Quraisy, Kaum yang Dibanggakan Allah karena Perjalanan Bisnisnya
1. Pembukaan: Allah Memuliakan Quraisy
Ada sebuah surat pendek dalam Al-Qur’an yang sering kita baca, namun jarang kita resapi dalam-dalam. Surat Quraisy, hanya empat ayat, namun memuat rahasia besar tentang ekonomi, peradaban, dan ibadah:
> "Karena kebiasaan orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar, dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 1–4)
Tafsir Ibn Katsîr menjelaskan: Allah menyebut nikmat perjalanan dagang Quraisy sebagai bentuk pemuliaan. Mereka bisa bepergian dengan aman ke Yaman dan Syam, padahal banyak kafilah lain sering dirampok atau dihadang. Ini bukan karena kekuatan militer, tapi karena Quraisy adalah penjaga Ka‘bah. Kaum Arab menghormati mereka.
Subhanallah, Allah tidak mengabadikan Quraisy karena garis keturunan atau kejayaan perang, melainkan karena tradisi bisnis. Identitas mereka diabadikan dalam Al-Qur’an bukan sebagai ksatria padang pasir, tetapi sebagai pedagang lintas wilayah.
---
2. Mekah yang Gersang, Quraisy yang Cerdas
Sejarah mencatat, Mekah adalah tanah tandus. Tidak ada sungai, tidak ada ladang luas. Hanya padang pasir, gunung batu, dan sebuah lembah kering. Jika bangsa lain makmur karena pertanian, Quraisy justru tumbuh di tanah yang mustahil ditanami.
Al-Tabari dalam tafsirnya menulis: Quraisy belajar membaca peluang dari keterbatasan. Mereka menyadari, “Jika kami tak bisa menghasilkan makanan, maka kami bisa menjadi jembatan perdagangan makanan.”
Dari Mekah, Quraisy mengatur dua perjalanan utama:
Musim dingin ke Yaman. Negeri Yaman subur, terkenal dengan kain, minyak wangi, dan jalur lautnya yang ramai menuju India dan Afrika.
Musim panas ke Syam. Wilayah Syam (Suriah, Palestina, Yordania, Lebanon hari ini) adalah pasar besar. Dari sana datang gandum, anggur, minyak zaitun, serta barang-barang dari Bizantium.
Quraisy pun menjadi broker global supply chain abad ke-6 M. Mereka membawa rempah India, emas Afrika, budak dari Ethiopia, kain dari Yaman, minyak wangi dari Syam, lalu menjualnya kembali di Mekah atau kota-kota lain di jazirah.
Al-Hamawi, seorang sejarawan Arab, menggambarkan: “Mekah adalah pasar dunia. Dari kota itu, segala barang asing dipertemukan.”
---
3. Ka‘bah: Legitimasi Ekonomi Quraisy
Tapi ada pertanyaan besar: mengapa kafilah Quraisy bisa selamat di padang pasir yang penuh perampok?
Jawabannya: Ka‘bah.
Ibn Katsîr menjelaskan, setiap kabilah Arab menghormati Quraisy karena mereka penjaga Baitullah. Tidak ada yang berani merampok kafilah Quraisy, sebab itu berarti menantang simbol suci bangsa Arab.
Allah menegaskan dalam QS. Quraisy: 3–4 bahwa makanan dan rasa aman mereka bukanlah hasil kecerdikan semata, melainkan anugerah dari Allah Pemilik Ka‘bah.
Maka identitas Quraisy unik: ekonomi mereka tumbuh dari spiritualitas. Legitimasi agama menjadi fondasi kepercayaan bisnis.
---
4. Dari Bisnis ke Dakwah: Lahirnya Rasulullah ï·º
Dari rahim Quraisy inilah lahir Nabi Muhammad ï·º. Beliau sejak kecil tumbuh dalam tradisi dagang. Usia belasan tahun, beliau ikut pamannya Abu Thalib dalam kafilah ke Syam. Dalam perjalanan itu, beliau dikenal sebagai pemuda yang jujur, amanah, dan tajam membaca pasar.
Sejarawan Ibnu Hisyam menulis bahwa reputasi Nabi ﷺ sebagai al-Amîn (yang terpercaya) bukan hanya gelar sosial, tapi modal bisnis. Ketika beliau mengelola perdagangan Khadijah, kejujuran itu berbuah keuntungan berlipat.
Banyak sahabat utama juga lahir dari kultur dagang Quraisy: Abu Bakar pedagang kain, Utsman bin Affan pedagang kaya raya, Abdurrahman bin Auf yang ahli mengelola pasar. Mereka terbiasa berpikir luas, menghitung risiko, membangun jejaring, dan mengelola modal.
Maka Islam dibangun bukan hanya dari masjid, tapi juga dari pasar. Rasulullah ï·º sendiri pernah menata Pasar Madinah agar bersih dari monopoli Yahudi.
---
5. Perjalanan ke Syam dan Yaman: Menghubungkan Dunia
Perjalanan Quraisy ke Syam tidak sekadar transaksi ekonomi, tapi membuka cakrawala peradaban. Di Syam, Quraisy bertemu budaya Romawi Timur (Bizantium), melihat kota-kota besar dengan pasar yang teratur.
Di Yaman, Quraisy berinteraksi dengan sisa-sisa peradaban Himyar dan jalur laut internasional. Mereka belajar diplomasi, negosiasi, bahkan manajemen risiko.
Beberapa petinggi Quraisy dikenal sebagai negosiator ulung yang mengirim utusan ke istana Ghassan di Syam atau ke pelabuhan Aden di Yaman. Dengan itu, Quraisy tidak hanya pedagang, tetapi juga diplomat ekonomi.
---
6. Kisah Sukses dan Peringatan
Al-Qur’an mengingatkan lewat kisah pemilik kebun dalam QS. Al-Kahfi: seorang kaya raya yang sombong, merasa kebunnya abadi. Lalu Allah hancurkan seketika.
Itulah peringatan bagi Quraisy. Kesuksesan mereka bisa sirna jika lupa bersyukur. Karena itu, surat Quraisy ditutup dengan perintah: “Maka sembahlah Tuhan Pemilik rumah ini.”
Bisnis bukan tujuan akhir. Ia hanya jalan menuju ibadah.
---
7. Prinsip Bisnis ala Quraisy
Dari kisah Quraisy, kita bisa belajar prinsip-prinsip penting:
1. Jaringan lebih penting daripada sumber daya lokal. Mekah tandus, tapi Quraisy kaya karena jejaring dagang.
2. Reputasi adalah modal utama. Ka‘bah menjadi branding Quraisy, sementara integritas Rasulullah ï·º mengangkat namanya.
3. Diversifikasi pasar. Mereka punya rute musim dingin dan musim panas—ini bentuk adaptasi.
4. Bisnis sebagai jalan dakwah. Nabi ï·º dan sahabat menggunakan keuntungan bisnis untuk membangun peradaban Islam.
Peter Drucker pernah berkata: “The purpose of business is to create a customer.” Tapi Al-Qur’an menambahkan: tujuan akhir bisnis adalah ibadah kepada Allah.
---
8. Refleksi Modern
Apa makna Quraisy bagi kita hari ini?
Kita hidup di era global supply chain modern. Singapura, misalnya, mirip Mekah: tanpa lahan pertanian luas, tapi menjadi pusat perdagangan dunia. Dubai di UEA juga menjadikan reputasi dan jejaring sebagai modal utama.
Artinya, bangsa tanpa sumber daya alam melimpah tetap bisa makmur jika punya jejaring, reputasi, dan integritas.
Namun, tanpa nilai spiritual, semua itu rapuh. Kisah krisis keuangan global menunjukkan: ketika bisnis kehilangan etika, pasar pun runtuh.
---
9. Penutup: Quraisy, Cermin Bagi Kita
Allah memuliakan Quraisy bukan karena perang, bukan karena harta, tetapi karena perjalanan bisnisnya.
Namun Allah juga memperingatkan: bisnis yang tak diikat dengan ibadah akan musnah.
Hari ini, kita diajak bercermin. Apakah bisnis kita sekadar mengejar laba, atau menjadi jalan keberkahan? Apakah perjalanan dagang kita hanya memperluas jaringan, atau juga memperluas ibadah?
Quraisy adalah kaum yang dibanggakan Allah. Tapi kebanggaan itu hanya bernilai jika mereka ingat bersyukur. Sama seperti kita: bisnis adalah kebun, dan kebun hanya subur jika dijaga dengan doa, integritas, dan rasa syukur.
0 komentar: