliman Firaun? Tak banyak yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Yang dimunculkan hanya sosok-sosok tertentu—seperti keluarga Nabi Musa dan seorang petinggi yang membela Nabi Musa. Tidak ada gerakan masif dari Bani Israil.
Berbeda dengan kisah kaum Mukminin di era Nabi Muhammad saw., yang terjun langsung bersama Rasulullah saw. dalam sebuah pasukan yang tertata rapi dan penuh keteguhan.
Bagaimana setelah kezaliman Firaun berlalu? Allah swt. mencela mereka karena tidak bersyukur dan durhaka. Padahal mereka telah diberi misi besar untuk memasuki Tanah Palestina. Mengapa tidak bersatu? Mengapa terus berselisih? Mengapa meninggalkan Nabi Musa di gerbang Palestina?
Bani Israil tidak siap memimpin setelah kezaliman berlalu. Mereka kembali terhina dan terlunta-lunta di padang Sinai. Padahal, di sisi mereka ada seorang nabi bergelar Ulul Azmi.
Bagaimana setelah kebangkitan di era Nabi Daud dan Nabi Sulaiman? Mereka terpecah menjadi dua kerajaan, saling bertempur, dan akhirnya hancur oleh kerajaan Persia dan Babilonia.
Berbeda dengan kaum Muslimin. Pasca wafatnya Nabi Muhammad saw., mereka membangun Khilafah Rasyidah, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Utsmani—yang memimpin dunia tanpa kehadiran seorang nabi.
Setelah era kezaliman, seharusnya lahir era kebangkitan. Setelah kebangkitan, semestinya dibangun fondasi kejayaan. Namun, Bani Israil selalu mengalami pola yang berakhir pada kehancuran.
Kini pun, penjajah Yahudi Israel pun tidak mampu membangun kekuatan yang kokoh. Meski didukung Amerika dan Eropa, mereka justru menghancurkan Palestina—dan itu menjadi jalan menuju kehancuran mereka kembali.
0 komentar: