basmalah Pictures, Images and Photos
Our Islamic Story

Choose your Language

Inovasi Praktis di Era Rasulullah ï·º Oleh: Nasrulloh Baksolahar  “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang, jika bekerja, ia menye...

Inovasi Praktis di Era Rasulullah ï·º

Oleh: Nasrulloh Baksolahar



 “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang, jika bekerja, ia menyempurnakannya.”
— Hadis Nabi ï·º

Dalam benak banyak orang, teknologi adalah produk zaman modern: mesin, satelit, AI, robotik. Tapi di balik segala kecanggihan itu, ruh teknologi sesungguhnya adalah ikhtiar manusia untuk mempermudah hidup dan memperkuat maslahat—dan ini adalah prinsip yang hidup sejak masa kenabian.

Rasulullah ï·º bukan hanya pembawa wahyu, tapi juga pemimpin masyarakat yang mendorong peradaban tumbuh—termasuk dalam hal teknologi praktis, inovasi sosial, dan adaptasi alat. Ia tidak hanya mengajarkan iman, tapi juga membimbing umatnya menggunakan akal dan keterampilan.



1. Teknologi Pertanian dan Irigasi: Memelihara Hidup

Di Madinah, Rasulullah ï·º melihat pertanian sebagai pilar ekonomi masyarakat. Beliau mendorong optimalisasi sistem irigasi, penanaman pohon kurma secara terencana, dan pemanfaatan lahan gersang.

Dalam hadits diriwayatkan:

“Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman, lalu hasilnya dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, kecuali itu menjadi sedekah baginya.”
(HR. Bukhari & Muslim)

Rasulullah ï·º juga memperkenalkan prinsip distribusi air dengan adil—termasuk rotasi giliran dalam menggunakan sumur atau kanal irigasi—agar tidak terjadi dominasi oleh pemilik tanah besar.



2. Inovasi Militer dan Strategi Perang

Teknologi militer bukan hanya soal senjata, tapi juga soal strategi. Rasulullah ï·º sangat jeli dalam menggunakan alat, medan, dan kejutan dalam berbagai perang.

Contohnya:

Parit (Khandaq): Gagasan menggali parit pertahanan untuk menghadang pasukan Quraisy pada Perang Khandaq diambil dari saran Salman Al-Farisi, seorang sahabat dari Persia. Ini adalah transfer teknologi militer antarperadaban yang langsung diadaptasi dan dieksekusi dengan efektif.

Panah Api dan Tameng: Rasulullah ï·º tidak melarang penggunaan senjata yang “baru” pada zamannya. Pasukan Muslim mulai membuat tameng logam, ketapel besar, dan anak panah dengan ujung api saat mengepung benteng-benteng Yahudi di Khaibar.

Kavaleri dan Formasi Tempur: Rasulullah ï·º mengatur pasukan dalam formasi sesuai peran: pemanah, pasukan tombak, kavaleri, pengintai. Ini adalah pembagian fungsional berbasis efektivitas dan teknologi tempur yang dimiliki.



3. Alat Ukur, Dokumentasi, dan Komunikasi

Rasulullah ï·º memperkenalkan sistem dokumentasi dan komunikasi yang sangat maju untuk zamannya:

Dokumentasi Piagam Madinah: Dokumen sosial-politik ini menunjukkan adanya sistem pencatatan, notulensi, dan konsensus yang terukur dan sah. Ini bagian dari teknologi administrasi pemerintahan.

Sistem Perhitungan Warisan: Dalam pengelolaan warisan, zakat, dan perdagangan, Rasulullah ï·º menerapkan sistem hitung-menghitung yang presisi—termasuk pembagian 1/3, 1/4, 2/3, dan lain-lain. Ini mendorong kemajuan dalam ilmu hisab dan akuntansi sosial.

Utusan dan Surat Diplomatik: Rasulullah mengirim surat diplomatik ke raja-raja dunia (Romawi, Persia, Mesir) menggunakan stempel pribadi (khatam) di cincin beliau. Ini adalah bentuk autentikasi dokumen resmi.



4. Peralatan Kesehatan dan Gizi

Di medan perang, Rasulullah ï·º membangun pos medis dan menunjuk Rufaidah Al-Aslamiyyah sebagai kepala medis yang mengelola perawatan korban luka. Ini bukan hanya soal pengobatan tradisional, tapi juga manajemen logistik kesehatan.

Beliau juga menganjurkan makanan sehat yang fungsional:

Madu sebagai penyembuh

Kurma dan air sebagai dasar nutrisi

Habbatus sauda (jinten hitam) sebagai penguat imun


Ini semua menunjukkan pendekatan ilmiah dan preventif terhadap kesehatan masyarakat.



5. Teknologi Sosial: Konsep Waqaf dan Distribusi Zakat

Teknologi bukan hanya benda. Rasulullah ï·º juga menciptakan sistem sosial yang efisien dan berkelanjutan:

Waqaf sumur, tanah, dan kebun sebagai lembaga ekonomi abadi untuk masyarakat

Zakat dan baitul mal sebagai sistem redistribusi kekayaan secara terukur

Lembaga pasar tanpa riba dan penipuan (Pasar Madinah) sebagai alternatif dari sistem ekonomi eksploitatif



Akal Adalah Amanah

Teknologi dalam Islam bukan semata-mata hasil, tetapi niat dan manfaatnya. Rasulullah ï·º menegaskan bahwa:

“Engkau lebih mengetahui urusan duniamu.”
(HR. Muslim)

Beliau tidak memonopoli kebenaran duniawi, tapi membuka ruang bagi inovasi, kreativitas, dan eksperimen yang berlandaskan pada kemaslahatan umat.

Di zaman modern ini, kita seharusnya tidak hanya mewarisi doa Rasulullah, tapi juga semangatnya dalam menjadikan teknologi sebagai jalan ibadah.

Pilar Cinta di Tengah Perang: Rasulullah dan Keluarga Para Syuhada Oleh: Nasrulloh Baksolahar Syahid bukan hanya soal gugur di m...



Pilar Cinta di Tengah Perang: Rasulullah dan Keluarga Para Syuhada

Oleh: Nasrulloh Baksolahar



Syahid bukan hanya soal gugur di medan perang, tapi juga tentang siapa yang ditinggalkan, dan bagaimana umat memperlakukan mereka.

Di balik setiap bendera kemenangan di medan jihad, ada rumah yang sunyi, anak yang kehilangan ayah, dan istri yang menyimpan tangis dalam diam. Namun dalam masyarakat Islam yang dibangun Rasulullah ï·º, mereka bukan ditinggalkan. Mereka justru didekap dalam pelukan cinta, dijaga oleh negara, dan dimuliakan oleh umat.

Perang memang menuntut pengorbanan. Tapi Rasulullah ï·º mengajarkan bahwa pengorbanan itu harus dibalas dengan penghormatan, perlindungan, dan jaminan hidup yang layak bagi keluarga mereka yang gugur di jalan Allah.



1. Negara Kasih Sayang: Perlindungan Total untuk Keluarga Syuhada

Salah satu teladan paling mengharukan adalah ketika Ja’far bin Abi Thalib gugur dalam Perang Mu’tah. Saat kabar itu sampai di Madinah, Rasulullah ï·º datang ke rumah Ja’far, memeluk anak-anaknya yang masih kecil, dan menangis bersama mereka. Lalu beliau berkata kepada para sahabat:

> “Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang kepada mereka apa yang menyibukkan mereka.”
(HR. Abu Dawud)

Dalam tradisi modern, ini adalah state care, sebuah bentuk perlindungan negara bagi warga yang kehilangan kepala keluarga. Tapi Rasulullah ï·º melakukannya bukan karena tekanan hukum, melainkan karena cinta dan tanggung jawab sosial.



2. Anak Yatim Dipeluk, Bukan Diabaikan

Rasulullah ï·º tak hanya menitipkan bantuan, tapi juga merangkul anak-anak para syuhada secara langsung. Anak-anak Ja’far bin Abi Thalib, termasuk Abdullah bin Ja’far, dirawat dengan penuh kasih. Mereka tak tumbuh sebagai yatim piatu, tapi sebagai bagian dari keluarga besar Rasulullah.

Anak yatim bukan dianggap beban, melainkan amanah. Rasulullah ï·º bersabda:

“Aku dan orang yang menanggung anak yatim akan bersama-sama di surga, seperti ini.”
(Beliau mengisyaratkan dengan dua jari yang dirapatkan.)



3. Dari Trauma Jadi Kehormatan: Mengubah Narasi

Dalam masyarakat Rasulullah, keluarga syuhada tidak dipandang dengan belas kasihan, tetapi dengan kemuliaan. Anak-anak syuhada dibesarkan dalam suasana yang menghormati ayah atau ibunya yang telah gugur. Mereka bukan korban, tapi penerus perjuangan.

Syahid bukan luka dalam sejarah keluarga, tapi lencana kemuliaan yang diwariskan turun-temurun. Di masyarakat Madinah, menyandang status sebagai keluarga syuhada justru mendatangkan penghormatan sosial yang tinggi.



4. Jaminan Ekonomi dan Warisan yang Terlindungi

Bukan hanya secara emosional, Rasulullah ï·º juga melindungi mereka secara ekonomi. Harta ghanimah (rampasan perang), zakat, dan sedekah diarahkan kepada para yatim dan janda dengan sangat hati-hati. Dalam Perang Uhud, ketika Sa’ad bin Rabi’ gugur, Rasulullah ï·º langsung mengutus sahabat untuk mengurus hak-hak istri dan anak-anaknya.

Tidak ada anak syuhada yang dibiarkan kelaparan. Tidak ada janda syuhada yang terabaikan. Rasulullah ï·º membangun sistem di mana masyarakat menanggung tanggung jawab itu bersama.



5. Kepedulian yang Tidak Pernah Usai

Kepedulian Rasulullah ï·º terhadap keluarga syuhada bukan peristiwa sesaat. Bertahun-tahun setelah perang berlalu, beliau tetap mengunjungi rumah-rumah mereka, menanyakan kabar anak-anak mereka, dan memberi bantuan saat diperlukan.

Ini bukan sekadar kebijakan negara. Ini adalah perwujudan spiritual dari ayat:

“Dan janganlah kamu menyangka bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Mereka hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki.”
(QS Ali Imran: 169)

Jika syuhada hidup di sisi Tuhan, maka keluarganya hidup dalam perlindungan umat.



Negara dan Cinta yang Berjalan Bersama

Negara yang dibangun Rasulullah ï·º bukan hanya memuliakan para pejuang di medan perang, tetapi juga menjaga keluarga mereka yang ditinggalkan. Rasulullah menunjukkan bahwa jihad bukan sekadar keberanian di garis depan, tetapi juga tanggung jawab sosial setelah perang usai.

Di tengah dunia yang sering melupakan keluarga para pejuang, Rasulullah mengajarkan kita: jihad yang benar adalah jihad yang menyisakan kasih sayang bagi yang ditinggalkan.

Jihad Akal dan Inovasi: Strategi Hamas dalam Perang Teknologi Tak Seimbang Oleh: Nasrulloh Baksolahar Dalam sejarah perang moder...

Jihad Akal dan Inovasi: Strategi Hamas dalam Perang Teknologi Tak Seimbang

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Dalam sejarah perang modern, kekuatan selalu diukur lewat jumlah tank, drone, satelit, dan rudal. Namun ada satu front pertempuran yang menantang semua rumus itu—Gaza. Di sana, ketika langit dikuasai oleh drone Israel dan setiap pintu diblokade oleh embargo global, muncullah satu bentuk perlawanan yang tak biasa: jihad akal.

Dari laboratorium bawah tanah, bengkel darurat, dan daya inovasi yang lahir dari keterdesakan total. Ini adalah kisah bagaimana keterbatasan bisa memaksa kecerdasan untuk melampaui batas.

“Jihad Akal dan Inovasi” adalah upaya menyoroti bahwa di balik setiap rudal Qassam buatan tangan, ada filsafat ketahanan, ilmu pengetahuan yang dibumikan, dan iman yang membimbing eksperimen-eksperimen sederhana menjadi senjata melawan dominasi. Bahwa perlawanan bukan hanya soal nyali dan senjata, tapi juga soal akal yang tidak menyerah, dan ruh yang tidak tunduk.

Di dunia yang semakin menuhankan teknologi, Gaza mengingatkan bahwa akal yang dipandu iman bisa melawan mesin sebesar apa pun. Ini jihad sunyi para teknokrat perlawanan yang tak pernah mendapat panggung, tapi menentukan arah sejarah.



Perang Tak Lagi Sekadar Senjata

Di medan perang modern, kemenangan bukan hanya ditentukan oleh jumlah pasukan atau kekuatan senjata, tetapi juga oleh inovasi, kecerdasan, dan adaptasi. Israel dengan seluruh dukungan teknologi Barat menguasai langit dan darat: drone bersenjata, Iron Dome, satelit mata-mata, hingga superkomputer berbasis AI.

Namun di bawah reruntuhan Gaza, Hamas dan faksi-faksi perlawanan lain merespons dengan sesuatu yang tak bisa dideteksi radar: akal yang dipaksa berpikir dalam keterbatasan.



Ketika Dunia Memblokade, Gaza Membuka Jalan

Blokade Israel sejak 2007 memutus akses Gaza terhadap:

Alat komunikasi canggih

Bahan kimia industri

Komponen elektronik dan logistik militer

Teknologi drone dan GPS


Namun, justru dari keterbatasan inilah Gaza menemukan jalannya. Hamas, Brigade Al-Qassam, dan para teknokrat perlawanan menciptakan jaringan kerja bawah tanah: laboratorium darurat, pabrik senjata mini, unit reverse engineering, hingga tim rekayasa teknologi dari puing-puing.

Qassam 1, roket pertama Hamas, dibuat dari pipa ledeng, pupuk, dan campuran logam lokal. Hari ini, mereka memiliki rudal jarak menengah, drone bersenjata, dan kemampuan komunikasi bawah tanah yang memadai—semua dikembangkan di tengah isolasi total.



Jihad Akal: Dari Konsep ke Praktik

Dalam konteks Gaza, jihad tidak selalu berarti mengangkat senjata, tapi menggerakkan potensi intelektual untuk mengimbangi teknologi musuh.

Reverse Engineering sebagai Perlawanan:
Suku cadang drone Israel yang jatuh dijadikan prototipe. Beberapa teknologi rudal diduplikasi secara lokal, termasuk sistem detonasi dan GPS manual.

Terowongan sebagai Medan Taktis:
Alih-alih menguasai udara, Hamas menguasai bawah tanah. Terowongan yang membentang dari Rafah hingga Beit Hanoun bukan sekadar jalur logistik—ia adalah laboratorium mobil, tempat persembunyian, rute pasukan, dan sarana komunikasi yang aman.

Drone DIY dan Kendaraan Otonom:
Dengan suku cadang bekas, Gaza membangun drone pengintai dan drone serang, bahkan kendaraan darat tak berawak (UGV) yang digunakan dalam serangan terowongan dan gang-gang sempit Gaza City.



Ilmu yang Didorong oleh Keimanan

Apa yang dilakukan para insinyur Hamas bukan sekadar eksperimen teknologi. Ini adalah jihad keilmuan yang berpijak pada keyakinan: bahwa ilmu adalah alat perjuangan, bukan hanya kekuasaan.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi…”
(QS Al-Anfal: 60)

Dalam ayat ini, kata “kekuatan” ditafsirkan oleh para mufassir bukan hanya sebagai fisik dan senjata, tapi juga kecerdasan, perencanaan, dan inovasi.

Gaza telah menjadikannya nyata—dengan kitab di satu tangan dan kabel sirkuit di tangan lain.



Asimetri yang Tak Lagi Asal Bertahan

Konsep perang asimetri (asymmetric warfare) biasanya menandakan pihak lemah hanya bisa bertahan. Tapi Hamas tidak hanya bertahan. Mereka berinisiatif menyerang, mengecoh, dan memancing Israel ke dalam perang kota yang merugikan.

Contohnya:

Penyergapan brigade elit IDF di Khan Younis dan Zeitoun, menggunakan jebakan ranjau dan sniper.

Pengalihan serangan dengan roket dummy, sementara pasukan infanteri masuk lewat terowongan.

Operasi siber dan disinformasi lokal, menipu sistem komunikasi militer dan drone IDF.

"Kami tidak hanya belajar cara bertahan. Kami belajar cara menyesatkan musuh dengan puing-puing."
(Ungkapan populer di kalangan pejuang muda Gaza)



Inovasi yang Tak Diajarkan di Universitas

Apa yang terjadi di Gaza hari ini adalah ironi: ketika banyak universitas dunia sibuk mengembangkan teknologi untuk kepentingan komersial, anak-anak muda Gaza mengembangkan teknologi demi bertahan hidup dan menjaga tanah airnya.

Di ruang bawah tanah yang lembab dan gelap, para teknisi perlawanan bereksperimen tanpa paten, tanpa laboratorium resmi, dan tanpa publikasi jurnal. Tapi inovasi mereka nyata: efektif, mengganggu, dan tak bisa diremehkan.



Akal yang Diilhami Langit

Jihad akal adalah jalan sunyi. Tidak terlihat di layar berita, tidak tercatat di peta geopolitik, tidak dianugerahi Nobel.

Namun di Gaza, jihad itu hidup. Ia menjelma dalam kabel-kabel lusuh, dalam drone yang dirakit diam-diam, dalam software enkripsi buatan anak-anak muda yang tidak belajar di MIT, tapi hafal ayat-ayat Al-Qur’an.

Inilah perang masa depan yang digerakkan oleh mereka yang tertindas, tapi tak tunduk.
Inilah jihad teknologi yang lahir bukan dari modal, tapi dari tekad.

Dan selama akal masih digunakan sebagai senjata, selama ada satu orang di Gaza yang berpikir dan beriman, maka tak ada teknologi secanggih apa pun yang bisa menjatuhkannya.

Gaza Tak Bisa Dihancurkan: Studi Ketahanan Perlawanan Oleh: Nasrulloh Baksolahar Jika Gaza bisa dihancurkan, itu sudah terjadi s...


Gaza Tak Bisa Dihancurkan: Studi Ketahanan Perlawanan

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


Jika Gaza bisa dihancurkan, itu sudah terjadi sejak lama. Tapi justru dari puing-puing, ia terus bangkit—menantang logika perang modern dengan iman yang bersahaja.



Wilayah yang Tak Kunjung Hilang

Dalam sejarah panjang penjajahan, banyak wilayah telah dihancurkan dan dihapus dari peta dunia—terkubur oleh kekuatan yang lebih besar, atau dilupakan oleh dunia. Namun Gaza bukan salah satunya.

Ia terus hidup, meski setiap unsur kehidupan nyaris direnggut darinya. Ia tetap berdiri bukan karena kekuatan senjata atau dukungan diplomatik, tetapi karena daya hidup kolektif: iman, kesabaran, dan keyakinan bahwa hidup memiliki makna yang lebih tinggi daripada sekadar bertahan hidup.

Tulisan ini bukan sekadar studi militer atau politik, tetapi studi moral dan spiritual atas ketahanan sebuah bangsa yang dipaksa bertahan dalam puing-puing. Setiap bom, blokade, dan propaganda tak menjatuhkan mereka. Sebaliknya, semua itu justru menempa Gaza menjadi simbol perlawanan dunia modern.



1. Ketahanan Itu Dimulai Sebelum Senjata

Sebelum berbicara tentang rudal Qassam, sniper, atau terowongan, kita perlu memahami hal paling mendasar: ketahanan Gaza dimulai dari dada rakyatnya.

Gaza bukan hanya front tempur. Ia adalah madrasah ketahanan hidup—tempat manusia bertahan tanpa harapan ekonomi, tanpa sistem sosial yang layak, tanpa listrik, bahkan tanpa jaminan hidup esok hari—namun tetap memilih untuk tidak menyerah.

Setiap keluarga punya syuhada. Setiap anak lahir dalam blokade. Setiap ibu menanamkan satu pesan sebelum tidur:

“Jangan takut, Nak. Kalau rumah kita hancur, kita masih punya Tuhan.”



2. Infrastruktur Bisa Dihancurkan, Tapi Mental Tak Bisa Ditembus

Israel dapat menghancurkan:

Gedung pemerintah

Terowongan bawah tanah

Rumah sakit, kamp pengungsi, bahkan masjid


Namun yang tak bisa dihancurkan:

Hafalan Qur’an anak-anak Gaza

Jaringan sosial yang saling menopang

Budaya hormat pada syuhada dan semangat kolektif rakyat


Setiap reruntuhan rumah melahirkan posko komunitas. Di tengah kemiskinan, ada ibu yang menyuapi anak tetangganya. Gaza telah bertransformasi dari kota menjadi organisme perlawanan hidup, yang belajar, beradaptasi, dan berkembang dalam keterbatasan.



3. Narasi Perlawanan: Dari Trauma Menuju Keberanian

Di banyak tempat, perang menciptakan trauma jangka panjang. Di Gaza, trauma justru melahirkan kekuatan yang melampaui logika militer.

Anak-anak Gaza:

Tidak lari saat mendengar jet tempur

Tahu jenis suara drone dan arah rudal

Bermain di reruntuhan sambil menyanyikan lagu perjuangan


Ini bukan propaganda. Ini adalah pengalaman kolektif yang diwariskan dari generasi ke generasi: bahwa hidup berarti bertahan, dan bertahan adalah bentuk jihad tertinggi.



4. Teknologi Bisa Diblokade, Tapi Ide Tak Bisa Dilenyapkan

Israel bisa memblokade:

Listrik

Bahan bakar

Internet


Namun tidak bisa memblokade:

Doa dalam diam

Percakapan ayah dan anak tentang kehormatan

Mimpi bocah kecil yang ingin mati syahid


Di sinilah letak kekuatan Gaza yang tak tampak oleh intelijen militer: ketahanan narasi, spiritualitas, dan keyakinan. Dunia mungkin terpecah, tetapi kebenaran tidak membutuhkan banyak pembela—cukup mereka yang tetap percaya.



5. Dari Terowongan ke Teknologi Lokal: Seni Bertahan Gaza

Gaza bukan hanya bertahan, ia juga berinovasi dalam keterdesakan:

Rudal Qassam pertama kali dibuat dari pipa air

Drone dan robot tempur dirakit dari suku cadang bekas

Sistem komunikasi bawah tanah dikembangkan untuk menghindari sadapan


Ini bukan sekadar teknologi alternatif. Ini adalah kecerdikan strategis yang tumbuh dari keterpaksaan, dan hanya bisa lahir dari mereka yang hidup dalam pengepungan, tapi tak kehilangan akal dan nyali.



6. Gaza Tak Sendirian: Ketahanan yang Terdistribusi

Ketahanan Gaza tidak hanya karena Hamas, Jihad Islami, atau Brigade Syuhada Al-Aqsha. Ia juga lahir dari jaringan sosial dan spiritual yang tersebar:

Ulama dan guru yang menjaga asa

Ibu-ibu yang menyembunyikan tangis demi semangat anak-anak

Pemuda-pemuda yang menggantikan syuhada tanpa diminta


Dan yang paling kuat: dukungan spiritual jutaan umat.
Setiap takbir, setiap sumbangan kecil, setiap doa di sepertiga malam—adalah bahan bakar yang menjaga bara itu tetap menyala.



7. Yang Bertahan Adalah Mereka yang Tahu Untuk Apa Mereka Mati

Israel berperang demi keamanan dan supremasi.
Gaza bertahan demi martabat dan keimanan.

Israel terus dihantui kehancuran moral.
Gaza justru makin terasah oleh kesakitan dan kehilangan.

“Mereka merencanakan untuk menghancurkanmu, tapi Allah juga merencanakan. Dan Allah sebaik-baik Perencana.”
(QS Al-Anfal: 30)

Gaza tak bisa dihancurkan bukan karena ia kuat, tapi karena ia telah memilih untuk tidak menyerah.

Dan dalam sejarah manusia, bangsa yang memilih bertahan dengan kesabaran—meski tubuhnya hancur, meski dunia diam—adalah bangsa yang pada akhirnya akan menang.


Manajemen Pasukan Rasulullah ï·º dalam Perang Oleh: Nasrulloh Baksolahar “Perang adalah tipu daya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Di ba...

Manajemen Pasukan Rasulullah ï·º dalam Perang

Oleh: Nasrulloh Baksolahar



“Perang adalah tipu daya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Di balik kemenangan spektakuler pasukan Muslim di Badar, pengepungan teratur dalam Perang Khandaq, hingga manuver rahasia saat Fathu Makkah, tersembunyi kepiawaian Rasulullah ï·º dalam mengelola unit-unit pasukan secara modern, disiplin, dan proporsional. Beliau bukan hanya pemimpin spiritual, tapi juga panglima perang yang memahami medan, membaca psikologi lawan, dan menempatkan orang pada posisi yang paling tepat.

Hari ini, ketika dunia militer modern berbicara tentang divisi infanteri, kavaleri, pemanah, pasukan khusus, logistik, hingga medis, jejaknya bisa ditelusuri dalam strategi Rasulullah ï·º lebih dari 14 abad silam.



Pasukan Pengintai: Informasi adalah Nafas Kemenangan

Sejak ekspedisi pra-Badar hingga misi ke Tabuk, Rasulullah ï·º selalu mengutus pasukan pengintai (muraqabah). Tugas mereka bukan bertempur, tetapi mengumpulkan informasi musuh: rute kafilah, jumlah pasukan, moral tempur, dan kondisi logistik.

Tokoh seperti Hudzaifah ibn al-Yaman dan Abdullah bin Jahsy terkenal sebagai penyusup ulung. Rasulullah ï·º bahkan sering tidak mengumumkan misi mereka kepada publik pasukan—semua demi kerahasiaan.

“Ketika kita menguasai informasi, kita bisa menunda perang, mengatur strategi, atau menghindari pertumpahan darah.”



Infanteri dan Tombak: Disiplin Bukan Sekadar Barisan

Infanteri menjadi tulang punggung pasukan Muslim. Mereka berjalan kaki, memegang tombak atau pedang, dan ditempatkan dalam formasi rapat sebagaimana shalat berjamaah: saff yang lurus dan tertib.

Dalam Perang Badar dan Uhud, Nabi ï·º turun langsung menyusun formasi. Beliau menyentuh dada pasukan satu per satu, memastikan barisan lurus, dan memberikan motivasi ruhani: bahwa musuh mereka bukan sekadar Quraisy, tapi sistem kezaliman dan perbudakan.




Pemanah: Disiplin yang Menentukan Nasib Perang

Dalam Perang Uhud, 50 pemanah ditempatkan di atas Bukit Rumat. Tugas mereka: tidak bergerak, apapun yang terjadi. Namun, pelanggaran terhadap perintah ini mengubah arus perang.

Peristiwa ini menjadi pelajaran penting: pasukan hebat tanpa disiplin adalah bencana, dan strategi yang cemerlang bisa runtuh jika satu unit mengabaikan tanggung jawabnya.



Kavaleri: Kecepatan adalah Kunci Serangan Kejut

Meskipun jumlah pasukan berkuda (kavaleri) Muslim sangat terbatas, mereka ditempatkan pada posisi strategis. Zubair bin Awwam, Miqdad bin Amr, dan kemudian Khalid bin Walid (setelah masuk Islam) menjadi motor utama pasukan cepat.

Kavaleri berperan dalam pengepungan, pengejaran, atau memukul sayap musuh, mirip peran divisi mekanis dalam militer modern. Mereka lincah, berani, dan terlatih bergerak di luar formasi inti.



Tim Medis dan Logistik: Ketelatenan Para Sahabiyah

Dalam setiap perang, Rasulullah ï·º mengikutsertakan para perempuan, bukan untuk bertempur, tetapi menjadi tim medis, logistik, dan motivator moral.

Rufaida al-Aslamiyyah adalah pelopor medis perang Islam. Ia mendirikan tenda untuk merawat yang terluka. Aisyah, Ummu Sulaim, dan Ummu Athiyah ikut membawakan air, menyiapkan makanan, dan bahkan memberi semangat kepada pasukan di garis belakang.

Rasulullah ï·º membangun sistem militer yang tidak hanya kuat secara fisik, tapi juga peduli dan beradab. Inilah yang membedakan jihad Nabi dengan perang imperialis.



Sistem Militer yang Lahir dari Iman dan Akal

Pengelolaan unit militer di zaman Rasulullah ï·º bukanlah sesuatu yang spontan atau reaktif. Beliau membangun struktur komando, formasi teknis, dan kode etik tempur. Tidak boleh menyerang warga sipil, tempat ibadah, atau membunuh musuh yang menyerah. Semua terukur.

Inilah fondasi dari apa yang bisa disebut "etika militer Islam"—sebuah konsep yang nyaris tidak dikenal dalam sejarah penjajahan modern.

“Kemenangan bukan hanya soal jumlah dan senjata, tapi ketepatan posisi, informasi yang sahih, dan hati yang lurus.”
— (Refleksi Perang Khandaq)

Mengelola Informasi dan Intelijen di Era Rasulullah ï·º Strategi Sunyi Sang Nabi dalam Perang dan Damai “Perang adalah tipu daya.”...


Mengelola Informasi dan Intelijen di Era Rasulullah ï·º



Strategi Sunyi Sang Nabi dalam Perang dan Damai

“Perang adalah tipu daya.” – Nabi Muhammad ï·º
(HR. Bukhari, Muslim)


1. Dasar Etika dan Tujuan Intelijen dalam Islam

Bagi Rasulullah ï·º, informasi bukan sekadar alat untuk menang, melainkan sarana menjaga amanah, mencegah kebohongan, dan menyeimbangkan kekuatan. Strategi Nabi selalu dilandasi:

Keadilan: Tidak menggunakan informasi untuk menyebar fitnah.

Keamanan: Melindungi kaum Muslimin dari serangan mendadak.

Efektivitas Dakwah: Menghindari benturan sia-sia atau perang terbuka yang belum siap.



2. Bentuk dan Jenis Intelijen Rasulullah ï·º

a. Pengintaian dan Pemantauan Musuh

Rasulullah ï·º mengirim pengintai untuk mengamati pergerakan Quraisy, Bani Ghathafan, dan kabilah-kabilah Arab lainnya.

Dalam Perang Badar, beliau menugaskan Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam untuk mengumpulkan info lokasi logistik musuh.


b. Jaringan Informan dalam Kota

Di Madinah, ada jaringan mata-mata internal yang melaporkan gerakan Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraizhah yang berkhianat.

Sahabat seperti Hudzaifah ibn al-Yaman dijadikan mata-mata rahasia dalam situasi krusial seperti saat Perang Khandaq.


c. Disinformasi Taktis

Dalam ekspedisi Tabuk, Rasulullah menyebar informasi samar untuk menyulitkan musuh memprediksi tujuan perjalanan.

Dalam Fathu Makkah, Nabi ï·º merahasiakan gerak pasukan hingga Quraisy tidak menyangka Makkah akan diserbu tanpa pertumpahan darah.



3. Keamanan Informasi dan Kerahasiaan Strategi

Rasulullah ï·º sangat ketat dalam pengamanan informasi internal:

Contoh: Surat Rahasia dalam Perjalanan ke Makkah (Fathu Makkah)

Seorang sahabat, Hatib bin Abi Balta’ah, mengirim surat rahasia ke Quraisy untuk alasan pribadi. Surat itu dicegat atas wahyu Allah, dan Rasulullah ï·º tidak langsung menghukumnya, tapi mengklarifikasi dan menjaga keadilan.

Ini menunjukkan betapa seriusnya kontrol informasi internal, sekaligus keadilan dalam menyikapi penyimpangan.



4. Peran Individu Kunci dalam Operasi Intelijen

Hudzaifah ibn al-Yaman
Dikenal sebagai “Pemegang Rahasia Rasulullah”.
Menyusup ke perkemahan Quraisy saat Perang Khandaq, menyaksikan rapat Abu Sufyan dan melaporkan kelemahan moril pasukan musuh.

Abdullah bin Jahsy
Ditugaskan untuk misi pengintaian awal terhadap Quraisy. Melakukan ekspedisi Nakhla, yang kemudian memicu insiden penting dalam babak awal konfrontasi.

Salman al-Farisi
Perannya dalam Perang Khandaq bukan hanya memberi ide penggalian parit, tapi juga sebagai konsultan strategis karena pengetahuannya terhadap taktik Persia.



5. Keunggulan Intelijen Rasulullah ï·º Dibanding Musuh


Rasulullah saw
Strategi Tertutup, fleksibel, tidak terduga

Musuh
Kaku, terbuka

Rasulullah saw
Keamanan Informasi Sangat ketat, terkontrol

Musuh
Banyak kebocoran

Rasulullah saw
Moralitas Etis, tidak membunuh sipil

Musuh
Sering menyiksa mata-mata

Rasulullah saw
Kolaborasi Terorganisasi (Muhajirin-Anshar)

Musuh
Terpecah antar klan



Intelijen sebagai Bentuk Hikmah

Rasulullah ï·º membuktikan bahwa pengelolaan informasi yang cerdas dan aman dapat menghindari banyak pertumpahan darah, mempercepat kemenangan, dan menjaga stabilitas umat.

Intelijen dalam Islam bukan jalan licik, tapi cara cerdas menjaga maslahat. Dalam sirah, kita tidak menemukan contoh Nabi membunuh tawanan untuk membungkam informasi, tapi justru memberi mereka peluang tobat dan dialog.



Penutup:

"Siapa yang menguasai informasi, dia menguasai peristiwa. Tapi siapa yang menguasai informasi dengan akhlak, dia menguasai masa depan."

Model intelijen Rasulullah ï·º adalah kombinasi unik antara strategi, spiritualitas, dan etika—sesuatu yang jarang ditemukan dalam sejarah militer modern.

Pasukan Islam vs Pasukan Modern: Sebuah Perbandingan Sejarah dan Moralitas Tempur Oleh: Nasrulloh Baksolahar “Kemenangan tidak h...

Pasukan Islam vs Pasukan Modern: Sebuah Perbandingan Sejarah dan Moralitas Tempur

Oleh: Nasrulloh Baksolahar


“Kemenangan tidak hanya datang dari senjata, tapi dari hati yang yakin dan barisan yang kokoh."

Dalam lintasan sejarah, dunia telah menyaksikan berbagai model pasukan tempur: dari balatentara kaum Muslimin yang dibina Rasulullah ï·º di padang pasir Arab, hingga pasukan berteknologi tinggi masa kini yang dikendalikan satelit dan AI. Namun, kemenangan tidak pernah hanya ditentukan oleh kelengkapan senjata, melainkan oleh kekuatan moral, kedisiplinan, dan kejelasan tujuan.



1. Asal dan Tujuan: Pasukan yang Digerakkan oleh Iman vs Kekuasaan

A. Pasukan Islam

Pasukan Islam pada masa Rasulullah ï·º dan Khulafaur Rasyidin bukan sekadar tentara—mereka adalah umat yang bergerak dengan akidah. Mereka bukan dibayar, bukan dilatih karena ambisi dunia, melainkan karena keyakinan bahwa:

“Perang ini adalah jalan menuju ridha Allah.”

Tujuan utamanya bukan menjarah, tapi menegakkan keadilan, menghapus penindasan, dan menjaga amanah dakwah.


Seorang tentara Islam bahkan dilarang:

Membunuh anak-anak, wanita, dan orang tua.

Merusak tanaman, rumah ibadah, atau membunuh hewan ternak tanpa alasan.

Disiplin moral mereka lahir dari iman, bukan sekadar hukum militer.

B. Pasukan Modern

Pasukan masa kini, terutama di negara-negara besar, lebih banyak digerakkan oleh:

Instruksi politik

Kepentingan ekonomi atau ideologi negara

Dalam banyak kasus—kontrak bayaran dan propaganda nasionalisme sempit

Akibatnya, tujuan mereka seringkali tidak transparan atau bahkan keliru secara moral, seperti:

Invasi Irak (2003) oleh AS berdasarkan informasi palsu.

Pemboman Gaza oleh IDF dengan dalih keamanan, tapi membunuh ribuan warga sipil.



2. Disiplin vs Dehumanisasi

A. Pasukan Islam

Disiplin ditegakkan lewat taqwa dan teladan.

Khalid bin Walid memimpin langsung di garis depan.

Umar bin Khattab melarang pasukannya menang dengan cara licik.

Disiplin mereka bukan kaku, tapi lahir dari rasa tanggung jawab kepada Allah.

B. Pasukan Modern

Disiplin bersifat mekanis, berdasarkan perintah dan hierarki.

Namun dalam praktik, sering muncul penyimpangan:

Pelecehan, penjarahan, pemerkosaan di medan perang.

Banyak tentara modern terjebak dehumanisasi musuh: membunuh karena musuh dianggap bukan manusia, tapi target.

Contoh tragis: pasukan AS di Vietnam atau Afghanistan yang mengalami trauma karena membunuh warga sipil—bukan karena kurang senjata, tapi karena tidak tahu lagi alasan mereka berperang.



3. Mental Tempur dan Ketahanan Jiwa

A. Pasukan Islam

Berperang dengan kesadaran spiritual tinggi.

Dalam Perang Badar, pasukan Muslim hanya 313 orang melawan 1.000 Quraisy.

Namun mereka menang karena keyakinan penuh bahwa “Allah bersama mereka.”

Setiap pertempuran menjadi ajang pembersihan jiwa dan ujian kesungguhan, bukan hanya perebutan wilayah.

B. Pasukan Modern

Banyak pasukan modern mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) setelah perang.

Kenapa? Karena mereka kehilangan makna dari kekerasan yang mereka lakukan.

IDF misalnya, kini menghadapi gelombang trauma, pembangkangan cadangan, dan keraguan internal—karena serangan terhadap Gaza dinilai brutal dan tidak bermoral oleh sebagian tentaranya sendiri.



4. Strategi yang Mengandung Akhlak

A. Pasukan Islam:

Bahkan dalam strategi militer, akhlak tetap dijaga.

Dalam Fathu Makkah, Rasulullah ï·º masuk kota dengan tunduk, tanpa menumpahkan darah.

Dalam suratnya kepada tentara sebelum perang, Khalifah Abu Bakar memberi 10 larangan moral, termasuk: “Jangan membunuh pohon kurma, jangan merusak bangunan.”


B. Pasukan Modern:

Strategi militer modern sering tidak peduli pada akhlak:

Bom fosfor, drone tak berawak, hukuman kolektif.

Gaza dibombardir dengan alasan mencari Hamas, tapi yang hancur adalah rumah sakit, sekolah, dan keluarga sipil.

Akibatnya, musuh memang hancur, tapi legitimasi moral pasukan juga ikut gugur.



Siapa yang Sebenarnya Unggul?

Pasukan Islam menang bukan hanya di medan perang, tapi juga dalam nurani sejarah.
Sementara banyak pasukan modern menang secara teknologi, tapi kalah dalam hati nurani, legitimasi moral, dan kesatuan jiwa.

Peradaban masa kini bisa membangun tank canggih dan rudal pintar, tapi belum tentu bisa membangun tentara yang takut kepada Tuhan dan malu berbuat zalim. Itulah warisan besar yang ditinggalkan Rasulullah ï·º: bahwa perang tidak bisa dilepaskan dari akhlak, dan kemenangan sejati bukan hanya di bumi, tapi juga di langit.

Cari Artikel Ketik Lalu Enter

Artikel Lainnya

Indeks Artikel

!qNusantar3 (1) 1+6!zzSirah Ulama (1) Abdullah bin Nuh (1) Abu Bakar (3) Abu Hasan Asy Syadzali (2) Abu Hasan Asy Syadzali Saat Mesir Dikepung (1) Aceh (6) Adnan Menderes (2) Adu domba Yahudi (1) adzan (1) Agama (1) Agribisnis (1) Ahli Epidemiologi (1) Air hujan (1) Akhir Zaman (1) Al-Baqarah (1) Al-Qur'an (356) Al-Qur’an (3) alam (3) Alamiah Kedokteran (1) Ali bin Abi Thalib (1) Andalusia (1) Angka Binner (1) Angka dalam Al-Qur'an (1) Aqidah (1) Ar Narini (2) As Sinkili (2) Asbabulnuzul (1) Ashabul Kahfi (1) Aurangzeb alamgir (1) Bahasa Arab (1) Bani Israel (1) Banjar (1) Banten (1) Barat (1) Belanja (1) Berkah Musyawarah (1) Bermimpi Rasulullah saw (1) Bertanya (1) Bima (1) Biografi (1) BJ Habibie (1) budak jadi pemimpin (1) Buku Hamka (1) busana (1) Buya Hamka (53) Cerita kegagalan (1) Cina Islam (1) cinta (1) Covid 19 (1) Curhat doa (1) Dajjal (1) Dasar Kesehatan (1) Deli Serdang (1) Demak (3) Demam Tubuh (1) Demografi Umat Islam (1) Detik (1) Diktator (1) Diponegoro (2) Dirham (1) Doa (1) doa mendesain masa depan (1) doa wali Allah (1) dukun (1) Dunia Islam (1) Duplikasi Kebrilianan (1) energi kekuatan (1) Energi Takwa (1) Episentrum Perlawanan (1) filsafat (3) filsafat Islam (1) Filsafat Sejarah (1) Fir'aun (2) Firasat (1) Firaun (1) Gamal Abdul Naser (1) Gelombang dakwah (1) Gladiator (1) Gowa (1) grand desain tanah (1) Gua Secang (1) Haji (1) Haman (1) Hamka (3) Hasan Al Banna (7) Heraklius (4) Hidup Mudah (1) Hikayat (3) Hikayat Perang Sabil (2) https://www.literaturislam.com/ (1) Hukum Akhirat (1) hukum kesulitan (1) Hukum Pasti (1) Hukuman Allah (1) Ibadah obat (1) Ibnu Hajar Asqalani (1) Ibnu Khaldun (1) Ibnu Sina (1) Ibrahim (1) Ibrahim bin Adham (1) ide menulis (1) Ikhwanul Muslimin (1) ilmu (2) Ilmu Laduni (3) Ilmu Sejarah (1) Ilmu Sosial (1) Imam Al-Ghazali (2) imam Ghazali (1) Instropeksi diri (1) interpretasi sejarah (1) ISLAM (2) Islam Cina (1) Islam dalam Bahaya (2) Islam di India (1) Islam Nusantara (1) Islampobia (1) Istana Al-Hambra (1) Istana Penguasa (1) Istiqamah (1) Jalan Hidup (1) Jamuran (1) Jebakan Istana (1) Jendral Mc Arthu (1) Jibril (1) jihad (1) Jiwa Berkecamuk (1) Jiwa Mujahid (1) Jogyakarta (1) jordania (1) jurriyah Rasulullah (1) Kabinet Abu Bakar (1) Kajian (1) kambing (1) Karamah (1) Karya Besar (1) Karya Fenomenal (1) Kebebasan beragama (1) Kebohongan Pejabat (1) Kebohongan Yahudi (1) Kecerdasan (253) Kecerdasan Finansial (4) Kecerdasan Laduni (1) Kedok Keshalehan (1) Kejayaan Islam (1) Kejayaan Umat Islam (1) Kekalahan Intelektual (1) Kekhalifahan Islam (2) Kekhalifahan Turki Utsmani (1) Keluar Krisis (1) Kemiskinan Diri (1) Kepemimpinan (1) kerajaan Islam (1) kerajaan Islam di India (1) Kerajaan Sriwijaya (2) Kesehatan (1) Kesultanan Aceh (1) Kesultanan Nusantara (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (1) Keturunan Rasulullah saw (1) Keunggulan ilmu (1) keunggulan teknologi (1) Kezaliman (2) KH Hasyim Ashari (1) Khaidir (2) Khalifatur Rasyidin (1) Kiamat (1) Kisah (1) Kisah Al Quran (1) kisah Al-Qur'an (1) Kisah Hadist (4) Kisah Nabi (1) Kisah Nabi dan Rasul (1) Kisah Para Nabi (1) kisah para nabi dan (2) Kisah Para Nabi dan Rasul (541) kisah para nabi dan rasul. Nabi Daud (1) kisah para nabi dan rasul. nabi Musa (2) Kisah Penguasa (1) Kisah ulama (1) kitab primbon (1) Koalisi Negara Ulama (1) Krisis Ekonomi (1) Kumis (1) Kumparan (1) Kurikulum Pemimpin (1) Laduni (1) lauhul mahfudz (1) lockdown (1) Logika (1) Luka darah (1) Luka hati (1) madrasah ramadhan (1) Madu dan Susu (1) Majapahi (1) Majapahit (4) Makkah (1) Malaka (1) Mandi (1) Matematika dalam Al-Qur'an (1) Maulana Ishaq (1) Maulana Malik Ibrahi (1) Melihat Wajah Allah (1) Memerdekakan Akal (1) Menaklukkan penguasa (1) Mendidik anak (1) mendidik Hawa Nafsu (1) Mendikbud (1) Menggenggam Dunia (1) menulis (1) Mesir (1) militer (1) militer Islam (1) Mimpi Rasulullah saw (1) Minangkabau (2) Mindset Dongeng (1) Muawiyah bin Abu Sofyan (1) Mufti Johor (1) muhammad al fatih (3) Muhammad bin Maslamah (1) Mukjizat Nabi Ismail (1) Musa (1) muslimah (1) musuh peradaban (1) Nabi Adam (71) Nabi Ayub (1) Nabi Daud (3) Nabi Ibrahim (3) Nabi Isa (2) nabi Isa. nabi ismail (1) Nabi Ismail (1) Nabi Khaidir (1) Nabi Khidir (1) Nabi Musa (27) Nabi Nuh (6) Nabi Sulaiman (2) Nabi Yunus (1) Nabi Yusuf (7) Namrudz (2) Nasrulloh Baksolahar (1) NKRI (1) nol (1) Nubuwah Rasulullah (4) Nurudin Zanky (1) Nusa Tenggara (1) Nusantara (230) Nusantara Tanpa Islam (1) obat cinta dunia (2) obat takut mati (1) Olahraga (6) Orang Lain baik (1) Orang tua guru (1) Padjadjaran (2) Palembang (1) Palestina (504) Pancasila (1) Pangeran Diponegoro (3) Pasai (2) Paspampres Rasulullah (1) Pembangun Peradaban (2) Pemecahan masalah (1) Pemerintah rapuh (1) Pemutarbalikan sejarah (1) Pengasingan (1) Pengelolaan Bisnis (1) Pengelolaan Hawa Nafsu (1) Pengobatan (1) pengobatan sederhana (1) Penguasa Adil (1) Penguasa Zalim (1) Penjajah Yahudi (35) Penjajahan Belanda (1) Penjajahan Yahudi (1) Penjara Rotterdam (1) Penyelamatan Sejarah (1) peradaban Islam (1) Perang Aceh (1) Perang Afghanistan (1) Perang Arab Israel (1) Perang Badar (3) Perang Ekonomi (1) Perang Hunain (1) Perang Jawa (1) Perang Khaibar (1) Perang Khandaq (2) Perang Kore (1) Perang mu'tah (1) Perang Paregreg (1) Perang Salib (4) Perang Tabuk (1) Perang Uhud (2) Perdagangan rempah (1) Pergesekan Internal (1) Perguliran Waktu (1) permainan anak (2) Perniagaan (1) Persia (2) Persoalan sulit (1) pertanian modern (1) Pertempuran Rasulullah (1) Pertolongan Allah (3) perut sehat (1) pm Turki (1) POHON SAHABI (1) Portugal (1) Portugis (1) ppkm (1) Prabu Satmata (1) Prilaku Pemimpin (1) prokes (1) puasa (1) pupuk terbaik (1) purnawirawan Islam (1) Qarun (2) Quantum Jiwa (1) Raffles (1) Raja Islam (1) rakyat lapar (1) Rakyat terzalimi (1) Rasulullah (1) Rasulullah SAW (1) Rehat (486) Rekayasa Masa Depan (1) Republika (2) respon alam (1) Revolusi diri (1) Revolusi Sejarah (1) Revolusi Sosial (1) Rindu Rasulullah (1) Romawi (4) Rumah Semut (1) Ruqyah (1) Rustum (1) Saat Dihina (1) sahabat Nabi (1) Sahabat Rasulullah (1) SAHABI (1) satu (1) Sayyidah Musyfiqah (1) Sejarah (2) Sejarah Nabi (1) Sejarah Para Nabi dan Rasul (1) Sejarah Penguasa (1) selat Malaka (2) Seleksi Pejabat (1) Sengketa Hukum (1) Serah Nabawiyah (1) Seruan Jihad (3) shalahuddin al Ayubi (3) shalat (1) Shalat di dalam kuburannya (1) Shalawat Ibrahimiyah (1) Simpel Life (1) Sirah Nabawiyah (246) Sirah Para Nabi dan Rasul (3) Sirah Penguasa (228) Sirah Sahabat (150) Sirah Tabiin (42) Sirah Ulama (144) Siroh Sahabat (1) Sofyan Tsauri (1) Solusi Negara (1) Solusi Praktis (1) Sriwijaya Islam (3) Strategi Demonstrasi (1) Suara Hewan (1) Suara lembut (1) Sudah Nabawiyah (1) Sufi (1) sugesti diri (1) sultan Hamid 2 (1) sultan Islam (1) Sultan Mataram (3) Sultanah Aceh (1) Sunah Rasulullah (2) sunan giri (3) Sunan Gresi (1) Sunan Gunung Jati (1) Sunan Kalijaga (1) Sunan Kudus (2) Sunatullah Kekuasaan (1) Supranatural (1) Surakarta (1) Syariat Islam (18) Syeikh Abdul Qadir Jaelani (2) Syeikh Palimbani (3) Tak Ada Solusi (1) Takdir Umat Islam (1) Takwa (1) Takwa Keadilan (1) Tanda Hari Kiamat (1) Tasawuf (29) teknologi (2) tentang website (1) tentara (1) tentara Islam (1) Ternate (1) Thaharah (1) Thariqah (1) tidur (1) Titik kritis (1) Titik Kritis Kekayaan (1) Tragedi Sejarah (1) Turki (2) Turki Utsmani (2) Ukhuwah (1) Ulama Mekkah (3) Umar bin Abdul Aziz (5) Umar bin Khatab (3) Umar k Abdul Aziz (1) Ummu Salamah (1) Umpetan (1) Utsman bin Affan (2) veteran islam (1) Wabah (1) wafat Rasulullah (1) Waki bin Jarrah (1) Wali Allah (1) wali sanga (1) Walisanga (2) Walisongo (3) Wanita Pilihan (1) Wanita Utama (1) Warung Kelontong (1) Waspadai Ibadah (1) Wudhu (1) Yusuf Al Makasari (1) zaman kerajaan islam (1) Zulkarnain (1)