Al-Qur’an, Hukum Kepastian
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
> “Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar suatu perkataan yang memisahkan (antara yang hak dan batil), dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau.”
(QS. At-Thariq: 13–14)
Bukankah manusia ingin hidup yang pasti-pasti saja?
---
Hidup ini bukan teka-teki.
Ia bukan ruang gelap yang dipenuhi kebetulan. Segala sesuatu memiliki hukum, arah, dan akhir yang pasti. Allah tidak menciptakan semesta ini dengan sia-sia, dan tidak pula membiarkan manusia berjalan tanpa peta.
Maka ketika Al-Qur’an diturunkan, ia bukan hanya kitab bacaan—ia adalah qawl fasl, keputusan tegas dan final tentang segala perkara dalam hidup. Bukan opini, bukan narasi, dan bukan pula dongeng masa lalu. Ia adalah hukum dari langit. Ia adalah algoritma dari Sang Maha Mengetahui, yang telah menuliskannya jauh sebelum segalanya dimulai.
---
Rencana Allah Itu Teguh
Lihatlah sejarah. Semua bentuk kezaliman, sehebat apa pun tampaknya, selalu menuju kehancuran. Namrudz, Firaun, Qarun, para penentang nabi dan rasul—semuanya diberi waktu. Tapi waktu itu bukan untuk menang. Itu hanyalah masa tangguhan sebelum hukum Allah ditegakkan atas mereka.
> “Dan tidaklah Tuhanmu lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.”
(QS. Hud: 123)
Mereka tidak lolos. Tidak pernah. Karena hukum Allah adalah hukum kepastian. Ia telah ditulis di Lauh Mahfuzh—tak dapat diganggu, ditawar, atau dibatalkan oleh siapa pun.
---
Al-Qur’an: Ringkasan Ketetapan Lauh Mahfuzh
Tahukah engkau, dari mana datangnya Al-Qur’an?
Dari Lauh Mahfuzh—papan catatan agung di mana seluruh takdir semesta telah tertulis. Maka Al-Qur’an bukan hanya petunjuk. Ia adalah penjabaran dari segala hukum yang telah Allah tetapkan. Ia adalah versi terbaca dari ketentuan abadi di sisi-Nya, untuk manusia pelajari dan ikuti.
> “Bahkan yang didustakan itu adalah Al-Qur’an yang mulia, (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.”
(QS. Al-Buruj: 21–22)
Di sana tertulis segala arah. Segala nasib. Segala hasil. Tapi manusia lebih sibuk mengikuti algoritma dunia maya—yang bisa diubah, dimanipulasi, dan dijual—daripada mengikuti algoritma kehidupan yang disusun langsung oleh Tuhan semesta alam.
---
Setiap Perjalanan Sudah Ditetapkan
Petani memahami tanah. Ia tahu kapan harus menanam, jenis bibit apa yang sesuai, kapan musim hujan akan datang. Bila ia menentang hukum alam, ia akan gagal panen.
Demikian pula kehidupan. Bila manusia berjalan di luar batas hukum Al-Qur’an, ia akan gagal. Bukan karena Allah murka seketika, tapi karena sistem kehidupan itu sendiri akan menghancurkan yang menentangnya. Sebab, semua telah dituliskan. Semua ada jalurnya.
> “Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an) sebagai kebenaran dan keadilan. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya.”
(QS. Al-An'am: 115)
Maka jangan bertanya, “Mengapa orang baik menderita?”
Tunggulah ujung kisahnya.
Jangan pula berkata, “Mengapa orang zalim tampak bahagia?”
Tunggulah ketika hukum itu ditegakkan.
Kita hidup dalam sistem kepastian, bukan kebetulan. Kita hanya diminta untuk bersabar dan percaya.
---
Hijrah: Bukan Sekadar Pindah, tapi Masuk ke Dalam Hukum Allah
Sebelum Rasulullah ﷺ hijrah, Allah tidak membekalinya dengan tentara, senjata, atau dukungan dari kekuatan dunia. Yang Allah beri justru dua kisah:
1. Kisah Nabi Musa, dari kelahiran dalam ancaman hingga hijrah ke Madyan dan kembali sebagai pembebas.
2. Kisah Nabi Yusuf, dari pengkhianatan saudara hingga menjadi pemimpin negeri dan memeluk kembali keluarganya.
Mengapa hanya kisah?
Karena bagi Rasulullah ﷺ, kisah itu bukan dongeng. Ia adalah petunjuk atas jalan yang akan beliau tempuh. Dan beliau tahu, yang mengisahkan adalah Allah. Maka semua yang tertulis di dalamnya, akan menjadi kenyataan.
Hijrah itu berat. Harta ditinggal. Sahabat dibunuh. Dikejar, diburu, dan dicaci. Tapi Al-Qur’an tidak membiarkan perjuangan itu kosong. Ia sudah memberi sinyal dari awal: “Lihatlah kisah Yusuf. Lihatlah kisah Musa. Engkau akan melaluinya. Tapi engkau akan menang.”
Itulah hukum kepastian.
Bagi siapa pun yang istiqamah, janji Allah adalah jaminan. Dan kisah-kisah itu adalah template sejarah bagi umat Muhammad ﷺ.
---
Bagaimana Akhir dari Segala Hal?
Satu pertanyaan yang harus terus kita ajukan adalah:
> Bagaimana akhir dari sabar?
Bagaimana ujung dari tawakal?
Apa hasil dari menahan amarah, menolak suap, dan menjaga shalat?
Jawabannya telah ditulis. Tertata. Dijamin.
Sebagaimana akhir dari kekikiran, pengkhianatan, kerakusan, dan kezaliman juga telah tertulis. Semua akan sampai pada ujung yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an.
Maka jika engkau sedang dizalimi, bersabarlah. Bukan karena diam itu enak. Tapi karena engkau tahu siapa yang sedang menuliskan takdirmu.
---
Qalam: Pena Pertama dan Awal Segalanya
Apa yang pertama kali Allah ciptakan?
Qalam. Pena.
Untuk apa? Untuk menulis.
Sebelum segala yang terlihat, ada yang dituliskan. Sebelum “Jadilah!”, ada yang dirancang.
Allah menulis dahulu. Baru berkata: “Kun, fa yakun.” Maka jadilah.
> “Yang mengajar manusia dengan pena.”
(QS. Al-‘Alaq: 4)
Itulah sistem. Itulah desain besar. Dan Al-Qur’an adalah jendela kecil yang diberikan Allah kepada manusia untuk mengintip sebagian dari sistem-Nya.
Apakah setelah semua itu engkau masih merasa hidup ini tidak memiliki arah?
---
Al-Qur’an Tidak Membutuhkan Pembenaran Manusia
Ada orang yang bertanya: “Tapi mengapa hukum Allah terasa berat?”
Jawaban: Karena hawa nafsu sudah terbiasa dengan yang ringan dan sesat.
Ada yang bertanya: “Bagaimana bisa yakin, padahal belum melihat hasilnya?”
Jawaban: Karena iman bukan menunggu bukti, tapi yakin kepada Dzat yang memberi janji.
Al-Qur’an tidak menyesuaikan diri dengan dunia. Dunia inilah yang harus tunduk pada Al-Qur’an. Siapa yang menentangnya, pasti hancur.
Siapa yang mematuhinya, pasti menang.
> “Sesungguhnya hari keputusan (yaum al-fasl) itu adalah waktu yang telah ditetapkan.”
(QS. An-Naba': 17)
Hari itu akan datang. Tapi sebelum hari itu, hukum Allah telah berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
---
Masihkah Engkau Ragu?
Coba renungkan…
Jika engkau masih ragu kepada janji Allah, lalu kepada siapa engkau akan percaya?
Kepada manusia yang diciptakan dari air yang hina? Kepada harta yang bisa hilang dalam semalam? Kepada kekuasaan yang bisa runtuh oleh satu penyakit?
Bukankah lebih layak engkau percaya pada Dzat yang menciptakan segalanya? Yang tidak pernah tidur, tidak pernah salah, dan tidak pernah lupa?
> “Inilah Kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 2)
---
Kesimpulan: Jalan Satu-Satunya
Hidup ini sangat terang. Terang oleh cahaya Al-Qur’an dan cahaya Nabi ﷺ. Jalan telah dibuka. Petunjuk telah diberikan. Tidak ada lagi alasan untuk bingung, khawatir, atau takut.
Satu-satunya jalan hidup yang benar dan penuh berkah adalah:
Mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan.
Menjauhi apa yang Allah dan Rasul-Nya larang.
Tidak lebih. Tidak kurang.
> “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.”
(QS. Al-Ahzab: 36)
---
Maka bila engkau pemimpin, bawa umatmu kepada hukum ini.
Bila engkau guru, ajarkan kurikulum langit ini.
Bila engkau ayah, bimbing keluargamu dengan cahaya ini.
Dan bila engkau sendiri, berjalanlah dengan Al-Qur’an sebagai teman. Karena di ujungnya, kemenangan telah dijanjikan.
Bukan karena kita kuat. Tapi karena hukum-Nya pasti.
---
0 komentar: