Al-Qur’an, Kurikulum Kehidupan Para Pemimpin
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Apakah engkau pemimpin? Atau ingin menjadi pemimpin? Maka, bertanyalah: siapa gurumu? Dari mana engkau menimba ilham dan arah?
Karena sesungguhnya, pemimpin adalah orang pertama yang diuji dalam keyakinan. Ia berdiri paling depan, membawa visi saat orang lain masih tertunduk pada kenyataan. Ia harus melihat cahaya bahkan dalam malam pekat.
Dan Al-Qur’an… bukan sekadar bacaan. Ia adalah ujian. Ia bukan kitab hiburan, tapi panduan tempur jiwa. Ia tidak datang untuk menyenangkan, melainkan untuk menyaring: siapa yang benar-benar beriman, siapa yang hanya ikut angin. Ia datang sebagai furqan—pemisah—bukan kompromi.
---
Ujian Keyakinan
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti orang-orang sebelum kamu?” (Q.S. Al-Baqarah: 214)
Begitulah suara Al-Qur’an. Tegas. Tak meninabobokan. Al-Qur’an tidak mengajarkan cara menjadi penguasa, tetapi cara menjadi pemimpin—pemikul amanah, bukan pengejar tahta.
Ia menguji: mana yang lebih kau yakini—janji Allah atau janji manusia? Kekuasaan Allah atau dominasi para adidaya? Simpanan di sisi Tuhan atau harta yang dikulum para taipan?
Padahal, yang di sisi manusia fana. Mudah dirampas. Sebaliknya, yang di sisi Allah adalah kebenaran yang tak lapuk oleh waktu.
Kau bisa membaca surat-surat itu, tapi pertanyaannya bukan seberapa sering kau membacanya. Pertanyaannya adalah: apakah engkau percaya padanya?
---
Keyakinan yang Diuji dalam Titik Genting
Mari bayangkan…
Andai engkau berada dalam kobaran api seperti Ibrahim, masihkah yakin kepada Allah?
Andai kau dan keluargamu terjepit di tepi laut, dengan pasukan Firaun datang mengejar, masihkah yakin akan datang pertolongan?
Andai usia telah renta dan istri mandul seperti Nabi Zakaria, masihkah yakin akan datang karunia?
Andai engkau seperti pemuda Ashabul Kahfi, bersembunyi dalam gua, dikepung kekuasaan tirani, masihkah yakin bahwa Allah akan menutup pandangan musuh?
Titik-titik genting itulah tempat iman diuji. Dan di situlah pemimpin lahir—dari api, bukan dari kenyamanan.
---
Janji Siapa yang Lebih Engkau Percaya?
Seorang pemimpin tak hanya bicara strategi dan data. Ia bicara iman. Ia membaca tanda-tanda langit saat semua orang terpaku pada logika bumi.
Abu Bakar pernah diuji. Ketika Romawi dikalahkan Persia, kaum Quraisy menertawakan janji Al-Qur’an bahwa Romawi akan bangkit kembali. Tapi Abu Bakar tidak ragu. Ia bertaruh dengan hartanya, meyakini bahwa kemenangan akan datang sebagaimana yang dijanjikan.
Dan benar, beberapa tahun kemudian, Romawi menang. Bukan karena kekuatan militer semata, tetapi karena janji Tuhan tidak pernah palsu bagi yang yakin.
Inilah karakter pemimpin: ia percaya sebelum kemenangan datang. Ia yakin bukan karena melihat, tapi karena tahu apa yang dilihatnya berasal dari cahaya.
---
"Believing is Seeing"
Rhenald Kasali menyebutkan bahwa pemimpin perubahan tidak menunggu bukti untuk bergerak. Ia bergerak karena visi. Ia melihat yang belum ada. Ia meraba arah saat orang lain hanya memelototi peta.
Inilah yang juga diajarkan Al-Qur’an. Pemimpin sejati adalah mereka yang meyakini sesuatu yang belum tampak. Karena “percaya dulu, baru melihat”—itulah jalan orang-orang beriman.
Sedangkan dunia modern terbalik: ingin bukti dulu baru percaya. Ingin laba dulu baru memberi. Ingin kemenangan dulu baru melangkah.
Maka tak heran jika dunia kehilangan pemimpin sejati. Yang tersisa hanya para manajer ambisi dan peracik opini.
---
Al-Qur’an: Kurikulum Pemimpin, Bukan Budak
Al-Qur’an tidak turun untuk mencetak pengikut. Ia diturunkan untuk membentuk pemimpin. Jiwa-jiwa yang sanggup menyerap kesakitan, memikul tugas berat, dan tetap berjalan meski sendirian.
Bukankah yang menerima wahyu adalah para nabi dan rasul—pemimpin umat manusia?
Bukankah yang menghafal, mengajarkan, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai imam adalah para ulama dan pejuang peradaban?
Mereka bukan sekadar membaca. Mereka menafsirkan dengan darah, memaknainya dengan perjalanan, menjadikannya pelita di tengah gelapnya zaman.
Mereka tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai hiasan, tetapi sebagai senjata dan pelindung. Sebagai fondasi peradaban dan penunjuk arah. Sebagai kompas ketika dunia kehilangan utara.
---
Teknologi, Peradaban, dan Keajaiban dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an bukan kitab yang mengabaikan kemajuan. Ia justru mengisahkan tentang teknologi langit yang dicapai para hamba-Nya:
Perahu Nabi Nuh, cikal bakal rekayasa transportasi laut.
Kekuasaan Nabi Sulaiman dan Daud, yang memerintah manusia, jin, angin, dan hewan. Sebuah kepemimpinan ekologis yang menyatu dengan semesta.
Transportasi supercepat: pengiriman singgasana Ratu Saba dalam sekejap mata. Logistik dan kecepatan dalam satu genggaman.
Kaum Saba, yang membangun irigasi dan sistem pertanian yang lestari.
Tsamud dan Aad, yang menciptakan arsitektur besar dan pemukiman megah.
Semua itu ada dalam Al-Qur’an. Tapi bukan sekadar sejarah. Ia adalah pelajaran bagi pemimpin hari ini: bahwa kemajuan bukanlah musuh iman, melainkan buah dari iman yang benar.
---
Pemimpin yang Dipandu Langit
Maka, mari kita renungi: siapa yang menjadi pemandumu? Apakah dunia? Opini? Popularitas? Ataukah wahyu dari langit?
Imam Al-Ghazali telah lama mengingatkan:
> “Penguasa yang tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai imam, akan membawa rakyat kepada kegelapan, bukan cahaya. Sebab cahaya kepemimpinan bersumber dari wahyu, bukan dari hawa nafsu.”
— Ihya’ Ulumuddin
Hasan Al-Banna menegaskan:
> “Al-Qur’an adalah undang-undang yang sempurna. Ia adalah dasar peradaban, asas keadilan, dan rambu-rambu bagi pemimpin yang ingin membawa umat kepada kemuliaan.”
— Risalah Ta’alim
Dan Sayyid Quthb, yang menulis tafsir dari balik jeruji, berkata:
> “Pemimpin dalam Islam tidak berjalan di atas opini manusia, tetapi di atas petunjuk dari langit: Al-Qur’an. Itulah sumber kekuatan, arah, dan legitimasi.”
— Fi Zhilal al-Qur’an
---
Al-Qur’an dan Kamu: Sebuah Pertanyaan Pribadi
Maka kini, mari kembali ke awal:
Engkau membaca Al-Qur’an, tapi apakah engkau memimpinnya?
Engkau mendengar ayat-ayatnya, tapi apakah engkau menggenggamnya saat badai datang?
Engkau mungkin khatam berkali-kali, tapi apakah ia telah mengubah arah hidupmu?
Karena Al-Qur’an tidak bekerja di tangan yang ragu. Ia tidak menyalakan cahaya bagi hati yang belum siap percaya. Ia bukan kitab motivasi, tapi medan ujian.
---
Penutup: Waktu untuk Memilih
Sekaranglah waktunya memilih:
Apakah engkau ingin menjadi pemimpin yang ditulis langit?
Ataukah hanya bayangan yang mengandalkan statistik dan rating?
Karena dunia akan selalu berubah. Tapi Al-Qur’an tidak. Dan barangsiapa yang berpegang padanya, tak akan hanyut oleh arus zaman.
Wahai para pemimpin, atau calon pemimpin…
Jadikanlah Al-Qur’an sebagai kurikulummu.
Bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk membentuk jiwa.
Bukan hanya untuk dikaji, tapi untuk diteladani.
Agar engkau memimpin bukan dengan suara, tetapi dengan cahaya.
---
> "Cahaya tidak butuh suara untuk didengar. Ia hanya perlu menyala."
---
Link Kami
Beberapa Link Kami yang Aktif