Ketika Warga Israel Bersiap Pergi Sebelum Negara Runtuh
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Watak Diaspora dalam Paspor Ganda
Di balik wajah modern Israel—dengan kibbutz teknologi, kampus elit, dan kekuatan militer termutakhir—tersimpan kecemasan laten yang diwariskan selama ribuan tahun: ketidakpastian akan tempat tinggal terakhir. Maka tak heran jika kewarganegaraan ganda menjadi bukan hanya dokumen hukum, tetapi cermin watak historis bangsa Yahudi itu sendiri.
Sejak pengusiran dari tanah Kanaan oleh Babilonia dan Romawi, lalu diaspora panjang akibat Inkuisisi, pogrom, hingga Holocaust, bangsa Yahudi terbiasa hidup tanpa tanah tetap. Mereka tak tumbuh dengan akar, melainkan dengan sayap: fleksibilitas identitas dan mobilitas lintas batas.
Mereka ahli bertahan bukan dengan benteng lagi, tapi juga dengan cadangan pilihan tempat hidup. Dan hari ini, bentuk modernnya adalah paspor asing di samping paspor Israel.
Di sinilah paspor ganda menjadi warisan yang tak tertulis dari mentalitas diaspora. Tradisi Exodus tak pernah benar-benar selesai. Bahkan setelah berdirinya negara Israel, banyak Yahudi—terutama kalangan sekuler—tetap menyimpan satu pintu keluar. Mereka mencintai tanah ini, tapi tidak yakin akan tinggal selamanya.
Konflik Mendorong Pintu Darurat
Seiring memburuknya konflik di kawasan, gelombang permohonan paspor asing melonjak—terutama setelah serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas. Ketakutan bukan hanya pada roket, tapi pada masa depan yang tak stabil:
Ketegangan di Gaza dan Tepi Barat yang tak kunjung selesai.
Ancaman rudal dari Hizbullah Lebanon dan Suriah yang makin presisi.
Serangan rudal dari Ansarullah Yaman yang kini menyasar Laut Merah dan Tel Aviv.
Warga Israel, khususnya yang sekuler dan berpendidikan, menyediakan paspor asing bagi anak-anak mereka bahkan sebelum anak itu bisa bicara. Mereka mendatangi konsulat Jerman, Polandia, Kanada, atau Prancis. Bukan untuk pindah esok hari—tapi untuk bersiap bila esok tak ada lagi.
Hari ini, paspor asing lebih bernilai dari rumah, tanah, bahkan saham teknologi.
Mengapa Israel Mengizinkan Kewarganegaraan Ganda?
Israel sangat longgar soal paspor ganda. Bukan tanpa alasan:
1. Sejarah Imigrasi dan Aliyah
Negara ini dibangun dari orang-orang yang datang dari Rusia, Eropa, AS, Yaman, dan Afrika Utara. Mereka tiba dengan membawa paspor lama, dan Israel tidak ingin memutuskan keterhubungan mereka dengan dunia luar—terutama karena Yahudi diaspora punya pengaruh politik dan ekonomi global.
2. Mobilitas dan Keamanan
Kewarganegaraan ganda memudahkan warganya bepergian ke negara yang tidak bersahabat dengan Israel—tanpa membuka identitas.
3. Asuransi Politik
Bagi sebagian warga, paspor asing adalah jalan kabur darurat jika konflik sipil meledak, pemerintah ekstremis berkuasa, atau ekonomi kolaps. Paspor itu menjadi jaminan hidup alternatif—sebuah “Plan B” kolektif bangsa yang masih trauma oleh sejarahnya sendiri.
Kelompok Mana yang Paling Banyak Punya Paspor Ganda?
Kaum Sekuler — PALING BANYAK
Berasal dari latar imigran Eropa dan Amerika.
Paling sadar risiko politik dan ekonomi.
Anak-anak mereka yang lahir di Israel pun didaftarkan untuk paspor Jerman, Polandia, atau AS.
Arab Israel — JUGA CUKUP BANYAK, Tapi Dengan Nuansa Lain
Sebagian memiliki koneksi ke Yordania, Tepi Barat, bahkan Eropa.
Bagi mereka, paspor asing adalah jembatan identitas, bukan strategi kabur.
Pemukim Ilegal Yahudi — BANYAK JUGA
Ironis: mereka paling vokal tentang “tanah yang dijanjikan,” tapi tetap menyimpan paspor Prancis atau AS.
Banyak dari mereka adalah imigran yang belum melepas kewarganegaraan lama.
Haredim — PALING SEDIKIT
Hidup dalam komunitas tertutup, fokus agama.
Kurang peduli urusan internasional.
Meski begitu, sebagian kecil masih menyimpan paspor lama dari diaspora.
Ancaman Bagi Masa Depan Israel
1. Brain Drain
Paspor asing membuat generasi muda berbakat mudah pindah ke luar negeri—dan mereka tidak kembali.
2. Krisis Loyalitas
Saat Israel berkonflik dengan negara lain, warga dengan paspor asing bisa ditarik oleh kesetiaan ganda.
3. Ketimpangan Sosial Baru
Paspor menjadi kelas sosial: yang punya bebas ke luar negeri, punya opsi masa depan. Yang tidak? Terjebak dalam krisis internal.
4. Ancaman Keamanan
Paspor ganda bisa digunakan untuk menyelundupkan identitas, logistik, atau informasi. Ini menciptakan potensi lubang intelijen.
Negara dengan Dua Jiwa
Israel adalah negara yang dibangun oleh mimpi dan trauma. Tapi kini, banyak warganya hidup dengan dua paspor dan dua kemungkinan masa depan. Yang satu sebagai warga negara Israel. Yang lain sebagai pewaris trauma diaspora—yang tahu bahwa sejarah bisa berulang.
Saat anak-anak Tel Aviv punya paspor Berlin dan anak-anak pemukiman ekstrem punya paspor New York, pertanyaannya bukan lagi “apakah mereka cinta Israel?” tapi “apakah mereka siap tinggal jika Israel berubah?”
0 komentar: