Ceritakan Kegagalan
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
---
Apakah para nabi selalu berbicara tentang kemenangan?
Tidak. Dalam Al-Qur'an, kita justru menemukan kisah-kisah kegagalan yang sangat manusiawi. Bukan untuk melemahkan, melainkan untuk menguatkan—bahwa bahkan para nabi pun diuji oleh Allah, bukan karena mereka lemah, tapi karena mereka sedang dibentuk.
Nabi Adam tergoda
Lihatlah Nabi Adam. Ia tergoda.
> "Lalu setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: 'Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian dan kekuasaan yang tidak akan binasa?' Maka keduanya pun memakannya, lalu tampaklah aurat keduanya. Dan keduanya mulai menutupinya dengan daun-daun surga. Adam pun telah durhaka kepada Tuhannya, maka sesatlah ia."
(QS. Thaha: 120–121)
Ia bukan sekadar tergoda karena lemah, tapi karena ada keinginan akan keabadian dan kekuasaan—dua hal yang paling sering menjerat manusia sepanjang zaman.
Nabi Sulaiman terpedaya
Demikian pula Nabi Sulaiman. Di satu petang, ia terpesona oleh kuda-kuda perang—simbol kekuatan dan keindahan dunia. Hingga tanpa sadar, ia lalai dari mengingat Allah.
> "Ketika pada suatu petang dipertunjukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang ketika berhenti dan cepat ketika berlari, ia berkata: 'Sesungguhnya aku menyukai harta (kuda-kuda) yang baik ini karena (mengingat) Tuhanku, sampai kuda-kuda itu hilang dari pandangan.' (Maka ia berkata): 'Bawa kembali kuda-kuda itu kepadaku.' Lalu ia mulai mengusap kaki dan leher mereka."
(QS. Shad: 31–33)
Nabi Sulaiman menyadari bahwa pesona dunia—dalam bentuk kekuatan dan keindahan—telah melalaikannya. Maka ia menebusnya dengan sikap simbolik: mengusap kuda-kuda itu sebagai tanda penyesalan dan pelepasan keterikatan.
> "Manusia tergoda bukan karena ia hina, tapi karena ia lemah di titik yang paling ia cintai."
Namun yang paling indah dari kisah ini: mereka kembali kepada Allah. Mereka bertobat. Dan dari merekalah kita belajar bahwa taubat bukanlah aib, tapi jalan kemuliaan.
---
Nabi-Nabi yang Gagal Menyelamatkan Umatnya
Lihatlah Nabi Nuh. Ia menyeru umatnya siang dan malam. Namun...
> "Nuh berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, tetapi seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).'"
(QS. Nuh: 5–6)
Secara duniawi, itu tampak seperti kegagalan. Tapi dalam pandangan Allah, ia tetap utusan yang agung.
Begitu pula Nabi Yunus. Ia pernah merasa putus asa. Ia meninggalkan umatnya dalam kemarahan, menyangka Allah tak akan mengujinya lebih jauh.
> "Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menguji/menyulitkannya)."
(QS. Al-Anbiya: 87)
Dan Nabi Musa—ketika ia mengajak Bani Israil masuk ke Tanah Suci. Apa kata mereka?
> "Wahai kaumku! Masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditetapkan Allah untukmu dan janganlah kamu berbalik ke belakang, niscaya kamu akan menjadi orang-orang yang rugi."
(QS. Al-Ma’idah: 21)
Namun mereka menjawab:
> "Wahai Musa! Sesungguhnya dalamnya ada kaum yang sangat kuat. Sesungguhnya kami tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami akan masuk."
(QS. Al-Ma’idah: 22)
Akibat penolakan itu, mereka dihukum mengembara selama 40 tahun di padang pasir. Apakah ini kegagalan? Mungkin dalam pandangan manusia. Tapi dalam rencana Allah, ini adalah bentuk tarbiyah—pendidikan rohani.
---
Kegagalan adalah Bagian dari Takdir
Mengapa Allah kisahkan kegagalan para nabi?
Agar kita tidak menyembah keberhasilan. Agar kita tak hancur hanya karena gagal. Karena sukses dan gagal adalah dua sisi dari mata uang kehidupan.
Seperti yang dikatakan Muhammad Iqbal, filsuf Muslim dari India:
> "Kegagalan bukanlah kehancuran—selama kita tidak menyerah. Mencoba kembali adalah kunci kemenangan yang gemilang."
> "Tujuan akhir dari diri manusia bukan sekadar melihat sesuatu, melainkan menjadi sesuatu."
> "Bangkitlah dari kepentingan sempit dan ambisi pribadi. Melangkahlah dari materi menuju ruh. Materi itu keragaman, ruh itu cahaya, kehidupan, dan kesatuan."
Iqbal mengajarkan bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya, tapi momen transformasi. Ruh manusia tidak diciptakan untuk menyerah.
---
Buya Hamka: Kegagalan adalah Guru Terbaik
Buya Hamka, ulama dan sastrawan besar Indonesia, menyatakan:
> "Orang yang gagal bukan orang yang jatuh, tapi yang tidak bangkit kembali setelah jatuh."
> "Kegagalan bukanlah kehinaan. Justru darinya kita belajar berdiri lebih tegak."
> "Berani hidup berarti berani menghadapi kegagalan. Karena hidup bukan untuk menang terus, tapi untuk tetap tegar meski kalah."
> “Bila hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Bila bekerja sekadar bekerja, kera pun bekerja. Maka hidup dan bekerja harus punya tujuan.”
---
Dua Umar: Takdir Itu Ketenangan
Bagaimana para khalifah menyikapi takdir?
Umar bin Khattab, sahabat Rasulullah ï·º dan khalifah kedua, berkata:
> “Aku tidak peduli dalam keadaan apa aku berada—apakah dalam kesenangan atau kesusahan. Sebab aku tidak tahu mana di antara keduanya yang lebih baik bagiku.”
(HR. Ibnu Sa’ad)
Umar bin Abdul Aziz, khalifah besar Bani Umayyah, berkata:
> “Barangsiapa merasa cukup dengan takdir dan ridha terhadap keputusan Allah, maka ketenangan akan tinggal dalam hatinya.”
---
Maka Ceritakanlah Kegagalanmu...
Walaupun dirimu sedang jatuh, ceritakanlah. Agar orang lain tidak jatuh pada lubang yang sama.
Cerita kegagalan bisa menjadi:
Samudera ilmu bagi yang sedang mencari arah,
Tiang pancang untuk membangun ulang kehidupan,
Penyejuk bagi jiwa yang patah,
Jalan pulang bagi yang tersesat.
Bukan untuk melemahkan, tapi untuk menunjukkan:
Di balik kegagalan, selalu ada keajaiban dan samudera hikmah.
Kita semua adalah bagian dari kisah besar Allah.
Dan setiap kegagalan yang kita alami…
bukan tanpa arti.
0 komentar: