Sejarah Memasuki Yerusalem: Dari Api Penjajahan hingga Rahmat Islam
Yerusalem. Kota yang dalam bahasa Arab disebut Al-Quds—“yang suci”. Di sinilah nabi-nabi berpijak, doa-doa para wali terangkat, dan sejarah manusia tercatat dengan tinta darah, air mata, dan sesekali rahmat. Ia adalah kota perbatasan antara langit dan bumi, tempat yang oleh Al-Qur’an disebut al-ardh al-muqaddasah (tanah yang disucikan).
Tetapi bagaimana bangsa-bangsa memasuki Yerusalem? Jawaban atas pertanyaan ini bukan sekadar kisah militer, melainkan cermin wajah peradaban. Apakah mereka datang dengan api pedang, atau dengan cahaya kasih? Mari kita berjalan bersama menelusuri jejak sejarahnya.
---
1. Nebukadnezar II (Babilonia) – Api Penjajahan yang Membakar Kota
Tahun 586 SM, langit Yerusalem diselimuti asap pekat. Nebukadnezar II, raja Babilonia, mengepung kota itu hingga roboh. Bait Suci pertama—yang dibangun Nabi Sulaiman—dibakar habis.
Sejarawan Yahudi-Romawi, Yosefus Flavius, menulis bahwa ribuan terbunuh, sisanya dijadikan tawanan. Inilah awal masa pembuangan Babilonia (Babylonian Exile), luka sejarah yang terus diingat hingga kini.
Ciri khas: penaklukan dengan api dan pedang. Yerusalem bukan kota suci di mata Nebukadnezar, melainkan batu loncatan kekuasaan.
---
2. Romawi – Kekaisaran Besi yang Menghancurkan
Tahun 70 M, giliran Romawi datang. Jenderal Titus, putra Kaisar Vespasian, mengepung Yerusalem berbulan-bulan. Kelaparan melanda. Ketika tembok jebol, pasukan masuk dengan ganas.
Yosefus menulis lebih dari 100.000 orang terbunuh. Bait Suci kedua diratakan. Yerusalem dijadikan kota Romawi dengan nama Aelia Capitolina.
Ciri khas: bumi hangus. Penaklukan dengan keangkuhan imperium.
Al-Qur’an mengingatkan:
> “Berapa banyak negeri yang telah Kami binasakan karena penduduknya zalim. Maka itulah rumah-rumah mereka yang tidak dihuni lagi setelah mereka binasa...” (QS. An-Naml: 52).
---
3. Persia (Sasaniyah) – Penaklukan dengan Dendam
Tahun 614 M, pasukan Persia di bawah Raja Khosrow II dan jenderalnya, Shahrbaraz, merebut Yerusalem dari Bizantium.
Dibantu sebagian komunitas Yahudi, Persia masuk dengan amarah. Puluhan ribu orang Kristen dibantai. Relik salib agung (True Cross) dirampas.
Ciri khas: penaklukan berdarah dengan dendam keagamaan.
---
4. Tentara Salib – Gelombang Darah di Al-Aqsa
Tanggal 15 Juli 1099, setelah pengepungan panjang, Tentara Salib memasuki Yerusalem. Dipimpin Godfrey of Bouillon, Raymond of Toulouse, dan Bohemond, mereka masuk dengan pedang terhunus.
Sejarawan Muslim Ibn al-Athir menulis: “Mereka membantai kaum Muslim hingga darah mengalir di Masjid al-Aqsa.” Bahkan kronikus Kristen mencatat: “Darah mencapai lutut kuda.”
Ciri khas: penaklukan paling kejam dalam sejarah Yerusalem.
---
5. Umar bin Khattab r.a. – Damai dan Kesederhanaan
Lalu datanglah Islam. Tahun 638 M, pasukan Abu Ubaidah bin al-Jarrah mengepung Yerusalem. Patriark Sophronius akhirnya meminta menyerahkan kota langsung kepada Khalifah Umar.
Maka Umar datang, dengan pakaian sederhana, bergantian menunggang unta dengan pelayannya. Ia masuk Yerusalem tanpa pedang terhunus. Tidak ada pembantaian. Tidak ada perusakan.
Umar menandatangani Piagam Aelia (Ahd al-‘Umariyah) yang menjamin kebebasan beragama bagi umat Kristen dan Yahudi.
> Rasulullah ï·º telah bersabda: “Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi (non-Muslim yang dilindungi), maka aku menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Abu Dawud).
Ciri khas: penaklukan penuh rahmat. Inilah wajah Islam yang sejati.
Sejarawan Barat, Philip Hitti, menulis: “Penaklukan Umar adalah penaklukan paling damai dalam sejarah Yerusalem.”
---
6. Shalahuddin al-Ayyubi – Pemaafan Sang Penakluk
Tahun 1187 M, Shalahuddin al-Ayyubi menaklukkan kembali Yerusalem setelah kemenangan besar di Perang Hittin.
Berbeda dari Tentara Salib, ia tidak membantai. Penduduk diberi kesempatan membayar tebusan. Yang miskin dibebaskan. Bahkan pasukan Salib yang kalah tetap diberi kehormatan.
Musuhnya, Richard the Lionheart, mengakui kebesaran hatinya. Sejarawan Stanley Lane-Poole menulis: “Shalahuddin menampilkan kebesaran jiwa yang tidak dimiliki para penakluk Kristen di abad pertengahan.”
Ciri khas: pembebasan beradab. Penaklukan yang melahirkan hormat, bukan dendam.
---
7. Yahudi – Nakbah 1948
Tanggal 14 Mei 1948, David Ben-Gurion mendeklarasikan berdirinya Israel. Inggris mundur, lalu pasukan Haganah, Irgun, dan Stern Gang melancarkan operasi militer.
Yerusalem Barat jatuh ke tangan Israel. Yerusalem Timur dikuasai Yordania. Ratusan ribu warga Palestina diusir dari rumah mereka.
Peristiwa ini dikenal sebagai Nakbah (bencana besar). Desa-desa dihancurkan, seperti Deir Yassin (9 April 1948), di mana ratusan warga sipil dibantai.
Ciri khas: penaklukan modern berbasis kolonialisme, propaganda, dan pembersihan etnis.
---
Refleksi: Dua Wajah Peradaban di Yerusalem
Jika kita rangkum:
Nebukadnezar, Romawi, Persia, Tentara Salib, Zionis Israel: wajah penaklukan dengan kekerasan, darah, dan penghancuran.
Umar bin Khattab dan Shalahuddin al-Ayyubi: wajah penaklukan dengan rahmat, keadilan, dan pemaafan.
Al-Qur’an telah menegaskan:
> “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107).
Dan Rasulullah ï·º bersabda:
> “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian.” (HR. Muslim).
Yerusalem menjadi saksi bagaimana peradaban diuji. Apakah ia masuk dengan api kebencian, atau dengan cahaya rahmat? Sejarah telah mencatat jawabannya.
---
Penutup: Yerusalem, Cermin Moral Bangsa
Yerusalem bukan sekadar kota. Ia adalah cermin moral peradaban.
Nebukadnezar, Romawi, Persia, Tentara Salib, Zionis—mereka menggoreskan wajah kekerasan. Umar bin Khattab dan Shalahuddin—mereka menorehkan wajah kasih dan keadilan.
Karen Armstrong, sejarawan Inggris, menulis: “Yerusalem selalu menjadi panggung ujian: apakah manusia memilih jalan kekerasan atau jalan rahmat.”
Maka pertanyaan itu kini berbalik pada kita: Jika hari ini pintu Yerusalem terbuka, dengan wajah apa kita akan memasukinya? Dengan pedang dendam, atau dengan cahaya rahmat?
0 komentar: