Menggembala dan Memelihara Binatang Sebagai Sekolah Bisnis
Pendahuluan: Sekolah di Padang Rumput
Jika hari ini kita bicara tentang sekolah bisnis, pikiran kita mungkin segera melayang pada Harvard Business School, Wharton, atau London School of Economics. Kita membayangkan ruang kuliah modern, dosen ternama, dan teori manajemen mutakhir.
Namun dalam sejarah para nabi, sekolah bisnis justru berada di tempat yang paling sederhana: padang rumput. Tidak ada gedung, tidak ada kurikulum tertulis, bahkan tidak ada papan tulis. Yang ada hanyalah kawanan kambing, teriknya matahari, dinginnya malam, serta heningnya alam yang mendidik jiwa.
Di situlah Nabi Musa, Nabi Daud, Nabi Ibrahim, hingga Nabi Muhammad ﷺ menempuh pendidikan hidup: belajar rezeki, kepemimpinan, tanggung jawab, dan manajemen. Dari padang rumput itu pula Allah menyiapkan mereka untuk memikul misi yang jauh lebih besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melainkan ia pernah menggembala kambing.”
Para sahabat bertanya: “Engkau juga, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Ya, aku menggembala kambing milik penduduk Makkah dengan beberapa qirath.”
(HR. Bukhari)
Hadis ini sederhana, tetapi menyimpan teori besar: sebelum memimpin manusia, para nabi harus terlebih dahulu belajar memimpin hewan.
---
Setiap Nabi adalah Penggembala
1. Nabi Musa ‘alaihis-salām
Al-Qur’an menggambarkan bagaimana Musa, setelah melarikan diri dari Mesir, tinggal di Madyan. Di sana ia membantu dua perempuan memberi minum ternak mereka:
> “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternak mereka), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu dua orang perempuan yang sedang menahan (ternaknya). Musa berkata: ‘Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?’ Kedua wanita itu menjawab: ‘Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami) sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang sudah lanjut usianya.’”
(QS. Al-Qashash: 23)
Musa kemudian bekerja pada Nabi Syu‘aib, mertuanya, selama delapan hingga sepuluh tahun (QS. Al-Qashash: 27). Di sanalah Allah merekayasa pendidikan hidup Musa: dari seorang pangeran istana menjadi penggembala yang merasakan susah payah rakyat jelata. Kelak, keterampilan mengurus kambing itu berubah menjadi keterampilan mengurus umat besar Bani Israil.
2. Nabi Daud ‘alaihis-salām
Literatur sirah dan tafsir menjelaskan, sebelum menjadi raja, Daud juga menggembala. Ia menjaga ternak milik keluarganya, bahkan melawan binatang buas yang mengancam kawanan itu. Keberanian itu kelak terlihat ketika ia menghadapi Jalut (Goliath) dan memenangi pertempuran besar. Dari pengalaman menggembala, Daud belajar keberanian, perlindungan, dan manajemen aset, sebelum Allah memberinya kerajaan dan Kitab Zabur.
3. Nabi Ibrahim ‘alaihis-salām
Riwayat menyebut Ibrahim pun pernah menggembala, sebagaimana umumnya para nabi di Jazirah Arab. Hewan ternak kala itu adalah pusat ekonomi masyarakat. Dari mengelola ternak, Ibrahim belajar dasar-dasar ekonomi keluarga dan komunitas.
4. Nabi Muhammad ﷺ
Beliau menggembala kambing di Makkah dengan upah beberapa qirath. Ibn Ishaq dalam Sirah Nabawiyah mencatat, pengalaman itu melatih beliau dalam kesabaran, manajemen waktu, menjaga amanah, serta mengajarkan interaksi sosial. Dari kawanan kambing itulah lahir reputasi al-Amīn — pribadi terpercaya — yang kelak menopang karier beliau sebagai pedagang besar.
---
Teori dan Karakter Bisnis Menurut Ulama
Para ulama tafsir dan ahli sirah menekankan bahwa menggembala adalah madrasah kehidupan.
Ibn Katsir dalam tafsir QS. An-Nahl: 5–6 menjelaskan bahwa hewan ternak adalah nikmat sekaligus modal ekonomi. Dari situlah manusia belajar mengelola sumber daya untuk keberlangsungan hidup.
Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam Fath al-Bari menekankan, menggembala melatih kesabaran, kelembutan, dan ketegasan—kualitas utama seorang pemimpin.
Imam Nawawi menambahkan, upah qirath yang diterima Nabi ﷺ adalah bentuk awal transaksi yang sah secara syariat, mendidik beliau memahami prinsip ujrah (upah kerja).
Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menulis bahwa bangsa yang lahir dari padang rumput memiliki daya tahan, kesabaran, dan kepemimpinan lebih kuat dibanding mereka yang tumbuh dalam kemewahan.
Sejarawan Muslim seperti al-Mas‘udi pun melihat penggembalaan sebagai bentuk pendidikan sosial-ekonomi yang menyiapkan manusia untuk kepemimpinan besar.
---
Teori Bisnis Menggembala Menurut Antonio Syafi’i
Pakar ekonomi syariah Antonio Syafi’i menyebut menggembala sebagai laboratorium bisnis pertama. Ia merumuskan empat pelajaran bisnis:
1. Asset Management – Kambing adalah aset hidup. Anak belajar menjaga aset agar tidak hilang nilainya.
2. Risk Management – Ancaman serigala, penyakit, dan pencurian melatih keterampilan mitigasi risiko.
3. Leadership & Human Resource Management – Menggiring kambing butuh seni memimpin: kapan tegas, kapan lembut.
4. Financial Literacy – Upah qirath adalah pengenalan pertama pada transaksi. Setiap kerja ada harga, setiap amanah ada imbalan.
Antonio menulis: “Penggembalaan melahirkan entrepreneur sejati, karena ia memadukan kesabaran spiritual, kecermatan ekonomi, dan keberanian menghadapi risiko.”
---
Perspektif Pakar Bisnis Modern
Teori ini ternyata sejalan dengan pandangan para pakar kontemporer:
Stephen Covey menekankan bahwa kepemimpinan lahir dari mengelola hal kecil. Menggembala adalah contoh nyata.
Peter Drucker menyebut bisnis sebagai seni mengelola orang dan sumber daya terbatas — identik dengan menggembala kambing.
Robert Kiyosaki menekankan pentingnya literasi finansial sejak dini; Nabi ﷺ sudah belajar mengelola uang dari upah qirath.
Jim Collins menegaskan bahwa pemimpin besar lahir dari disiplin dan kerja keras, bukan dari kemewahan — semua itu dibentuk dalam padang penggembalaan.
---
Dari Padang Rumput ke Pasar Dunia
Sejarawan Barat, Montgomery Watt, menulis: “Kejujuran Muhammad di pasar Mekah tidak lahir tiba-tiba, tetapi hasil pendidikan panjang sejak menggembala kambing hingga memimpin kafilah dagang.”
Polanya jelas:
Nabi Musa: menggembala di Madyan → memimpin Bani Israil.
Nabi Daud: menggembala di Palestina → memimpin kerajaan.
Nabi Muhammad ﷺ: menggembala di Makkah → memimpin perdagangan Khadijah → memimpin umat Islam.
---
Refleksi: Pendidikan Bisnis untuk Anak Zaman Kini
Pertanyaan kita: bagaimana menerapkan prinsip menggembala dalam dunia modern?
Tanggung jawab kecil – misalnya memberi anak peliharaan, menjaga toko kecil, atau mengatur uang saku.
Risk management nyata – bila lalai, hewan bisa mati, uang bisa hilang. Anak belajar konsekuensi.
Menumbuhkan amanah – apa yang dititipkan harus dijaga, meski tampak kecil.
Islam sudah mengajarkan sejak lama: bisnis adalah soal karakter sebelum kapital.
---
Penutup: Sekolah Padang Rumput
Setiap nabi adalah penggembala. Dari padang rumput, mereka belajar sabar, disiplin, risiko, dan kejujuran. Dari menjaga kambing, mereka belajar menjaga umat. Dari upah qirath, mereka belajar mengelola ekonomi besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Barang siapa tidak mensyukuri yang sedikit, ia tidak akan mampu mensyukuri yang banyak.”
(HR. Ahmad)
Hari ini, mungkin anak-anak kita tak lagi menggembala kambing. Tetapi kita bisa menghadirkan semangat itu dalam bentuk lain: memberi tanggung jawab nyata, pengalaman langsung, dan pendidikan karakter melalui bisnis kecil.
Karena sejatinya, sekolah bisnis terbaik dalam Islam bukanlah ruang kuliah mewah, melainkan padang rumput — di bawah langit terbuka, bersama kawanan kambing, yang mengajarkan sabar, amanah, dan manajemen hidup.
0 komentar: