Generasi Progresif dan Perjuangan Palestina
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Di balik layar-layar ponsel yang menggenggam dunia, di tengah riuh demonstrasi dan seruan di media sosial, lahir satu generasi yang tak lagi percaya pada janji-janji lama: generasi progresif.
Mereka tak dibentuk oleh propaganda, tapi oleh luka sejarah. Mereka menyaksikan, merekam, dan menggugat. Mereka bukan hanya mewarisi dunia yang retak, tapi berikhtiar menyatukannya kembali. Palestina, bagi mereka, bukan sekadar peta yang dicabik-cabik, tapi simbol kebenaran yang dipertahankan.
Siapakah Generasi Progresif?
Generasi progresif adalah anak-anak zaman yang lahir di tengah badai. Mereka lahir antara akhir 1990-an hingga awal 2010-an—Generasi Z dan sebagian Milenial muda. Mereka dibesarkan dalam dunia digital, di mana setiap bom di Gaza bisa dilihat real-time, dan setiap tangisan anak Palestina tak bisa disangkal.
Tapi progresif bukan hanya usia. Ia adalah kesadaran, bahwa dunia tidak netral, dan diam berarti berpihak pada penindas. Mereka membawa nilai-nilai: keadilan, kesetaraan, solidaritas, dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Dan mereka tidak membatasi itu pada bangsanya saja.
Mengapa Generasi Ini Muncul?
Karena dunia yang mereka warisi bukan dunia yang mereka pilih. Mereka tumbuh di tengah:
1. Krisis iklim yang diabaikan elite.
2. Rasisme struktural yang membusuk diam-diam.
3. Penjajahan yang dibungkus diplomasi.
4. Ketimpangan ekonomi yang menumpuk kekayaan pada segelintir.
5. Mereka menyaksikan dunia menutup mata pada Gaza, tapi bersedih berlebihan pada jendela yang pecah di Tel Aviv. Mereka mulai bertanya: siapa sebenarnya yang layak disebut korban?
Apakah Mereka Bertumbuh?
Ya, dan dengan kecepatan yang menggelisahkan para elite lama. Survei demi survei mencatatnya:
1. Di Amerika Serikat, survei Quinnipiac (2023) menunjukkan 52% anak muda <35 tahun lebih bersimpati kepada Palestina, dibanding hanya 27% yang pro-Israel.
2. Di Inggris, YouGov (2024) mencatat mayoritas usia 18–24 menganggap pendudukan Israel atas Palestina sebagai bentuk apartheid.
Sementara pemerintah mereka—baik AS, Inggris, atau Eropa—masih mempertahankan hubungan militer dan diplomatik dengan Israel, generasi muda berbelok tajam. Mereka tidak melihat Palestina sebagai ancaman, tapi sebagai cermin nurani dunia.
Apa yang Mereka Lakukan?
Generasi progresif tak tinggal dalam retorika. Mereka turun ke jalan, masuk ke ruang-ruang kekuasaan, dan mengguncang status quo. Bentuk perjuangan mereka antara lain:
1. Demonstrasi massal: ribuan mahasiswa menduduki kampus-kampus di AS dan Eropa, menuntut universitas menarik dana dari perusahaan yang terlibat dalam pendudukan Israel.
2. Boikot (BDS): mendorong boikot produk, perusahaan, dan institusi yang terlibat dengan proyek kolonial Israel.
3. Penggalangan dana dan bantuan: menyumbangkan miliaran dolar untuk korban di Gaza lewat platform digital.
4. Advokasi hukum dan petisi: mendorong tuntutan ke Mahkamah Internasional, mendesak PBB dan negara-negara agar bertindak.
5. Media sosial dan edukasi digital: menciptakan konten edukatif, membongkar propaganda, dan menyebarluaskan sejarah Palestina.
Apa Dampaknya Bagi Palestina?
Pengaruh mereka belum sampai membebaskan Palestina secara fisik. Tapi dalam perang narasi, generasi progresif adalah pasukan terdepan.
Mereka membuat dukungan terhadap Israel menurun drastis di opini publik muda.
Mereka menekan perusahaan besar untuk menghentikan kerja sama dengan Israel.
Mereka membuat Palestina kembali hidup di ruang publik, tak lagi terpinggirkan sebagai isu “kompleks dan sensitif”.
Yang terpenting, mereka membawa harapan bagi rakyat Palestina bahwa dunia tidak seluruhnya tuli. Bahwa masih ada yang percaya, bahwa yang benar tetap benar, meski minoritas mempercayainya.
Sebuah Kebangkitan Nurani
Generasi progresif mungkin belum punya kekuasaan. Tapi mereka punya sesuatu yang lebih kuat: keberanian untuk mengatakan tidak. Mereka berkata tidak pada penjajahan, pada penindasan, pada propaganda yang membungkus kekerasan dengan diplomasi.
Dan mungkin, bila sejarah nanti berbalik, bila Palestina suatu hari merdeka sepenuhnya, dunia akan mengingat bahwa kemerdekaan itu bukan sekadar hasil negosiasi elite—tapi juga hasil dari jutaan langkah kecil, yang dimulai oleh generasi yang menolak diam di hadapan kezaliman.
Generasi itu bernama: generasi progresif.
0 komentar: