Saat Heraklius dan Rustum Mengagumi Umat Rasulullah saw
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Nikmat itu bernama Islam. Nikmat itu adalah menjadi bagian dari umat Rasulullah ï·º. Adakah kebahagiaan lain yang melebihi dua nikmat ini? Ideologi apapun, sebesar apa pun, tak mampu menghadirkan ketenangan sejati bagi jiwa manusia. Keturunan, suku, kebangsaan—semuanya tak menjamin kebahagiaan abadi, kecuali bila hidup dijalani dalam naungan Islam dan dalam barisan umat Nabi Muhammad ï·º.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu pernah berkata:
> "Nikmat yang paling besar atas manusia adalah Islam. Barang siapa diberi Islam, maka ia telah diberi kebaikan dunia dan akhirat."
Islam bukan hanya agama, tetapi jalan hidup. Ia adalah tiket keselamatan abadi dan petunjuk untuk segala kebingungan manusia modern.
---
Doa Rasulullah ï·º agar wafat dalam Islam:
> "Ya Allah, tetapkanlah aku dalam Islam saat hidup dan wafatkanlah aku dalam keadaan Islam." (HR. Ahmad dan Abu Ya’la – hasan)
Bahkan Rasulullah ï·º, sosok maksum yang dijamin surga, masih memohon kepada Allah agar tetap dalam Islam hingga akhir hayatnya. Maka, bagaimana dengan kita?
Nabi Musa, menurut riwayat dalam kitab Al-Wafa karya Imam Ibnul Jauzi, pernah berdoa agar dimasukkan sebagai bagian dari umat Nabi Muhammad ï·º. Dan kelak, ketika Nabi Isa AS turun ke bumi di akhir zaman, ia akan menjadi makmum shalat di belakang Imam Mahdi. Ini adalah bukti keagungan umat ini—umat Rasulullah ï·º.
Dari Jabir bin Abdullah RA, Rasulullah ï·º bersabda:
> "Isa bin Maryam akan turun, lalu pemimpin mereka (Al-Mahdi) berkata kepadanya: 'Majulah, jadi imam untuk kami shalat.' Tapi Isa berkata: 'Tidak, sebagian kalian adalah pemimpin bagi yang lain, sebagai bentuk penghormatan Allah terhadap umat ini.'" (HR. Muslim, no. 155)
Betapa umat ini dimuliakan. Seorang Nabi besar, Isa bin Maryam AS, memilih menjadi makmum dari umat ini. Maka bersyukurlah dan jagalah kemuliaan itu.
---
Heraklius: Sang Kaisar yang Hampir Beriman
Hati Heraklius, kaisar Romawi, pernah tergetar ingin menjadi bagian dari umat Rasulullah ï·º. Surat dakwah dari Nabi membuatnya merenung dalam diam. Ia mengundang Abu Sufyan, kala itu masih dalam barisan Quraisy, untuk menggali lebih dalam tentang sang Nabi dari Madinah.
Dalam hadis sahih riwayat Bukhari, Heraklius menginterogasi Abu Sufyan:
Apakah dia berasal dari keluarga mulia?
Apakah ada pendahulunya yang mengaku sebagai nabi?
Siapa pengikutnya?
Apakah mereka bertambah atau berkurang?
Abu Sufyan menjawab dengan jujur, karena takut dicap pendusta di hadapan kaumnya. Heraklius menyimpulkan bahwa Muhammad ï·º adalah nabi sejati. Ia tahu dari kitab-kitab sebelumnya, dan merasakan kebenaran dalam berita kenabian itu.
Dikisahkan bahwa Heraklius pernah mengajak Abu Sufyan ke ruang rahasianya—sebuah perpustakaan besar berisi gambar dan catatan para nabi. Di sana, Heraklius menunjukkan potret para Nabi, termasuk Muhammad ï·º. Bahkan disebutkan bahwa terdapat pula gambaran para sahabat utama: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Ia mengetahui peran mereka dalam risalah Islam.
Namun kekuasaan mengikat kuat. Ia tak sanggup menghadapi tekanan politik dan pengaruh istananya. Maka niat itu ia kubur, dan akhirnya memilih menyingkir ke Konstantinopel.
Heraklius tahu—kebenaran Islam tak bisa dibendung. Tapi ia tidak berani mengambil risiko kehilangan tahtanya.
---
Rustum: Panglima Persia yang Menyaksikan Kebenaran
Panglima Rustum, jenderal agung Kekaisaran Persia, menyelidiki kekuatan umat Islam dengan cermat sebelum Perang Qadisiyyah. Ia mengundang utusan muslim, Rib‘i bin ‘Amir, untuk berdialog.
Rustum bertanya:
> "Apa tujuan kalian datang ke negeri kami?"
Rib‘i menjawab:
> "Allah mengutus kami untuk membebaskan manusia dari penyembahan sesama makhluk menuju penyembahan hanya kepada Allah, dari sempitnya dunia menuju kelapangan akhirat, dan dari kezaliman berbagai sistem menuju keadilan Islam."
Rustum terhenyak. Ia tak menyangka dari lisan orang biasa terpancar kebijaksanaan yang luar biasa. Ia berkata kepada para penasihatnya:
> "Aku belum pernah melihat orang yang lebih rendah derajatnya di dunia, kini memiliki keyakinan dan kekuatan seperti ini. Jika semua umat Muhammad seperti ini, maka sesungguhnya mereka akan menguasai dunia."
Dalam pengamatannya terhadap pasukan Islam, Rustum mencatat:
> "Mereka tidak tidur di malam hari, tidak makan di siang hari kecuali sedikit, sangat taat kepada pemimpin, dan sangat takut kepada Tuhan. Jika menyerang, mereka seperti singa menerkam mangsanya."
Ia lalu menyimpulkan:
> "Bangsa seperti ini tak mungkin dikalahkan oleh bangsa seperti kita yang telah tenggelam dalam kemewahan dan kebejatan."
Kekuatan umat Islam bukan pada jumlah, tetapi pada keyakinan, akhlak, dan konsistensi mereka terhadap kebenaran.
Menurut riwayat, ketika akhirnya kalah dan melihat kehancuran Persia, Rustum berkata lirih:
> "Sungguh Muhammad telah mengubah dunia. Dia mengirim kaum miskin dan menjadikan mereka penakluk kerajaan-kerajaan besar."
---
Umat Pamungkas: Harapan Dunia
Tak ada lagi umat setelah umat Rasulullah ï·º. Inilah umat pamungkas. Umat yang Allah pilih untuk mengemban risalah terakhir. Umat yang tak lahir dari suku, warna kulit, atau keturunan, tapi dari iman, akhlak, dan ketaatan kepada Islam.
Syarifuddin Prawiranegara pernah berkata bahwa tak ada kekuatan dunia yang bisa menyelesaikan persoalan global kecuali umat Islam—bila mereka kembali kepada ajaran Islam secara utuh.
Umat ini memikul amanah besar. Dunia menanti solusi, dan Islam memegang kunci. Namun semua itu hanya akan menjadi kenyataan bila kita:
Konsisten dalam beriman
Jujur dalam beramal
Kuat dalam ukhuwah
Kritis terhadap kebatilan
Jurus terakhir peradaban adalah Islam. Jurus pamungkas. Tak ada solusi selain kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ï·º.
---
Menjadi Umat Rasulullah ï·º: Sebuah Kehormatan dan Tanggung Jawab
Mari renungkan...
Nabi Musa ingin menjadi bagian dari umat ini. Nabi Isa akan menjadi makmum di belakang Imam Mahdi dari umat ini. Kaisar Romawi menyimpan keinginan diam-diam menjadi bagian dari umat ini. Jenderal Persia mengakui keunggulan spiritual dan moral umat ini.
Lalu, kita yang terlahir sebagai umat Rasulullah ï·º, apakah hanya akan diam tanpa peran?
Sejarah umat manusia dari Adam hingga hari kiamat sedang menanti penutup terbaik. Umat pamungkas harus tampil bukan sekadar sebagai jumlah, tapi sebagai solusi.
Kemenangan dan kebahagiaan hakiki ada dalam genggaman mereka yang kembali kepada Islam, hidup dalam Islam, dan wafat dalam Islam.
Semoga Allah menjadikan kita bukan hanya sebagai pengikut, tapi juga pembela dan pewaris risalah ini.
Aamiin.
0 komentar: