Pilar Cinta di Tengah Perang: Rasulullah dan Keluarga Para Syuhada
Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Syahid bukan hanya soal gugur di medan perang, tapi juga tentang siapa yang ditinggalkan, dan bagaimana umat memperlakukan mereka.
Di balik setiap bendera kemenangan di medan jihad, ada rumah yang sunyi, anak yang kehilangan ayah, dan istri yang menyimpan tangis dalam diam. Namun dalam masyarakat Islam yang dibangun Rasulullah ï·º, mereka bukan ditinggalkan. Mereka justru didekap dalam pelukan cinta, dijaga oleh negara, dan dimuliakan oleh umat.
Perang memang menuntut pengorbanan. Tapi Rasulullah ï·º mengajarkan bahwa pengorbanan itu harus dibalas dengan penghormatan, perlindungan, dan jaminan hidup yang layak bagi keluarga mereka yang gugur di jalan Allah.
1. Negara Kasih Sayang: Perlindungan Total untuk Keluarga Syuhada
Salah satu teladan paling mengharukan adalah ketika Ja’far bin Abi Thalib gugur dalam Perang Mu’tah. Saat kabar itu sampai di Madinah, Rasulullah ï·º datang ke rumah Ja’far, memeluk anak-anaknya yang masih kecil, dan menangis bersama mereka. Lalu beliau berkata kepada para sahabat:
> “Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang kepada mereka apa yang menyibukkan mereka.”
(HR. Abu Dawud)
Dalam tradisi modern, ini adalah state care, sebuah bentuk perlindungan negara bagi warga yang kehilangan kepala keluarga. Tapi Rasulullah ï·º melakukannya bukan karena tekanan hukum, melainkan karena cinta dan tanggung jawab sosial.
2. Anak Yatim Dipeluk, Bukan Diabaikan
Rasulullah ï·º tak hanya menitipkan bantuan, tapi juga merangkul anak-anak para syuhada secara langsung. Anak-anak Ja’far bin Abi Thalib, termasuk Abdullah bin Ja’far, dirawat dengan penuh kasih. Mereka tak tumbuh sebagai yatim piatu, tapi sebagai bagian dari keluarga besar Rasulullah.
Anak yatim bukan dianggap beban, melainkan amanah. Rasulullah ï·º bersabda:
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim akan bersama-sama di surga, seperti ini.”
(Beliau mengisyaratkan dengan dua jari yang dirapatkan.)
3. Dari Trauma Jadi Kehormatan: Mengubah Narasi
Dalam masyarakat Rasulullah, keluarga syuhada tidak dipandang dengan belas kasihan, tetapi dengan kemuliaan. Anak-anak syuhada dibesarkan dalam suasana yang menghormati ayah atau ibunya yang telah gugur. Mereka bukan korban, tapi penerus perjuangan.
Syahid bukan luka dalam sejarah keluarga, tapi lencana kemuliaan yang diwariskan turun-temurun. Di masyarakat Madinah, menyandang status sebagai keluarga syuhada justru mendatangkan penghormatan sosial yang tinggi.
4. Jaminan Ekonomi dan Warisan yang Terlindungi
Bukan hanya secara emosional, Rasulullah ï·º juga melindungi mereka secara ekonomi. Harta ghanimah (rampasan perang), zakat, dan sedekah diarahkan kepada para yatim dan janda dengan sangat hati-hati. Dalam Perang Uhud, ketika Sa’ad bin Rabi’ gugur, Rasulullah ï·º langsung mengutus sahabat untuk mengurus hak-hak istri dan anak-anaknya.
Tidak ada anak syuhada yang dibiarkan kelaparan. Tidak ada janda syuhada yang terabaikan. Rasulullah ï·º membangun sistem di mana masyarakat menanggung tanggung jawab itu bersama.
5. Kepedulian yang Tidak Pernah Usai
Kepedulian Rasulullah ï·º terhadap keluarga syuhada bukan peristiwa sesaat. Bertahun-tahun setelah perang berlalu, beliau tetap mengunjungi rumah-rumah mereka, menanyakan kabar anak-anak mereka, dan memberi bantuan saat diperlukan.
Ini bukan sekadar kebijakan negara. Ini adalah perwujudan spiritual dari ayat:
“Dan janganlah kamu menyangka bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Mereka hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki.”
(QS Ali Imran: 169)
Jika syuhada hidup di sisi Tuhan, maka keluarganya hidup dalam perlindungan umat.
Negara dan Cinta yang Berjalan Bersama
Negara yang dibangun Rasulullah ï·º bukan hanya memuliakan para pejuang di medan perang, tetapi juga menjaga keluarga mereka yang ditinggalkan. Rasulullah menunjukkan bahwa jihad bukan sekadar keberanian di garis depan, tetapi juga tanggung jawab sosial setelah perang usai.
Di tengah dunia yang sering melupakan keluarga para pejuang, Rasulullah mengajarkan kita: jihad yang benar adalah jihad yang menyisakan kasih sayang bagi yang ditinggalkan.
0 komentar: