basmalah Pictures, Images and Photos
Perjuangan Petani Palestina: Dari Perjanjian Balfour hingga Badai Al-Aqsha - Our Islamic Story

Choose your Language

Perjuangan Petani Palestina: Dari Perjanjian Balfour hingga Badai Al-Aqsha Surat untuk Kekaisaran yang Menjual Sebidang Surga Ha...

Perjuangan Petani Palestina: Dari Perjanjian Balfour hingga Badai Al-Aqsha


Perjuangan Petani Palestina: Dari Perjanjian Balfour hingga Badai Al-Aqsha


Surat untuk Kekaisaran yang Menjual Sebidang Surga

Hai Inggris, apakah engkau tahu?
Pada pagi 2 November 1917, pena di tanganmu tak hanya menulis surat diplomatik. Ia menulis luka yang akan berdarah seabad lamanya. Kalimat pendekmu—“Pemerintah Yang Mulia memandang dengan baik pendirian sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina”—adalah kontrak kematian bagi ladang-ladang zaitun, bagi petani yang menanam gandum di bawah matahari Yerusalem, bagi desa-desa yang telah hidup berabad-abad dalam damai sederhana.

Engkau mungkin mengira sedang menulis sejarah kebesaranmu, padahal engkau sedang menandatangani pengkhianatan paling halus: menjual tanah yang bukan milikmu, untuk membayar utang perangmu sendiri. Dalam satu kalimat, engkau memindahkan langit dari atas kepala rakyat Palestina.

Balfour tidak sedang menulis ayat keagamaan, tetapi nota dagang.
Zionisme tidak lahir dari doa, melainkan dari kalkulasi: Inggris membutuhkan dana, Zionis membutuhkan tanah. Maka yang satu menjual kehormatan, dan yang lain membeli surga orang lain dengan emas.

Dan di ladang-ladang itu, para petani belum tahu bahwa hidup mereka baru saja dijual di meja makan di London.


---

Dari Ladang ke Peta Kekuasaan

Ketika Perang Dunia I berakhir dan Ottoman jatuh, Inggris datang membawa bendera kemenangan dan retorika “peradaban.” Mereka menyebut dirinya pembawa hukum dan kemajuan. Tapi bagi para petani Palestina, kemajuan itu datang dengan serdadu dan peta baru.

Di bawah Mandat Liga Bangsa-Bangsa tahun 1922, Inggris berjanji akan “mempersiapkan rakyat Palestina menuju pemerintahan sendiri.” Tapi janji itu kosong. Di tangan birokrat kolonial, tanah yang selama ini menjadi warisan keluarga dan komunitas mulai dipetakan ulang menjadi sertifikat individu.
Dan hukum baru itu seperti jebakan: tanah yang tak bersertifikat resmi—karena tradisi Palestina berbasis kepemilikan bersama—dianggap “tanah negara” dan dapat dijual atau dialihkan kepada lembaga-lembaga Zionis.

Maka muncullah Palestine Land Development Company dan Jewish National Fund, membeli lahan dari tuan-tuan tanah Arab yang tinggal jauh di Beirut atau Damaskus.
Para petani penggarap yang telah menanam beras, gandum, dan zaitun selama puluhan tahun—dipaksa hengkang.
Mereka tidak paham surat jual-beli, tidak punya pengacara, tidak tahu bahwa “modernisasi tanah” berarti kehilangan tanah itu selamanya.

Sejarawan Ilan Pappé mencatat: “Ribuan keluarga terusir bukan oleh perang, tetapi oleh pena dan stempel.”
Dari sinilah kolonialisme Inggris menunjukkan bentuknya yang paling dingin: tidak dengan senapan, tapi dengan hukum.


---

Kolonialisme dengan Bahasa Kemajuan

Inggris menyebutnya reformasi agraria.
Zionis menyebutnya pembangunan tanah air.
Tapi bagi petani Palestina, itu berarti satu hal: perampasan.

Sistem pajak kolonial mencekik desa-desa Arab. Tanah yang dulu mereka kelola bersama dikenai tarif tinggi atas nama “efisiensi ekonomi.”
Yang tak mampu membayar, tanahnya disita.
Yang mencoba bertahan, dihukum oleh mekanisme utang yang menjerat.
Kolonialisme kini mengenakan jas rapi dan berbicara dengan bahasa administrasi.

Di sisi lain, pemerintah Inggris memberikan izin konsesi luas kepada lembaga-lembaga Zionis untuk membangun jaringan listrik, air, dan irigasi. Mereka menyebutnya “modernisasi.”
Namun akses air dibatasi; petani Palestina tak bisa menyalurkan irigasi tanpa izin.
Pertanian yang dulu swasembada berubah menjadi ladang upahan bagi koloni baru.

Polisi kolonial dilatih bukan untuk menjaga rakyat, tapi melindungi proyek-proyek Zionis.
Milisi Haganah mendapatkan senjata dan pelatihan; sementara demonstrasi petani Palestina dibubarkan dengan tembakan.
Laporan Colonial Office tahun 1930 mencatat secara dingin: “Migrasi Yahudi meningkat, tanah Arab berkurang cepat, ketegangan memuncak.”

Namun di luar statistik itu, ada sesuatu yang tak bisa dihitung: kehilangan martabat.
Sebab bagi petani, tanah bukan hanya sumber hidup—tanah adalah identitas.


---

1936: Revolusi dari Ladang yang Hilang

Mereka yang dianggap lemah mulai bangkit.
Petani yang selama ini diam mulai menulis sejarahnya sendiri dengan darah.

Pada April 1936, Palestina meledak. Petani menyerang jalur kereta, memboikot produk Inggris, menolak membayar pajak.
Dari desa ke desa, dari lembah ke gunung, revolusi bergelora: “Kembalikan tanah kami!”
Selama tiga tahun penuh (1936–1939), Inggris memerangi rakyatnya sendiri.
Pasukan kolonial menghancurkan rumah, membakar desa, dan menembak para pemimpin desa yang dianggap pemberontak.

Surat kabar The Guardian tahun 1938 menulis:

> “Pasukan Inggris memerangi pemberontak Palestina dengan cara yang hanya dapat dibandingkan dengan operasi di koloni Afrika. Desa-desa dibakar, ladang dibumihanguskan.”



Ratusan desa rata dengan tanah.
Tapi semangat itu tak padam.
Dari revolusi petani inilah muncul generasi baru perlawanan, yang kelak melahirkan nama-nama seperti Abd al-Qadir al-Husayni dan Haj Amin al-Husayni—para pemimpin nasionalis yang memadukan agama, tanah, dan harga diri dalam satu kalimat: Palestina adalah amanah.


---

Inggris Mundur, Tapi Dosa Tak Pergi

Ketika Perang Dunia II usai, Inggris adalah kerajaan lelah yang kehilangan darah dan makna.
Arnold Toynbee menulis, “Kekaisaran Inggris memenangkan perang, tapi kehilangan dunianya.”
Di tanah Palestina, kekalahan moral itu bahkan lebih nyata.

Pada tahun 1947, Inggris menyerahkan “masalah Palestina” kepada PBB—bukan karena keadilan, tapi karena kehabisan tenaga.
Ia meninggalkan ladang-ladang yang telah direbut, meninggalkan senjata di tangan milisi Zionis, meninggalkan rakyat Palestina tanpa tanah dan pemerintahan.

Setahun kemudian, tragedi Nakba terjadi.
Lebih dari 700 ribu warga Palestina terusir dari rumah mereka.
Kota-kota tua seperti Haifa dan Jaffa dikosongkan.
Desa-desa hancur, ladang dibakar.
Dan ketika Israel berdiri pada 1948, Inggris menyebutnya “proses transisi yang sulit.”
Tapi bagi rakyat Palestina, itu bukan transisi—itu penghapusan.

Sejarawan Avi Shlaim menulis dengan getir:

> “Inggris bukan mediator antara dua bangsa, melainkan bidan yang melahirkan Israel di atas reruntuhan Palestina.”




---

Dari Pengungsian ke Ketabahan

Setelah 1948, dunia petani berubah menjadi dunia pengungsi.
Orang-orang yang dulu menanam zaitun kini menanam harapan di kamp-kamp tenda: Jenin, Nablus, Gaza, Shatila.
Mereka membawa kunci rumah—simbol bahwa rumah itu masih ada, meski tak bisa ditinggali.

Sosiolog Palestina, Salim Tamari, menulis:

> “Petani berubah menjadi bangsa tanpa ladang, buruh tanpa rumah.”



Namun dari kehilangan itu tumbuh kata yang kini menjadi simbol Palestina: sumud—keteguhan, bertahan meski tanpa tanah, tanpa senjata, tanpa negara.
Mereka tetap menanam, tetap menolak meninggalkan ladang, bahkan ketika tentara Israel membangun pos militer di tengah desa.
Setiap kali pohon zaitun ditebang, mereka menanam dua pohon baru.
Setiap kali tembok pemisah dibangun, mereka menggali sumur baru di sisi lain.

Bagi dunia, mereka tampak kalah.
Tapi dalam kesetiaan mereka pada tanah, ada kemenangan yang lebih besar daripada segala kemenangan militer: kemenangan untuk tetap manusia.


---

Kapitalisme dan Pendudukan: Warisan Kolonial yang Hidup

Seabad setelah Balfour, kolonialisme berganti baju.
Kini bukan lagi Inggris dengan seragam kolonial, melainkan jaringan global: bank, korporasi, dan diplomasi.

Laporan The New Arab tahun 2023 menyebut bahwa lebih dari enam puluh perusahaan Eropa dan Amerika masih aktif mendukung proyek militer dan teknologi Israel di wilayah pendudukan—dengan dalih “pembangunan pasca-konflik.”
Bahkan, beberapa perusahaan pertanian Eropa memasok benih dan pupuk kepada permukiman ilegal, sementara petani Palestina dihalangi dari sumber air.

Kapitalisme menjadi perpanjangan tangan kolonialisme.
Di bawahnya, sistem lama masih hidup: hukum tanah yang berat sebelah, perizinan yang diskriminatif, ekonomi yang meminggirkan.
Inilah Balfour modern—tanpa surat, tanpa tinta, tapi dengan kesepakatan dagang dan sanksi ekonomi.


---

Dari Ladang Balfour ke Langit Gaza

Kini, di abad ke-21, Gaza berdiri sebagai simbol terakhir dari perlawanan agraria yang berubah menjadi perjuangan eksistensial.
Pesawat-pesawat F-16 menggantikan pasukan kolonial Inggris, tapi esensinya sama: menghancurkan kehidupan dari udara agar dunia tak melihat darah di tanah.

Namun Gaza bukan hanya perang militer. Ia adalah kelanjutan dari satu garis sejarah: dari petani yang diusir pada 1930-an, ke keluarga yang kehilangan rumah pada 1948, ke anak-anak yang kini menggenggam batu dan memelihara harapan.
Mereka yang dulu menanam gandum kini menanam keberanian.
Dan setiap kali dunia berkata, “Palestina kalah,” tanah itu sendiri menjawab, “Tidak. Aku masih di sini.”


---

Refleksi: Tanah yang Lebih Luas dari Dunia

Hai Inggris, lihatlah apa yang telah terjadi pada peta yang dulu kau coret di mejamu.
Kini garis-garis itu menjadi tembok, izin, blokade, dan checkpoint.
Tapi lihat pula apa yang tidak bisa kau hapus: tekad manusia untuk tetap mencintai tanahnya.

Engkau mengira telah memenangkan perang dengan pena, tapi kalah di hati sejarah.
Sebab sejarah tak mencatat siapa yang menang, melainkan siapa yang tetap berpegang pada kebenaran saat segalanya runtuh.

Petani Palestina tak punya universitas besar, tak punya tentara, tapi mereka punya keteguhan yang membuat imperium-imperium runtuh malu.
Mereka mengajarkan kepada dunia arti sejati dari kemerdekaan: bukan memiliki tanah, tapi menolak menyerah walau tanah direbut.


---

Epilog: Surat yang Belum Selesai

Hai Inggris, engkau menulis suratmu dengan tinta diplomatik.
Tapi lihatlah—setelah seratus tahun, surat itu belum selesai dibaca.
Masih ada bab yang belum engkau pahami: bahwa tanah yang ditulis dengan ketidakadilan tidak akan pernah menjadi milik siapa pun.

Engkau menjual sebidang tanah, tapi yang kau lukai adalah sejarah manusia.
Namun sejarah memiliki cara sendiri untuk menulis ulang dirinya.
Setiap generasi petani yang menolak pergi adalah kalimat baru dalam surat panjang Palestina kepada dunia.
Dan surat itu akan terus dibaca, sampai tinta terakhir dari penindasanmu mengering.

Sebab tanah Palestina bukan sekadar bumi—ia adalah jiwa yang tak bisa dipindahkan.
Ia menolak mati karena ia ditanam dengan air mata, kesabaran, dan keyakinan.
Dan pada akhirnya, seperti semua kekaisaran sebelum engkau, Inggris, kau akan terlupakan.
Tapi setiap musim semi, saat bunga zaitun kembali mekar di Nablus, dunia akan tahu:
masih ada bangsa yang bertani di antara puing-puing sejarah—
dan menanam bukan sekadar gandum,
tetapi keadilan.

0 komentar:

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (360) Al-Qur’an (4) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) cerpen Nabi (8) cerpen Nabi Musa (2) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fiqh (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) kecerdasan (2) Kecerdasan (263) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) kisah para nabi dan rasul (1) Kisah para nabi dan rasul (1) Kisah Para Nabi dan Rasul (577) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (29) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (15) Namrudz (2) Nasrulloh Baksolahar (1) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) nusantara (3) Nusantara (249) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (563) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (493) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (258) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (243) Sirah Sahabat (156) Sirah Tabiin (43) Sirah ulama (13) Sirah Ulama (157) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)